4. Dusta
• Kedudukan Akhlak Dalam Masyarakat
• Mudarat-mudarat Berdusta
• Berdusta Dilarang Agama
Kedudukan Akhlak dalam Masyarakat
Akhlak merupakan faktor terpenting dalam masyarakat dan dalam kesempurnaan bangsa-bangsa. Akhlak terlahir sebagai bagian dari kemanusiaan. Tiada seorang pun menyangkal peranan vital yang dimainkan oleh akhlak dalam membawa kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan rohani manusia; dan juga tiada seorang pun meragukan manfaat dan pengaruhnya yang menentukan dalam memperkuat fundamen-fundamen keterpaduan tingkah laku dan pemikiran, baik pada pergaulan maupun masyarakat. Dapatkah anda menemukan orang yang jujur dan benar mencari kebahagiaan di bawah bayang-bayang pengkhianatan dan dusta? Akhlak sedemikian pentingnya sehingga bahkan bangsa-bangsa yang tidak percaya kepada agama, menghormatinya dan merasakan bahwa akhlak itu penting bagi mereka untuk ditaati melalui beberapa ajaran etika agar mampu maju menembus jalan kehidupan yang berbelit-belit ini. Masyarakat, di mana pun dan dengan segala macam perilakunya, mempunyai beberapa kesamaan.
Seorang sarjana kenamaan Inggris, Samuel Smiles mengatakan:
Akhlak adalah salah satu kekuatan yang menggerakkan dunia ini. Dengan pengertiannya yang paling baik, akhlak merupakan suatu perwujudan fitrah manusia pada puncaknya yang tertinggi, karena akhlak adalah suatu anugerah dari fitrah manusia untuk kemanusiaan (humanity). Orang-orang yang unggul dalam segala segi kehidupan berusaha untuk menarik perhatian manusia kepada mereka melalui setiap cara yang mulia dan terhormat. Masyarakat mempercayai orang-orang ini dan meniru kesempurnaan mereka, karana masyarakat percaya' bahwa mereka memiliki segala bakat dari kehidupan ini, dan jika tidak ada eksistensi orang-orang seperti ini, maka kehidupan tidak akan bernilai. Jika ciri-ciri genetika yang diwarisi menarik perhatian dan penghargaan manusia, maka akhlak menjadikan kepuasan dan kehormatan bagi orang-orang yang berkelakuan baik. Hal ini karena perangkat karakteristik yang pertama adalah karya dari gen-gen, dan perangkat yang kedua adalah hasil dari pragmatisme dan kekuatan ber pikir, dan ini meni pakan akal (mind) yang menguasai kita serta mengatur berbagai urusan kita di sepanjang hidup kita.
Orang-orang yang telah mencapai puncak keunggulan dan kebesaran adalah seperti sinar terang yang membersihkan jalan bagi kemanusiaan dan membimbing manusia kepada jalan-jalan moral dan keluhuran. Jika para anggota masyarakat, di mana saja, kekurangan perilaku yang baik, mereka tidak akan mampu mencapai keunggulan meskipun banyak dari hak kebebasan dan hak politik yang mereka rasakan. Tidaklah penting bagi bangsa-bangsa untuk memiliki wilayah-wilayah daratan yang luas agar hidup secara terhormat, karena banyak bangsa-bangsa dengan populasi besar yang memiliki wilayah-wilayah' daratan yang luas, tetapi mereka jauh dari kesempurnaan dan kebesaran. Maka. jika moralitas suatu bangsa menjadi rusak, pada akhirnya bangsa itu akan punah.
Semua setuju dengan apa yang telah dikatakan sarjana ini, namun yang menjadi masalah adalah adanya suatu perbedaan besar antara mengenal fakta-fakta dengan bertindak atasnya. Banyak orang yang mengganti perilaku baik dengan kecenderungan-kecenderungan hewani nya. Mereka mengganti moralnya yang baik demi nafsu-nafsunya, seperti gelembung-gelembung yang tampak berkilauan di atas permukaan air.
