Peperangan Rasulullah saw.
1. Perang Badar
Rasulullah saw. mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan kabilah-kabilah tetangga guna melindungi kota Madinah dari segala ancaman makar dan penyerangan.
Sementara itu, Quraisy Makkah melakukan penjarahan atas harta-harta umat Islam di kota itu. Rasulullah saw. pun berpikir untuk merebut kembali harta-harta itu dari mereka. Untuk itu, beliau memutuskan untuk menyerang kafilah-kafilah pedagang kafir Quraisy.
Demikianlah awal meletusnya bentrokan senjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin di suatu tempat dekat sumur Badar. Oleh karena ini, peperangan pertama di antara mereka ini dinamai Perang Badar.
Kaum muslimin mampu memenangkan peperangan itu secara gemilang. Nama mereka pun mulai terpandang dan disegani di semenanjung Arabia.
2. Perang Uhud
Bagi kaum musyrik Quraisy, kemenangan kaum muslimin pada perang Badar itu malah membuat hati mereka terbakar kemarahan. Tak ayal lagi, Abu Sufyan mulai mengitung hari untuk melancarkan pembalasan dendam. Bahkan ia melarang perempuan-perempuan Quraisy menangisi korban perang Badar, supaya api dendam tetap membara di dalam jiwa-jiwa mereka.
Sementara di Madinah, kemenangan gemilang kaum muslimin meresahkan kaum Yahudi. Segera mereka mendekati orang-orang Quraisy dan menghasut mereka untuk menuntut dendam atas kaum muslimin.
Dalam rangka itu, salah seorang Yahudi bernama Ka'ab bin Asyraf bertolak ke Makkah. Setibanya di sana, ia membacakan syair-syair dan mengulang-ulangnya, hanya untuk membakar emosi kaum Quraisy.
Hasilnya, kaum Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nadwah, dan sepakat dendam mereka untuk menyerang Madinah. Di sana mereka pun menghitung biaya yang akan dikeluarkan pada pertempuran mendatang. Biayanya ditaksir mencapai 50.000 Dinar. Sejak itu, mereka mulai mempersiapkan persenjataan dan meminta bantuan dari kabilah-kabilah yang bermukim di sekitar Makkah.
3000 pasukan Quraisy bersenjata lengkap bertolak ke Madinah melalui padang sahara. Abu Sufyan menjadi panglima perang dan Khalid bin Walid memimpin pasukan.
Abbas bin Abdul Muthalib yang merahasiakan keislamannya mengirimkan kurir untuk menyampaikan pesan ihwal rencana penyerangan itu.
Setelah menerima pesan dari pamannya, Rasulullah saw. segera mengadakan musyawarah yang menyepakati untuk menyambut lawan di luar kota.
7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, tepatnya pada hari sabtu pagi, pasukan kaum muslimin bergerak meninggalkan Madinah menuju gunung Uhud. Atas perintah Rasulullah saw, mereka mendirikan tenda-tenda tidak jauh dari barisan musuh.
Rasulullah saw. menempatkan Abdullah bin Jabir bersama 50 orang lainnya yang dilengkapi busur dan anak panah untuk berada di atas bukit. Beliau memperingatkan mereka untuk tidak beranjak dari puncak bukit itu betapapun resiko yang akan menghadang, apakah menang atau kalah dalam peperangan. Setelah itu, pasukan yang membawa bendera Tauhid dan pasukan yang mengusung bendera Syirik berhadapan satu sama lainnya. Pertempuran itu dimulai oleh Abu Umair dari Quraisy.
Pada awal-awal pertempuran, tentara Islam bertarung dengan gagah berani dan membuat pasukan kafir hampir saja kalah. Namun kemudian, keadaan justru berbalik. Pasukan panah yang mengawasi medan perang itu melihat saudara-saudaranya memukul mundur pasukan musuh. Mereka pun turun meninggalkan bukit untuk memungut ghanimah (harta rampasan perang). Mereka lalai terhadap perintah Rasulullah saw. untuk tidak beranjak dari posisi mereka.
Khalid bin Walid memanfaatkan kelengahan kaum muslimin. Ia dan pasukannya berbalik mengitari gunung kemudian menyerang kaum muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan ghanimah itu dari arah belakang. Banyak pasukan Islam tewas karena ketidaktaatan sebagian mereka kepada Rasulullah saw. Ada sekitar 70 pejuang kaum muslimin syahid, ada pula yang melarikan diri dari medan pertempuran.
Perang berakhir dengan kemenangan berada di pihak musuh. Rasulullah saw. dapat diselamatkan berkat kesetiaan Ali bin Abi Thalib serta bantuan pasukan muslimin lainnya. Bersama mereka, Ali berhasil mengejar dan membunuh beberapa tentara musuh.
