13. Melanggar Janji
• Berbagai Tanggung Jawab
• Pentingnya Sumpah dan Mudarat-mudarat Melanggarnya
• lslam Melarang Pelanggaran Janji
Berbagai Tanggung Jawab
Manusia menyadari tanggung jawabnya hanya ketika dia sampai pada tahap-tahap mampu membedakan antara yang hak dan yang batil. Setelah itu ia dapat memperhatikan berbagai perintah dari sistem kehidupan dan mematuhi serangkaian keputusan yang menentukan dan kepada keputusan inilah kebahagiaan dan integritas manusia bergantung. Dengan kata lain, ia mampu menciptakan keharmonisan antara perilaku dan berbagai kebutuhan jasmani dan rohaninya.
Pelaksanaan tanggung jawab materi dan rohani merupakan suatu kebutuhan, baik bagi akal maupun kesadaran; tanggung jawab meminta manusia untuk tabah mengikuti kemajuan, dan menguruk faktor-faktor yang menyebabkan kekacauan di dalam sistem kehidupan. Pelaksanaan tanggung jawab memainkan suatu peranan yang besar dalam meningkatkan akhlak yang baik dan kehidupan kerohanian. Kendati dalam beberapa kepercayaan (agama), tanggung jawab bukan merupakan perbudakan melainkan kebebasan yang sesungguhnya. Tanggung jawab menarik manusia kepada tara nan perilaku yang sesuai dengan sistem kehidupan yang paling memadai. Tanggung jawab manusia itu ada selama manusia ada, tetapi dalam bentuknya yang berbeda-beda. Sudah sepantasnyalah mengharapkan seseorang untuk memenuhi tanggung jawabnya jika ia mampu dan berkehendak untuk memenuhinya.
Ketiadaan rasa tanggung jawab dan pelanggaran berbagai peraturan hanya akan menunjukkan kejahilan akan asas-asas kehidupan dan mengantar kepada kesengsaraan dan kerusakan. Tidak ada kesalahan yang lebih besar daripada pelecehan terhadap para anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, kita harus mencegah pelanggaran kewajiban individual yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi nafsu-nafsu kita.
Orang-orang yang menjadi tawanan hawa nafsunya sendiri lebih mengutamakan hasrat-hasrat dan berbagai kepentingan pribadi, di atas tugas-tugas mereka, yang adalah akar kerusakan dan ketidakmampuan dalam mencapai integritas manusia seutuhnya.
Menurut Dr. CarI:
Seseorang yang memandang dirinya bebas untuk berbuat segala sesuatu bukanlah seperti elang yang menjelajah langit yang tiada bertepi, melainkan seperti anjing pelarian yang menemukan dirinya di tengah-tengah keramaian lalu lintas. Orang ini dapat dibandingkan dengan anjing yang berbuat apa saja sekehendaknya, namun orang ini lebih tersesat daripada anjing karena ia tidak tahu ke mana ia pergi atau bagaimana menjauhkan dirinya dari semua bahaya yang ada di sekelilingnya.
Kita semua sepakat bahwa fitrah tunduk kepada hukum-hukum tertentu. Kita juga harus menyadari bahwa kehidupan manusia mengandung serangkaian hukum dan undang-undang. Kita mengkhayalkan diri kita sebagai makhluk yang sepenuhnya merdeka dan berbuat apa saja yang kita kehendaki. Kita tidak ingin mengakui bahwa kendali atas hidup kita tidaklah berbeda dengan mengendarai mobil dari sudut pandang bahwa keduanya tunduk kepada peraturan-peraturan tertentu. Kita berpikir seolah-olah tujuan sesungguhnya bagi manusia adalah makan, minum, tidur, berhubungan seks, serta memiliki mobil, radio, dst ...
Menaati peraturan adalah penting bagi masyarakat manusia, dan ini tidak dapat dilakukan tanpa benar-benar memperhatikan peraturan-peraturan tersebut. Orang-orang yang mengandalkan kemampuan sendiri dapat memperhatikan kenyataan-kenyataan hidup dengan kaca mata akal dan logika; dan oleh karena itu, dapat menunaikan berbagai kewajiban mereka. Mereka mengatur hidupnya sesuai dengan asas-asas keadilan dan kebenaran serta menerima semua kewajibannya tanpa adanya keluhan. Jika seseorang gagal, bagaimanapun ia masih dapat menemukan alasan untuk merasa bangga, karena kelalaian semacam ini tidak muncul melainkan setelah ia memenuhi berbagai tanggungjawabnya.
