TINGKATAN DAN RAIHAN
WILAYAH KEPADA AHLULBAIT AS.
Di pasal ini kita akan berbicara tentang poin terakhir dari
rangkaian pembahasan sebelumnya, yaitu tangga wilayah
dan raihannya.
Wilayah dan baro’ah adalah dua tangga pendakian
manusia menuju Allah swt. Dengannya manusia dapat naik
peringkat dekat di sisi Allah serta meraih keridhaan-Nya.
Kedekatan dan keridhaan Allah tidak mungkin tercapai
kecuali dengan dua tangga dan sarana tersebut. Di bawah
ini marilah kita perhatikan beberapa hadis dari Ahlulbait as.
berkaitan dengan tangga wilayah dan baro’ah.
Kehidupan Rasulullah dan Keluarganya di Dunia dan Akhirat
Abdullah bin Walid meriwayatkan bahwa: “Suatu hari kami
menemui Abu Abdillah Imam Ja’far Ash-Shadiq as.. Pada
masa itu Marwan berada di puncak kekuasaan. Beliau berkata
pada kami: 'Kalian datang dari mana?'
"'Kami dari warga Kufah', jawab kami singkat.
"Beliau berkata: 'Tidak ada negeri yang lebih banyak
pecinta Ahlulbaitnya daripada Kufah, khususnya kelompok
ini. Sesungguhnya Allah telah menuntun kalian kepada hal
yang tidak diketahui oleh masyarakat umum. Oleh karena
itu, kalian mencintai dan mengikuti kami di saat mereka
memusuhi, kalian membenarkan kami di saat mereka menentang, dan di saat mereka mendustakan kami, justru
kalian dihidupkan oleh Allah sebagaimana hidup kami dan
dimatikan oleh Allah sebagaimana mati kami. Maka aku
bersaksi atas nama ayahku bahwa dia senantiasa berkata:
'Jarak antara kalian dengan saat kebahagiaan yang membuat
orang lain iri terhadap kalian tidak lebih dari sampainya ruh
ke sini (beliau menunjuk ke tenggorokan dengan tangannya;
artinya saat kematian). Sungguh Allah swt. berfirman dalam
kitab-Nya:
﴿ وَ لَقَد أرسَل نَا رُسُلًَ مِن قَبلِكَ وَ جَعَلنَا لهَمُ أزوَاجًا وَ ذُ ريمة ﴾
“Dan sungguh telah kami utus para rasul sebelum kamu
serta kami berikan pada mereka istri dan keturunan”.
"'Dan kami adalah keturunan Rasulullah saw'".
Dalam ziarah Asyura disebutkan:
وَ أحيِنَا مَحيَا مُحَممدٍ وَ آلِ مُحَممد وَ أمِتنَا مَََاتَ مُحَممدٍ وَ آلِ مُحَممد
“Ya Allah! Hidupkanlah kami sebagaimana kehidupan
Nabi Muhammad dan keluarganya, matikanlah kami sebagaimana
kematian Nabi Muhammad dan keluarganya”.
Allah Menebarkan Kemuliaan pada Mereka
Rasulullah saw. bersabda: “Allah swt. berfirman kepada
Syi’ahku (pengikutku) dan Syi’ah Ahlulbaitku (pengikut
keluargaku) di Hari Kiamat kelak: ‘Kemarilah wahai hambahamba-
Ku, akan Kutebarkan kemuliaan pada kalian, karena kalian
sungguh telah teraniaya di dunia’”.
Mereka Berpegang Teguh pada Kami, Ahlulbait as., dan Kami Berpegang Teguh pada Rasulullah saw.
Abu Abdillah Imam Ja’far Ash-Shadiq as. berkata bahwa
ayahnya; Imam Muhammad Baqir as. sering berkata:
اِ ن شيعتَنا آخِذُون بِجزَتِنا و نحنُ آخذون بِجزةِ نبي نا ونبيُنا آخذون بِجزةِ الله
“Sesungguhnya Syi’ah kita berpegang teguh pada kita
dan kita berpegang teguh pada Nabi, dan Nabi berpegang
teguh pada Allah”.
Allamah Majlisi mengatakan: akhodztu bihujzatir rohman
sama dengan I’tashomtu, yakni aku berpegang teguh pada-
Nya.