Tak syak lagi, manusia telah keluar dari pabrik kehidupan dengan membawa serta hal-hal yang bertentangan dengan nalurinya. Kini manusia terus menerus menjadi ajang suatu perjuangan yang dahsyat antara sifat jahat dan baik. Langkah pertama untuk menghapus sifat jahat manusia adalah menanam nafsu-nafsu dan amarahnya dalam medan perang ini karena mereka adalah penyebab dari kekuatan hewani manusia, yaitu dengki. Adalah wajib bagi siapa saja yang berhasrat mencapai kesempurnaan, untuk menjauhi kemubaziran dan menghindarkan diri dari berbagai kecenderungan berbahaya yang muncul dari sifat-sifat semacam ini serta merubahnya menjadi perasaan-perasaan yang indah dan bermanfaat. Alasan untuk ini adalah bahwa sebagian besar manfaat manusia berasal dari perasaan ini, tetapi perasaan semacam ini hanya rampak baik jika ia patuh kepada perintah-perintah akal.
Menurut seorang psikolog:
Perasaan-perasaan manusia adalah seperti sebuah kontainer yang memiliki dua serambi. Serambi pertama menyerang dan yang kedua bertahan. Jika manusia dapat mengarahkan perasaan-perasaan ber tahannya agar berada di atas perasaan yang menyerang, maka ia akan memperoleh kendali atas eksistensinya dan membimbing perasaan ini sekehendaknya, tidak sekehendak perasaan perasaannya.
Orang-orang yang menyeimbangkan kekuatan-kekuatan batin dengan nafsu-nafsunya dan yang memiliki cita-cita yang lebih baik dan telah menciptakan suatu perasaan damai antara pikiran dan hatinya, tidak syak lagi ia telah menempuh jalan kebahagiaan di antara berbagai problema kehidupan dan mengikuti kehendak untuk bebas dari kelemahan, kegagalan atau kekalahan. Memang benar bahwa kemampuan manusia telah mencapai tingkat kegunaan, gerak dan kecepatan yang tinggi yang memberikan manusia kesempatan untuk mencapai ke kedalaman lautan dan samudera dengan menggunakan kekuatan berpikirnya. Namun apa yang kami amati sekarang kesengsaraan dan kegundahan yang terus-menerus di jantung peradaban telah mencapai tingkat seperti mainan di tangan sang problema dan penderitaan. Kesalahan ini terjadi karena penyimpangan yang dilakukan dari jalan yang mulia dan nilai-nilai rohani.
Dr. Roman menulis:
llmu pengetahuan telah maju dalam abad ini terapi akhlak dan perasaan terap masih primitif. Jika akhlak dan perasaan maju bersama dengan akal dan pikiran, maka mungkin kita dapat menyatakan bahwa manusia telah maju dalam kemanusiaannya juga.
Sesuai dengan hukum-hukum keseimbangan dan persamaan, nasib suatu peradaban yang kekurangan sifat-sifat mulia akan menghadapi kerusakan dan kepunahan. Alasan atas berbagai kesengsaraan dan ketidaksempurnaan yang terjadi di segala jenis masyarakat adalah suatu fenomena tentang berbagai kebutuhan manusia akan nilai-nilai moral, yakni nilai-nilai yang akan mengembangkan ruh kehidupan di dalam daging peradaban yang sedang sekarat dan memberinya suatu kekuatan yang memang ia butuhkan.
Mudarat-mudarat Berdusta
Banyaknya manfaat dari kejujuran sebanyak mudarat yang ada pada kedustaan. Jujur adalah salah satu sifat yang paling indah, dan dusta adalah salah satu sifat yang paling buruk. Lidah menerjemahkan perasaan-perasaan batin manusia keluar, oleh karena itu jika dusta itu berangkat dari dengki dan atau benci, maka ini merupakan salah satu tanda yang berbahaya dari amarah, dan jika dusta itu berangkat dari kebakhilan atau kebiasaan, maka sesungguhnya sifat ini berasal dari pengaruh-pengaruh nafsu manusia yang membara.
Jika lidah manusia telah teracuni oleh dusta, kotorannya akan tampak padanya, dampak-dampaknya adalah seperti angin musim gugur yang menghembus daun-daun pepohonan. Dusta memadamkan cahaya eksistensi manusia dan menyalakan api khianat dalam dada. Dusta juga memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menghancurkan ikatan persatuan dan keharmonisan di antara manusia serta mengembangkan kemunafikan. Sebenarnya, penyebab besar menyangkut kesesatan bersumber dari pernyataan-pernyataan batil dan kata-kata yang kosong. Bagi manusia yang memiliki niat-niat jahat. dusta merupakan pintu yang terbuka untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya dengan menyembunyikan fakta-fakta di balik kata-kata magisnya, dan kemudian menerkam orang-orang yang tidak berdosa dengan dusta-dusta yang beracun.
