BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula16%

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 50 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 17219 / Download: 4405
Ukuran Ukuran Ukuran
BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Pelajaran 8

SYARAT-SYARATWUDU

Wudu akan sah dengan syarat-syarat di bawah ini. Tentu-nya, dengan kurangnya salah satu dari

mereka, wudu sese-orangmenjadi tidak sah.

 

Syarat-syarat Wudu

1. Syarat-syarat air dan tempat air:

a. Air wudu harus suci (tidak najis).

b. Air wudu harus mubah; bukan hasil rampasan (gha-sab).[95]

c. Air wudu harus air mutlaq (bukan air mudhaf).

d. Tempat air wudu harus mubah, bukan barang ram-pasan (ghasab).

e. Tempat air wudu bukan dari emas dan perak.

2. Syarat-syarat anggota wudu:

a. Harus suci.

b. Tidak ada penghalang yangmenghalangi sampainya air ke anggota.

3. Syarat-syarat cara berwudu:

a. Menjaga tertib (keteraturan dan urutan antaramalan wudu sebagaimana telah kita simak

dalam amalan-amalan wudu).

b. Menjaga muwalat (di antara amalan-amalan wudu tidak ada renggang waktu sehingga

merusak keu-tuhan dan kesatuan wudu).

c. Mengerjakan wudu sendiri dan secara langsung (tidakmeminta tolong orang lain).

4. Syarat-syarat pelaku wudu:

a. Dia tidak berhalangan untukmenggunakan air.

b. Berniat wudu untukmendekatkan diri kepada Allah Swt. (bukan niat riya).

Syarat-syarat Air Wudu dan Tempatnya

1. Tidak sah berwudu dengan air najis dan air mudhaf, baik pelaku tahu ataupun tidak, ataupun

lupa bahwa air itu najis atau mudhaf.[96]

2. Air wudu harus mubah. Maka, dalam keadaan-keadaan di bawah ini, wudu seseorang tidak

sah:

a. Berwudu dengan air yang pemiliknya tidak rela (ketidakrelaannya bisa diketahui dengan

jelas).

b. Air tidak jelas; apakah pemiliknya rela atau tidak.

c. Air yang diwakafkan secara khusus seperti; kolam di suatu sekolah dan tempat wudu di

sebagian hotel, losmen dan sebagainya.[97]

3. Berwudu di sungai-sungai besar tidaklah apa-apa, walaupun pelaku wudu tidak tahu pasti;

apakah pe-miliknya rela atau tidak, akan tetapi jika pemiliknya melarang, berdasarkan ihtiyath

wajib hendaknya ia tidak berwudu di sana.[98]

4. Jika air wudu berada di tempat hasil rampasan (ghasab), lalu berwudu dengannya, maka

hukum wudu demikian ini tidaklah sah[99] .

Syarat-syarat Anggota Wudu

1. Anggota wudu harus suci ketika dibasuh dan diusap.[100]

2. Jika ada satu penghalang pada anggota wudu (anggota yang dibasuh) sehingga menghalangi

sampainya air kepadanya, atau pada anggota yang diusap, walaupun tidak menghalangi

sampainya air, maka penghalang itu harus dihilangkan terlebih dahulu.[101]

3. Coretan pena, bercak warna, minyak dan krem, kalau tinggal warnanya saja tanpa zatnya,

tidak dianggap sebagai penghalang air wudu. Akan tetapi jika masih ada zatnya (dan menghalangi kulit), harus dihilangkan.[102]

Syarat-syarat Cara Berwudu

1. Tertib[103] : amalan-amalan wudu harus dikerjakan berda-sarkan urutan di bawah ini:

a. Membasuh wajah

b. Membasuh tangan kanan

c. Membasuh tangan kiri

d. Mengusap kepala

e. Mengusap kaki kanan

f. Mengusap kaki kiri

Jika tertib wudu dia atas ini tidak dijaga, wudunya tidak sah, sekalipun kaki kanan dan kaki kiri

telah diusap secara bersamaan.[104]

2. Kesinambungan (Muwalat)

a. Muwalat yaitu mengerjakan secara bersambung dan tidak ada tenggat waktu pemisah diantara amalan-amalan wudu.

b. Jika di antara amalan-amalan wudu terdapat tenggat waktu pemisah—dimana ketika

hendak membasuh atau mengusap satu anggota wudu, anggota-angota wudu yang sudah

dibasuh atau diusap sebelumnya telah kering—maka wudu demikian ini tidak sah.[105]

3. Tidak Boleh Minta Tolong Orang Lain

a. Seseorang yang mampu berwudu, maka tidak boleh minta tolong orang lain. Oleh karena

itu, jika orang lain membasuh wajah dan kedua tangannya atau mengusap kepala dan

kakinya, wudunya tidak sah.[106]

b. Seseorang yang tidak mampu berwudu, hendaknya mencari pengganti agar berwudhu

untuknya. Jika pengganti minta upah dan dia mampu membayar, maka berikanlah

upahnya, akan tetapi dia sendiri tetap harus niat berwudu.[107]

Syarat-syarat Pelaku Wudu

1. Jika seseorang tahu atau kuatir bahwa berwudu akan membuatnya sakit, maka dia harus

bertayamum. Dan jika dia tetap saja berwudu, wudunya tidak sah. Namun, jika dia tidak tahu

bahwa air berbahaya bagi dirinya lalu dia berwudu dengannya, kemudian dia tahu bahwa air itu ternyata berbahaya baginya, maka wudunya sah.[108] .[109]

2. Wudu harus dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Yakni, berwudu

dengan niat menger-jakan perintah Allah Swt.[110]

3. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata atau di-lintaskan di dalam hati, bahkan sekedar

sadar bahwa dirinya sedang berwudu, ini sudah cukup. Yakni, se-kiranya dia ditanya, “Kamu

sedangmengerjakan apa?”, dia akan menjawab, “Saya sedang berwudu”.[111]

Masalah: Jika waktu salat sempit sehingga jika dia ber-wudu, seluruh atau sebagian dari salatnya

dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.[112]

Kesimpulan Pelajaran

1. Air wudu harus suci, mutlak dan mubah. Maka, hukum berwudu dengan air najis dan air

mudhaf dalam keadaan apapun tidak sah, baik najisnya air atau mudhaf-nya air itu diketahui

ataupun tidak.

2. Berwudu dengan air ghasab, jika diketahui bahwa air tersebut adalah air ghasab, maka

wudunya tidak sah.

3. Jika anggota wudu najis, maka wudunya tidak sah. Begitu juga, jika terdapat penghalang yang

menghalangi sampainya air ke anggota wudu.

4. Jika tertib dan muwalat wudu tidak dijaga, maka wudu-nya tidak sah.

5. Seseorang yang mampu berwudu, dia tidak boleh minta tolong orang lain dalam membasuh

dan mengusap.

6. Wudu harus dilakukan dengan niat menunaikan perin-tah Allah Swt.

7. Jika seseorang hendak berwudu dan akan mengakibat-kan seluruh atau sebagian dari salat

dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.

Pertanyaan:

1. Apa hukum berwudu di tempat wudu kantor pemerin-tahan bagi selain pejabat kantor

tersebut?

2. Apa hukum berwudu dengan air sumber atau air khu-sus untukminum?

3. Apa tugas orang yang tidakmampu berwudu dengan sendirinya?

4. Terangkan niat mendekatkan diri kepada Allah dalam berwudu!

5. Apa perbedaan antara tertib dan muwalat dalam ber-wudu?

Pelajaran 9

WUDU JABIROH

Definisi Jabiroh

Obat yang dibubuhkan di atas luka dan pembalut yangmembalutnya disebut dengan jabiroh.

1. Seseorang yang memiliki luka pada anggota wudunya, jika dia mampu berwudu secara

normal, maka dia harus berwudu secara normal.[113] Misalnya:

a. Permukaan luka terbuka dan air tidak berbahaya baginya.

b. Permukaan luka tertutup akan tetapi bisa dibuka dan air tidak berbahaya baginya.