Abu Abdillah Imam Ja’far Ash-Shadiq as. berkata:
“Tatkala Hari Kiamat datang, Rasulullah berpegang teguh
pada Allah, Amirul Mukminin Ali berpegang teguh pada
Rasulullah, kami berpegang teguh pada Ali, dan Syi’ah
kami berpegang teguh pada kami. Maka ke manapun kalian
melihat, niscaya Rasulullah mendatangkan kami”
.
Imam Ali bin Husain Zainul Abidin as. berkata: “Orang
yang paling berhak untuk warak dan berupaya keras meraih
cinta dan keridhaan Allah adalah para wasi dan pengikut
mereka. Tidakkah kalian rela ketika tiba-tiba sesuatu yang
sangat menakutkan datang dari langit, lalu setiap kaum
berlindung ke tempat-tempat aman mereka, adapun kalian
berlindung pada kami, dan kami berlindung pada Rasulullah.
Sungguh Rasulullah berpegang teguh pada Allah, dan
kami berpegang teguh padanya dan Syi’ah kami berpegang
teguh pada kami”.
Rejeki Allah pada Mereka di Akhirat
Jabir bin Abdillah Ansari berkata: “Suatu hari aku bersama
Rasulullah saw., tiba-tiba Ali bin Abi Thalib as. mengampiri.
Lalu beliau bersabda: 'Apakah kamu tidak ingin berita
gembira dariku wahai Abul Hasan (Ali)?' Ali pun berkata:
'Tentu wahai Rasulullah!' Beliau bersabda: 'Jibril membawa
berita untukku dari Allah, bahwa Dia telah memberikan
sembilan keistimewaan kepada Syi’ahmu dan orang-orang
yang mencintaimu: kelembutan saat mati, kesenangan saat
terasing, cahaya saat kegelapan, aman saat ketakutan, bagian
yang banyak saat timbangan, melintasi shirot (dengan
selamat), masuk surga sebelum semua orang, dan cahaya
mereka bersinar menyelimuti dari depan dan samping”.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. berkata: “Di
Hari Kiamat nanti, orang yang berwilayah pada kami akan b
bangkit dari kuburnya dalam keadaan wajah bersinar, aurat
tertutup, aman dari segala hal yang menakutkan, lapang
dari semua kesulitan, mudah dalam segala urusan, orangorang
pada ketakutan tapi mereka tidak takut, orang-orang
pada bersedih tapi mereka tidak bersedih”.
Ibnu Abbas berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah
saw. tentang firman Allah yang berbunyi:
﴿ وََ ال م سابِقُونَ ال م سابِقُونَ ﴾َ﴿ اَُولئِكَ المقَُمربُونَ ﴾َ﴿ فَِِ جَنماتِ النمعِيم ﴾َََ
“Dan orang-orang yang mendahului, orang-orang yang
mendahului, mereka adalah orang-orang yang terdekat, di
dalam surga-surga Na’im”.
"Lalu beliau bersabda: 'Jibril as. berkata; mereka adalah Ali
dan Syi’ahnya. Merekalah orang-orang yang mendahului masuk surga dan terdekat di sisi Allah dengan kemuliaan
yang Dia berikan kepada mereka'”.
Bersama dan Dari Kami
Imam Ali Ridha as. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Aku dan dia, maksud beliau adalah Ali, seperti dua
ini (beliau menggabungkan dua jarinya) dan Syi’ah kami
akan bersama kami, dan orang yang membantu orang zalim
juga bersama kami”.
Umar bin Yazid berkata: "Imam Ja’far Ash-Shadiq as.
berkata: “Wahai Ibnu Yazid, demi Allah kamu termasuk
dari kami Ahlulbait”. Kukatakan pada beliau: “Semoga aku
menjadi tebusan untukmu! Benarkah aku dari keluarga
Muhammad (saw.)?”. Beliau menjawab: “Iya, demi Allah
kamu dari diri mereka sendiri. Tidakkah kamu membaca
firman Allah swt. yang berbunyi:
﴿ اِ م ن اَولَی النماسِ بِِبرَاهِيمَ لَلمذِينَ اتم بَعُوهُ وَ هذَا النم ب الاُ ميُّ ﴾َ
“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan
Ibrahim adalah mereka yang mengikutinya dan Nabi
ini”.
Dan tidakkah kamu membaca firman-Nya:
﴿ فَمَن تَبِعَنِِ فَإ نمهُ مِ نِ ﴾
“Dan barangsiapa yang mengikutiku maka dia adalah
dariku”.