Para pendusta tidak mempunyai waktu untuk berpikir atau merenung. Jarang sekali mereka berpikir untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan, mereka menyatakan bahwa "tidak akan pernah ada orang yang membongkar rahasia-rahasia mereka". Di dalam kata-kata mereka kita temukan banyak kesalahan dan kontradiksi, mereka akan terus diliputi oleh rasa malu, kegagalan dan aib. Oleh karena itu benarlah jika dikatakan bahwa "para pendusta itu mempunyai kenangan-kenangan yang buruk"
Salah satu faktor yang mengembangkan sifat benci yang meracuni akhlak masyarakat adalah ungkapan:
Dusta yang bersifat membangun itu lebih baik daripada kebenaran yang menyakitkan.
Ungkapan ini telah menjadi selubung untuk menutupi sifat tersebut dan banyak orang yang terpaksa mengambil jalan ini untuk membenarkan dusta-dusta mereka. Orang-orang ini jahil tentang dalil dan hukum berkenaan dengan persoalan itu. Islam dan akal memerintahkan bahwa jika jiwa, martabat seorang Muslim, atau hak miliknya yang penting terancam, adalah wajib untuk mempertahankannya dengan segala cara yang mungkin, termasuk dusta. Ada sebuah pepatah yang sah yang mengatakan, "berbagai kebutuhan menghalalkan yang diharamkan". Dusta seperlunya (necessary lying) memiliki batasan-batasan, ia harus berhenti di perbatasan keperluan. Jika manusia memperluas lingkaran "kepembangunan" (constructiveness) untuk melibatkan dambaan dan nafsu-nafsunya, tidak akan ada dusta tanpa sesuatu kebutuhan di baliknya Dalam hal ini salah seorang ulama besar mengatakan.
Ada alasan bagi segala sesuatu. Adalah mungkin bagi kita untuk membuat-buat faktor dan alasan-alasan atas segala tindakan kita. Bahkan para kriminal profesional pun mempunyai alasan bagi kejahatan-kejahatannya. Oleh karena itu, ada berbagai manfaat dan kebutuhan bagi setiap dusta yang dibuat. Dengan kata lain, setiap dusta yang diucapkan itu mempunyai suatu maksud, dan si pendusta itu baik jika ia tidak memperoleh apa-apa dari dustanya sehingga tidak ada alasan untuk menyembunyikan fakta. Ini berangkat dari kenyataan bahwa adalah fitrah manusia dalam memandang segalanya yang mungkin bermanfaat baginya itu baik. Jika manusia berprasangka bahwa kepentingan-kepentingan pribadinya mungkin terancam oleh kebenaran atau kejujuran atau membayangkan ada kebaikan di dalam dusta, maka dia akan berdusta tanpa adanya keraguan, karena ia melihat kejahatan di dalam kebenaran dan kebaikan di dalam dusta.
Sudah semestinya kita mengetahui fakta bahwa berdusta itu merupakan suatu kejahatan besar.
Kebebasan berbicara lebih penting daripada kebebasan berpikir, karana jika seseorang membuat suatu kesalahan ketika melaksanakan kebebasannya untuk berpikir, hanya orang itu saja yang dirugikan. Di lain pihak, ketika melaksanakan kebebasan berbicara, kesejahteraan masyarakat berada dalam bahaya. Manfaat dan mudarat kebebasan berbicara mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat.
Al-Ghozali telah berkata:
Lidah adalah anugerah yang bermanfaat. la adalah makhluk yang lembut, dengan tidak menghiraukan ukurannya yang kecil ia melaksanakan tugas yang sangat penting ketika ia ingin taat dalam keadaan tidak taat. Baik kafir maupun beriman, terejawantahkan melalui lidah, dan ia adalah ibadah atau keingkaran yang penghabisan.
Kemudian beliau menambahkan:
Hanya orang-orang yang dapat menahan lidahnya demi agama, yang mampu menghindari kejahatan. Orang-orang ini tidak pernah membebaskan lidahnya kecuali bija bermanfaat bagi kehidupan, iman dan tempat istirahat mereka yang kekal,
(Abu Hamid Al-Ghazali, Kimiya-e Sa'adat)
Adalah penting melarang berdusta dan menganjurkan kebenaran di depan anak-anak, sehingga sifat jahat ini tidak memasuki hati mereka. Anak-anak belajar bagaimana berbuat dan berbicara lewat keluarga dan orang-orang sekeliling mereka. Oleh karena itu, jika dusta dan atau menentang kebenaran merasuk ke dalam lingkungan keluarga, anak-anak akan terpengaruh dan mereka akan terjungkir oleh penyakit yang sama.