Dengan kegigihan mereka, kota Madinah selamat dari penyerbuan kaum kafir itu. Namun demikian, perang Uhud ini telah memberikan pelajaran ketaatan dan kesetiaan yang tak terlupakan oleh kaum muslimin.
3. Perang Khandaq
Orang-orang Yahudi yang terusir dari Madinah akibat permusuhan dan pengkhianatan mereka sendiri, tidak tinggal diam melihat keadaan kaum muslimin.
Pemimpin mereka melakukan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Quraisy di Makkah, sambil melancarkan hasutan supaya mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin. Pemimpin Yahudi itu berjanji untuk menyokong bangsa Quraisy dengan segala kekuatan yang ada.
Sebagai hasil dari pendekatan ini, berbagai bangsa, suku dan kelompok bersekutu untuk mengangkat senjata melawan umat Islam. Oleh karena itu, peperangan ini dikenal sebagai perang Ahzab, yaitu perang gabungan beberapa bangsa melawan Islam.
Pasukan bersenjata mereka terdiri dari kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, orang-orang munafik dan pengkhianat Islam dari Madinah. Mereka bertekad bulat untuk menghancurkan Islam.
Pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah, sebanyak 10.000 pasukan sekutu itu berangkat menuju Madinah. Di depan mereka adalah Abu Sufyan sebagai panglima perang pasukan sekutu.
Beberapa pasukan berkuda dari kabilah Khuza'i memasuki kota Madinah dan melaporkan keadaan musuh kepada panglima besar kaum muslimin, Rasulullah saw.
Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan para komandan diminta berkumpul untuk memusyawarahkan segala sesuatu yang diperlukan.
Dalam musyawarah itu, sahabat Rasulullah saw, Salman Al-Farisi, mengusulkan untuk menggali parit di sekeliling kota Madinah dan kaum muslimin berlindung di balik galian parit itu. Usulan itu diterima secara mufakat. Maka, sebanyak 3.000 sukarelawan Islam bekerja siang dan malam untuk menggali parit sedalam 5 meter, selebar 6 meter, dan sepanjang 12.000 meter.
Beberapa jalur dan jembatan dibuat di atas parit dan beberapa penjaga ditugasi untuk mengawasi kedatangan pasukan musuh. Di balik parit, dibangun pos-pos pertahanan yang di atasnya dijaga oleh pasukan pemanah.
Pasukan kaum musyrikin pun tiba. Mereka melihat galian parit mengelilingi kota yang menyulitkan mereka untuk melintasi dan menyerang orang-orang di seberang parit.
Abu Sufyan segera memanggil Hayy bin Ahthab, pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir, dan memintanya untuk menemui Ka'ab bin Asad, pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah yang sedang bermukim di dalam Madinah. Ka'ab bin Asad diminta untuk membuka lapang jalan orang-orang Yahudi. Makar ini dimaksudkan agar orang-orang musyrikin itu dapat menyusup ke dalam kota melalui jalan tersebut lalu menyerang kaum muslimin.
Cara licik Abu Sufyan ini telah diketahui sebelumnya. Rasulullah saw. telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menugaskan 500 prajurit untuk berpatroli di sekeliling kota. Prajurit itu ditugasi untuk memelihara kota agar stabil dalam keadaan siaga dan waspada. Mereka mewaspadai orang-orang yang datang dan pergi dari kota. Dengan langkah pencegahan ini, persekongkolan warga kota dengan pihak musuh dapat diatasi.
Ancaman bahaya serangan dari dalam kota berhasil digagalkan dan pasukan sekutu itu tetap pada posisi mereka di seberang parit. Mereka tidak berhasil mengecoh kaum muslimin.
Hingga tibalah suatu hari, lima orang gagah berani dari pihak musuh melintasi parit. Kelima orang gagah berani itu dipimpin oleh Amr bin Abdi Wud. Di atas kudanya ia berteriak lantang, "Hai orang-orang yang mengaku penghuni Surga, di mana kalian semua? Majulah, sehingga aku dapat mengirim kalian ke Surga".
Tidak satu pun dari kaum muslimin yang menjawab tantangan itu, kecuali Ali bin Abi Thalib. Ia begitu cepat bangkit dan maju mendekati orang itu. Dan setelah saling adu tantangan, Ali mengayunkan pedangnya dengan sekali tebasan ke atas kepala Amr. Setelah Amr tersungkur tewas, Ali mengumandangkan takbir, "Allahu Akbar!" .
Salah satu kawan Amr bin Abdi Wud melarikan diri dan terjatuh ke dalam parit. Ali tidak memberikan kesempatan kepada lawan dan segera menghabisinya. Sedangkan ketiga sahabat Amr yang lain berhasil melarikan diri dari kejaran Ali.
Peristiwa di atas ini begitu menggugah keimanan dan keberanian umat Islam, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah Saw., "Sekali tebasan pedang Ali jauh lebih sebanding dengan ibadah 70 tahun seluruh manusia dan jin".
