BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula16%

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 50 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 17218 / Download: 4404
Ukuran Ukuran Ukuran
BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Pelajaran 13

WAKTU SALAT

Setelah belajar masalah-masalah kesucian, sedikit demi sedikit kita siap untuk melaksanakan

salat. Untuk mengenal masalah-masalah dan hukum salat, pertama-tama perlu kita ketahui

bahwa salat ada yang wajib dan ada yang sunah.

Salat wajib ada dua macam; macam pertama adalah salat wajib harian, dimana setiap hari

harus dikerjakan pada waktu-waktu tertentu, dan macam kedua adalah salat wajib yang

terkadang hukum wajibnya ini lantaran sebab-sebab tertentu dan bukan termasuk kewajiban

harian. Untuk mengenal salat-salat wajib perhatikan susunan di bawah ini:

Macam-macam Salat:

· Salat wajib:

a. Wajib harian:

1. Salat Subuh.

2. Salat Zuhur.

3. Salat Asar.

4. Salat Maghrib.

5. Salat Isya.

b. Wajib sewaktu-waktu:

1. Salat Ayat.

2. Salat Tawaf wajib.

3. Salat Jenazah (salat mayat).

4. Salat qodho ayah yang terbebankan ke atas anak laki-laki terbesar.

5. Salat-salat wajib karena nazar.

· Salat sunah; banyak sekali macamnya.[179]

Waktu Salat Harian

Salat harian ada lima macam, dan seluruhnya berjumlah tujuh belas rakaat:

1. Salat Subuh: dua rakaat.

2. Salat Zuhur: empat rakaat.

3. Salat Asar: empat rakaat.

4. SalatMaghrib: tiga rakaat.

5. Salat Isya: empat rakaat.

Sekaitan dengan salat harian ini, pertanyaan yang paling awal muncul ialah kapan salat-salat ini

harus dilaksanakan?

Jawab:

§ Waktu salat Subuh: dari azan Subuh sampai ter-bitnya matahari.

§ Waktu salat Zuhur dan salat Asar: dari waktu zuhur syar’i sampai Maghrib.

§ Waktu salat Maghrib dan salat Isya: dari Maghrib sampai pertengahan malam.[180]

Berikut ini waktu-waktu salat harian:

Keterangan:

Waktu Subuh

Menjelang azan Subuh, terdapat

cahaya putih dari arah timur dan

bergerak ke atas, ia disebut dengan

fajar awal. Dan tatkala cahaya putih

itu melebar disebut dengan fajar

kedua, dan ketika itulah tiba waktu

salat Subuh.[181]

Waktu Zuhur

Jika kita tancapkan sebatang kayu

atau sejenisnya di atas tanah secara tegak, dan bayangan kayu itu sampai pada ukuran yang

paling pendek lalu mulai bertambah panjang, ketika itulah mulai waktu zuhur syar’i dan telah

tiba waktu salat Zuhur.[182]

Waktu Maghrib

Maghrib adalah ketika hilangnya mega merah di langit bagian timur, dan biasanya muncul

setelah terbenamnya matahari.[183] [184]

Waktu Pertengahan Malam

Jika kita membagi-dua rentang waktu antara terbenamnya matahari dan azan Subuh,[185] maka titik

tengahnya adalah waktu pertengahan malam sekaligus sebagai akhir waktu salat Isya.[186] [187]

Hukum-hukum Waktu Salat

1. Selain salat harian atau salat sewaktu-waktu tidak memiliki waktu tertentu, tetapi waktu

pelaksanaannya tergantung pada sebab wajibnya salat tersebut. Misal-nya, salat Ayat

tergantung pada terjadinya gempa, atau gerhana matahari, atau gerhana bulan, atau suatu

peris-tiwa alam yang masih berlangsung. Atau salat Jenazah menjadi wajib ketika ada seorang

muslim yangmening-gal dunia, dan penjelasannya akan tiba secara terinci pada saatnya nanti.

2. Jika seluruh salat (dari rakaat pertama sampai terakhir) dikerjakan sebelum waktunya atau

sengaja dimulai sebelum waktunya maka hukumnya batal.[188]

3. Sunah mengerjakan salat di awal waktunya; semakin dekat dengan awal waktu semakin lebih

baik, kecuali jika mengakhirkannya karena sebab yang lebih utama seperti: menunggu sejenak

karena hendakmengerjakan salat secara berjamaah.[189]

4. Jika waktu salat sempit sehingga dengan mengerjakan sunah-sunah salat, sebagian dari salat

dikerjakan di luar waktunya, maka tidak usah mengerjakan sunah-sunah salat. Misalnya, jika

membaca qunut akan menghabiskan waktu salatnya, maka tidak usah membaca qunut.[190]

Kesimpulan Pelajaran

1. Salat wajib ada dua macam:

a. Salat wajib harian.

b. Salat wajib sewaktu-waktu.

2. Salat wajib harian yaitu salat Subuh, salat Zuhur, salat Asar, salatMaghrib, dan salat Isya.

3. Salat wajib sewaktu-waktu yaitu salat Ayat, salat Tawaf, salat Jenazah, salat qodho ayah yang

telah meninggal dan menjadi kewajiban anak laki-laki yang paling besar, dan salat Nazar.

4. Waktu salat harian adalah sebagai berikut:

§ Waktu salat Subuh: mulai dari azan Subuh sampai terbitnya matahari.

§ Waktu salat Zuhur dan Asar: mulai dari zuhur syar’i sampaiMaghrib.

§ Waktu salat Maghrib dan Isya: mulai dariMaghrib sampai pertengahan malam.

5. Waktu azan Subuh dan permulaan waktu salat Subuh adalah saat munculnya fajar kedua.

6. Tatkala bayangan suatu benda lurus yang ditegakkan di atas tanah sampai pada ukuran yang

paling pendek lalu mulai bertambah panjang, maka ketika itulah waktu zuhur syar’i tiba.

7. Setelah terbenamnya matahari lalu megah merah di langit bagian timur menghilang, ketika

itulah waktuMaghrib tiba.

8. Jika renggang waktu antara terbenamnya matahari dan azan subuh dibagi dua, maka titik

tengah pembagian ini adalah pertengahan malam dan habisnya waktu salat Isya.

9. Salat yang dikerjakan secara keseluruhan sebelum wak-tunya adalah batal.

10. Salat ada’an adalah salat yang dikerjakan pada waktu-nya, dan salat qodho adalah salat yang

dikerjakan selepas waktunya.

Pertanyaan:

1. Jelaskan perbedaan antara salat wajib dan salat sunah!

2. Sebutkan nama-nama salat yang harus dikerjakan pada malam hari!

3. Sebutkan dua contoh sebab wajibnya salat Ayat!

4. Tentukan waktu Zuhur syar’i untuk hari ini dengan menancapkan kayu di atas tanah!

5. Jika terbenamnya matahari jatuh pada pukul 06:15 dan azan subuh jatuh pada pukul 04:15,

lalu pukul berapa-kah pertengahan malam pada malam ini?

6. Untuk menentukan Maghrib (permulaan waktu Magh-rib), apakah kita harus melihat ke

timur atau ke barat?

Pelajaran 14

KIBLAT DAN PAKAIAN SALAT

KIBLAT

1. Ka’bah yang berada di kota Mekkah dan di dalam Masjidil Haram adalah kiblat, dan pelaku

salat harus melaksanakan salat dengan menghadap ke sana.

2. Orang yang berada di luar kota Mekkah dan berada jauh darinya; sekiranya berdiri dan bisa

dikatakan bahwa salatnya menghadap kiblat, maka demikian ini sudah cukup.[191]

PAKAIAN SALAT

Salah satu masalah yang harus diperhatikan sebelum salat adalah pakaian. Nah, kini mari kita

menyimak ukuran pa-kaian dan syarat-syaratnya.

Ukuran Pakaian

1. Laki-laki; harus menutup aurat,[192] dan akan lebih baik bila menutupnya mulai dari pusar

sampai lutut.