Diriwayatkan juga dari Imam Ja’far Ash-Shadiq as. berkata:
“Syi’ah kami adalah bagian dari kami. Apa yang mengganggu mereka juga mengganggu kami, dan apa yang
menyenangkan mereka juga menyenangkan kami. Karena
itu, apabila seorang dari mereka menghendaki kami, maka
hendaknya dia menuju ke arah mereka, karena merekalah
yang mengantarkannya sampai kepada kami”.
Abu Abdillah Imam Ja’far Ash-Shadiq as. berkata:
“Siapa yang mendukung keluarga Muhammad dan mendahulukan
mereka dari semua orang sebagaimana Allah
mendahulukan mereka bersama kerabat Rasulullah saw.,
maka dia termasuk keluarga Muhammad karena kedudukannya
di sisi keluarga Muhammad. Kedudukan itu diperoleh
karena dia mendukung dan mencintai serta mengikuti
mereka, begitulah Allah menentukan dalam firman-Nya:
﴿ وَ مَن يَ تَوَملهمُ مِنكُم فَإنمهُ مِنهُم ﴾
“Dan siapa dari kalian yang mencintai dan mendukung
mereka maka dia termasuk golongan mereka”.
“Begitu pula tutur Nabi Ibrahim yang disinyalir al-Qur’an:
﴿ فَمَن تَبِعَنِِ فَإنمهُ مِ نِ ﴾
“Dan orang yang mengikutiku sungguh dia dariku”.
Menang dan Bahagia
Jabir bin Yazid meriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir
as., dari Ummu Salamah istri Rasulullah saw. berkata: “Aku
mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Ali dan
Syi’ahnya adalah orang-orang yang menang”.
Bersama Syuhada’ karena Wilayah dan Baro’ah
Dalam sebuah hadis shahih, Rayyan bin Syubaib, paman
Mu’tashim, berkata: “Di hari pertama Bulan Muharram, aku
menemui Abul Hasan Imam Ali Ridha as. Setelah perbincangan
panjang beliau berkata kepadaku: “Wahai Ibnu
Syubaib, jika kamu menangis karena sesuatu, tangisilah
karena Husain bin Ali bin Abi Thalib as.. Karena sesungguhnya
dia disembelih seperti domba dan (delapan belas)
pria dari keluarga beliau yang tidak ada padanannya di
muka bumi ini telah dibunuh bersamanya.
“Wahai Ibnu Syubaib, jika kamu ingin tinggal bersama
Rasulullah saw. di kamar-kamar surga, maka laknatlah
orang yang memerangi dan membunuh Husain as.
“Wahai Ibnu Syubaib, jika kamu ingin mendapatkan
pahala seperti pahala orang yang syahid bersama Husain
as., maka katakanlah setiap kali mengingatnya:
يََ لَيتَنِِ كُنتُ مَعَهُم فَأفُوزَ فَوزًا عَظِيمًا
“Sekiranya aku bersama mereka sehingga aku pun mendapatkan
kemenangan yang agung!"
“Wahai Ibnu Syubaib, jika kamu ingin bersama kami di
derajat-derajat tinggi surga, maka bersedihlah karena
kesedihan kami, bergembiralah karena kegembiraan kami,
dan berwilayalah kepada kami. Karena seorang yang
mencintai batu pun niscaya dikumpulkan oleh Allah bersama
batu itu di Hari Kiamat”.
Hadis di atas ini shahih dan, tentunya, mengejutkan
setiap pembacanya dan membuatnya tertegun. Kalau bukan
karena keshahihan silsilah sanad hadis ini, niscaya kita akan
mengategorikannya sebagai suatu yang dilebih-lebihkan seperti yang kita dapatkan dalam hadis-hadis mursal dan
dha’if.
Coba bacalah kembali kalimat yang menarik dari hadis
di atas, “Wahai Ibnu Syubaib, jika kamu ingin mendapatkan
pahala seperti pahala orang yang syahid bersama Husain
as., maka katakanlah setiap kali mengingatnya:
يََ لَيتَنِِ كُنتُ مَعَهُم فَأفُوزَ فَوزًا عَظِيمًا
“Seandainya aku bersama mereka sehingga aku pun
mendapatkan kemenangan yang agung”.