2. Jika luka berada pada wajah dan tangan, dan per-mukaan luka terbuka dan air berbahaya

baginya,[114] maka membasuh sekitarnya sudah cukup.[115]

3. Jika luka atau pecah di kepala bagian depan atau di punggung kaki (anggota usapan) dan

permukaannya terbuka; jika tidak bisa diusap, maka letakkan kain yang suci di atasnya dan

usaplah permukaan kain tersebut dengan air wudu yang tersisa di tangan.[116] .[117]

Cara Wudu Jabiroh

Dalam wudu jabiroh, basuhlah atau usaplah secara normal anggota-anggota basuhan dan usapan

yang bisa dibasuh dan diusap. Jika tidak memungkinkan, maka usaplah jabiroh dengan tangan

yang basah.

Beberapa Masalah

1. Jika jabiroh melebihi ukuran biasa sampai menutupi sekitar luka dan tidak mungkin untuk

dibuka,[118] maka harus berwudu jabiroh dan berdasarkan ihtiyath wajib, juga harus bertayamum.[119]

2. Seseorang tidak tahu tugasnya; apakah berwudu jabiroh atau bertayamum, maka berdasarkan

ihtiyath wajib dia harus melakukan kedua-duanya.[120]

3. Jika seluruh wajah dan seluruh salah satu dari dua tangan dibalut penuh dengan jabiroh, maka

berwudu jabiroh sudah cukup.[121]

4. Jika telapak tangan dan jari-jarinya tertutup jabiroh dan ketika berwudu, tangan yang basah

telah mengusapnya, maka dia bisa[122] mengusap kepala dan kaki dengan sisa basahan dari tangan tersebut atau mengambil basahan dari anggota wudu yang lain.[123]

5. Jika pada wajah dan kedua tangan ada beberapa jabiroh, maka sela-sela di antara mereka harus

dibasuh. Jika terdapat beberapa jabiroh di kepala dan punggung ke-dua kaki, maka sela-sela di

antara mereka harus diusap. Sedangkan pada anggota-anggota wudu yang jabiroh berada di

atas mereka, harus beramal sesuai dengan hukum-hukum jabiroh tersebut di atas.[124]

Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu

1. Mengerjakan salat.

2. Mengerjakan tawaf di Ka’bah.

3. Menyentuh tulisan Al-Quran dan nama-nama Allah.[125] &[126]

Beberapa Masalah

1. Tidak sah salat atau tawaf tanpa wudu.

2. Anggota badan seseorang yang tidak memiliki wudu tidak boleh bersentuhan dengan tulisantulisan

ini:

a. Tulisan Al-Quran. Akan tetapi terjemahannya boleh disentuh.

b. Nama Allah, ditulis dalam bahasa apapun; seperti: Allah, Khuda atau God.

c. Nama NabiMuhammad Saw. (berdasarkan ihtiyath wajib).

d. Nama-nama imam maksum a.s. (berdasarkan ihti-yath wajib).

e. Nama-nama Sayyidah Fathimah a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib)[127]

3. Sunah berwudu untuk pekerjaan di bawah ini.

a. Pergi ke masjid dan ke makam para imam maksum a.s.

b. Membaca Al-Quran.

c. Membawa Al-Quran.

d. Menyentuh sampul atau sekitar Al-Quran.

e. Berziarah ke pekuburan.[128]

Bagaimana Wudu Menjadi Batal?

1. Keluarnya air kencing atau tinja atau kentut.

2. Tidur; selama tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat.

3. Sesuatu yang bisa menghilangkan (kesadaran) akal se-perti: gila, mabuk, pingsan.

4. Keluarnya darah istihadhah bagi perempuan.[129]

5. Sesuatu yang mewajibkan mandi seperti: janabah dan menyentuh mayat.[130]

Kesimpulan Pelajaran

1. Seseorang yang pada anggota wudunya terdapat luka, borok atau patah, akan tetapi bisa

berwudu secara normal, dia harus berwudu secara normal.

2. Seseorang yang anggota wudunya tidak bisa dibasuh atau tidak bisa terkena air, maka jika

sekitar lukanya dapat dibasuh, ini sudah cukup dan tidak perlu berta-yamum.

3. Jika permukaan luka atau yang patah terbalut dengan jabiroh, akan tetapi bisa dibuka (tidak

menyulitkan), ma-ka jabiroh-nya harus dibuka dan berwudu secara normal.

4. Jika permukaan luka terbalut dan air berbahaya bagi-nya, dia tidak perlu membukanya walaupun dia bisa saja untukmembukanya.

5. Untuk mengerjakan salat dan tawaf dan untuk ber-sentuhan anggota badan dengan tulisan

Al-Quran dan nama Allah diharuskan berwudu terlebih dahulu.

6. Berdasarkan ihtiyath wajib, anggota badan orang yang tidak punya wudu tidak boleh

bersentuhan dengan nama Nabi Muhammad Saw., nama para imam maksum dan nama

Sayyidah Fathimah a.s.

7. Keluarnya air kencing dan tinja membatalkan wudu.

8. Tidur, gila, pingsan, mabuk, janabah, dan menyentuh mayat membatalkan wudu.

Pertanyaan:

1. Bagaimana cara wudu seseorang yang tiga jari kakinya terbalut dengan jabiroh?

2. Jelaskan cara mengerjakan wudu jabiroh dengan memba-wakan contoh!

3. Apakah bisa mengusap dengan basahan yang ada pada jabiroh?

4. Apa yang harus dilakukan oleh orang yang lukanya di-balut jabiroh yang najis dan tidak

memungkinkan untuk dibuka?

5. Apakah kantukmembatalkan wudu?

6. Apakah wudu seseorangmenjadi batal setelah menyen-tuh mayat?

Pelajaran 10

MANDI

Ada kalanya untuk mengerjakan salat (dan seluruh peker-jaan yang harus disertai dengan wudu)

diwajibkan mandi terlebih dahulu. Artinya, untuk menunaikan perintah Allah Swt., seluruh

badan harus suci. Sekarang akan dijelaskan masalah-masalah mandi dan cara-caranya.

Macam-macam Mandi Wajib

1. Umum; bagi laki-laki maupun perempuan:

a. Janabah

b. Menyentuh mayat

c. Mayat

2. Khusus perempuan:

a. Haid

b. Istihadhah

c. Nifas

Setelah definisi dan pembagian macam mandi, segera kita menyimak masalah-masalah dari setiap

mandi wajib.

Mandi Janabah

1. Bagaimana seseorangmenjadi junub (mengalami jana-bah)?

Sebab-sebab janabah:

a. Keluarnya cairan mani

§ Sedikit ataupun banyak.

§ Dalam keadaan tidur ataupun terjaga.

b. Jima’ (bersetubuh)

§ Dengan cara halal ataupun haram.

§ Cairan mani keluar ataupun tidak.[131]

2. Sekedar bergerak cairan mani dari salurannya dan tidak sampai keluar tidaklah menyebabkan

janabah.[132]

3. Seseorang tahu bahwa cairan mani telah keluar dari dirinya, atau tahu bahwa yang keluar

adalah cairan mani, dia dihukumi sebagai junub dan wajib mandi.[133]

4. Seseorang tidak tahu; apakah yang keluar dari dirinya cairan mani atau bukan, sementara ciricirinya

adalah sebagaimana cairan mani, maka dia dihukumi sebagai junub. Namun, jika ciricirinya

bukan sebagaimana cai-ran mani, dia tidak dihukumi sebagai junub.[134]

5. Ciri-ciri cairan mani:[135]

a. Keluar dengan syahwat.

b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.

c. Setelah keluar, badan terasa lemas.[136]

Maka, orang yang dari dirinya keluar cairan dan dia tidak tahu; apakah itu mani atau bukan,

sementara cairan itu memiliki seluruh ciri-ciri di atas, maka dia dihukumi sebagai junub.