Demi menjaga semangat pasukannya, Khalid bin Walid bersama beberapa pasukan berkuda, pada hari berikutnya, mencoba untuk melewati parit. Namun, pasukan muslimin terlalu tangguh untuk mereka hadapi. Mereka hanya berusaha dengan cara mengepung kota.
Di tangah pengepungan, Na'im bin Mas'ud yang terkenal dengan kecerdikannya memutuskan untuk masuk Islam. Rasulullah saw. menyuruhnya agar merahasiakan keimanannya, hingga ia bisa memperdaya kaum musyrikin dan menebarkan perpecahan di antara mereka dan kaum Yahudi.
Sama seperti Na'im, adalah Khuzaifah Yamani menyusup di kegelapan malam ke dalam jajaran musuh sampai menembus jantung kekuatan mereka. Di dalamnya ia berusaha mengendurkan tekad perang, hingga berhasil mematahkan semangat juang mereka.
Sampai pada suatu malam, badai besar berhembus, belum lagi udara yang semakin dingin menggigilkan. Tak pelak lagi, semangat pasukan musyrikin menjadi luluh lantak. Ditambah perselisihan di antara mereka semakin meluas setelah melihat mengepungan yang tidak membuahkan hasil.
Sebelum terjadi perkembangan pertempuran yang mengecewakan, Abu Sufyan segera meninggalkan medan tempur secara diam-diam di kegelapan malam. Panglima musyrikin itu beserta pasukannya kembali ke Makkah dengan perasaan malu dan hina.
Ketika pasukan muslimin terbangun di subuh hari, mereka menyaksikan lasykar kafir telah meninggalkan medan pertempuran. Ketika Rasulullah saw. mendengarkan berita tentang kaburnya musuh, beliau memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan pos-pos pertahanan dan kembali ke kota.
Nasib Bani Quraizah
Setelah meraih kemenangan gemilang pada perang Ahzab, Rasulullah saw. membawa pasukannya mendekati benteng pertahanan Bani Quraizah. Pasukan Islam memaksa mereka menyerah, setelah mengepung benteng mereka selama dua puluh lima hari.
Karena menderita kekalahan, Bani Kuraizah memohon agar dapat meninggalkan kota Madinah. Akan tetapi Rasulullah saw. menolaknya, sebab jika sampai lolos meninggalkan kota, mereka akan membuat persekongkolan lagi dan menciptakan peperangan baru, sebagaimana Bani Nadzir yang memicu untuk meletuskan perang Khandaq.
Akhirnya, orang-orang Yahudi yang licik itu harus kecewa pada keputusan itu. Sa'ad bin Ma'adz menyampaikan maklumat bahwa orang-orang yang berkhianat dan membantu pihak musuh selama pererangan harus dibunuh dan harta kekayaan mereka harus dirampas.
Perjanjian Hudaibiyah
Derita kekalahan kafir Quraisy dan kedigjayaan kaum Muslimin, khususnya penaklukan Bani Mustaliq sampai menyebabkan mereka masuk agama Islam, telah menggelapkan mata kaum kafir Quraisy.
Pada bulan Dzulqaidah tahun ke-7 Hijriah, Nabi Muhammad saw. beserta 14.000 lasykar Islam bergerak menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji.
Kepergian Rasulullah saw. ke tanah suci tidak hanya untuk keperluan ibadah saja, namun juga untuk kepentingan politik. Haji beliau kali ini bertujuan untuk menjadikan status kewarganegaraan kaum muslimin di semenanjung Arabia menjadi benar-benar diakui. Dengan demikian, kaum muslimin berhak untuk bermukim di sepanjang tanah Arab tanpa harus takut diusir.
Kaum kafir Quraisy menerima kabar bahwa Rasulullah saw. akan berkunjung ke Baitullah Ka'bah. Mereka bersumpah di hadapan berhala-berhala untuk tidak membiarkan beliau memasuki kota Makkah.
Kafir Quraisy mengutus Khalid bin Walid beserta dua ratus pasukan berkuda untuk menghadang Rasulullah saw. bersama pasukannya.
Saat itu, Rasulullah saw. telah sampai di daerah Hudaibiyah melalui jalan berbeda untuk menghindari pertempuran dan peperangan yang mungkin mengintai setiap saat. Segera beliau mengutus salah seorang sahabat untuk mengintai pasukan Quraisy dan meyakinkan mereka, bahwa Rasulullah saw. beserta kaum muslimin datang hanya untuk menunaikan ibadah haji saja. Sahabat itu ditugaskan untuk meyakinkan para pemimpin Quraisy bahwa kedatangan Rasulullah saw. kali ini tidak untuk berperang. Namun, mereka malah berlaku kurang ajar terhadap utusan beliau.