Apabila harapan seperti ini tulus dan sungguh-sungguh,
dan jika benar kerelaan terhadap tindakan Imam Husain as.
beserta sahabatnya dan murka atas kejahatan Bani Umayyah
beserta pengikut mereka adalah tulus dan nyata, maka
orang yang berharap, rela dan murka tersebut akan terhitung
sebagai orang yang berwilayah dan mencintai Imam
Husain as., dan mendapatkan pahala sebagaimana sahabat
beliau yang syahid bersamanya. Dengan begitu, niat dan
kesadaran berevolusi menjadi tindakan demi Allah swt.
Yakni; niat digabungkan dengan tindakan demi Allah.
Tentunya, apabila niat itu benar-benar jujur maka ini merupakan
revolusi yang sangat menakjubkan. Hubungan antara
niat dan tindakan dan revolusi niat menjadi tindakan dalam
hal pahala dan balasan. Ini adalah hukum dan satu sistem
sebagaimana terdapat juga perubahan materi menjadi energi
dalam ilmu Fisika. Ini merupakan kaidah yang aneh dalam
segi positif dan negatif, dalam pahala dan siksa dalam arti
yang sesungguhnya.
Sebagaimana niat beramal saleh akan menggabungkan
pemiliknya dengan pahala amal orang saleh, niat berbuat zalim atau rela akan kezaliman juga akan menggabungkan
pemiliknya dengan siksa orang yang zalim.
Muhamad bin Arqath berkata: “Aku menjumpai Imam
Ja’far Ash-Shadiq as. di Madinah”. Beliau berkata: “Apakah
kamu singgah di Kufah?”
Kujawab: “Iya”.
Kemudian beliau bertanya lagi: “Berarti kamu melihat
orang-orang yang memerangi Husain as.?”
Kukatakan padanya: “Semoga diriku menjadi tebusan
untukmu, aku tidak melihat seorang pun dari mereka”.
Beliau menimpali jawabanku: “Itu berarti kamu tidak
melihat pembunuh—atau orang yang memerangi—kecuali
hanya orang yang secara langsung membunuh atau mendukung
pembunuhan itu? Bukankah kamu dengar firman
Allah swt. yang berbunyi:
﴿ قَد جَائَكُم رُسُلٌ مِن قَبلِي بِالبَي نَاتِ وَ بِالمذِي قُلتُم فَلِمَ قَ تَلتُمُوهُم إن كُنتُم
صَادِقِيَْ ﴾
“Telah datang pada kalian utusan-utusan Tuhan sebelumku
dengan membawa bukti-bukti dan dengan apa
yang kalian katakan, lalu kenapa kalian bunuh mereka
jika memang kalian benar”.
“Siapa utusan Allah (rasul) yang telah dibunuh oleh orangorang
yang dihadapi Rasulullah saw., sementara tidak ada
satu utusan pun di masa antara Nabi Isa as. dan Rasulullah
saw.? Sesungguhnya mereka adalah orang yang rela atas
pembunuhan rasul-rasul Tuhan tersebut. Oleh karena itu,
mereka disebut sebagai orang yang zalim dan pembunuh”.
Ayat yang diisyaratkan oleh Imam Ja’far Ash-Shadiq as.
adalah ayat 82 dan 83 dari surah Al-Imran, lengkapnya
adalah sebagai berikut:
اَلمذِينَ قَالُوا إ م ن اللهَ عَهِدَ إلَينَا أملا نُؤمِنَ بِرَسُولٍ حَتمی يََتينَا بِقُربَانٍ تََكُلُهُ
النمارُ قُل قَد جَائَكُم رُسُلٌِ من قَبلِي بِالبَي نَاتِ وَ بِالمذِي قُلتُم فَلِمَ قَ تَلتُمُوهُم إن
كُنتُم صَادِقِيَْ ﴾
“Orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah telah
mengambil janji dari kita untuk tidak beriman pada
seorang utusanpun sampai dia bawakan—mukjizat—
korban yang disambar api [semacam petir], katakanlah—
kepada mereka wahai Muhammad—telah datang
kepada kalian utusan-utusan Tuhan sebelumku
dengan membawa bukti-bukti dan dengan apa yang
kalian katakan, lalu kenapa kalian bunuh mereka jika
memang kalian benar”.
Sudah pasti maksud yang dituju oleh firman Allah “lalu
kenapa kalian bunuh mereka jika memang kalian benar” adalah
orang Yahudi yang hidup pada zaman Rasulullah saw. Juga
sudah pasti, mereka tidak membunuh seorang nabi pun.