Namun, jika cairan itu tidak memiliki semua ciri-ciri di atas, atau bahkan tidak memiliki satu

dari ciri-ciri itu, maka dia bukan junub, kecuali perempuan dan orang yang sakit; dimana

dengan adanya satu ciri—yakni keluarnya cairan karena syahwat—mereka ini sudah cukup

(untuk dihukumi sebagai junub).[137]

6. Setelah keluarnya mani, seseorang disunahkan untuk kencing. Jika dia tidak kencing lantas

mandi dan setelah itu keluar cairan darinya yang dia sendiri tidak tahu; apakah itu mani atau

cairan lain, maka cairan itu dihu-kumi sebagaimani.[138]

Pekerjaan-pekerjaan yang Diharamkan bagi

Orang Junub[139]

1. Bersentuhannya anggota badan dengan tulisan Al-Qur-an, nama Allah dan—berdasarkan

ihtiyath wajib—nama para nabi dan para imam maksum serta nama Sayyidah Fathimah a.s.[140]

2. Masuk Masjidil Haram (di Mekkah) dan Masjid Nabawi (di Madinah), sekalipun masuk dari

suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain.

3. Menetap di dalam seluruh masjid.

4. Meletakkan sesuatu di dalam masjid, walaupun dari luar masjid.[141]

5. Membaca surah-surah Al-Quran yangmengandung su-jud wajib, walaupun hanya satu huruf.[142]

6. Berhenti diam di pemakaman para imam maksum a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib).[143]

7. Jika seorang junub masuk masjid dari suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain (lewat tanpa

berhenti) tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; untuk lewat saja dia

tidak dibolehkan.[144]

8. Jika seseorang menentukan sebuah kamar di rumahnya sebagai musalla (tempat salat) begitu

juga di kantor, tempat tersebut hukumnya bukan sebagaimana hukum sebuah masjid.[145]

Surah-surah Al-Quran yang Mengandung

Sujud Wajib[146]

1. Surah ke-32: surah Al-Sajadah.

2. Surah ke-41: surah Fussilat.

3. Surah ke-53: surah Al-Najm.

4. Surah ke-96: surah Al-‘Alaq.

Kesimpulan Pelajaran

1. Mandi wajib dibagi menjadi dua macam:

a. Umum; baik untuk laki-lakimaupun perempuan.

b. Khusus untuk perempuan.

2. Jika dari seseorang keluar cairan mani atau dia mela-kukan persetubuhan, maka dia dihukumi

sebagai orang junub.

3. Seseorang tahu bahwa dia telah junub, maka dia wajib mandi janabah. Dan seseorang yang

tidak tahu; apakah junub atau tidak, maka dia tidak wajib mandi.

4. Ciri-ciri cairan mani antara lain:

a. Keluar dengan syahwat.

b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.

c. Setelah cairan mani keluar, badan terasa lemas.

5. Amalan-amalan ini haram untuk orang yang junub:

a. Menyentuh tulisan Al-Quran, nama-nama Allah Swt., nama para Nabi dan imam maksum

dan nama Sayyidah Fathimah a.s.

b. Masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, dan berhenti di seluruh masjid.

c. Membaca surah-surah Al-Quran yang mengandung sujud wajib.

6. Lewat ke dalam seluruh masjid; jika tidak sampai berhenti, bahkan masuk dari satu pintu dan

keluar dari pintu yang lain tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Ha-ram dan Masjid Nabawi

yang sekalipun lewat saja tidak dibolehkan.

Pertanyaan:

1. Sebutkan macam-macam mandi yang umum; baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan!

2. Seseorang bangun dari tidur lalu dia melihat sesuatu pada pakaiannya, namun berulang kali

dia memikir-kannya, ingatannya masih juga tidak tertuju pada ciri-ciri cairan mani, lalu apa

yang harus dia lakukan?

3. Apa hukum atas seorang junub yangmasuk ke makam para anak cucu imam maksum?

4. Apakah orang junub bisa berhenti di dalam mushalla yayasan-yayasan dan kantor-kantor?

Pelajaran 11

PELAKSANAAN MANDI

Dalam pelaksanaan mandi, seluruh badan dan kepala serta leher harus disiram, baik mandi wajib,

seperti: mandi janabah, maupun mandi sunah, seperti mandi hari Jum’at. Dengan kata lain, dalam

melaksanakan semua macam mandi, tidak ada perbedaan kecuali pada niat.

Mandi bisa dilaksanakan sebagai berikut:

Cara-cara Mandi

1. Mandi tartibi (secara berurutan):[147]

a. Pertama membasuh kepala dan leher.

b. Lalu membasuh setengah badan bagian kanan

c. Kemudian membasuh setengah badan bagian kiri.

2. Mandi irtimasi (menyelam):

a. Dengan niat mandi, membenamkan diri secara se-kaligus ke dalam air sehingga seluruh

badan dan kepala berada di dalam air.

b. Atau membenamkan diri secara bertahap ke dalam air, sampai pada akhirnya seluruh

badan dan kepala berada di dalam air.

c. Atau masuk ke dalam air, kemudian menggerakkan badan dengan niat mandi.

Keterangan:

Mandi bisa dikerjakan dengan dua cara; tartibi dan irtimasi. Pada mandi tartibi, pertama-tama

membasuh kepala dan leher, kemudian setengah badan bagian kanan, dan setelah itu setengah

badan bagian kiri.

Pada mandi irtimasi, seluruh badan dan kepala berada di dalam air secara sekaligus. Oleh

karena itu, untuk mela-kukan mandi irtimasi, diperlukan air yang cukup supaya bisa

memasukkan seluruh badan dan kepala ke dalamnya.

Syarat Sahnya Mandi

1. Seluruh syarat yang ditetapkan untuk sahnya wudu ju-ga berlaku pada sahnya mandi, kecuali

muwalat. Begitu juga, tidak perlu menyiram badan dari atas ke bawah.

2. Orang yang berkewajiban beberapa mandi bisa melaku-kan satu mandi saja dengan beberapa

niat mandi wajib.[148]

3. Seseorang yang telah melaksanakan mandi janabah; jika hendak menunaikan salat, maka dia

tidak perlu berwu-du. Akan tetapi pada selain mandi janabah, maka untuk menunaikan salat

dia harus berwudu terlebih dahulu.[149] &[150]

4. Dalam mandi irtimasi, seluruh badan harus suci. Akan tetapi dalam mandi tartibi, seluruh

badan tidak harus suci. Dan jika setiap bagian dari badan yang hendak dibasuh itu disucikan

terlebih dahulu, maka demikian ini sudah cukup.[151] &[152]

5. Mandi jabiroh seperti wudu jabiroh, hanya saja berda-sarkan ihtiyath wajib,[153] mandi ini harus

dilakukan secara tartibi.[154]

6. Orang yang sedang berpuasa wajib tidak boleh mandi irtimasi, karena orang yang berpuasa

tidak boleh mema-sukkan seluruh kepalanya ke dalam air. Akan tetapi, jika dia mandi irtimasi

karena lupa, puasanya tetap sah.[155]

7. Dalam keadaan mandi, seluruh badan tidak perlu digosok dengan tangan, tetapi cukup hanya

dengan niat mandi dan air sampai ke seluruh badan.[156]

Mandi Menyentuh Mayat

1. Jika sebagian dari anggota badan seseorang telah ber-sentuhan dengan badan mayat yang

sudah dingin dan belum dimandikan, dia harus mandimenyentuhmayat.[157]

2. Menyentuh badan mayat di bawah ini tidakmenye-babkan mandi:

a. Mayatnya orang yang mati sebagai syahid di medan perang, yakni orang yang

menghembuskan nafas terakhirnya di medan perang.[158]

b. Mayat yang badannya masih hangat dan belum dingin.

c. Mayat yang sudah dimandikan.[159]

3. Mandi menyentuh mayat harus dilakukan seperti mandi janabah. Akan tetapi, orang yang

menyelesaikan mandi menyentuh mayat harus berwudu jika dia hendak melakukan salat.[160]

Mandi Mayat

1. Setiap orang mukmin[161] yang meninggal dunia; wajib atas para mukallaf supaya memandikan,

mengkafani, menya-lati, dan menguburkannya. Bila sebagian mukallaf telah melakukannya,

gugurlah kewajiban dari yang lain.[162]

2. Mayat harus dimandikan tiga kali:

Pertama, dengan air yang dicampur air bidara.

Kedua, dengan air yang dicampur kapur.