Rasulullah saw. meminta baiat (sumpah setia) kepada sahabat agar tetap setia dan rela berkorban kepada beliau di bawah pohon. Ketika hal ini diketahui oleh kafir Quraisy, mereka sangat geram sekaligus malu, sehingga diutuslah Suhail sebagai wakil mereka untuk berunding.
Kaum kafir Quraisy tidak menghendaki kaum muslimin memasuki kota Makkah dan menunaikan ibadah haji pada tahun ini dan segera pulang ke Madinah. Apabila mereka mau menunaikan haji pada tahun depan, kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk membawa senjata. Selama masa haji itu, pihak Quraisylah yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan harta dan jiwa kaum muslimin.
Perjanjian ditandatangani dengan lima butir kesepakatan, meskipun beberapa orang Islam kecewa. Puncak kekecewaan mereka tunjukkan dengan keberatan terhadap keputusan-keputusan Rasulullah saw. Mereka mengira bahwa penandatanganan perjanjian itu adalah suatu aib yang memalukan umat Islam, khususnya pada satu butir kesepakatan yang menyatakan bahwa jika seorang muslim lari dari Makkah lalu sampai di Madinah, maka ia akan dipulangkan ke tempat asalnya. Sebaliknya, orang muslim Madinah yang masuk Makkah tidak boleh kembali ke Madinah.
Kekecewaan itu sebenarnya tidak berdasar. Mereka tidak mengerti bahwa keuntungan perjanjian itu sesungguhnya merupakan awal dari penaklukan kota Makkah kelak.
4. Perang Khaibar
Pada awal bulan Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah, Rasulullah saw. beserta 1.600 kaum muslimin bertolak dari Madinah menuju Khaibar. Lasykar Islam di bawah komandan beliau menyerang musuh dengan tiba-tiba dan dengan mudah merebut tanah Raji' yang terletak di antara Khaibar dan Ghatafan.
Panglima besar laskar Islam Rasulullah saw. menerapkan strategi militer yang jitu. Sehingga antara orang-orang Yahudi Khaibar dengan orang-orang Arab Ghatafan tidak dapat saling membantu satu sama yang lain.
Laskar Islam mengepung benteng Khaibar pada malam hari. Mereka mengambil posisi di tempat strategis yang tersembunyi di balik tanaman palem. Dengan mudah mereka menguasai lembah Khaibar. Kemudahan ini berkat keberanian dan ketulusan mereka dalam berkorban.
Sayangnya, dua lembah strategis yang menjadi markas kaum Yahudi tidak dapat dikuasai. Kaum Yahudi itu mempertahankan benteng mereka mati-matian dengan melepaskan anak-anak panah ke arah pasukan muslimin.
Rasulullah saw. memerintahkan Abu Bakar memimpin pasukan tempur, namun tidak berhasil menaklukkan benteng itu. Pada hari kedua, Umar Bin Khatab ditunjuk sebagai komandan tempur, namun tidak juga berhasil. Di seberang sana, kaum Yahudi Khaibar terus saja memperolok kaum muslimin.
Melihat kegagalan kaum muslimin menaklukkan benteng tersebut, Rasulullah saw. bersabda, "Besok aku akan memberikan bendera Islam ini kepada orang yang hanya kembali bila benteng pertahanan Yahudi itu telah dikuasai".
Seluruh sahabat menantikan fajar tiba untuk menyaksikan siapa gerangan orang yang beruntung itu. masing-masing memimpikan menjadi pemegang bendara esok hari.
Pada pagi harinya, Rasulullah saw. memanggil Ali. Beliau menyerahkan bendera Islam itu kepadanya dan menugaskannya untuk menaklukkan lembah Khaibar. Rasulullah saw. berdoa untuk kesuksesan Ali.
Ali menerima tugas ini dengan penuh semangat. Ia bersama pasukannya bergerak mendekati pintu gerbang Khaibar. Pintu gerbang itu dijaga oleh dua saudara yang gagah berani, Haris dan Marhab. Mereka menyerang pasukan Ali dengan garang sampai tunggang langgang menyelamatkan dirinya masing-masing.
Sebagai komandan perang, Ali segera menghadang kedua bersaudara itu. Dengan kegagahan dan keperkasaannya, ia mampu menghempaskan kedua orang Yahudi itu.
Kematian mereka membuat orang-orang Yahudi yang berada di balik benteng menjadi ketakutan dan panik. Mereka cepat-cepat menutup pintu gerbang dan bersembunyi di baliknya. Pasukan muslimin yang tadinya kocar-kacir melarikan diri, setelah melihat keunggulan Ali, segera kembali dan bersiaga di belakang sang komandan. Ali maju mendekati pintu gerbang itu dan mengangkatnya lepas dari benteng.
Sementara kaum Yahudi tercengang menyaksikan kekuatan dan keberanian Ali hingga mereka menyerah takluk, Ali melemparkan pintu itu ke atas parit untuk dijadikan jembatan yang kemudian dilintasi pasukan muslimin. Demikianlah mereka berhasil dengan mudah memasuki dan menduduki Khaibar, benteng kokoh orang-orang Yahudi itu.