Kita harus mencari kebahagiaan dalam wujud yang sesungguhnya.
Kebahagiaan bersama, keselamatan menjadikan orang-orang yang menaati panggilan kesadarannya mencapai keberhasilan, Imbalan bagi orang-orang yang memperhatikan tanggung jawabnya adalah munculnya rasa percaya diri dan keharmonisan antara pikiran dan kesadaran. Perasaan yang menyenangkan ini berangkat dari jiwa orang-orang yang melaksanakan berbagai tanggung jawabnya dalam kehidupan.
Pentingnya Sumpah dan Mudarat-mudarat Melanggarnya
Salah satu kewajiban penting manusia dalam kehidupan adalah memperhatikan sumpahnya. Adalah fitrah manusia untuk merasa kesal bila melanggar sumpahnya dan merasakan kepuasan dan kebaikan ketika memenuhinya, baik individu maupun masyarakat, tanpa memandang agamanya. Asas-asas yang mendidik seseorang memainkan suatu peranan penting dalam tingkah lakunya di masa mendatang. Maka perlunya didikan yang memadai dan pengembangan akan keberhasilannya serta penjauhan diri dari hal-hal yang merusak fitrah manusia, sangatlah jelas. Pendidikan yang tepat merupakan kunci kepada kesempurnaan akhlak.
Moralitas dipandang perlu untuk memperhatikan dan menghargai semua sumpah lisan (persetujuan, janji) yang dilakukan di antara berbagai kelompok, bahkan jika mereka kekurangan akan jaminan-jaminan yang sah. Pelanggaran sumpah dianggap sebagai penolakan terhadap peraturan-peraturan tentang martabat dan harga diri.
Menurut Buzarjumehr:
Pelanggaran sumpah menjauhkan martabat.
Orang-orang yang menyelewengkan dirinya dari jalan yang benar dengan melanggar sumpahnya, akan menanam benih-benih penolakan dan kebencian di dalam hati orang lain: Pada akhirnya tindakan pelanggaran akan mempermalukan nya, kemudian ia akan mencoba untuk menutupi berbagai tindakannya dengan macam-macam alasan dan kontradiksi, sehingga orang-orang yang mengetahui orang ini akan melihat bahwa ia adalah seorang munafik yang tersesat.
Sesungguhnya pelanggaran sumpah termasuk di antara unsur yang paling aktif dalam menciptakan perselisihan sosial dan melemahkan ikatan di antara manusia. Tak syak lagi, suatu masyarakat yang diliputi oleh perselisihan dan saling tidak percaya lama kelamaan akan kehilangan keseimbangan dalam kehidupan sosialnya dan akibatnya para anggotanya tidak akan dapat mempercayai bahkan terhadap kerabat terdekatnya sekalipun.
Ada tipe individu yang tidak hanya lalai dalam memegang janjinya, juga memandang pengkhianatan (khianat akan amanah) sebagai tindakan yang bijaksana dan baik; orang-orang ini bahkan merasa bangga dengan tindakan-tindakannya kepada orang lain.
Pemenuhan janji itu penting bagi seseorang yang ingin hidup ber-masyarakat; ia adalah landasan bagi kebahagiaan, perkembangan dan keberhasilan sosial.
Diriwayatkan bahwa sekelompok orang Khawarij ditangkap di masa lalu yang meninjau kembali kasus-kasus mereka dan menghukum mereka sekehendaknya. Ketika orang terakhir berdiri di depan Hajjaj untuk menunggu hukumannya, waktu shalat pun tiba. Hajjaj mendengar adzan dan mengembalikan tawanan itu kepada seorang bijak serta berkata padanya untuk membawanya kembali esok pagi.