2. Perempuan; harus menutupi seluruh badan kecuali:

a. Tangan sampai pergelangan.

b. Kaki sampai pergelangan.

c. Wajah sebatas yang harus dibasuh dalam wudu.[193]

3. Perempuan tidak diwajibkan dalam salatnya untuk me-nutup kedua tangan dan kedua kaki

serta wajah sebatas yang tersebut di atas tadi, walaupun menutu-pinya juga tidak apa-apa.[194]

4. Syarat-syarat pakaian salat adalah sebagai berikut:

a. Suci (tidak najis).

b. Mubah (bukan barang ghasab).

c. Bukan bagian dari anggota bangkai,[195] misalnya bukan dari kulit hewan yang disembelih

tidak atas dasar syariat islam, walaupun sekadar ikat pinggang dan topi.

d. Bukan dari hewan yang dagingnya haram, misalnya dari kulit macan atau babi.

e. Jika pelaku salat adalah laki-laki, dia tidak boleh memakai pakaian yang terbuat dari

tenunan emas dan sutera asli.

Di antara syarat-syarat di atas, syarat pertama (pakaian harus suci dan tidak najis) mungkin sekali

menjadi masalah bagi siapa saja, karena jarang ada orang melakukan salat dengan pakaian ghasab

atau pakaian dari bagian tubuh bangkai. Oleh karena itu, berikutnya kami akan mene-rangkan

syarat pertama. Hanya saja perlu ditegaskan di sini bahwa selain pakaian, badan pelaku salat juga

harus suci.

Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian yang najis adalah batal:

1. Sengaja salat dengan badan atau pakaian najis. Yakni, sekalipun tahu bahwa badan atau

pakaiannya najis, dia tetap salat dalam kondisi demikian.[196]

2. Memandang remeh belajar masalah-masalah atau hu-kum-hukum fikih[197] sehingga dia salat

dengan badan atau pakaian najis karena tidak tahu hukumnya.[198]

3. Dia tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, lalu lupa sehingga melakukan salat dengan

badan atau pakaian najis.[199]

Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian yang

najis adalah sah:

1. Dia tidak tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, seusai salat dia baru tahu kalau badan

atau pakaiannya itu najis.[200]

2. Badan atau pakaiannya najis karena luka yang ada pada badannya dan sulit untuk membasuh

atau menggan-tinya.[201]

3. Badan atau pakaiannya najis karena darah, akan tetapi ukuran bercak darah di pakaian itu

kurang dari uang logam satu dirham.[202] [203]

4. Dia terpaksa melakukan salat dengan badan atau pa-kaian najis, misalnya tidak ada air untuk

bersuci.[204]

Beberapa Masalah

1. Jika pakaian-pakaian kecil pelaku salat najis seperti: sarung tangan, kaos kaki atau sapu

tangan kecil yang najis di sakunya; maka selama bukan dari anggota bangkai atau binatang

yang haram dagingnya tidaklah apa-apa.[205]

2. Memakai jubah, baju putih dan pakaian yang paling bersih dan memakai wangi-wangian

serta cincin ‘aqiq dalam salat adalah sunah.[206]

3. Memakai pakaian hitam, kotor, ketat dan pakaian yang bergambar wajah serta terbukanya

kancing-kancing pakaian adalah makruh.[207]

Kesimpulan Pelajaran

1. Ka’bah yang berada di dalam Masjidil Haram di kota Mekkah adalah kiblat, dan pelaku salat

harus melaku-kan salat dengan menghadap ke sana.

2. Sekiranya pelaku salat berdiri dan bisa dikatakan bahwa dia sedang melakukan salat dengan

menghadap kiblat, demikian ini sudah cukup.

3. Laki-laki dalam salatnya harus menutup aurat, dan akan lebih baik bila dia menutupnya

mulai dari pusar sampai lutut.

4. Perempuan dalam salat harus menutup seluruh badan kecuali wajah dan kedua tangan

sampai pergelangan dan kedua kaki sampai pergelangan.

5. Badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

6. Pakaian pelaku salat harus mubah dan bukan dari ang-gota bangkai dan hewan yang haram

dagingnya.

7. Jika seseroang sebelumnya tidak tahu kalau badan atau pakaiannya najis, lalu seusai salat dia

baru tahu demi-kian, maka salatnya sah.

8. Jika dia sebelumnya tahu bahwa badan atau pakaiannya najis kemudian lupa sehingga dia

melakukan salat de-ngan badan atau pakaian najis tersebut, maka salatnya batal.

Pertanyaan:

1. Apa syarat-syarat bagi pakaian pelaku salat?

2. Apa hukum salat seseorang yang baru tahu—seusai salat—bahwa pakaiannya najis?

3. Dalam kondisi apakah seseorang bisa melakukan salat secara sah sekalipun dia tahu bahwa

pakaiannya najis?

4. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang di tengah-tengah salatnya tahu bahwa

pakaiannya najis?

5. Berikan tiga contoh untuk keadaan terpaksa yang karenanya salat tetap sah meskipun dengan

badan atau pakaian najis!

Pelajaran 15

TEMPAT SALAT,AZAN

DAN IQOMAH

TEMPAT SALAT

Syarat-syarat Tempat Salat

1. Harus mubah (bukan hasil rampasan—ghasab).

2. Tidak bergerak (seperti: di dalam kendaraan, maka tidak boleh dalam keadaan bergerak).

3. Tidak sempit dan atapnya tidak pendek sehingga ia bisa berdiri dan rukuk serta sujud dengan

sempurna.

4. Tempat dahi (ketika sujud) harus suci.

5. Jika tempat salat najis, kadar basahnya tidak sampai ber-pengaruh pada badan atau pakaian

pelaku salat.

6. Tempat dahi (ketika sujud) tidak boleh lebih rendah atau lebih tinggi—selebar empat jari

rapat—dari tempat kedua lutut, dan berdasarkan ihtiyath wajib dari tempat jari-jari kaki.[208] .[209]

Hukum Tempat Salat

1. Tidak sah salat di tempat ghasab (seperti: masuk rumah orang lain tanpa izin pemiliknya).[210]

2. Terpaksa salat di tempat yang bergerak—seperti: kereta api dan pesawat—begitu juga di

tempat yang atapnya pendek atau ruangnya sempit—seperti: parit pertahanan dan tempat

yang tidak rata—tidaklah apa-apa.[211]

3. Seseorang harus menjaga tata krama dan tidak mela-kukan salat lebih depan dari makam

Rasulullah saw.[212] .[213]

4. Adalah sunah bila seseorang mengerjakan salatnya di masjid. Dalam Islam, banyak anjuran

sekaitan dengan masalah ini.[214]

5. Dari masalah-masalah yang tercantum di bawah ini, kita akan memahami pentingnya hadir di

masjid dan salat di dalamnya:

a. Sering pergi ke masjid adalah sunah.

b. sunah Pergi ke masjid yang tidak ada jemaahnya.

c. Tetangga masjid yang tidak punya uzur; jika dia melakukan salat di selain masjid tersebut,

maka hukum salatnya adalah makruh.

d. Disunahkan tidak melakukan hal-hal di bawah ini dengan orang yang tidak mau hadir di

masjid:

§ Makan bersama.

§ Memusyawarahkan suatu urusan dengannya.

§ Bertetangga dengannya.

§ Menikah dengan anggota keluarganya.

§ Menerimanya sebagai menantu.[215] .[216]

AZAN DAN IQOMAH

Persiapan Salat

Setelah belajar masalah-masalah wudu, mandi, tayamum, waktu salat, pakaian dan tempat salat,

kini tiba saatnya persiapan kita untukmemulai salat.

1. Sebelum mengerjakan salat harian, sunah bagi seseorang untuk mengumandangkan azan

kemudian membaca iqomah, setelah itu dia memulai salat.[217]

Azan

Allahu akbar (4kali).

Asyhadu alla ilaha illallah ( 2 kali).

Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah (2 kali).

Hayya ‘alash sholah ( 2 kali).

Hayya ‘alal falah ( 2 kali).

Hayya ‘ala khoiril ‘amal ( 2 kali).

Allahu akbar ( 2 kali).

La ilaha illallah ( 2 kali).

Iqomah

Allahu akbar ( 2 kali).

Asyhadu alla ilaha illallah ( 2 kali).

Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah ( 2 kali).

Hayya ‘alash sholah ( 2 kali).

Hayya ‘alal falah ( 2 kali).

Hayya ‘ala khoiril ‘amal ( 2 kali).