Morris T. Yash berkata:
Kebiasaan berpikir, berbicara dan berusaha untuk mendapatkan fakta-fakta hanya dipraktekkan oleh orang-orang yang dididik olehnya, demikian juga anak-anak.
Dusta Dilarang Agama
Secara eksplisit Al-Quran mengkategorikan para pendusta sebagai orang-orang kafir:
"Hanya mereka yang berdusta yang tidak percaya kepada firman-firman Allah, dan inilah para pendusta"
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang beriman tidak menjadikan dirinya sebagai limbah kepalsuan.
Rasulullah Saw. menyatakan:
Ikutilah kebenaran, karena kebenaran membimbing ke Surga. Sesungguhnya manusia itu selalu berkata benar dan mencarinya hingga ia dicatat sebagai orang yang benar di sisi Allah. Dan hindarilah kebatilan, karena kebatilan membimbing ke neraka, Manusia selalu berdusta hingga ia dicatat sebagai seorang pendusta di sisi Allah.
(Nahj Al-Fashahah, hal. 418)
Di antara ciri-ciri pendusta adalah bahwa mereka hanya percaya setelah benar-benar sangat terdesak. Rasulullah Saw. berkata:
Sesungguhnya orang-orang yang paling sering dipercayai manusia adalah yang paling sering berkata benar; dan orang-orang yang paling ragu adalah orang-orang yang paling sering berdusta".
Dr. Samuel Smiles menulis:
Beberapa orang menganggap bahwa watak mereka yang rendah itu wajar dibandingkan dengan watak-watak lainnya, sedangkan sebenarnya kita tahu bahwa manusia adalah cerminan dari tingkah laku mereka masing-masing. Oleh karenanya, baik dan buruk yang kita lihat pada diri orang lain tidak lain kecuali suatu cerminan dari apa yang ada dalam kesadaran kita.
Orang-orang yang memiliki keberanian atau keteguhan hati dengan akhlak dan tingkah Laku yang baik tidak dapat menerima kebatilan, mereka juga tidak ingin dikotori oleh kotoran semacam ini. Para pendusta itu menderita gangguan mental yang selaju menjauhkan diri mereka dari berkata benar. Orang-orang yang terpaksa berdusta dalam hari kecilnya merasa lemah dan hina, karena dusta berada di muka orang-orang yang lemah dan pengecut.
Sebagaimana dikutip, Imam Ali a.s. mengatakan:
jika kemanunggalan wujud (entity) itu terwujud, sesungguhnya kebenaran akan berdiri bersama keberanian; kekecutan akan berdiri bersama dusta.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 605)
Dr. Raymond Peach berkata:
Dusta adalah senjata pertahanan terbaik dari orang yang lemah dan jalan tercepat untuk menghindari bahaya. Dalam banyak hal dusta merupakan suatu reaksi terhadap kelemahan dan kegagalan. Jika anda bertanya kepada seorang anak, 'Apakah kamu menyentuh gula-gula ini?' atau 'Apakah kamu yang memecahkan vas bunga ini?' Jika si anak mengetahui bahwa dengan mengakui kesalahan ia akan terkena hukuman, maka nalurinya berkata padanya untuk menyangkalnya.
Imam Ali a.s. menyatakan tentang berbagai manfaat yang jelas dari kebenaran, dalam suatu riwayat yang jelas:
Orang yang berkata benar memperoleh tiga hal: kepercayaan, kecintaan dan martabat (dari orang lain). Janganlah disesatkan oleh shalat dan puasa mereka, karena seseorang bisa saja kuat dalam shalat dan puasa sehingga jika ia akan meninggalkannya, ia merasa kesepian. Sebaiknya, cobalah mereka ketika hendak berkata benar dan memenuhi kepercayaan (amanah).
(Ushul Al-Kafi, jilid I, hal. 460)
Berkenaan dengan ini Imam Ali a.s. berkata:
Dusta adalah sifat yang paling buruk.