Ketiga, dengan air murni.[163]

3. Mandi mayat dilakukan seperti mandi janabah, dan berdasarkan ihtiyath wajib, sebisa

mungkin mayat di-mandikan secara tartibi dan tidak secara irtimasi.[164]

Mandi yang Khusus bagi Perempuan

Haid, Nifas, Istihadhah:

1. Darah yang keluar ketika perempuan melahirkan anak adalah darah nifas.[165]

2. Darah yang keluar dari perempuan pada hari-hari mens-truasi adalah darah haid.

3. Ketika perempuan sudah suci dari darah haid dan nifas harus mandi untuk salat dan ibadah-ibadah yangme-merlukan kesucian.[166]

4. Darah lain yang keluar dari perempuan adalah darah istihadhah. Dan pada sebagian macam

dari darah isti-hadhah ini, dia harus mandi untuk melakukan salat dan ibadah-ibadah yang

memerlukan kesucian.[167]

Kesimpulan Pelajaran

1. Dalam mandi, seluruh badan harus disiram; secara tartibi atau irtimasi.

2. Syarat sahnya mandi adalah seperti syarat sahnya wudu, kecuali muwalat dan membasuh

anggota-anngota mandi dari atas ke bawah.

3. Orang yang telah mandi janabah tidak harus berwudu untuk salat, kecuali jika ketika atau

sesudah mandi terjadi hal-hal yangmembatalkan wudu.

4. Seseorang yang wajib melakukan beberapa mandi bisa mandi sekali saja dengan beberapa niat

(mandi wajib), bahkan pada saat itu juga dia bisa niat mandi sunah; sepertimandi Jum’at.

5. Persentuhan satu dari anggota badan seseorang dengan tubuh mayat adalah penyebab

wajibnya mandimenyen-tuh mayat atasnya.

6. Jika satu dari anggota badan seseorang menyentuh tu-buh mayat yang syahid, atau mayat

yang belum dingin, atau mayat yang sudah dimandikan, maka dia tidak diwajibkan mandi

menyentuh mayat.

7. Jika seorang mukmin meninggal dunia, dia harus di-mandikan tiga kali kemudian dikafani

lalu disalati, setelah itu dikuburkan.

8. Mandi mayat yaitu:

a. Mula-mula, mandi dengan air bidara.

b. Lalu, mandi dengan air kapur.

c. Lalu, mandi dengan air murni.

9. Mandi haid, mandi nifas dan mandi istihadhah adalah mandi yang diwajibkan khusus bagi

perempuan.

Pertanyaan:

1. Bagaimana cara mandi tartibi?

2. Bisakah mandi irtimasi pada air yang kurang dari satu kur?

3. Seseorang junub pada hari Jum’at, lalu dia mandi sekali dengan niat mandi janabah dan niat

mandi Jum’at; apakah dia bisa salat dengan mandi tersebut atau juga harus berwudu?

4. Berikan penjelasan seputar niat mandi!

5. Apakah perbedaan antara mandi mayat dan mandi menyentuh mayat?

6. Dalam keadaan apakah mayat yang syahid tidak seha-rusnya dimandikan?

Pelajaran 12

TAYAMUM (PENGGANTI WUDU

DANMANDI)

Tayamum diwajibkan atas seseorang pada kondisi-kondisi di bawah ini:

1. Tidak ada air atau tidakmenemukan air.

2. Air berbahaya bagi dirinya. Misalnya, karena menggu-nakan air, ia terjangkiti suatu

penyakit.

3. Jika air digunakan untuk berwudu atau mandi, dia atau istrinya atau anak-anaknya atau

temannya atau orang-orang yang ada hubungan dengannya akan mati atau sakit karena

kehausan (begitu pula hewan-hewan peliharaannya).

4. Badan atau pakaiannya najis sedangkan air tidak cu-kup untuk menyucikannya dan juga dia

tidak punya baju lain.

5. Tidak punya waktu untuk berwudu atau mandi.[168]

Bagaimana Cara Bertayamum?

Amalan-amalan tayamum:

1. Meletakkan kedua telapak tangan secara bersamaan pada sesuatu yang sah untuk dipakai

tayamum.

2. Mengusapkan kedua telapak tangan tadi ke seluruh dahi dan kedua sisinya; mulai dari

tempat tumbuhnya rambut sampai ke permukaan kedua alis dan ke ujung bagian atas

hidungnya.

3. Mengusapkan telapak tangan kiri ke seluruh pung-gung tangan kanan.

4. Mengusapkan telapak tangan kanan ke seluruh pung-gung tangan kiri.

Seluruh amalan tayamum harus dilakukan dengan niat tayamum dan untuk melaksanakan

perintah ilahi, begitu juga harus dijelaskan bahwa tayamum sebagai ganti wudu atau sebagai

ganti mandi.[169]

Hal-hal yang Bisa Digunakan untuk Bertayamum:

· Tanah.

· Kerikil

· Batu-batuan seperti: batu koral, batu marmer, batu tahu (sebelum dimasak), batu gamping

(sebelum di-masak).

· Tanah yang sudah dimasak; seperti batu bata, kendi dari tanah liat.[170] [171]

Beberapa Masalah

1. Tidak ada beda antara tayamum sebagai pengganti wudu dengan tayamum sebagai penggantimandi ke-cuali pada niatnya.[172]

2. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti wudu lalu mengalami sesuatu yang

membatalkan wudu, maka tayamumnya batal.[173]

3. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi lalu mengalami salah satu

penyebab mandi wajib seperti: janabah atau menyentuh mayat, maka tayamumnya batal.[174]

4. Tayamum seseorang itu sah jika dia tidak bisa wudu atau mandi. Oleh karena itu, jika dia

bertayamum tanpa uzur, maka tayamumnya tidak sah. Begitu pula, jika dia bertayamum

karena ada uzur kemudian uzur-nya ini hilang, misalnya; tidak ada air kemudian dia

mendapatkan air, maka tayamumnya batal.[175]

5. Seseorang yang melakukan tayamum sebagai peng-ganti mandi janabah tidak perlu

berwudu untuk salat.[176] Namun, jika tayamumnya sebagai pengganti selain mandi janabah,

dia tidak bisa salat dengan tayamum tersebut, bahkan dia juga harus berwudu. Dan jika dia

tidak bisa juga berwudu, maka dia harus bertayamum untuk yang kedua kalinya sebagai

pengganti wudu.[177]

Syarat-syarat Sahnya Tayamum

1. Anggota tayamum harus suci, yakni dahi dan kedua tangan.

2. Usaplah dahi dan kedua punggung tangan dari atas ke bawah.

3. Sesuatu yang dipakai untuk bertayamum harus suci dan mubah.

4. Menjaga tertib.

5. Menjaga muwalat.

6. Ketika mengusap, tidak ada penghalang antara tangan dan dahi, begitu juga antara telapak

tangan dengan punggung tangan.[178]

Kesimpulan Pelajaran

1. Seseorang tidak punya air, atau tidak bisa mendapatkan air, atau punya uzur dalam

menggunakan air, maka dia harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandi-nya.

2. Dalam bertayamum, dahi dan kedua punggung tangan harus diusap dengan telapak tangan.

3. Bertayamum dengan tanah, kerikil, batu dan tanah yang sudah dimasak hukumnya sah.

4. Tayamum, baik sebagai pengganti mandi maupun peng-ganti wudu, tidak berbeda dengan

mandi dan wudu kecuali pada niatnya.

5. Jika tayamum sebagai pengganti wudu, maka apa saja yang membatalkan wudu akan

membatalkannya juga. Begitu pula, jika tayamum sebagai pengganti mandi, maka apa saja

yang menyebabkan mandi akan memba-talkannya juga.

6. Bertayamum tanpa uzur adalah tidak sah.

7. Dalam bertayamum, wajib menjaga tertib dan muwalat. Selain itu, anggota tayamum dan halhal

yang diguna-kan untuk bertayamum haruslah suci.

Pertanyaan:

1. Dalam kondisi apakah seseoang harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandi?

2. Apakah bisa bertayamum karena takut dengan bina-tang buas?

3. Apa hukumnya bertayamum dengan batu bata yang belum dimasak?

4. Apa hukumnya bertayamum dengan kayu dan daun-daunan?

5. Orang junub yang malu untuk bermandi janabah, apakah dia bisa bertayamum atau tidak sebagai peng-gantimandi tersebut?

Pelajaran 3

BERSUCI

Sebagaimana pada Pelajaran1, semua ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan amalan disebut

dengan fikih. Dalam fikih Islam, salah satu yang paling penting ialah menjalan-kan kewajibankewajiban.