Allahu akbar (2 kali).

La ilaha illallah ( 1 kali).

2. Kalimat “Asyhadu anna ‘Aliyyah waliyyullah” bukanlah bagian dari azan,

akan tetapi kalimat ini menjadi baik jika dibaca dengan niat mendekatkan diri kepada Allah

Swt., yaitu tepatnya setelah kalimat “Asyahadu anna Muhammadar Rosulullah”[218]

Hukum-hukum Azan dan Iqomah

1. Azan dan iqomah harus dibaca setelah tibanya waktu salat. Jika azan dan iqomah dibaca sebelum waktunya, maka tidak sah.[219]

2. Iqomah harus dibaca setelah pembacaan azan, dan tidak sah jika dibaca sebelumnya.[220]

3. Tidak boleh ada tenggat waktu yang lama di antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya

pada azan dan iqomah. Jika tenggat waktu di antara mereka lebih dari yang sewajarnya,

maka harus diulang pembacaannya.[221]

4. Jika azan telah dibacakan untuk salat berjamaah, maka orang yang mau ikut salat berjamaah

dengan jamaah ini tidak boleh membaca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.[222]

5. Tidak ada azan dan iqomah untuk salat sunah.[223]

6. Pada hari pertama kelahiran bayi, disunahkan untuk membaca azan di telinga kanannya dan

iqomah di telinga kirinya.[224]

7. Adalah sunah memilih muazin dari orang yang saleh, tahu waktu dan bersuara keras.

Kesimpulan Pelajaran

1. Tempat salat hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Mubah.

b. Tidak bergerak.

c. Ruangnya tidak sempit dan atapnya tidak pendek.

d. Tempat sujud untuk dahi harus suci.

e. Tidak rendah, juga tidak tinggi.

f. Jika tempat salat najis, jangan sampai basahannya berpengaruh pada badan atau

pakaian pelaku sa-lat.

2. Hukum salat di tempat ghasab adalah tidak sah.

3. Dalam keadaan terpaksa, boleh melakukan salat di tem-pat yang bergerak, di raung yang

atapnya pendek dan di dataran yang tinggi atau yang rendah.

4. Adalah sunah bila seseorangmengerjakan salatnya di masjid.

5. Adalah sunah bila seseorang tidak melakukan hal-hal berikut ini dengan orang yang tidak

mau hadir di masjid; makan bersama dengannya, bertetangga de-ngannya,

memusyawarahkan urusan kerja dengannya, menikah dengan salah satu keluarganya, dan

meneri-manya sebagai menantu.

6. Adalah sunah bila sebelum salat, membaca azan kemu-dian iqomah, setelah itu memulai salat.

7. Iqomah harus dibaca setelah azan.

8. Seseorang yang mau ikut salat berjamaah; jika azan dan iqomah sudah dibacakan, maka dia

tidak perlu mem-baca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.

9. Adalah sunah bila membaca azan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kiri bayi pada

hari pertama dari kelahirannya.

Pertanyaan:

1. Apa hukum salat di atas karpet yang najis?

2. Apakah kita boleh melakukan salat di atas sejadah yang digelar oleh orang lain untuk dirinya

sendiri? Mengapa?

3. Apa perbedaan antara azan dan iqomah?

4. hal-hal apa saja yang disunahkan untuk kita lakukan terhadap orang yang tidak mau hadir di

masjid?

Pelajaran 16

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN

SALAT (1)

Pendahuluan

1. Salat dimulai dengan bacaan “Allahu akbar” dan diakhiri dengan salam.

2. Amalan apa saja yang dilakukan dalam salat; ada yang wajib dan ada yang sunah.

3. Kewajiban-kewajiban atau apa saja yang wajib dalam salat ada sebelas; sebagiannya rukun

salat, dan sebagian lainnya bukan rukun salat.

Kewajiban-kewajiban Salat[225]

1. Rukun salat:

a. Niat.

b. Berdiri.

c. Takbiratul ihram.

d. Rukuk.

e. Sujud.

2. Bukan-rukun salat:

a. Bacaan.

b. Zikir.

c. Tasyahud.

d. Salam.

e. Tertib.

f. Muwalat.

Perbedaan Rukun dengan Bukan Rukun

Rukun-rukun salat termasuk bagian utama dari salat, yang jika dikerjakan secara kurang atau

lebih, walaupun karena lupa, maka salatnya batal. Kewajiban-kewajiban salat yang bukan rukun,

walaupun harus dikerjakan, namun jika ter-jadi kekurangan atau kelebihan di dalamnya karena

lupa, salatnya tidaklah batal.[226]

Kini saatnya kita mempelajari kewajiban-kewajiban sa-lat, satu persatu:

NIAT

1. Dari awal sampai akhir salat, seseorang harus sadar; salat apa yang sedang dikerjakannya,

dan dia mengerja-kannya dalam rangka menunaikan perintah Allah Swt.[227]

2. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata. Akan te-tapi kalaupun diucapkan, tidaklah apaapa.[228]

3. Salat harus jauh dari segala bentuk riya dan unjuk diri. Yakni, salat dikerjakan hanya untuk menunaikan perin-tah ilahi. Jika seluruh atau sebagian dari salat dikerjakan karena selain

Allah, maka salatnya batal.[229] [230]

* * *

TAKBIROTUL IHROM

Sebagaimana yang telah diterangkan, salat dimulai dengan bacaan ‘Allahu akbar”

Bacaan ini disebut dengan takbirotul ihrom. Karena takbir inilah banyak pekerjaan yang

sebelumnya boleh dikerjakan menjadi haram bagi pelaku salat seperti: makan, minum, tertawa

dan menangis.

Kewajiban-kewajiban Takbirotul Ihrom

1. Dibaca dengan bahasa Arab secara benar.

2. Ketika membacanya, badan harus tenang.

3. Tidak boleh dibaca pelan sekali. Yakni, sekiranya tidak ada kendala, pelaku salat dapat

mendengarnya sendiri.

4. Berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh disambung de-ngan bacaan sebelumnya.[231]

* * *

BERDIRI

Berdiri adalah bagian dari rukun salat. Jika ditinggalkan, salat menjadi batal. Akan tetapi bagi

orang-orang yang tidak mampu berdiri, tugas mereka akan diterangkan pada masalah-masalah

yang akan datang.

Macam-macam Berdiri

1. Rukun:

a. Berdiri ketika takbirotul ihrom.

b. Berdiri sebelum rukuk.[232]

2. Bukan rukun:

a. Berdiri ketika membaca surah.

b. Berdiri setelah rukuk.

Hukum-hukum Berdiri

1. Sebelum dan sesudah membaca takbirotul ihrom, pelaku salat wajib berdiri, supaya yakin

bahwa takbir tersebut dibaca dalam keadaan berdiri.[233]

2. Berdiri sebelum rukuk artinya pelaku salat harus dalam keadaan berdiri ketika hendak rukuk.

Dengan demikian, jika dia lupa rukuk—yakni setelah membaca surah, langsung saja bergerak

untuk sujud namun ingat sebe-lum sampai bersujud—maka dia harus kembali tegap secara

sempurna kemudian barulah rukuk, setelah itu sujud.[234]

3. Hal-hal yang harus dihindari ketika berdiri:

a. Menggerakkan badan.

b. Membungkuk.

c. Bersandar pada sesuatu.

d. Merentangkan kedua kaki.

e. Mengangkat kaki.[235]

4. Dalam keadaan salat, pelaku salat harus meletakkan kedua kakinya di tanah.[236] Namun, tidak

perlu berat badan bertumpu pada kedua kaki; jika terpusat pada satu kaki saja tidaklah apaapa.[237]

5. jika seseorang sama sekali tidak bisa melakukan salat dengan berdiri, maka dia harus melakukannya dengan duduk sambil menghadap kiblat. Jika dia tidak bisa juga duduk, maka harus melakukan salat dengan berba-ring.[238]

6. Setelah rukuk, harus berdiri secara sempurna untuk kemudian bersujud. Jika setelahnya sengaja tidak ber-diri, maka salatnya batal.[239]

Kesimpulan Pelajaran

1. Kewajiban salat ada sebelas; yang lima sebagai rukun dan selainnya bukan rukun.

2. Perbedaan kewajiban rukun dengan kewajiban bukan rukun adalah jika salah satu kewajiban

rukun dikurangi atau ditambahi—sekalipun karena lupa—maka salatnya batal, akan tetapi

jika kelebihan atau kekurangan itu terjadi pada kewajiban bukan rukun karena lupa, maka

salatnya tidaklah batal.