Ada jarak enam abad antara mereka dengan orang yang
membunuh serta memerangi utusan Allah. Kendatipun
begitu al-Qur’an tetap menisbatkan pembunuhan itu kepada
mereka secara harfiah, bukan secara metaforis seperti ayat
“fas’alul qoryah”.
Tidak ada satu pun alasan atau penafsiran yang dapat
membenarkan penisbatan ini kecuali apabila kita mengerti
dan menerima kaidah umum berupa kesamaan niat, rela
dan murka dengan perbuatan yang diniatkan, direstui atau
dimurkai.
Niat dan harapan yang benar, rela dan murka yang
benar, semua itu bernilai penuh seperti amal yang diniatkan,
diharapkan, diridhoi dan dimurkai. Penisbatan amal pada
orang yang meniatkan, mengharapkan, dan merestuinya
secara sungguh-sungguh adalah benar, sebagaimana disinyalir
oleh al-Qur’an.
Syarif Radhi meriwayatkan dalam Nahjul Balaghah: “Setelah
Allah swt. memenangkan Amirul Mukminin as. terhadap
pasukan musuh di Perang Jamal, sebagian sahabatnya
berkata kepada beliau: ‘Sungguh aku menginginkan saudaraku
juga turut hadir menyaksikan kemenangan yang
diberikan Allah kepadamu atas musuh-musuhmu’. Beliau
berkata: ‘Apakah hati saudaramu bersama kita?’ Dia menjawab:
‘Iya’. Maka beliau berkata: ‘Berarti dia bersama kita,
sungguh telah hadir di tengah pasukan kita suatu kaum
yang masih berada di tulang rusuk pria dan rahim wanita,
zaman akan menjadi baik dengan keberadaan mereka dan
iman akan menguat karena mereka’”.
Ini adalah hukum Allah yang mengumpulkan kita
bersama amal orang yang saleh, dan menggabungkan kita
bersama mereka dalam pahala. Oleh karena itu, kita akan
dipertemukan bersama para nabi, wali Allah, dan orang
yang beramal saleh apabila kita betul-betul meniatkan,
merestui, mencintai, dan mengharapkan amal perbuatan
mereka.
Sebaliknya juga demikian, yakni barang siapa yang
merestui, meniatkan, dan membela perbuatan orang-orang
zalim, kedurjanaan mereka, kesewanangan dan kerusakan
mereka, niscaya akan dikumpulkan oleh Allah bersama
mereka, dan Allah akan menyiksanya, meskipun dia tidak
hadir di sana.
Dalam riwayat tentang Imam Mahdi af. disebutkan,
ketika muncul nanti, beliau akan membunuh orang-orang
yang memerangi Imam Husain as., mendata dan membinasakan
mereka. Itu artinya beliau memburu orang yang
sehati dengan siapa yang membunuh dan memerangi Imam
Husain as. Imam Mahdi af. akan membinasakan mereka
lantaran telah memerangi Imam Husain, sehingga bumi ini
suci dari kebusukan dan kezaliman mereka.
Ziarah Warits; ziarah yang populer untuk Imam Husain
as., menjelaskan ketetapan dan tugas ini secara teliti dan
cermat; melaknat pembunuh Imam Husain as., melaknat
orang yang menzaliminya dan mengutuk orang yang merestui
pembunuhan atau peperangan itu.
Perhatikanlah teks ziarah berikut ini:
“Semoga Allah melaknat umat yang memerangi kalian,
semoga Allah melaknat umat yang menzalimi kalian,
dan semoga Allah melaknat umat yang mendengar hal
itu dan merestui”.
Kelompok pertama, mereka yang secara langsung merupakan
pelaku kriminal pembunuhan.
Kelompok kedua, mereka yang membela, mendukung dan
membekali kelompok pertama.
Kelompok ketiga, mereka yang merestui perbuatan tersebut.
Kelompok ini paling banyak bertebaran sampai
dataran yang sangat luas secara historis dan geografis.