Salah satu kewajiban yang paling penting dan utama adalah salat.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan salat dapat dibagimenjadi tiga:

· Pendahuluan-pendahuluan salat (muqaddamat).

· Amalan-amalan salat (muqarinat).

· Hal-hal yang membatalkan salat (mubthilat).

Maksud dari pendahuluan-pendahuluan salat yaitu seorang pelaku salat harus menjaganya

sebelum melakukan salat.

Maksud dari amalan-amalan salat adalah hal-hal yang berkaitan dengan bacaan salat; dari

takbirotul ihrom sampai pembacaan salam.

Dan maksud dari hal-hal yang membatalkan salat yaitu apa saja yang berkaitan dengan segala

sesuatu yang bisa membatalkan salat.

Pendahuluan-pendahuluan Salat

Dari sekian masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku salat sebelum mengerjakan salat ialah

bersuci dan kesucian. Pelaku salat harus menyucikan badan dan pakaiannya dari najis. Untuk

bersuci dari najis dan cara menyucikan sesuatu yang najis diperlukan pengetahuan tentang najis.

Oleh kare-na itu, kami akan menjelaskan ihwal najis

Sebelum mengenal hal-hal yang najis, perhatikan sebuah kaidah umum dalam fikih Islam:

Apa saja yang di dalam ini adalah suci, kecuali sebelas benda najis dan apa saja yang bersentuhan dengannya

Benda-benda Najis:

1. Kencing.

2. Tinja.

3. Mani.

4. Bangkai.

5. Darah.

6. Anjing.

7. Babi.

8. Arak dan setiap cairan yangmemabukkan.

9. Fuqqa’; yaitu minuman yang dibuat dari bulir (seje-nis gandum).

10. Orang kafir.

11. Keringat unta pemakan tinja manusia.

Keterangan:

Kencing dan tinja manusia dan hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.

Hewan yang darahnya mengalir adalah hewan yang jika urat nadinya dipotong maka

darahnya memancur seperti: kucing dan tikus.

Manusia dan hewan yang darahnya mengalir seperti: kambing, maka air mani, bangkai dan

darah mereka najis.

Anjing dan babi yang hidup di darat adalah najis, tetapi anjing dan babi yang hidup di laut

tidak najis.

Kesucian (thaharah) berbeda dengan kebersihan. Demi-kian juga najis tidaklah sama dengan

kotor. Boleh jadi sesu-atu itu dianggap bersih, akan tetapi menurut hukum Islam, ia belum tentu

dinyatakan suci. Yang diinginkan oleh Islam adalah kesucian dan kebersihan. Artinya, seseorang

harus memperhatikan kesucian dan kebersihan diri, lingkungan dan kehidupannya. Dan

pelajaran kita ini berkaitan dengan kesucian.

Masalah:

1. Kencing dan tinja manusia dan seluruh hewan yang da-gingnya haram dan darahnya

mengalir adalah najis.[38]

2. Kencing dan tinja seluruh hewan yang halal dagingnya seperti: sapi, kambing dan seluruh

hewan yang darah-nya tidak mengalir seperti: ular dan ikan adalah suci.[39]

3. Kencing dan tinja seluruh hewan yang makruh da-gingnya seperti: kuda dan keledai adalah

suci.[40]

4. Tinja seluruh burung yang haram dagingnya seperti; gagak, adalah najis.[41] &[42]

Hukum Bangkai [43]

Mayat manusia, walaupun baru meninggal dunia dan ba-dannya belum dingin (selain

anggotanya yang tidak bernyawa—yakni mati—seperti: kuku, rambut dan gigi), seluruh

badannya najis, kecuali:[44]

1. Meninggal dunia di medan perang (syahid).

2. Sudah dimandikan (tiga kali mandi secara sempurna).

Bangkai Binatang

1. Bangkai hewan yang darahnya tidakmengalir seperti; ikan, adalah suci.

2. Bangkai hewan yang darahnya mengalir, maka ang-gota-anggota tubuhnya yang tidak

bernyawa (mati) seperti: bulu dan tanduk, adalah suci, sementara ang-gota-anggota

tubuhnya yang bernyawa (hidup) seperti daging dan kulit, adalah najis.[45]

Hukum Bangkai Binatang

1. Anjing dan babi; seluruh anggota badan mereka adalah najis.

2. Binatang-binatang selain anjing dan babi:

a. Yang darahnya memancur/mengalir:

· Anggota badannya yang hidup adalah najis.

· Anggota badannya yang mati adalah suci.

b. Yang darahnya tidak memancur/tidak mengalir; maka seluruh anggota badan mereka adalah suci.

Hukum-hukum Darah

1. Darah manusia dan darah setiap hewan yang darahnya mengalir adalah najis seperti; ayam

dan kambing.

2. Darah hewan yang darahnya tidak mengalir adalah suci seperti; ikan dan nyamuk.

3. Darah yang kadang-kadang ada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath

wajib, hendaknya tidak dimakan. Jika darah sudah bercampur dengan kuning telur sehingga

tidak tampak lagi, maka tidak ada larangan untukmemakan kuningnya.[46]

4. Darah yang keluar dari sela-sela gigi (gusi), jika sudah bercampur dengan air ludah dan tidak

tampak lagi, maka hukumnya suci, dan dengan demikian tidak ada larangan untuk menelan

air ludah tersebut.[47]

Kesimpulan Pelajaran

1. Untukmengerjakan salat, badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

2. Seluruh apa yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali 11 benda najis.

3. Jenazah manusia yang meninggal tidak di medan pe-rang dan belum dimandikan, maka

hukumnya najis kecuali anggota tubuhnya yang tak bernyawa (mati).

4. Bangkai anjing, babi dan anggota-anggota yang ber-nyawa (hidup) dari seluruh bangkai

hewan yang da-rahnya mengalir adalah najis.

5. Bangkai seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir, begitu juga anggota-anggota yang tak

bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah suci.

6. Seluruh hewan yang darahnya mengalir, maka darah mereka najis.

7. Darah yang berada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya

tidak dimakan kecuali jika sedikit sehingga ketika dikocok tidak tam-pak lagi.

8. Darah yang keluar dari sela-sela gigi, jika bercampur dengan air ludah dan tidak tampak lagi,

hukumnya suci dan tidak apa-apa menelannya.

Pertanyaan:

1. Apa hukum bangkai ular, kalajengking dan katak?

2. Apa hukum tinja keledai dan tinja burung gagak?

3. Apa hukumdarah yang tampak di mulut ketika meng-gosok gigi?

4. Manusia yang bagaimana sehingga badannya dihukumi suci tatkala meninggal dunia?

5. Apakah bulu kambing yang sudah mati bisa digunakan?

Pelajaran 4

BAGAIMANASESUATU YANGSUCI

BISAMENJADINAJIS?

Pada pelajaran yang lalu, telah dijelaskan bahwa semua yang ada di alam ini hukumnya suci,

kecuali sebagian kecil saja. Namun demikian, sesuatu yang suci bisa menjadi najis karena

bersentuhan dengan benda najis. Ini terjadi dengan syarat; salah satu dari keduanya (benda yang

suci atau benda yang najis) harus basah. Perlu ditambahkan, bahwa kebasahan salah satu dari

kedua benda itu telah berpindah ke yang lain.[48]

1. Jika benda yang suci bersentuhan dengan benda najis dan salah satu dari keduanya basah dan

mempengaruhi yang lain dengan kebasahannya, maka benda yang suci itu menjadi najis.

2. Kasus-kasus di bawah ini dihukumi suci:

· Tidak tahu pasti; apakah benda yang suci telah bersentuhan atau tidak dengan benda

najis.

· Tidak tahu pasti; benda yang suci dan benda najis itu basah atau tidak.