3. Niat salat harus bersih dari segala bentuk riya dan unjuk diri.

4. Takbirotul ihrom harus dibaca dengan bahasa Arab secara benar.

5. Berdiri dalam membaca takbiroatul ihrom dan berdiri yang bersambung dengan rukuk adalah

rukun salat. Dan, berdiri dalam membaca surah dan berdiri setelah rukuk bukanlah rukun

salat, akan tetapi kewajiban salat dan jika sengaja tidak dikerjakan maka salatnya batal.

6. Selama berdiri, tidak boleh menggerakkan badan atau bersandar pada sesuatu, dan kedua

kaki harus dile-takkan pada tanah dan tidak terlalu merenggangkan keduanya. Akan tetapi,

semua ini tidak apa-apa jika dalam keadaan terpaksa.

7. Seseorang yang tidak mampu berdiri harus melakukan salat dengan duduk, dan seseorang

yang tidakmampu duduk harus melakukan salat dengan berbaring.

Pertanyaan:

1. Sebutkan rukun-rukun salat dan jelaskan perbedaannya dengan bukan rukun!

2. Mengapa “Allahu akbar” yang pertama dalam salat disebut sebagai takbirotul ihrom?

3. Berilah penjelasan tentang niat!

4. Berilah penjelasan tentang berdiri dan sebutkan macam-macamnya!

5. Berilah penjelasan tentang berdiri sebelum dan setelah rukuk serta jelaskan perbedaan antara

keduanya!

Pelajaran 17

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN

SALAT (2)

BACAAN

Maksud dari bacaan di sini ialah membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain pada rakaat

pertama dan rakaat kedua salat, serta membaca surah Al-Fatihah (tanpa surah yang lain) atau

membaca tasbih yang empat pada rakaat ketiga dan keempat.

Surah Al-Fatihah:

Setelah membaca surah Al-Fatihah pada rakaat pertama dan kedua, pelaku salat harus membaca

surah yang lain, misal-nya surah Al-Ikhlas.

Surah Al-Ikhlas:

Pada rakaat ketiga dan keempat, pelaku salat harus mem-baca surah Al-Fatihah atau membaca

empat tasbih sebanyak tiga kali, ataupun satu kali saja sudah cukup.[240]

Empat Tasbih:

Subhanallahi walhamdu lillahi wala ilaha illahu wallahu akbar

Hukum-hukum Bacaan

1. Bacaan rakaat ketiga dan keempat harus dibaca secara pelan. Akan tetapi, hukum surah Al-

Fatihah dan surah yang lain pada rakaat pertama dan kedua adalah seba-gai berikut:[241]

Salat Zuhur dan Asar Pria[242] dan Wanita Harus membaca secara pelan

Salat Maghrib, Pria Harus membaca secara keras

Salat Isya dan Subuh Wanita Boleh mengeraskan suara jika

tidak terdengar oleh orang yangbukan-

muhrim. Namun jika terdengar,

maka berdasarkan ihtiyath

wajib harus membacanya

secara pelan.

2. Jika bacaan salat yang seharusnya dibaca keras tetapi sengaja dibaca pelan, atau yang

seharusnya dibaca pelan tetapi sengaja dibaca keras, maka salatnya batal. Akan tetapi, jika

semua itu karena lupa atau karena ketidak-tahuan akan masalah, maka salatnya sah.[243]

3. Jika di tengah salat, dia sadar akan kesalahannya dalam membaca surah Al-Fatihah dan surah

lainnya, misalnya; dia membacanya pelan padahal seharusnya dibaca keras, maka dia tidak

perlu mengulang bacaan yang sudah dibacanya.[244]

4. Seseorang harus belajar salat supaya tidak salah menger-jakannya, dan orang yang tidak bisa

belajar dengan benar harus mengerjakan semampunya, dan berdasar-kan ihtiyath mustahab[245]

hendaknya dia melaku-kan salat dengan berjamaah.[246]

5. Jika seseorang menganggap bahwa lafad yang benar dalam tasyahud adalah “’abdahu”

dan dalam ta-syahud dia pun membacanya demikian, kemudian dia baru paham bahwa

bacaannya ini salah dan kata yang harus dibacanya adalah “’abduhu” maka dia tidak

perlu mengulang salatnya.[247] [248]

6. Dalam kondisi-kondisi di bawah ini, pelaku salat tidak perlu membaca surah pada rakaat

pertama dan kedua, tetapi cukup membaca Surah Al-Fatihah saja:

a. Waktu salat sempit.

b. Terpaksa tidak membaca surah, misalnya; dia kuatir sekiranya membaca surah, pencuri

atau binatang buas atau sesuatu yang lain akan membahayakan dirinya.[249]

7. Jika waktu salat sempit, empat tasbih harus dibaca sekali saja.[250]

Hal-hal yang Disunahkan dalam Bacaan

1. Pada rakaat pertama, sebelum surah Al-Fatihah disu-nahkan untukmembaca :

اعود بالله من الشیطان الرجیم

2. Pada rakaat pertama dan kedua salat Zuhur dan Asar, disunahkan untuk membaca kalimat

basmalah dengan suara keras.

3. Sunah membaca ayat-ayat surah Al-Fatihah dan surah yang lain secara satu per satu dan

berhenti pada setiap akhir ayat, yakni bacaan satu ayat tidak disambung dengan bacaan ayat

berikutnya.

4. Dalam membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain, disunahkan untuk memperhatikan

maknanya.

5. Dalam semua salat dan setelah pembacaan surah Al-Fatihah, sunah membaca surah Al-Qadr

pada rakaat pertama dan surah Al-Ikhlas pada rakaat kedua.[251]

ZIKIR

Salah satu dari kewajiban dalam rukuk dan sujud adalah zikir, yaitu membaca “Subhanallah”

atau “Allahu akbar” dan zikir lainnya yang penjelasannya akan tiba pada

pelajaran yang akan datang.

Kesimpulan Pelajaran

1. Bacaan salat yakni membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain dari Al-Quran pada rakaat

pertama dan kedua salat, dan membaca surah Al-Fatihah tanpa surah yang lain atau membaca

empat tasbih pada rakaat ketiga dan rakaat keempat.

2. Bacaan pada rakaat ketiga dan keempat harus dibaca secara pelan.

3. Orang laki-laki harus membaca Al-Fatihah dan surah yang lain pada rakaat pertama dan

kedua dari salat Subuh, Maghrib dan Isya dengan bersuara.

4. Bacaan Al-Fatihah dan surah yang lain pada salat Zuhur dan Asar harus dibaca secara pelan.

5. Karena sempitnya waktu dan dalam keadaan terpaksa, harus membaca hanya surah Al-

Fatihah (tanpa surah yang lain) pada rakaat pertama dan kedua, dan harus membaca empat

tasbih sekali saja pada rakaat ketiga dan keeempat.

6. Jika seseorang menganggap bacaan suatu lafad itu benar lalu membacanya sesuai dengan

anggapannya ini, tetapi kemudian paham kalau yang dibaca selama ini keliru, maka ia tidak

perlu mengulangi salatnya.

7. Seseorang harus belajar salat supaya tidak salah me-ngerjakannya.

Pertanyaan:

1. Apa yang dimaksudkan dengan bacaan? Jelaskan!

2. Apakah selama ini Anda pernah membaca bacaan salat di depan orang lain? Jika tidak,

bacalah bacaan salat di depan guru Anda dan mintailah koreksi!

3. Apakah empat tasbih bisa dibaca dengan bersuara (se-cara keras)?

4. Apakah hukum membaca Al-Fatihah dan surah yang lain dalam salat itu wajib?

5. Selama ini, seorang laki-laki membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lain pada salat Subuh,

Maghrib dan Isya secara pelan, kemudian dia tahu akan kesalahannya se-lama itu. Lalu, apa

kewajibannya terhadap salat-salatnya yang sudah lalu?