Sama seperti kaum Yahudi, kaum muslimin pun takjub di hadapan kekuatan Ali. Mereka bertanya-tanya satu sama lain, bagaimana Ali bisa melakukannya. Tujuh orang muslim sempat mengangkat pintu itu, namun tidak sedikitpun bergeser.
Tentang kekuatannya, Ali menuturkan, "Aku tidak mampu menjebol gerbang itu dengan kekuatan manusia biasa. Tapi aku melakukannya dengan kekuatan Allah swt.".
Akhirnya, pasukan muslimin menguasai seluruh benteng yang ada di sekitar Khaibar dan menaklukkan orang-orang Yahudi. Sisa-sisa orang Yahudi memohon kepada Rasulullah saw. untuk diperbolehkan tinggal. Mereka ingin tetap dapat mengolah tanah tersebut untuk pertanian dan perkebunan. Mereka berjanji akan menyumbangkan setengah dari hasil panen itu kepada kaum muslimin. Beliau mengabulkan permohonan itu.
Tanah Fadak
Berita tentang penaklukan Khaibar terdengar oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di Fadak. Mereka menjadi sangat risau dan ketakutan. Orang-orang Fadak itu mengutus wakil mereka untuk bertemu dengan Rasulullah saw. dengan membawa pesan akan perlunya dibuat suatu perjanjian. Lalu mereka menyerahkan separuh wilayah Fadak kepada beliau yang kemudian dihadiahkannya kepada putrinya, Fatimah agar dapat dikelola untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya dan keperluan orang-orang miskin.
Sesudah perang Khaibar, Rasulullah saw. bertolak menuju Wadi Qura (lembah Qura) yang menjadi pusat pemukiman Yahudi. Beliau dan pasukan muslimin mengepung pemukiman itu dan begitu cepat ditaklukkan. Beliau berjanji untuk mengembalikan tanah Yahudi itu kepada pemiliknya, dengan syarat bahwa separuh dari hasil pertanian itu harus diserahkan kepada kaum muslimin. Hal ini berlaku sebagaimana pengembalian tanah di lembah Khaibar, yakni separuh hasil pertanian itu harus diserahkan kepada kaum muslimin.
Perjanjian ini dilakukan untuk mengaktifkan sektor ekonomi dan mampu menghasilkan kesejahteraan umat Islam, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dan hartanya jika ada seruan perang.
5. Perang Mu'tah
Sebelum meletusnya perang Mu'tah, Rasulullah saw. mengutus Harits bin Umair kepada penguasa Syiria dengan maksud mengajaknya menerima Islam. Namun pihak penguasa berlaku kurang ajar. Mereka menahan dan membunuh duta Islam itu.
Setelah peristiwa ini, Rasulullah saw. masih mengutus 16 duta Islam (da'i) untuk mengajak penguasa Syiria dan rakyatnya kepada Islam. Sayangnya, mereka juga dibunuh. Dari 16 orang duta itu, hanya satu orang yang mampu meloloskan diri dan kembali ke Madinah.
Sesampainya di Madinah, duta itu segera melapor kepada Rasulullah saw. Beliau sangat terpukul mendengar hal itu. Pembantaian terhadap para duta itu membuat beliau mengeluarkan perintah untuk berjihad. Beliau menghimpun 3.000 pasukan pada Jumadil Tsani tahun 8 Hijriah.
Sebelum pasukan muslimin meninggalkan Madinah, Rasulullah saw. memberikan pengarahan kepada mereka:
"Yang akan memimpin pasukan pertama kali adalah Ja'far bin Abi Thalib, jika sesuatu menimpanya, maka tampuk kepemimpinan diserahkan pada Zaid bin Haritsah. Dan jika terjadi sesuatu pada Zaid, maka Abdullah bin Rawahah yang menjadi pimpinan kalian. Dan jika Abdullah bin Rawahah juga menjumpai kesyahidannya, maka pilihlah komandan di antara kalian".
Setelah mendapatkan pengarahan dari penglima besar mereka, berangkatlah pasukan itu di bawah komando Ja'far bin Abi Thalib. Ketika pasukan muslimin sampai di dekat kota Ma'an, mereka mendapat berita bahwa Kaisar Romawi telah mengirim 100.000 pasukannya ditambah 100.000 orang Arab yang berada di bawah kekuasaannya.
Perang Yang Tak Seimbang
Lasykar musuh yang berjumlah 200.000 pasukan itu berhadapan dengan 3.000 pasukan muslimin. Maka perang pun tak lagi terelakkan. Ja'far bin Abu Talib bertempur dengan gagah berani sampai darah penghabisan. Ia gugur sebagai syahid.
Pucuk komando segera diambil oleh Zaid bin Haritsah. Zaid pun bertempur dengan gagah berani.