· Tidak tahu pasti; kebasahan salah satunya berpe-ngaruh dan berpindah kepada yang lain

atau tidak.[49]

Beberapa Masalah

1. Jika seseorang tidak tahu; benda yang tadinya suci telah menjadi najis atau belum, maka

hukumnya suci dan tidak wajib untuk memeriksanya, walaupun bisa dike-tahui kenajisannya

atau kesuciannya.[50]

2. Haram memakan dan meminum sesuatu yang najis.[51]

3. Jika seseorang melihat orang lain memakan sesuatu yang najis atau salat dengan baju yang

najis, dia tidak wajib memberitahukan kepadanya.[52]

Benda-benda yang Bisa Menyucikan

Bagaimana sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci? Semua yang terkena najis bisa kembali

suci dengan benda-benda penyuci. Benda-benda yang dapat menyucikan itu antara lain:

1. Air.

2. Tanah.

3. Sinar matahari.

4. Islam.

5. Hilangnya najis.[53]

Air bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Air banyak sekali macamnya. Mengetahui

macam-macam air sangat membantu kita untuk lebih mudah mempelajari masalah-masalah yang

berkaitan dengannya.

Macam-macam Air

1. Air mudhaf.

2. Air mutlaq:

· Air sumur

· Air mengalir

· Air hujan

· Air diam:

1. Kur (banyak).

2. Qalil (sedikit).

Air mudhaf adalah air yang diambil dan diperas dari sesuatu seperti; air apel dan air semangka,

atau air yang sudah bercampur sehingga tidak bisa dikatakan lagi bahwa itu air murni seperti:

sirup.

Dan air mutlaq yaitu air yang selain mudhaf.

Hukum-hukum Air Mudhaf

1. Tidak bisa menyucikan sesuatu yang najis (bukan ter-masuk benda yang bisa menyucikan).

2. Akan menjadi najis jika bersentuhan dengan benda najis, walaupun bau atau warna atau

rasanya tidak berubah, ataupun benda najis itu sedikit.

3. Berwudu dan mandi dengannya tidak sah.[54]

Macam-macam Air Mutlaq

Yaitu air yang keluar dari bumi, atau turun dari langit, atau tidak keluar dari bumi juga tidak

turun dari langit. Air yang turun dari langit disebut air hujan, dan air yang keluar dari bumi,

kalau dia bergerak disebut sebagai air mengalir, dan kalau dia tidak bergerak disebut sebagai air

sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit disebut sebagai air diam. Air

diam; kalau ukurannya banyak, maka disebut sebagai kur (banyak), dan kalau sedikit, dia disebut

sebagai qalil (sedikit).

Ukuran Air Kur (Banyak)[55]

1. Yaitu air yang berada dalam bak atau kolam yang ukurannya tiga jengkal setengah (kurang

lebih 70 cm panjang, lebar dan tingginya).[56]

2. Beratnya sekitar 377 hingga 419 kg.

Ukuran Air Qalil (Sedikit)

Air yang kurang dari kur disebut dengan air qalil. Hanya air mutlaq yang bisa menyucikan sesuatu

yang terkena najis. Boleh jadi air mudhaf bisa membersihkan kotoran, akan tetapi ia sama sekali

tidak akan bisa menyucikan najis.

Pada pelajaran yang akan datang, kita akan mengenal hukum-hukum air mutlaq dan cara-cara

bersuci dengannya.

Kesimpulan Pelajaran

1. Sesuatu yang bisa menyucikan bisa menyucikan semua benda yang terkena najis. Artinya,

tidak ada sesuatu yang terkena najis yang tidak bisa disucikan.

2. Sesuatu yang bisa menyucikan antara lain; air, tanah, sinar matahari, Islam dan hilangnya

benda najis.

3. Di antara yang bisa menyucikan adalah air, itu pun air mutlaq; bukan air mudhaf.

4. Air yang keluar dari bumi dan bergerak adalah air mengalir. Air yang keluar dari bumi dan

tidak bergerak adalah air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit

adalah air diam. Lalu, jika air yang diam itu banyak, dia disebut kur (banyak), dan jika sedikit,

dia disebut qalil (sedikit).

5. Jika berat air mencapai 377 hingga 419 kg, maka dia di-sebut air kur.

Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara air mutlaq dan air mudhaf?

2. Apa perbedaan antara air sumur dan air mengalir?

3. Hitunglah bak air yang panjangnya 25 jengkal, lebarnya 5 jengkal dan dalamnya 1 jengkal;

apakah mencapai kur atau tidak?

4. Seseorang yang kakinya basah dan menginjak karpet yang najis, akan tetapi dia tidak tahu

apakah kebasahan kakinya sampai pada karpet atau tidak, apakah kakinya dihukumi najis?

Pelajaran 5

HUKUM-HUKUMAIR

Air Qalil (Sedikit)

1. Jika air qalil bertemu dengan benda najis, maka ia men-jadi najis (misalnya, disiramkan ke

permukaan benda najis (atau benda yang ternajisi) atau benda yang najis bertemu

dengannya).[57]

2. Jika air qalil yang najis dan bercampur itu bersambung dengan air kur atau air mengalir, maka

ia menjadi suci. Misalnya, air qalil yang sudah najis diletakkan di bawah kran air yang

bersambung dengan sumber air kur, lalu kran air tersebut dibuka sehingga bercampur dengan

air qalil tersebut[58] .[59]

Air Kur, Air Mengalir, Air Sumur

1. Segala macam air mutlak selain air qalil, selama bau atau warna atau rasanya tidak berubah

karena benda najis, maka hukumnya suci. Dan jika bersentuhan dengan benda najis sehingga

bau atau warna atau rasanya ber-ubah, maka dihukumi najis. Air-air yang memiliki hu-kum

di atas tadi adalah air mengalir, air sumur, air kur, begitu juga air hujan.[60]

2. Hukum air ledeng yang bersambung dengan sumber air kur adalah seperti hukum air kur itu

sendiri.[61]

Ciri-ciri Air Hujan

1. Jika air hujan turun hanya sekali pada sesuatu yang najis yang sudah tidak ada benda najis

padanya,[62] maka sesuatu itu menjadi suci.

2. Jika air hujan turun pada karpet dan baju yang najis, karpet dan baju menjadi suci dan tidak

perlu diperas.[63]

3. Jika hujan turun pada tanah yang najis, maka tanah ini menjadi suci.

4. Mencuci sesuatu yang najis di genangan air hujan yang kurang dari satu kur, maka selama

hujan masih ber-langsung dan air genangan itu tidak berubah bau, warna atau rasanya,

hukum air itu adalah suci.[64]

Hukum-hukum Keraguan tentang Air

1. Air yang ukurannya tidak jelas; apakah air kur atau bukan; jika tersentuh najis, maka ia tidak

najis, akan tetapi tidakmemiliki hukum-hukum air kur.

2. Air yang ukuran sebelumnya adalah kur, tetapi sekarang diragukan; apakah sudah menjadi air

qalil atau belum, maka hukumnya adalah air kur.

3. Air yang tidak jelas; apakah suci atau najis, maka dihukumi suci.

4. Air yang sebelumnya suci lalu diragukan; apakah masih suci atau sudah najis, maka hukumnya suci.

5. Air yang sebelumnya najis lalu belum jelas; sudah kembali suci ataukah masih najis, maka dihukumi najis.

6. Air yang sebelumnya adalah air mutlak lalu tidak jelas; apakah sudah menjadi air mudhaf atau

masih air mutlak, maka dihukumi tetap sebagai air mutlak.[65]

Bagaimana Sesuatu yang Ternajisi Dapat

Kembali Suci dengan Air?

Air adalah sumber kehidupan dan penyuci kebanyakan hal-hal yang ternajisi. Air terhitung

sebagai penyuci yang digu-nakan oleh semua manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang,

mari kita belajar bagaimana sesuatu yang ternajisi bisa menjadi suci dengan air.

Penyucian Sesuatu yang Ternajisi [66]

1. Penyucian wadah:

· Dengan air kur: cukup dengan sekali siraman.

· Dengan air qalil: tiga kali siraman.

2. Penyucian selain wadah:

· Najis oleh air kencing:

- Dengan air kur: sekali.[67]

- Dengan air qalil: dua kali.

· Najis oleh selain kencing:

- Dengan air kur: sekali.

- Dengan air qalil: sekali.