6. Apakah selama ini terdapat kesalahan dalam salat kalian lalu kalian memahaminya?

7. Pada kondisi apa saja pelaku salat tidak boleh membaca surah selain surah Al-Fatihah dan

empat tasbih harus dibaca hanya satu kali?

Pelajaran 3

BERSUCI

Sebagaimana pada Pelajaran1, semua ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan amalan disebut

dengan fikih. Dalam fikih Islam, salah satu yang paling penting ialah menjalan-kan kewajibankewajiban.

Salah satu kewajiban yang paling penting dan utama adalah salat.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan salat dapat dibagimenjadi tiga:

· Pendahuluan-pendahuluan salat (muqaddamat).

· Amalan-amalan salat (muqarinat).

· Hal-hal yang membatalkan salat (mubthilat).

Maksud dari pendahuluan-pendahuluan salat yaitu seorang pelaku salat harus menjaganya

sebelum melakukan salat.

Maksud dari amalan-amalan salat adalah hal-hal yang berkaitan dengan bacaan salat; dari

takbirotul ihrom sampai pembacaan salam.

Dan maksud dari hal-hal yang membatalkan salat yaitu apa saja yang berkaitan dengan segala

sesuatu yang bisa membatalkan salat.

Pendahuluan-pendahuluan Salat

Dari sekian masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku salat sebelum mengerjakan salat ialah

bersuci dan kesucian. Pelaku salat harus menyucikan badan dan pakaiannya dari najis. Untuk

bersuci dari najis dan cara menyucikan sesuatu yang najis diperlukan pengetahuan tentang najis.

Oleh kare-na itu, kami akan menjelaskan ihwal najis

Sebelum mengenal hal-hal yang najis, perhatikan sebuah kaidah umum dalam fikih Islam:

Apa saja yang di dalam ini adalah suci, kecuali sebelas benda najis dan apa saja yang bersentuhan dengannya

Benda-benda Najis:

1. Kencing.

2. Tinja.

3. Mani.

4. Bangkai.

5. Darah.

6. Anjing.

7. Babi.

8. Arak dan setiap cairan yangmemabukkan.

9. Fuqqa’; yaitu minuman yang dibuat dari bulir (seje-nis gandum).

10. Orang kafir.

11. Keringat unta pemakan tinja manusia.

Keterangan:

Kencing dan tinja manusia dan hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.

Hewan yang darahnya mengalir adalah hewan yang jika urat nadinya dipotong maka

darahnya memancur seperti: kucing dan tikus.

Manusia dan hewan yang darahnya mengalir seperti: kambing, maka air mani, bangkai dan

darah mereka najis.

Anjing dan babi yang hidup di darat adalah najis, tetapi anjing dan babi yang hidup di laut

tidak najis.

Kesucian (thaharah) berbeda dengan kebersihan. Demi-kian juga najis tidaklah sama dengan

kotor. Boleh jadi sesu-atu itu dianggap bersih, akan tetapi menurut hukum Islam, ia belum tentu

dinyatakan suci. Yang diinginkan oleh Islam adalah kesucian dan kebersihan. Artinya, seseorang

harus memperhatikan kesucian dan kebersihan diri, lingkungan dan kehidupannya. Dan

pelajaran kita ini berkaitan dengan kesucian.

Masalah:

1. Kencing dan tinja manusia dan seluruh hewan yang da-gingnya haram dan darahnya

mengalir adalah najis.[38]

2. Kencing dan tinja seluruh hewan yang halal dagingnya seperti: sapi, kambing dan seluruh

hewan yang darah-nya tidak mengalir seperti: ular dan ikan adalah suci.[39]

3. Kencing dan tinja seluruh hewan yang makruh da-gingnya seperti: kuda dan keledai adalah

suci.[40]

4. Tinja seluruh burung yang haram dagingnya seperti; gagak, adalah najis.[41] &[42]

Hukum Bangkai [43]

Mayat manusia, walaupun baru meninggal dunia dan ba-dannya belum dingin (selain

anggotanya yang tidak bernyawa—yakni mati—seperti: kuku, rambut dan gigi), seluruh

badannya najis, kecuali:[44]

1. Meninggal dunia di medan perang (syahid).

2. Sudah dimandikan (tiga kali mandi secara sempurna).

Bangkai Binatang

1. Bangkai hewan yang darahnya tidakmengalir seperti; ikan, adalah suci.

2. Bangkai hewan yang darahnya mengalir, maka ang-gota-anggota tubuhnya yang tidak

bernyawa (mati) seperti: bulu dan tanduk, adalah suci, sementara ang-gota-anggota

tubuhnya yang bernyawa (hidup) seperti daging dan kulit, adalah najis.[45]

Hukum Bangkai Binatang

1. Anjing dan babi; seluruh anggota badan mereka adalah najis.

2. Binatang-binatang selain anjing dan babi:

a. Yang darahnya memancur/mengalir:

· Anggota badannya yang hidup adalah najis.

· Anggota badannya yang mati adalah suci.

b. Yang darahnya tidak memancur/tidak mengalir; maka seluruh anggota badan mereka adalah suci.

Hukum-hukum Darah

1. Darah manusia dan darah setiap hewan yang darahnya mengalir adalah najis seperti; ayam

dan kambing.

2. Darah hewan yang darahnya tidak mengalir adalah suci seperti; ikan dan nyamuk.

3. Darah yang kadang-kadang ada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath

wajib, hendaknya tidak dimakan. Jika darah sudah bercampur dengan kuning telur sehingga

tidak tampak lagi, maka tidak ada larangan untukmemakan kuningnya.[46]

4. Darah yang keluar dari sela-sela gigi (gusi), jika sudah bercampur dengan air ludah dan tidak

tampak lagi, maka hukumnya suci, dan dengan demikian tidak ada larangan untuk menelan

air ludah tersebut.[47]

Kesimpulan Pelajaran

1. Untukmengerjakan salat, badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

2. Seluruh apa yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali 11 benda najis.

3. Jenazah manusia yang meninggal tidak di medan pe-rang dan belum dimandikan, maka

hukumnya najis kecuali anggota tubuhnya yang tak bernyawa (mati).

4. Bangkai anjing, babi dan anggota-anggota yang ber-nyawa (hidup) dari seluruh bangkai

hewan yang da-rahnya mengalir adalah najis.

5. Bangkai seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir, begitu juga anggota-anggota yang tak

bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah suci.

6. Seluruh hewan yang darahnya mengalir, maka darah mereka najis.

7. Darah yang berada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya

tidak dimakan kecuali jika sedikit sehingga ketika dikocok tidak tam-pak lagi.

8. Darah yang keluar dari sela-sela gigi, jika bercampur dengan air ludah dan tidak tampak lagi,

hukumnya suci dan tidak apa-apa menelannya.

Pertanyaan:

1. Apa hukum bangkai ular, kalajengking dan katak?

2. Apa hukum tinja keledai dan tinja burung gagak?

3. Apa hukumdarah yang tampak di mulut ketika meng-gosok gigi?

4. Manusia yang bagaimana sehingga badannya dihukumi suci tatkala meninggal dunia?

5. Apakah bulu kambing yang sudah mati bisa digunakan?

Pelajaran 4

BAGAIMANASESUATU YANGSUCI

BISAMENJADINAJIS?

Pada pelajaran yang lalu, telah dijelaskan bahwa semua yang ada di alam ini hukumnya suci,

kecuali sebagian kecil saja. Namun demikian, sesuatu yang suci bisa menjadi najis karena

bersentuhan dengan benda najis. Ini terjadi dengan syarat; salah satu dari keduanya (benda yang

suci atau benda yang najis) harus basah. Perlu ditambahkan, bahwa kebasahan salah satu dari

kedua benda itu telah berpindah ke yang lain.[48]

1. Jika benda yang suci bersentuhan dengan benda najis dan salah satu dari keduanya basah dan

mempengaruhi yang lain dengan kebasahannya, maka benda yang suci itu menjadi najis.

2. Kasus-kasus di bawah ini dihukumi suci:

· Tidak tahu pasti; apakah benda yang suci telah bersentuhan atau tidak dengan benda

najis.

· Tidak tahu pasti; benda yang suci dan benda najis itu basah atau tidak.