Namun, ia pun mati syahid. Setelah gugurnya Zaid, Pasukan muslimin dipimpin oleh Abdullah bin Rawahah yang juga berakhir dengan kesyahidannya.
Dengan gugurnya para komandan mereka yang gagah berani itu, kaum muslimin segera memilih Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan. Khalid segera menarik pasukannya dari medan pertempuran dan menyelamatkan prajurit dari medan tempur.
Pada sore harinya, Khalid merencanakan penarikan seluruh pasukan dari medan pertempuran dan memimpin mereka bergerak kembali ke Madinah.
Penaklukan Kota Makkah
Penarikan mundur pasukan muslimin dari medan pertempuran Mu'tah telah membuat kafir Quraisy semakin berani dan congkak. Mereka berfikir bahwa kaum muslimin telah kehilangan daya dan kekuatan tempur. Oleh karena itu, mereka mengkhianati perjanjian Hudaibiyah. Dengan bantuan sekutu-sekutunya, mereka menyerang dan membunuh banyak kaum muslimin dari Bani Thaif.
Abu Sufyan tahu betul bahwa kaum muslimin tidak akan tinggal diam dan mereka segera mengirimkan jawaban atas pengkhianatan ini. Abu Sufyan pun berharap bisa bertemu dengan Rasulullah saw. di Madinah dan meminta maaf atas aksi tersebut.
Masih di hadapan Rasulullah saw., Abu Sufyan meminta agar beliau tetap mau memegang perjanjian Hudaibiyah. Akan tetapi, beliau menampik permintaan itu, sehingga Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan kecewa.
Segera Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya untuk siaga. Sebanyak 10.000 lasykar muslimin menyatakan siap sedia untuk mengambil bagian dalam peperangan selanjutnya. Beliau menugaskan sejumlah prajurit agar berjaga-jaga di sekeliling kota untuk mencegah siapa saja yang hendak meninggalkan kota dan meyebarkan berita kepada kafir Quraisy dalam hal ini.
Tetapi, seorang pengkhianat keji bernama Hatib membocorkannya kepada kaum musyrik Makkah. Dengan dalih risau akan keselamatan keluarganya, Hatib mengutus seorang kurir wanita untuk menyebarkan berita ini.
Niat busuknya segera diketahui. Surat yang berisi bocoran tentang persiapan kaum muslimin berhasil digeledah. Rasulullah saw. memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk melakukan pemboikotan sosial terhadap Hathib, si pengkhianat Islam. Sesungguhnya hukuman boikot itu lebih berat daripada hukuman mati.
Pada hari ke-10 Ramadhan tahun ke-8 H, Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya dan sebagian kaum muslimin untuk bergerak cepat. Mereka harus sampai di kota Makkah dalam waktu satu minggu. Beliau beserta pasukan dan seluruh kaum muslimin yang menyertai beliau mendirikan tenda di dekat kota Makkah.
Rasulullah saw. memberikan komando kepada pasukan muslimin untuk berpencar pada malam hari dan menyalakan api unggun di mana-mana. Pihak musuh berfikir bahwa sebuah pasukan besar telah tiba dari Madinah. Musuh pun menjadi ketakutan. Mereka menyangka bahwa pasukan dalam jumlah raksasa akan menyerang.
Malam harinya, gurun di sekeliling kota Makkah menjadi terang benderang dengan nyala api unggun di mana-mana. Suara riuh dan slogan-slogan kaum muslimin berkumandang, unta-unta dan kuda-kuda meringkik. Ketika Abu Sufyan beserta sekelompok Quraisy menyaksikan hal ini, ia merinding ketakutan. Ia menyampaikan kepada kaumnya bahwa ia tidak pernah menyaksikan pasukan sebesar ini selama hidupnya.
Dari sana, Abu Sufyan menjumpai Abbas bin Abdul Muthalib untuk meminta pendapatnya. Dengan maksud untuk berdamai, Abbas membawanya datang untuk menemui Rasulullah saw., sang panglima tertinggi kaum muslimin.
Demi kemaslahatan dan kejayaan Islam, Rasulullah saw. mengatakan kepada Abu Sufyan agar dapat meyakinkan penduduk kota Makkah, bahwa siapa saja yang mencari perlindungan hendaknya memasuki rumah Abu Sufyan. Setelah mendengar pandangan Rasulullah saw., ia bertolak kembali ke Makkah dengan membawa ampunan dari beliau.
Sesampainya di Makkah, Abu Sufyan mengingatkan warga kota bahwa kaum muslimin akan datang dengan pasukan raksasa. Untuk menghindari pertumpahan darah, maka sebaiknya mereka menyerah dan membiarkan kaum muslimin memasuki kota Makkah.