Orang bijak itu meninggalkan istana bersama sang tawanan. Sewaktu mereka berjalan, tawanan itu berkata: "Aku bukanlah salah seorang Khawarij. Aku memohon kepada Allah dengan rahmat-Nya untuk membuktikan kebenaranku, karena aku adalah tawanan yang tidak bersalah. Aku mohon padamu untuk membiarkanku menghabiskan malam ini bersama isteri dan anak-anakku sehingga aku dapat memuaskan keinginanku kepada mereka. Aku berjanji bahwa aku akan kembali sebelum ayam berkokok di pagi hari." Setelah hening sesaat, akhirnya orang bijak itu setuju dengan usul si tawanan dan mengizinkan dia pulang untuk semalam. Beberapa waktu kemudian, orang bijak itu mulai merasa takut dan membayangkan bahwa ia akan menjadi korban kemarahan Hajjaj. Malam itu orang tersebut terjaga penuh ketakutan dan heran pada sang tawanan, yang telah berjanji untuk kembali, mengeruk pintunya. Orang bijak ini kaget dan tidak dapat berbuat apa-apa kecuali berseru:
"Kenapa kamu datang kembali?"
Sang tawanan menjawab: "Orang yang mengakui kebesaran dan kekuasaan Allah, dan menjadikan-Nya saksi terhadap sumpahnya, harus memenuhi janjinya."
Orang bijak itu pun berjalan bersama tawanannya menuju istana Hajjaj, dan menceritakan segala perihalnya. Hajjaj, yang terkenal dengan kekejamannya, begitu tergerak dengan lelaki yang jujur itu dan mengizinkannya untuk membebaskannya.
Sekarang anggaplah suatu perusahaan komersial mengabaikan janjinya dalam memenuhi kewajiban dan undang-undangnya. Perilaku ini tidak akan menyebabkan kemajuan melainkan kemunduran, karena perusahaan ini akan kehilangan kepercayaan di mata masyarakat.
Tidak ada faktor yang lebih mapan daripada sifat saling percaya di antara para anggota masyarakat. Hubungan antar pribadi tidak akan stabil, dan sifat saling percaya tidak akan terwujud di masyarakat mana pun tanpa setiap orang memberikan perhatian yang besar kepada janji-janji lisannya, sebagaimana yang ia lakukan terhadap karyawan nya dan kontrak-kontrak sahnya. Misalnya, seorang pedagang harus mengirim barang kepada pelanggarannya tepat waktu; seorang peminjam harus mengembalikan pinjamannya dst.
Selain itu perselisihan pun dapat dihapus dan kehidupan dapat mencapai tujuan utamanya.
Adalah penting bagi seseorang untuk meninjau kembali kemampuan nya sebelum membuat berbagai janji, dan menjauhkan diri dari janji-janji yang berada di luar jangkauannya, sebab jika seseorang tidak dapat memenuhi janjinya ia bertanggung jawab atasnya. Maka, jika seseorang tidak berhati-hati dengan apa yang diucapkannya, ia akan menjadi korban kutukan dan kritikan.
lslam Melarang Pelanggaran Janji
Manusia wajib berperilaku baik sehingga dipandang sebagai manusia. Keberhasilan masyarakat manusia sepenuhnya bergantung kepada kemanunggalan para anggota nya. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi setiap orang dalam kehidupan nya bertingkah laku sesuai dengan asas-asas kebenaran dan keadilan, dan sepenuh hati berupaya untuk menjauhkan diri dari tindakan yang dapat menyebabkan perselisihan atau perpecahan. Lebih jauh lagi, jika kesucian sumpah dan janji-janji berangkat dari keimanan dan moralitas, maka hal ini lebih memungkinkan untuk diperhatikan.
lslam sangat mengutuk pelanggaran janji; lslam memandang tidak sah dan tidak etis bagi para pengikutnya dalam melanggar sumpah bahkan jika sumpah itu dibuat dengan para tiran. Imam Al-Baqir a.s. berkata:
Ada tiga urusan yang baginya Allah tidak memberikan izin (izin untuk melanggarnya): Pemberian kepercayaan kepada orang yang benar dan yang batil. Pemenuhan janji kepada orang yang benar dan yang batil. Dan kebaikan kepada orangtua, baik mereka itu benar ataupun berdosa.
(AI-Kafi, jilid II, hal. 162)
Al-Quran menggambarkan orang-orang beriman dengan kata-kata berikut ini:
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanatnya, dan janji-janjinya.”
(QS.23:8)
Di samping itu, Rasulullah Saw. memasukkan pelanggaran janji di antara tanda-tanda kemunafikan. Beliau bersabda:
"Ada empat sifat yang jika seseorang memilikinya ia dianggap sebagai seorang munafik. Jika salah satu darinya didapati pada seseorang, ia memiliki sifat munafik, kecuali bila ia menolaknya: (empat sifat itu adalah):
Orang yang berdusta ketika berbicara;
Orang yang melanggar janjinya;
Orang yang berkhianat ketika bersumpah, dan Orang yang meledak-ledak ketika berselisih (dengan seseorang)."