· Tidak tahu pasti; kebasahan salah satunya berpe-ngaruh dan berpindah kepada yang lain

atau tidak.[49]

Beberapa Masalah

1. Jika seseorang tidak tahu; benda yang tadinya suci telah menjadi najis atau belum, maka

hukumnya suci dan tidak wajib untuk memeriksanya, walaupun bisa dike-tahui kenajisannya

atau kesuciannya.[50]

2. Haram memakan dan meminum sesuatu yang najis.[51]

3. Jika seseorang melihat orang lain memakan sesuatu yang najis atau salat dengan baju yang

najis, dia tidak wajib memberitahukan kepadanya.[52]

Benda-benda yang Bisa Menyucikan

Bagaimana sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci? Semua yang terkena najis bisa kembali

suci dengan benda-benda penyuci. Benda-benda yang dapat menyucikan itu antara lain:

1. Air.

2. Tanah.

3. Sinar matahari.

4. Islam.

5. Hilangnya najis.[53]

Air bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Air banyak sekali macamnya. Mengetahui

macam-macam air sangat membantu kita untuk lebih mudah mempelajari masalah-masalah yang

berkaitan dengannya.

Macam-macam Air

1. Air mudhaf.

2. Air mutlaq:

· Air sumur

· Air mengalir

· Air hujan

· Air diam:

1. Kur (banyak).

2. Qalil (sedikit).

Air mudhaf adalah air yang diambil dan diperas dari sesuatu seperti; air apel dan air semangka,

atau air yang sudah bercampur sehingga tidak bisa dikatakan lagi bahwa itu air murni seperti:

sirup.

Dan air mutlaq yaitu air yang selain mudhaf.

Hukum-hukum Air Mudhaf

1. Tidak bisa menyucikan sesuatu yang najis (bukan ter-masuk benda yang bisa menyucikan).

2. Akan menjadi najis jika bersentuhan dengan benda najis, walaupun bau atau warna atau

rasanya tidak berubah, ataupun benda najis itu sedikit.

3. Berwudu dan mandi dengannya tidak sah.[54]

Macam-macam Air Mutlaq

Yaitu air yang keluar dari bumi, atau turun dari langit, atau tidak keluar dari bumi juga tidak

turun dari langit. Air yang turun dari langit disebut air hujan, dan air yang keluar dari bumi,

kalau dia bergerak disebut sebagai air mengalir, dan kalau dia tidak bergerak disebut sebagai air

sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit disebut sebagai air diam. Air

diam; kalau ukurannya banyak, maka disebut sebagai kur (banyak), dan kalau sedikit, dia disebut

sebagai qalil (sedikit).

Ukuran Air Kur (Banyak)[55]

1. Yaitu air yang berada dalam bak atau kolam yang ukurannya tiga jengkal setengah (kurang

lebih 70 cm panjang, lebar dan tingginya).[56]

2. Beratnya sekitar 377 hingga 419 kg.

Ukuran Air Qalil (Sedikit)

Air yang kurang dari kur disebut dengan air qalil. Hanya air mutlaq yang bisa menyucikan sesuatu

yang terkena najis. Boleh jadi air mudhaf bisa membersihkan kotoran, akan tetapi ia sama sekali

tidak akan bisa menyucikan najis.

Pada pelajaran yang akan datang, kita akan mengenal hukum-hukum air mutlaq dan cara-cara

bersuci dengannya.

Kesimpulan Pelajaran

1. Sesuatu yang bisa menyucikan bisa menyucikan semua benda yang terkena najis. Artinya,

tidak ada sesuatu yang terkena najis yang tidak bisa disucikan.

2. Sesuatu yang bisa menyucikan antara lain; air, tanah, sinar matahari, Islam dan hilangnya

benda najis.

3. Di antara yang bisa menyucikan adalah air, itu pun air mutlaq; bukan air mudhaf.

4. Air yang keluar dari bumi dan bergerak adalah air mengalir. Air yang keluar dari bumi dan

tidak bergerak adalah air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit

adalah air diam. Lalu, jika air yang diam itu banyak, dia disebut kur (banyak), dan jika sedikit,

dia disebut qalil (sedikit).

5. Jika berat air mencapai 377 hingga 419 kg, maka dia di-sebut air kur.

Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara air mutlaq dan air mudhaf?

2. Apa perbedaan antara air sumur dan air mengalir?

3. Hitunglah bak air yang panjangnya 25 jengkal, lebarnya 5 jengkal dan dalamnya 1 jengkal;

apakah mencapai kur atau tidak?

4. Seseorang yang kakinya basah dan menginjak karpet yang najis, akan tetapi dia tidak tahu

apakah kebasahan kakinya sampai pada karpet atau tidak, apakah kakinya dihukumi najis?

Pelajaran 5

HUKUM-HUKUMAIR

Air Qalil (Sedikit)

1. Jika air qalil bertemu dengan benda najis, maka ia men-jadi najis (misalnya, disiramkan ke

permukaan benda najis (atau benda yang ternajisi) atau benda yang najis bertemu

dengannya).[57]

2. Jika air qalil yang najis dan bercampur itu bersambung dengan air kur atau air mengalir, maka

ia menjadi suci. Misalnya, air qalil yang sudah najis diletakkan di bawah kran air yang

bersambung dengan sumber air kur, lalu kran air tersebut dibuka sehingga bercampur dengan

air qalil tersebut[58] .[59]

Air Kur, Air Mengalir, Air Sumur

1. Segala macam air mutlak selain air qalil, selama bau atau warna atau rasanya tidak berubah

karena benda najis, maka hukumnya suci. Dan jika bersentuhan dengan benda najis sehingga

bau atau warna atau rasanya ber-ubah, maka dihukumi najis. Air-air yang memiliki hu-kum

di atas tadi adalah air mengalir, air sumur, air kur, begitu juga air hujan.[60]

2. Hukum air ledeng yang bersambung dengan sumber air kur adalah seperti hukum air kur itu

sendiri.[61]

Ciri-ciri Air Hujan

1. Jika air hujan turun hanya sekali pada sesuatu yang najis yang sudah tidak ada benda najis

padanya,[62] maka sesuatu itu menjadi suci.

2. Jika air hujan turun pada karpet dan baju yang najis, karpet dan baju menjadi suci dan tidak

perlu diperas.[63]

3. Jika hujan turun pada tanah yang najis, maka tanah ini menjadi suci.

4. Mencuci sesuatu yang najis di genangan air hujan yang kurang dari satu kur, maka selama

hujan masih ber-langsung dan air genangan itu tidak berubah bau, warna atau rasanya,

hukum air itu adalah suci.[64]

Hukum-hukum Keraguan tentang Air

1. Air yang ukurannya tidak jelas; apakah air kur atau bukan; jika tersentuh najis, maka ia tidak

najis, akan tetapi tidakmemiliki hukum-hukum air kur.

2. Air yang ukuran sebelumnya adalah kur, tetapi sekarang diragukan; apakah sudah menjadi air

qalil atau belum, maka hukumnya adalah air kur.

3. Air yang tidak jelas; apakah suci atau najis, maka dihukumi suci.

4. Air yang sebelumnya suci lalu diragukan; apakah masih suci atau sudah najis, maka hukumnya suci.

5. Air yang sebelumnya najis lalu belum jelas; sudah kembali suci ataukah masih najis, maka dihukumi najis.

6. Air yang sebelumnya adalah air mutlak lalu tidak jelas; apakah sudah menjadi air mudhaf atau

masih air mutlak, maka dihukumi tetap sebagai air mutlak.[65]

Bagaimana Sesuatu yang Ternajisi Dapat

Kembali Suci dengan Air?

Air adalah sumber kehidupan dan penyuci kebanyakan hal-hal yang ternajisi. Air terhitung

sebagai penyuci yang digu-nakan oleh semua manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang,

mari kita belajar bagaimana sesuatu yang ternajisi bisa menjadi suci dengan air.

Penyucian Sesuatu yang Ternajisi [66]

1. Penyucian wadah:

· Dengan air kur: cukup dengan sekali siraman.

· Dengan air qalil: tiga kali siraman.

2. Penyucian selain wadah:

· Najis oleh air kencing:

- Dengan air kur: sekali.[67]

- Dengan air qalil: dua kali.