Akhirnya kota Makkah dapat dikuasai dengan damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Pengampunan Umum
Sekelompok kaum muslimin, khususnya para pengungsi yang pernah diperlakukan secara kejam oleh Quraisy, berniat menuntut balas terhadap orang-orang Makkah yang menyiksa dan mengusir mereka dari kota.
Akan tetapi, Rasulullah saw. mengumumkan "Pengampunan Umum" untuk warga Makkah, bahkan untuk mereka yang telah melakukan penyiksaan dan pengusiran terhadap kaum muslimin.
Setelah merobohkan semua patung dan berhala satu persatu, Rasul saw. memerintahkan Bilal untuk menaiki Ka'bah dan mengumandangkan gema Tauhid di atasnya:
"Allahu Akbar,
"La ilaha illallah,
"Muhammad rasulullah".
6. Perang Hunain
Setelah kejatuhan pusat kekuatan kaum musyrikin di tangan kaum muslimin, para penyembah berhala itu tetap diperbolehkan tinggal di sekeliling Ka'bah. Mereka merasa malu dan bagitu ketakutan. Oleh karena itu, mereka mengundang kabilah masing-masing untuk berkumpul.
Mereka memutuskan bahwa untuk mengalahkan kaum muslimin, hendaknya mereka bersekutu dalam menghancurkan pasukan muslimin itu. Dalam pertemuan itu, diputuskanlah kepala kabilah Hawazan sebagai panglima mereka.
Mendengar berita ihwal pertemuan itu, Rasulullah saw. mengirimkan seorang mata-mata untuk mengintai keadaan musuh dan mencari informasi tentang kesepakatan perang yang ditandatangani oleh kabilah-kabilah itu. Mata-mata itu berhasil mendapatkan informasi dan segera melaporkannya kepada beliau.
Persiapan Menjelang Perang Hunain
Mendapatkan berita tentang rencana penyerangan tersebut, Rasulullah saw. tidak tinggal diam. Panglima besar kaum muslimin itu segera memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan bergerak menuju lembah Hunain. Para pejuang itu bergerak pada 5 Syawal tahun 8 H.
Malik, panglima tentara kafir, mengutus tiga orang prajuritnya untuk memata-matai pasukan muslimin. Mereka menyaksikan kehebatan pasukan muslimin dan melaporkan hasil pengintaiannya itu kepada Malik. Ia merasa bahwa mereka tidak memiliki daya untuk menghadapi pasukan muslimin. Ia lalu memerintahkan pasukannya untuk menaiki bukit yang berada di lembah itu, sehingga mereka mendapatkan posisi yang strategis. Dari puncak bukit itu mereka berencana untuk menyergap jika pasukan musuh terlihat.
Pasukan muslimin tiba di lembah Hunain pada malam Selasa tanggal 10 Syawal. Pasukan Islam beristirahat di tempat itu. Rencananya, mereka akan bergerak memasuki lembah Hunain pada subuh hari.
Pihak musuh yang telah siaga menyambut kedatangan mereka dengan bersembunyi di balik ilalang. Setelah melihat musuh menampakkan diri, mereka lalu menyergap dari empat arah.
Di tengah kegelapan malam, kuda-kuda yang ditunggangi pasukan muslimin itu membuat kegaduhan. Kegaduhan ini menjadi ramai oleh sekitar 2.000 muallaf (muslim baru). Para muallaf itu melarikan diri, dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pelarian diri itu telah membuat musuh menjadi tambah semangat untuk menceraiberaikan pasukan muslimin.
Hanya 10 orang sahabat yang bersiaga di samping Rasulullah saw. Merekalah yang membela beliau dari ancaman pedang musuh. beliau memerintahkan mereka untuk lari mencari pertolongan. Abbas berteriak dengan suara lantang, memanggil sahabat-sahabat yang melarikan diri itu. Musuh yang pada awalnya meraih kemenangan itu, lambat laun menjadi lemah akibat kembalinya pasukan muslimin yang melarikan diri tadi.
Walhasil, benteng pertahanan musuh dihancurkan. Musuh lari tunggang langgang meninggalkan peralatan tempur mereka. Rasulullah saw. memerintahkan beberapa orang sahabat untuk mengejar musuh yang melarikan diri sehingga mereka menjadi tidak berdaya. Maksud pengejaran ini adalah agar tidak tersisa lagi musuh yang bisa melakukan perlawanan militer di kemudian hari.
Para sahabat yang mengejar musuh itu berhasil menunaikan tugas mereka. Atas keberhasilan pasukan muslimin menaklukkan musuh, Rasulullah saw. kemudian membagikan harta rampasan perang kepada kaum muslimin.
7. Perang Tabuk
Pada bulan Rajab tahun ke-9 H, Rasulullah saw. menerima laporan bahwa kaum muslimin yang bermukim di barat daya perbatasan Arabia, mendapat ancaman dari kekaisaran Romawi dan bermaksud untuk menyerang wilayah-wilayah Islam.