Imam Ali a.s. menulis kata-kata berikut kepada Malik Al-Asytar:
Jauhilah sifat menyombongkan diri terhadap bawahanmu tentang kebaikanmu (kepada mereka), dan dari lebih menyukai dirimu (sebagai gubernur) daripada bawahanmu, atau menjanjikan mereka dan mengikuti janjimu dengan khianat; karena menyombongkan diri menghalangi kebaikan, cinta diri menyembunyikan cahaya kebenaran, dan khianat patut menerima murka Allah dan manusia. Allah SWT berfirman: "Adalah suatu kemurkaan Allah bila kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan."
(Mustadrak Al-Wasa'il. jilid 11, hal. 85)
Imam Ali a.s. berkata:
Pemenuhan (janji) itu kembar dengan sifat amanah, dan aku tahu tidak ada perisai yang lebih baik daripadanya (amanah).
(Ghurar AI-Hikam, hal. 228)
Islam memberikan perhatian khusus kepada pertumbuhan anak. lslam telah menjelaskan kepada para orangtua tentang tugas-tugas moral terhadap anak-anak mereka melalui perintah-perintah yang tegas dan lengkap. Tanpa orangtua melaksanakan kewajibannya menurut prinsip-prinsip moral ini, mereka tidak akan dapat mengajarkan anak-anak mereka untuk mematuhi kemuliaan moral.
Ini semua karena berbicara lebih nyaring daripada kata-kata. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. melarang manusia melanggar janji kepada anak mereka. Beliau bersabda:
"Dan seseorang tidak semestinya membuat janji kepada anaknya dan tidak memenuhinya."
(Nahj Al-Fasahah, hal. 201)
Dr. Alindi berkata:
Anak usia enam belas tahun yang setiap hari mencuri dibawa kepada saya untuk berobat. Saya temukan bahwa ketika anak itu berusia tujuh atau delapan tahun telah dipaksa ayahnya untuk memberikan mainannya kepada putri seorang aristokrat, karena si ayah bekerja padanya. Mainan itu bagi si anak melambangkan impiannya. Si ayah berjanji untuk membelikan mainan pengganti terapi secara tidak disengaja si ayah lupa. Anak yang tiada daya itu melampiaskan dendam dengan mencuri permen dari kantong ayahnya. Hari berikutnya anak itu membongkar sebuah rumah dan mencuri barang-barangnya. Tidaklah sulit mengobati anak itu bila ia dibawa kepada saya. Mungkin saja anak itu akan menjadi seorang penjahat yang berbahaya jika tidak diobati selayaknya. Namun sekarang kesempatannya untuk menjadi orang yang berakal dan percaya diri menjadi lebih besar.
(Ma Wa Farzand e Ma)
Imam Ali a.s. menekankan cara bergaul yang semestinya antara seseorang dengan sahabat-sahabatnya. Beliau berkata:
Jika kamu mengangkat seorang menjadi sahabat karib, jadilah pelayannya dan berilah ia iman yang mumi dan ketulusan yang benar.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 223)
Hanya orang-orang yang memiliki sifat yang mulia dan moral yang baik yang memenuhi syarat bagi cinta dan persahabatan (relationship).
Rasulullah Saw. bersabda:
"Bila kamu bergaul dengan orang-orang yang memiliki sifat-sifat mulia, kamu akan merasakan suatu kekuatan yang tak terkalahkan memanggil jiwa dan akhlakmu kepada kemuliaan dan keagungan. Persahabatan dengan orang-orang yang memiliki akal yang kuat, sifat yang mulia, dan lebih berpengalaman, adalah suatu hal yang sangat bernilai, karena bubungan seperti ini memberikan suatu kesempatan untuk mencapai rohani yang tinggi, mengajarkan kita cara-cara baru tentang perilaku yang layak, dan mengarabkan pandangan kita tentang orang lain kepada jalan yang benar."
Pergaulan dengan orang-orang yang baik mengajarkan kita tentang kebaikan dan kebajikan, karena akhlak yang baik itu laksana cahaya yang menerangi sekelilingnya dan semua yang berada di dekatnya. Kesimpulannya, semua insan harus mengetahui tanggung jawab mereka terhadap sumpah dan janji-janji mereka.