· Najis oleh selain kencing:

- Dengan air kur: sekali.

- Dengan air qalil: sekali.

Keterangan:

a. Untuk menyucikan sesuatu yang (terkena) najis, per-tama-tama hilangkan benda najisnya

kemudian cucilah sesuai dengan penjelasan di atas. Misalnya, wadah yang najis dan setelah

benda najisnya dihilangkan; jika dicuci di air kur, maka sekali cucian saja sudah cukup.

b. Karpet, pakaian atau apa saja yang semacamnya yang bisa menyerap air dan bisa diperas, jika

menyucikannya dengan air qalil, maka setiap kali disiram hendaknya diperas sehingga air

yang ada di dalamnya keluar, atau dengan cara apa saja sehingga air itu keluar. Bila menyucikannya

dengan air kur atau dengan air mengalir, maka berdasarkan ihtiyath wajib

hendaknya diperas sam-pai airnya keluar.[68]

c. Hukum air mengalir dan air sumur untuk menyucikan sesuatu yang najis adalah seperti

hukum air kur.

Masalah:

Cara menyucikan wadah yang najis adalah sebagai berikut:

· Dengan air kur: masukkan ke dalamnya lalu angkat.

· Dengan air qalil: penuhilah wadah dengan air sebanyak tiga kali lalu kosongkan. Atau

siramkan air ke wadah sebanyak tiga kali, dan setiap siraman digoyangkan sedemikian rupa

sehingga airnya sampai ke letak-letak wadah yang terkena najis kemudian buanglah airnya.

Kesimpulan Pelajaran

Bila air qalil bersentuhan dengan najis, ia menjadi najis.

Tentang air kur, air mengalir, air sumur, dan air hujan; jika bau, warna dan rasa mereka

berubah karena bersen-tuhan dengan najis, maka semua air inimenjadi najis.

3. Tentang seluruh air yang hukumnya sebagaimana hukum air kur; selama bau, warna dan rasa

mereka tidak berubah karena najis, maka hukum mereka adalah suci.

4. Air hujan bisa menyucikan, dan untuk karpet dan baju tidak perlu diperas. Dan selama bau,

warna dan rasanya tidak berubah karena najis, hukumnya adalah suci.

5. Tentang air yang tidak diketahui secara jelas; apakah air itu kur atau bukan; jika bersentuhan

dengan najis, maka ia tidak menjadi najis.

6. Air yang tidak diketahui secara jelas; apakah suci atau tidak, hukumnya adalah suci.

7. Air tidak diketahui, apakah air mutlak atau air mudhaf? Maka dihukumi air mutlak.

8. Seluruh barang yang najis (selain wadah) dengan sekali siraman menjadi suci, kecuali jika

najisnya lantaran ter-kena kencing, maka jika menyucikannya dengan air qalil, hendaknya

dicuci sebanyak dua kali.

9. Untuk menyucikan karpet dan pakaian dan semacam-nya, maka pada setiap siraman

hendaknya diperas atau dengan cara apa saja sehingga airnya keluar.

Pertanyaan:

1. Bagaimana air kur bisa menjadi najis?

2. Apakah hukum air hujan yang bergenang dalam sebuah genangan dan hujan itu sudah

berhenti seperti hukum air hujan yang sedang berlangsung?

3. Jika sumber air kadarnya lebih dari satu kur, lalu kita ragu apakah air yang ada di dalamnya

sebanyak satu kur atau tidak, apakah hukum air itu?

4. Bagaimana cara menyucikan pakaian najis karena ter-kena darah dengan memakai air qalil

atau air parit?

Pelajaran 6

CARAMENYUCIKAN TANAH

YANGNAJIS

Menyucikan Tanah [69]

1. Dengan air kur: pertama-tama, buanglah tanah yang ter-kena najis lalu siramkan air kur atau

alirkan air ke per-mukaannya sampai ke seluruh letak-letak najis.

2. Dengan air qalil:

a. Kalaulah permukaan tanah itu membuat air tidak bisa mengalir di atasnya (yakni tanah

itu menyerap air), maka tanah tidak bisa suci dengan air qalil.[70]

b. Jika air bisa mengalir di atas tanah, maka hanya per-mukaan yang dialiri air saja menjadi

suci.

Beberapa Masalah

1. Dinding yang najis bisa menjadi suci seperti halnya per-mukaan tanah.[71]

2. Dalam menyucikan permukaan tanah, jika air itu meng-alir dan masuk ke dalam sumur, atau

air itu mengalir ke tempat lain, maka seluruh permukaan tanah yang dialiri air tersebut

menjadi suci.

Tanah

1. Jika telapak kaki atau bawah sepatu berjalan dalam keadaan najis, dan karena bersentuhan

dengan tanah sehingga benda najisnya hilang, maka ia menjadi suci. Dengan demikian, tanah

adalah penyuci telapak kaki dan bawah sepatu, akan tetapi harus memenuhi bebe-rapa syarat:

a. Hendaknya tanah itu suci.

b. Hendaknya tanah itu kering (tidak basah).

c. Tanah penyuci dapat berupa tanah, pasir, batu, pa-ving dan sebagainya.[72]

Masalah: bila persentuhan telapak kaki atau bawah sepatu dengan tanah dapat menghilangkan

benda najisnya, maka ia menjadi suci. Akan tetapi, sebaiknya berjalan minimal sam-pai lima belas

langkah.[73]

Sinar Matahari

Sinar matahari—dengan syarat-syaratnya yang akan dise-butkan—dapat menyucikan bendabenda

seperti:

1. Tanah.

2. Bangunan dan bagian-bagiannya, seperti pintu dan jendela.

3. Pohon dan tumbuhan.[74]

Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci

 

1. Benda yang terkena najis hendaknya masih basah; sede-mikian rupa sehingga benda lain akan

basah seketika bersentuhan dengannya.

2. Benda yang terkena najis menjadi kering karena sinar matahari. Bila benda itu tetap basah

atau lembab, maka ia belumlah suci.

3. Hendaknya tidak ada penghalang yang menghalau sinar matahari seperti awan atau gorden,

kecuali jika sangat tipis dan tidak sampaimenghalau sinarnya.

4. Benda yang terkena najis itu menjadi kering semata-mata akibat sinar matahari. Artinya, tidak

dibantu oleh angin, misalnya.

5. Ketika sinar matahari memancar, hendaknya benda najis sudah tidak ada pada benda yang

ternajisi.[75] Bila benda najis itu masih ada padanya, maka sebelum terkena sinar matahari,

hendaknya benda najis tersebut dihi-langkan terlebih dahulu darinya.

6. Bagian luar dan dalam dinding atau tanah hendaknya kering sekaligus. Jadi, bila pada hari ini

bagian luarnya kering namun pada esok hari, bagian dalamnya baru kering, maka yang suci

pada hari ini adalah bagian luarnya saja.

Masalah:

jika tanah dan sebagainya terkena najis akan tetapi tidak basah, maka siramkanlah

sedikit air atau sesuatu yang bisa membasahinya ke atasnya, dan untuk menyucikannya biarkan

sinar matahari mengena padanya.[76]

Islam

Jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat, dia menjadi Muslim, dan dengan demikian,

seluruh badannya menjadi suci. Kalimat syahadat adalah seperti di bawah ini:

اَشْه د اَنْ لاَ اِله اِلَّا اللهُ و اَشْه د اَنَّ م ح م د ا ر س و لُ الله   [77]

( Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muham-madan rasulullah)

Hilangnya Benda Najis

Pada dua perkara di bawah ini, sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci dengan hilangnya

benda najis dan tidakmemerlukan siraman air, yaitu:

1. Anggota badan binatang. Misalnya, tatkala seekor ayam memakan benda najis; patuknya

menjadi suci seketika hilangnya benda najis darinya.

2. Bagian-bagian dalam badan manusia seperti; bagian dalam mulut, hidung dan telinga.

Misalnya, ketika menggosok gigi, darah keluar dari gusi. Bila air ludah tidak berwarna darah,

maka mulut itu suci dan tidak perlu membasuhnya.[78]

Kesimpulan Pelajaran

1. Tanah yang tidak bisa dialiri air tidak dapat disucikan dengan air qalil.

2. Jika menyucikan tanah dengan air qalil, permukaan yang dialiri air saja menjadi suci, adapun

permukaan yang digenangi air adalah najis.