Setelah mempersiapkan pasukan, Rasulullah saw. mengumumkan rencananya kepada khalayak ramai. Cara ini berbeda dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat sebelumnya. Dahulu, beliau merahasiakan niatnya. Kali ini beliau memberitahukan kepada khalayak secara terbuka.
Masyarakat mempersembahkan segala sesuatu yang diperlukan oleh pasukan muslimin. Mereka dengan antusias dan penuh semangat mengorbankan harta, bahkan kaum wanita merelakan simpanan perhiasan mereka untuk digunakan dalam peperangan.
Makar Kaum Munafik
Bersamaan dengan bergeraknya pasukan muslimin, orang-orang munafik mulai menebarkan hasutan, menciptakan semangat anti perang dan menanamkan rasa takut dalam diri pasukan muslimin akan kehebatan pasukan Romawi.
Mereka melakukan berbagai cara, di antaranya ialah membangun sebuah masjid dengan nama "Masjid Dirar" sebagai pusat penyebaran propaganda anti perang itu.
Mereka berharap agar orang-orang tidak ambil bagian dalam jihad itu.
Syukurlah, berkat kesigapan dan ketegasan, Rasulullah saw. berhasil menggagalkan persekongkolan orang-orang munafik itu.
Atas perintah Rasulullah saw, rumah tempat berkumpulnya orang-orang Yahudi dan kaum munafik itu dibakar oleh massa. Dengan cara demikian ini, persekongkolan yang mereka galang berhasil ditumpas.
Persiapan Perang Tabuk
Sebanyak 30.000 pasukan muslimin meninggalkan kota Madinah. Jumlah pasukan ini adalah yang terbesar dari yang sebelumnya. Rasulullah saw. sendiri yang menjadi panglima pasukan itu. Beliau memeriksa persiapan-persiapan pasukannya. Setelah itu, panglima muslimin itu berpidato di depan pasukannya.
Beliau menunjuk Ali bin Abi Talib sebagai wali kota di Madinah selama kepergiannya beserta pasukan muslimin ke Tabuk.
Mereka tiba di padang Tabuk yang panas membara setelah menempuh perjalanan sejauh 600 kilometer. Namun, mereka terkejut setibanya di tempat itu. Mereka tidak melihat tanda-tanda kedatangan pasukan Romawi.
Sepertinya, pihak musuh telah mengetahui gerakan pasukan muslimin yang penuh semangat untuk mati syahid. Pemimpin Romawi memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari arah utara.
Pasukan muslimin berdiam di Tabuk selama 20 hari sebelum kembali ke Madinah, tanpa terjadi pertempuran apa pun.
Persekongkolan Kaum Munafik
Sekembalinya dari Tabuk, sekelompok orang munafik memendam niat jahat terhadap Rasulullah saw. Mereka bermaksud untuk membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu. Kaum munafik yang ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong oleh rasa takut kepada kaum muslimin lainnya.
Mereka hendak menakut-nakuti unta tunggangan Rasulullah saw. dengan bersembunyi di balik bukit. Bila beliau terjatuh, mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu tersingkap dan membuat orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin ingin segera menghabisi hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw. meminta mereka untuk membiarkannya.
Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah saw. memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid Dhirar. Perintah ini beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah swt.
Peperangan Tabuk merupakan unjuk kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin mengambil bagian dalam pertempuran ini.
Melihat kekuatan yang begitu besar, negara-negara tetangga dan orang-orang kafir menjadi enggan terlibat dalam persekongkolan untuk merongrong pemerintahan Islam.
Pembersihan Orang-orang Kafir
Hingga tahun ke-9 H, orang-orang kafir masih menunaikan ibadah Haji sesuai dengan kebiasaan nenek moyang mereka. Pada tahun yang sama, surat Al-Bara'ah atau At-Taubah diturunkan.
Rasulullah saw. mempercayakan surat itu kepada Ali dibacakan di hadapan orang-orang kafir Makkah. Beliau memerintahkan Ali untuk menyampaikan, "Tidak diperbolehkan orang-orang kafir memasuki rumah suci Ka'bah, terhitung sejak hari ini. Dan mulai hari ini, tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah di sekitar Ka'bah dengan telanjang".
Sesuai perintah Rasulullah saw., Ali berangkat menuju Makkah dan membacakan surat Al-Bara'ah yang baru saja diturunkan, dan ditujukan kepada orang-orang kafir itu agar menghentikan kemusyrikan mereka.
Di tengah para jemaah haji di sana, Ali menyerukan, "Wahai sekalian manusia, tidak akan ada orang kafir yang masuk surga, tidak akan ada orang musyrik yang berhaji setelah tahun ini, tidak akan ada orang telanjang yang bertawaf, dan siapa saja yang punya perjanjian damai dengan Rasulullah, maka ia punya kesempatan sampai berakhirnya masa perjanjian itu".