Saya tertarik sekali untuk menutup topik ini dengan
sebuah riwayat dari Athiyyah al-Aufi yang meriwayatkan
dari sahabat besar Rasulullah saw., yaitu Jabir bin Abdillah
Anshari tatkala menzirahi kuburan Imam Husain as. pasca
tragedi Karbala. Berikut ini teks hadis tersebut:
Dalam kitab Bisyaratul Musthafa dinukil dari Athiyah
Aufi berkata: “Aku keluar bersama Jabir bin Abdillah Al-
Anshari untuk ziarah ke makam putra Ali bin Abi Thalib as.;
Imam Husain as. pasca kebangkiran Asyura. Ketika kami
sampai ke Karbala, Jabir mendekati sungai Furat. Di sana ia
mandi lalu mengenakan kain dan pakaian. Setelah itu ia
membuka bungkusan yang di dalamnya terdapat rumput
alang-alang lalu ia taburkan di sekujur tubuhnya. Ia tidak
menginjakkan satu langkah pun kecuali dengan zikir pada
Allah sampai mendekati makam Imam Husain as.”.
Athiyyah melanjutkan: “Jabir memegangku untuk bersandar,
aku pun memegangnya sampai dia bungkuk di atas
kuburan dan pingsan. Aku percikkan air padanya sampai
dia siuman dari pingsan sambil berkata: "Ya Husain’, tiga
kali. Kemudian dia berkata: 'Duhai kekasih yang tidak menjawab
kekasihnya'.
"Jabir berkata lagi: 'Ada apa dengan dirimu, sungguh
urat-urat leher di atas belikatmu telah disembelih secara
keji, antara tubuh dan kepalamu dipisahkan wahai putra
penghulu para nabi dan putera penghulu para mukmin,
putra sekutu takwa, anak keturunan hidayah, anggota kelima
dari pemilik Kisa’[196], putra penghulu para imam, dan
putra Fatimah penghulu para wanita, bagaimana mungkin
engkau tidak seperti itu ketika telapak tangan penghulu
para rasul yang memberimu makan, dan engkau terdidik di
pangkuan orang-orang yang bertakwa, disusui dengan air
iman, dan disapih bersama Islam. Maka sungguh engkau
mulia saat hidup dan mulia pula saat mati. Hanya saja hatihati
orang mukmin yang tidak mulia untuk berpisah darimu,
dan tidak ragu dalam pilihan terbaik untukmu, salam
dan restu Allah semoga senantiasa tercurahkan padamu.
“Engkau telah menjalani apa yang telah dilalui oleh saudaramu,
Yahya bin Zakaria.
“Kemudian Jabir mengelilingkan pandangannya ke sekitar
kuburan seraya berkata: ‘Salam padamu wahai arwah
yang melebur bersama Husain dan menderumkan kendaraan-
Nya. Aku bersaksi bahwa kalian telah mendirikan
shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang makruf dan
mencegah yang munkar, berjuang melawan orang kafir dan menyembah Allah sampai datang yakin. Demi Allah Yang
telah mengutus Muhammad secara benar sebagai nabi,
sungguh aku ikut serta bersama kalian dalam hal yang
kalian masuki’.
“Kukatakan pada Jabir: “Bagaimana mungkin di saat
kita tidak menelusuri lembah, mendaki gunung akan melancarkan
satu pukulan pedang sedangkan mereka telah terpisahkan
tubuh dari kepala, anak-anak mereka jadi yatim
dan istri-istri mereka jadi janda?!”
“Maka Jabir menjawab: ‘Wahai Athiyyah, aku dengar
kekasihku Rasulullah saw. bersabda: ‘Barangsiapa mencintai
sebuah kaum niscaya dia akan dikumpulkan bersama kaum itu, dan
barangsiapa mencintai perbuatan sebuah kaum maka dia akan
diikutsertakan bersama perbuatan mereka’. Demi Allah yang
telah mengutus Muhammad sebagai nabi secara benar,
sesungguhnya niatku dan niat sahabat-sahabatku sesuai dan
bersama dengan niat Imam Husain as. dan sahabatnya.
Bawalah aku ke pemukiman kota Kufah’.
“Ketika kami sampai di pertengahan jalan, Jabir berkata:
‘Wahai Athiyyah, apakah kamu ingin aku mewasiatkan
sesuatu padamu? Karena, firasatku mengatakan setelah
perjalanan ini aku tidak lagi bertemu denganmu! Cintailah
apa yang dicintai keluarga Muhammad saw., dan bencilah
apa yang dibenci oleh keluarga Muhammad saw.. Karena
sesungguhnya apabila satu langkah tergelincir karena dosa,
akan diangkat karena cinta pada mereka. Sesungguhnya pecinta
mereka akan kembali ke surga dan pembenci mereka
ke neraka”.
[]