3. Telapak kaki dan bawah sepatu yang najis dapat men-jadi suci hanya dengan berjalan di atas

tanah lalu benda najisnya hilang.

4. Sinar matahari dengan syarat-syaratnya bisa menyuci-kan tanah, bangunan, pohon dan

tumbuhan.

5. Jika orang kafir menjadimuslim, maka dia menjadi suci.

6. Bagian dalam mulut dan hidung menjadi suci dan tidak perlu dibasuh hanya dengan

hilangnya najis dari bagi-an-bagian dalam tersebut

Pertanyaan:

1. Sebagian dari dinding rumah ternajisi. Jelaskan bagai-mana cara menyucikannya!

2. Bawah sepatu terkena lumpur yang najis. Bagaimana ia bisa menjadi suci dengan hanya

berjalan kaki?

3. Apakah sinar matahari bisa menyucikan kayu, gandum dan padi?

4. Bisakah menjadi suci; jika orang kafir membaca dua kali-mat syahadat dengan bahasa

Indonesia atau Inggris?

Pelajaran 7

WUDU

Setelah belajar mukadimah salat yang paling awal, yaitu penyucian badan dan pakaian dari halhal

najis, kita akan menjelaskan mukadimah kedua, yaitu wudu. Sebelum mela-kukan salat,

hendaknya pelaku salat berwudu dan memper-siapkan dirinya untuk menunaikan ibadah yang

agung ini. Bahkan pada keadaan tertentu, diwajibkan mandi terlebih dahulu; artinya membasuh

seluruh badan. Bila tidak bisa wudu atau mandi, dia harus melakukan amalan pengganti, yaitu

tayamum sebagaimana akan diterangkan hukumnya masing-masing pada pelajaran ini dan

pelajaran yang akan datang.

Cara Berwudu

Untuk berwudu, mula-mula membasuh wajah lalu memba-suh tangan kanan kemudian tangan

kiri. Setelah membasuh ketiga anggota ini, segera mengusap kepala dengan air dari basuhan yang

tersisa di telapak tangan. Yakni, usapkan telapak tangan kanan pada kepala dan lanjutkan dengan

mengusap kaki kanan, dan akhirnya usaplah kaki kiri de-ngan air yang tersisa di tangan kiri.

Untuk lebih detail, kini perhatikan penjelasan amalan-amalan wudu di bawah ini:

Amalan-amalan Wudu [79]

1. Membasuh:

a. Wajah: ukuran panjangnya dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, dan ukuran

lebarnya antara ujung ibu jari sampai ujung jari tengah. Ini bisa dila-kukan dengan

meletakkan telapak tangan di tengah-tengah muka.

b. Tangan kanan: dari siku sampai ujung jari.

c. Tangan kiri: dari siku sampai ujung jari.

2. Mengusap:

a. Kepala: bagian depan di atas dahi.

b. Kaki kanan: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.[80]

c. Kaki kiri: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.

Keterangan Amalan-amalan Wudu

Membasuh

1. Ukuran wajib dalam membasuh wajah dan kedua tangan adalah sebagaimana di atas. Akan

tetapi, untuk lebih yakin, basuhlah yang wajib dan basuhlah sedikit sekitarnya.[81]

2. Berdasarkan ihtiyath wajib,[82] membasuh wajah hendak-nya dari atas ke bawah. Bila membasuh

wajah dilakukan sebaliknya, maka wudu tidaklah sah.[83]

Mengusap

Mengusap Kepala

1. Letak usapan: sebagian dari kepala yang berada di atas dahi (kepala bagian depan).

2. Ukuran wajibnya usapan: sekadarnya sudah cukup (yakni, sekadar orang dapat melihatnya

dan mengata-kan bahwa ia telah mengusap kepalanya).

3. Ukuran sunahnya usapan: selebar tiga jari rapat dan sepanjang satu jari.

4. Boleh mengusap dengan tangan kiri.[84]

5. Mengusap tidak harus sampai kulit kepala, bahkan mengusap rambut di bagian depan kepala

sudah sah, kecuali jika rambutnya begitu panjang sehingga ketika di sisir mengurai ke arah

wajah, maka pada kondisi demikian ini hendaknya mengusap kulit kepala atau pangkal rambut.

6. Mengusap rambut di selain letak yang ditentukan itu tidak sah, sekalipun rambut itu dikumpulkan di atas letak pengusapan kepala.[85]

Mengusap Kaki

1. Letak usapan: punggung kaki.

2. Ukuran wajibnya usapan: punggung kaki dari ujung jari sampai tonjolannya.[86] Lebarnya:

sekedarnya sudah cukup walaupun selebar satu jari.

3. Ukuran sunahnya usapan: seluruh punggung kaki (dari ujung jari kaki sampai pergelangannya).

4. Usaplah kaki kanan terlebih dahulu sebelum mengusap kaki kiri.[87] Akan tetapi, tidak harus mengusap kaki kanan dengan tangan kanan dan kaki kiri dengan tangan kiri.[88]

Hukum-hukum yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki

1. Dalam mengusap kepala dan kaki, tanganlah yang harus bergerak. Bila tangan tidak bergerak

namun kepala atau kaki yang bergerak, maka wudunya tidak sah. Namun, ketika tangan

sedangmembasuh dan kepala atau kaki sedikit bergerak, demikian ini tidak apa-apa.[89]

2. Jika untuk mengusap tidak ada sisa air di telapak ta-ngan, maka tidak boleh membasah

tangan dengan air lain, akan tetapi harus mengambil air yang tersisa dari anggota wudu

lainnya.[90]

3. Ukuran air di tangan adalah sekadar berpengaruh untuk mengusap basah kepala dan kaki.[91]

4. Letak usapan (kepala dan punggung kaki) hendaknya kering. Oleh karenanya,  bila letak

usapan itu basah, hen-daknya dikeringkan terlebih dahulu. Akan tetapi, jika basahnya sedikit

sekali sehingga tidak sampai meng-halangi pengaruh basahnya tangan pada letak usapan,

maka tidak apa-apa.[92]

5. Hendaknya antara tangan dan kepala atau kaki tidak ada penghalang seperti jilbab, topi atau

kaos kaki dan sepatu, walaupun tipis sekali, sehingga air usapan bisa sampai pada kulit

usapan (kecuali bila terpaksa).[93]

6. Letak usapan harus suci. Oleh karena itu, jika letak usapan najis dan tidak mungkin untuk

disucikan, maka hendaknya bertayamum.[94]

Kesimpulan Pelajaran

1. Wudu yaitu membasuh wajah dan tangan dan mengu-sap kepala dan kaki dengan syaratsyarat

yang akan datang.

2. Berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya wajah dan kedua tangan dibasuh dari atas ke bawah.

3. Dalam berwudu, setelah membasuh wajah dan kedua tangan, harus mengusap kepala bagian

depan dan pung-gung kedua kaki.

4. Ukuran wajibnya mengusap kepala adalah sekadar da-pat dikatakan bahwa pewudu telah

mengusap kepala.

5. Mengusap kepala harus pada kepala bagian depan di atas dahi.

6. Mengusap punggung kedua kaki sekedarnya saja sudah cukup, walaupun lebarnya hanya

satu jari, tetapi ukuran panjangnya yang harus diusap ialah dari ujung jari sam-pai tonjolan

punggung kaki.

7. Dalam mengusap hendaknya:

a. Tangan yang ditarik bergerak.

b. Letak usapan suci.

c. Tidak ada penghalang di antara tangan dan letak usapan.

Pertanyaan:

1. Sebutkan cara-cara wudu!

2. Seseorang menyisir rambut sampingnya ke bagian de-pan kepala. Apakah kewajiban pelaku

wudu ketika dia harus mengusap kepala?

3. Jelaskan empat darimasalah-masalah yang sama dalam mengusap kepala dan kaki!

4. Apakah boleh mengusap kepala dalam keadaan ber-jalan?

5. Apakah boleh mengusap kaos kaki atau sepatu jika udara dingin sekali?

6. Jelaskan ukuran wajib dan sunahnya mengusap kepala dan punggung kedua kaki!


3

4

5

6

7

8

9

10

11

12