(Ghurar AI-Hikam. hal. 175)
Dr. Samuel Smiles menulis:
Di antara semua watak yang lemah. dusta adalah sifat yang paling buruk dan paling menjijikkan. Adalah penting bila manusia bercita-cita untuk menjadi benar dan jujur di seluruh tahap-tahap kehidupannya, dan bagaimana pun hal ini tidak meninggalkan maksud atau tujuan lainnya. Islam melandaskan semua proses perilaku dan koreksi pada iman dan menjadikannya sebagai dasar bagi kebahagiaan manusia.
Akhlak tanpa iman laksana sebuah istana yang dibangun di atas lumpur atau es. Atau sebagaimana pakar lainnya menjelaskan:
Akhlak tanpa iman laksana benih yang ditanam di atas batu atau di antara dedurian, pada akhirnya ia layu dan mati. Jika sifat-sifat mulia tidak dimotivasi oleh iman, ia laksana panen yang mati di dekat orang yang hidup.
Agama menguasai hati dan pikiran sekaligus! Ia adalah arena dalam membawa keharmonisan kepada mereka. Perasaan-perasaan keagamaan mengurangi berbagai keinginan materi dan membangun sebuah tembok yang tidak dapat dilalui di antara iman dan kerendahan. Orang-orang yang mantap dengan keyakinannya selalu menetapkan berbagai tujuan dan perasaan dengan tenang.
"Sesungguhnya dengan mengingat Allah hati merasa tenang."
(Al-Quran)
Islam menetapkan watak manusia sesuai dengan tingkat keyakinan dan sifat-sifat baiknya, dan lslam secara gigih berjuang untuk menguatkan kedua faktor ini. Misalnya, Islam telah menjadikan iman sebagai suatu jaminan bagi keabsahan pernyataan-pernyataan seseorang ketika ia mengangkat sumpah. Menurut hukum lslam, dalam keadaan-keadaan tertentu sumpah seorang Muslim dapat merupakan bukti, sehingga ia dianggap menentukan dalam menyelesaikan perselisihan. Islam juga telah menjadikan kesaksian (syahadah) manusia sebagai cara untuk membuktikan hak-haknya.
Jadi, jika dusta tampak dalam bentuk rasa takut yang sangat -dalam segala hal yang tersebut di atas- maka jelaslah seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan akibat perilaku semacam ini.
Dalam Al-Quran dusta dianggap sebagai dosa yang tidak dapat diampuni.
"Dan tidak pernah menerima kesaksian dari mereka".
(Al-Quran)
Dasar dari besarnya dosa berdusta secara jelas berhubungan dengan seberapa banyak kerusakan yang timbul karena dosa semacam ini. Maka dari itu, karena dusta di bawah sumpah dan kesaksian itu lebih merusak, hukuman bagi dosa ini pun lebih keras.
Dusta adalah suatu perbuatan yang mengarah kepada segala sifat jahat lainnya.
Imam Hasan Al-Askari a.s. berkata:
Semua sifat dengki ditempatkan di dalam sebuah rumah dan kunci untuk rumah ini adalah dusta.
(Jami’ Sa'adat, jilid II, hal. 318)
Untuk menjelaskan apa yang Imam Al-Askari a.s. katakan, kami bawa perhatian anda kepada riwayat Nabi berikut ini.
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. dan meminta beberapa nasehat kepada beliau. Nabi Saw. menjawab:
"Jauhilah dusta dan lengkapilah dirimu dengan kebenaran (amanah)."
Lelaki itu, si pelaku berbagai macam dosa, mengikrarkan janji untuk tidak pernah lagi melakukan pelanggaran lainnya.
Sebenarnya, orang yang bersahabat dengan orang yang jujur dan terbiasa berlaku benar, baik secara lisan maupun tindakan, akan hidup bebas dari kesedihan dan deprivasi, pikiran dan rohani mereka akan bercahaya dengan keyakinan, mereka jauh dari kegoncangan dan ketakutan, dan dari pemikiran yang kabur.
Renungan sesaat tentang akibat berdusta, apakah yang berhubungan dengan agama atau pendapatan materi, akan memberikan suatu hikmah yang sangat bernilai bagi siapa saja yang ingin sekali membina kehidupan yang mulia dan luhur. Dampak-dampak dari berdusta tidak lain kecuali cambukan-cambukan peringatan.
Sifat amanah hanya dapat dicapai di bawah bayang-bayang akhlak dan keyakinan. Sehingga ketika syarat-syarat ini tak terpenuhi, kebahagiaan manusia tidak akan memiliki suatu kesempatan untuk tetap hidup.