Keterangan:

a. Untuk menyucikan sesuatu yang (terkena) najis, per-tama-tama hilangkan benda najisnya

kemudian cucilah sesuai dengan penjelasan di atas. Misalnya, wadah yang najis dan setelah

benda najisnya dihilangkan; jika dicuci di air kur, maka sekali cucian saja sudah cukup.

b. Karpet, pakaian atau apa saja yang semacamnya yang bisa menyerap air dan bisa diperas, jika

menyucikannya dengan air qalil, maka setiap kali disiram hendaknya diperas sehingga air

yang ada di dalamnya keluar, atau dengan cara apa saja sehingga air itu keluar. Bila menyucikannya

dengan air kur atau dengan air mengalir, maka berdasarkan ihtiyath wajib

hendaknya diperas sam-pai airnya keluar.[68]

c. Hukum air mengalir dan air sumur untuk menyucikan sesuatu yang najis adalah seperti

hukum air kur.

Masalah:

Cara menyucikan wadah yang najis adalah sebagai berikut:

· Dengan air kur: masukkan ke dalamnya lalu angkat.

· Dengan air qalil: penuhilah wadah dengan air sebanyak tiga kali lalu kosongkan. Atau

siramkan air ke wadah sebanyak tiga kali, dan setiap siraman digoyangkan sedemikian rupa

sehingga airnya sampai ke letak-letak wadah yang terkena najis kemudian buanglah airnya.

Kesimpulan Pelajaran

Bila air qalil bersentuhan dengan najis, ia menjadi najis.

Tentang air kur, air mengalir, air sumur, dan air hujan; jika bau, warna dan rasa mereka

berubah karena bersen-tuhan dengan najis, maka semua air inimenjadi najis.

3. Tentang seluruh air yang hukumnya sebagaimana hukum air kur; selama bau, warna dan rasa

mereka tidak berubah karena najis, maka hukum mereka adalah suci.

4. Air hujan bisa menyucikan, dan untuk karpet dan baju tidak perlu diperas. Dan selama bau,

warna dan rasanya tidak berubah karena najis, hukumnya adalah suci.

5. Tentang air yang tidak diketahui secara jelas; apakah air itu kur atau bukan; jika bersentuhan

dengan najis, maka ia tidak menjadi najis.

6. Air yang tidak diketahui secara jelas; apakah suci atau tidak, hukumnya adalah suci.

7. Air tidak diketahui, apakah air mutlak atau air mudhaf? Maka dihukumi air mutlak.

8. Seluruh barang yang najis (selain wadah) dengan sekali siraman menjadi suci, kecuali jika

najisnya lantaran ter-kena kencing, maka jika menyucikannya dengan air qalil, hendaknya

dicuci sebanyak dua kali.

9. Untuk menyucikan karpet dan pakaian dan semacam-nya, maka pada setiap siraman

hendaknya diperas atau dengan cara apa saja sehingga airnya keluar.

Pertanyaan:

1. Bagaimana air kur bisa menjadi najis?

2. Apakah hukum air hujan yang bergenang dalam sebuah genangan dan hujan itu sudah

berhenti seperti hukum air hujan yang sedang berlangsung?

3. Jika sumber air kadarnya lebih dari satu kur, lalu kita ragu apakah air yang ada di dalamnya

sebanyak satu kur atau tidak, apakah hukum air itu?

4. Bagaimana cara menyucikan pakaian najis karena ter-kena darah dengan memakai air qalil

atau air parit?

Pelajaran 6

CARAMENYUCIKAN TANAH

YANGNAJIS

Menyucikan Tanah [69]

1. Dengan air kur: pertama-tama, buanglah tanah yang ter-kena najis lalu siramkan air kur atau

alirkan air ke per-mukaannya sampai ke seluruh letak-letak najis.

2. Dengan air qalil:

a. Kalaulah permukaan tanah itu membuat air tidak bisa mengalir di atasnya (yakni tanah

itu menyerap air), maka tanah tidak bisa suci dengan air qalil.[70]

b. Jika air bisa mengalir di atas tanah, maka hanya per-mukaan yang dialiri air saja menjadi

suci.

Beberapa Masalah

1. Dinding yang najis bisa menjadi suci seperti halnya per-mukaan tanah.[71]

2. Dalam menyucikan permukaan tanah, jika air itu meng-alir dan masuk ke dalam sumur, atau

air itu mengalir ke tempat lain, maka seluruh permukaan tanah yang dialiri air tersebut

menjadi suci.

Tanah

1. Jika telapak kaki atau bawah sepatu berjalan dalam keadaan najis, dan karena bersentuhan

dengan tanah sehingga benda najisnya hilang, maka ia menjadi suci. Dengan demikian, tanah

adalah penyuci telapak kaki dan bawah sepatu, akan tetapi harus memenuhi bebe-rapa syarat:

a. Hendaknya tanah itu suci.

b. Hendaknya tanah itu kering (tidak basah).

c. Tanah penyuci dapat berupa tanah, pasir, batu, pa-ving dan sebagainya.[72]

Masalah: bila persentuhan telapak kaki atau bawah sepatu dengan tanah dapat menghilangkan

benda najisnya, maka ia menjadi suci. Akan tetapi, sebaiknya berjalan minimal sam-pai lima belas

langkah.[73]

Sinar Matahari

Sinar matahari—dengan syarat-syaratnya yang akan dise-butkan—dapat menyucikan bendabenda

seperti:

1. Tanah.

2. Bangunan dan bagian-bagiannya, seperti pintu dan jendela.

3. Pohon dan tumbuhan.[74]

Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci

 

1. Benda yang terkena najis hendaknya masih basah; sede-mikian rupa sehingga benda lain akan

basah seketika bersentuhan dengannya.

2. Benda yang terkena najis menjadi kering karena sinar matahari. Bila benda itu tetap basah

atau lembab, maka ia belumlah suci.

3. Hendaknya tidak ada penghalang yang menghalau sinar matahari seperti awan atau gorden,

kecuali jika sangat tipis dan tidak sampaimenghalau sinarnya.

4. Benda yang terkena najis itu menjadi kering semata-mata akibat sinar matahari. Artinya, tidak

dibantu oleh angin, misalnya.

5. Ketika sinar matahari memancar, hendaknya benda najis sudah tidak ada pada benda yang

ternajisi.[75] Bila benda najis itu masih ada padanya, maka sebelum terkena sinar matahari,

hendaknya benda najis tersebut dihi-langkan terlebih dahulu darinya.

6. Bagian luar dan dalam dinding atau tanah hendaknya kering sekaligus. Jadi, bila pada hari ini

bagian luarnya kering namun pada esok hari, bagian dalamnya baru kering, maka yang suci

pada hari ini adalah bagian luarnya saja.

Masalah:

jika tanah dan sebagainya terkena najis akan tetapi tidak basah, maka siramkanlah

sedikit air atau sesuatu yang bisa membasahinya ke atasnya, dan untuk menyucikannya biarkan

sinar matahari mengena padanya.[76]

Islam

Jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat, dia menjadi Muslim, dan dengan demikian,

seluruh badannya menjadi suci. Kalimat syahadat adalah seperti di bawah ini:

اَشْه د اَنْ لاَ اِله اِلَّا اللهُ و اَشْه د اَنَّ م ح م د ا ر س و لُ الله   [77]

( Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muham-madan rasulullah)

Hilangnya Benda Najis

Pada dua perkara di bawah ini, sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci dengan hilangnya

benda najis dan tidakmemerlukan siraman air, yaitu:

1. Anggota badan binatang. Misalnya, tatkala seekor ayam memakan benda najis; patuknya

menjadi suci seketika hilangnya benda najis darinya.

2. Bagian-bagian dalam badan manusia seperti; bagian dalam mulut, hidung dan telinga.

Misalnya, ketika menggosok gigi, darah keluar dari gusi. Bila air ludah tidak berwarna darah,

maka mulut itu suci dan tidak perlu membasuhnya.[78]

Kesimpulan Pelajaran

1. Tanah yang tidak bisa dialiri air tidak dapat disucikan dengan air qalil.

2. Jika menyucikan tanah dengan air qalil, permukaan yang dialiri air saja menjadi suci, adapun

permukaan yang digenangi air adalah najis.

3. Telapak kaki dan bawah sepatu yang najis dapat men-jadi suci hanya dengan berjalan di atas

tanah lalu benda najisnya hilang.

4. Sinar matahari dengan syarat-syaratnya bisa menyuci-kan tanah, bangunan, pohon dan

tumbuhan.

5. Jika orang kafir menjadimuslim, maka dia menjadi suci.

6. Bagian dalam mulut dan hidung menjadi suci dan tidak perlu dibasuh hanya dengan

hilangnya najis dari bagi-an-bagian dalam tersebut

Pertanyaan:

1. Sebagian dari dinding rumah ternajisi. Jelaskan bagai-mana cara menyucikannya!

2. Bawah sepatu terkena lumpur yang najis. Bagaimana ia bisa menjadi suci dengan hanya

berjalan kaki?

3. Apakah sinar matahari bisa menyucikan kayu, gandum dan padi?

4. Bisakah menjadi suci; jika orang kafir membaca dua kali-mat syahadat dengan bahasa

Indonesia atau Inggris?

Pelajaran 7

WUDU

Setelah belajar mukadimah salat yang paling awal, yaitu penyucian badan dan pakaian dari halhal

najis, kita akan menjelaskan mukadimah kedua, yaitu wudu. Sebelum mela-kukan salat,

hendaknya pelaku salat berwudu dan memper-siapkan dirinya untuk menunaikan ibadah yang

agung ini. Bahkan pada keadaan tertentu, diwajibkan mandi terlebih dahulu; artinya membasuh

seluruh badan. Bila tidak bisa wudu atau mandi, dia harus melakukan amalan pengganti, yaitu

tayamum sebagaimana akan diterangkan hukumnya masing-masing pada pelajaran ini dan

pelajaran yang akan datang.

Cara Berwudu

Untuk berwudu, mula-mula membasuh wajah lalu memba-suh tangan kanan kemudian tangan

kiri. Setelah membasuh ketiga anggota ini, segera mengusap kepala dengan air dari basuhan yang

tersisa di telapak tangan. Yakni, usapkan telapak tangan kanan pada kepala dan lanjutkan dengan

mengusap kaki kanan, dan akhirnya usaplah kaki kiri de-ngan air yang tersisa di tangan kiri.

Untuk lebih detail, kini perhatikan penjelasan amalan-amalan wudu di bawah ini:

Amalan-amalan Wudu [79]

1. Membasuh:

a. Wajah: ukuran panjangnya dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, dan ukuran

lebarnya antara ujung ibu jari sampai ujung jari tengah. Ini bisa dila-kukan dengan

meletakkan telapak tangan di tengah-tengah muka.

b. Tangan kanan: dari siku sampai ujung jari.

c. Tangan kiri: dari siku sampai ujung jari.

2. Mengusap:

a. Kepala: bagian depan di atas dahi.

b. Kaki kanan: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.[80]

c. Kaki kiri: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.

Keterangan Amalan-amalan Wudu

Membasuh

1. Ukuran wajib dalam membasuh wajah dan kedua tangan adalah sebagaimana di atas. Akan

tetapi, untuk lebih yakin, basuhlah yang wajib dan basuhlah sedikit sekitarnya.[81]

2. Berdasarkan ihtiyath wajib,[82] membasuh wajah hendak-nya dari atas ke bawah. Bila membasuh

wajah dilakukan sebaliknya, maka wudu tidaklah sah.[83]

Mengusap

Mengusap Kepala

1. Letak usapan: sebagian dari kepala yang berada di atas dahi (kepala bagian depan).

2. Ukuran wajibnya usapan: sekadarnya sudah cukup (yakni, sekadar orang dapat melihatnya

dan mengata-kan bahwa ia telah mengusap kepalanya).

3. Ukuran sunahnya usapan: selebar tiga jari rapat dan sepanjang satu jari.

4. Boleh mengusap dengan tangan kiri.[84]

5. Mengusap tidak harus sampai kulit kepala, bahkan mengusap rambut di bagian depan kepala

sudah sah, kecuali jika rambutnya begitu panjang sehingga ketika di sisir mengurai ke arah

wajah, maka pada kondisi demikian ini hendaknya mengusap kulit kepala atau pangkal rambut.

6. Mengusap rambut di selain letak yang ditentukan itu tidak sah, sekalipun rambut itu dikumpulkan di atas letak pengusapan kepala.[85]

Mengusap Kaki

1. Letak usapan: punggung kaki.

2. Ukuran wajibnya usapan: punggung kaki dari ujung jari sampai tonjolannya.[86] Lebarnya:

sekedarnya sudah cukup walaupun selebar satu jari.

3. Ukuran sunahnya usapan: seluruh punggung kaki (dari ujung jari kaki sampai pergelangannya).

4. Usaplah kaki kanan terlebih dahulu sebelum mengusap kaki kiri.[87] Akan tetapi, tidak harus mengusap kaki kanan dengan tangan kanan dan kaki kiri dengan tangan kiri.[88]

Hukum-hukum yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki

1. Dalam mengusap kepala dan kaki, tanganlah yang harus bergerak. Bila tangan tidak bergerak

namun kepala atau kaki yang bergerak, maka wudunya tidak sah. Namun, ketika tangan

sedangmembasuh dan kepala atau kaki sedikit bergerak, demikian ini tidak apa-apa.[89]

2. Jika untuk mengusap tidak ada sisa air di telapak ta-ngan, maka tidak boleh membasah

tangan dengan air lain, akan tetapi harus mengambil air yang tersisa dari anggota wudu

lainnya.[90]

3. Ukuran air di tangan adalah sekadar berpengaruh untuk mengusap basah kepala dan kaki.[91]

4. Letak usapan (kepala dan punggung kaki) hendaknya kering. Oleh karenanya,  bila letak

usapan itu basah, hen-daknya dikeringkan terlebih dahulu. Akan tetapi, jika basahnya sedikit

sekali sehingga tidak sampai meng-halangi pengaruh basahnya tangan pada letak usapan,

maka tidak apa-apa.[92]

5. Hendaknya antara tangan dan kepala atau kaki tidak ada penghalang seperti jilbab, topi atau

kaos kaki dan sepatu, walaupun tipis sekali, sehingga air usapan bisa sampai pada kulit

usapan (kecuali bila terpaksa).[93]

6. Letak usapan harus suci. Oleh karena itu, jika letak usapan najis dan tidak mungkin untuk

disucikan, maka hendaknya bertayamum.[94]

Kesimpulan Pelajaran

1. Wudu yaitu membasuh wajah dan tangan dan mengu-sap kepala dan kaki dengan syaratsyarat

yang akan datang.

2. Berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya wajah dan kedua tangan dibasuh dari atas ke bawah.

3. Dalam berwudu, setelah membasuh wajah dan kedua tangan, harus mengusap kepala bagian

depan dan pung-gung kedua kaki.

4. Ukuran wajibnya mengusap kepala adalah sekadar da-pat dikatakan bahwa pewudu telah

mengusap kepala.

5. Mengusap kepala harus pada kepala bagian depan di atas dahi.

6. Mengusap punggung kedua kaki sekedarnya saja sudah cukup, walaupun lebarnya hanya

satu jari, tetapi ukuran panjangnya yang harus diusap ialah dari ujung jari sam-pai tonjolan

punggung kaki.

7. Dalam mengusap hendaknya:

a. Tangan yang ditarik bergerak.

b. Letak usapan suci.

c. Tidak ada penghalang di antara tangan dan letak usapan.

Pertanyaan:

1. Sebutkan cara-cara wudu!

2. Seseorang menyisir rambut sampingnya ke bagian de-pan kepala. Apakah kewajiban pelaku

wudu ketika dia harus mengusap kepala?

3. Jelaskan empat darimasalah-masalah yang sama dalam mengusap kepala dan kaki!

4. Apakah boleh mengusap kepala dalam keadaan ber-jalan?

5. Apakah boleh mengusap kaos kaki atau sepatu jika udara dingin sekali?

6. Jelaskan ukuran wajib dan sunahnya mengusap kepala dan punggung kedua kaki!


3

4

5

6

7

8

9

10

11

12