Hak Lisan (Bagian 1)
Setelah membahas bersama tentang tiga jenis nafsu yang terdapat dalam diri manusia yaitu, al-Nafs al-Ammarah, al-Nafs al-Lawwamah, dan al-Nafs al-Muthmainnah. Kini kita akan mempelajari lebih jauh hak dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh manusia terhadap anggota badannya.
Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as berkata, “Hak dan kewajiban lisan atas engkau adalah mencegahnya dari ucapan kotor dan membiasakannya dengan perkataan yang baik dan paksalah ia untuk berbicara dengan baik dan sopan. Hindarkan lisanmu dari banyak ucapan yang tidak berguna dengan membiasakan berdiam kecuali ketika diperlukan dan berguna bagi dunia dan akhirat.”
Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut sebagai sarana untuk mengecap rasa makanan dan berbicara. Lidah dikenal sebagai indera pengecap untuk mencicipi berbagai rasa seperti, manis, pahit, asin, asam, dan lainnya. Meski lidah memiliki multi fungsi, namun Imam Sajjad as lebih menekankan pada kegunaan lidah sebagai alat untuk berbicara dan berucap. Sebab lidah berperan penting dalam mentransfer pemahaman, nilai-nilai pendidikan dan konsep kesempurnaan manusia.
Manusia memperoleh berbagai informasi lewat dialog, percakapan, dan pertanyaan sekaligus memperkuat kepribadiannya dengan cara itu. Dengan kata lain, akal dan pikiran manusia merupakan harta karun dan kunci pembukanya adalah lisan. Kedudukan dan posisi manusia akan tampak ketika lidah bergerak mengeluarkan kata-kata. Oleh karena itu Imam Ali as menganggap organ sensitif ini sebagai tanda-tanda kebesaran Allah Swt dan parameter untuk mengukur kepribadian manusia. Imam Ali as berkata, “Kepribadian manusia tersembunyi di balik lisannya.”
Atas dasar ucapan itu, seorang penyair kenamaan Iran, Saadi Shirazi berkata:
“Apa arti lisan di mulut pemikir?
Kunci peti harta sang seniman
Kala tertutup tak ada yang tahu
Penjual mutiarakah ia atau perajut sutra”
Kitab suci al-Quran setelah memaparkan proses penciptaan manusia, mengetengahkan masalah pentingnya penjelasan dan bayan (kepandaian berbicara). Seakan-akan salah satu bentuk kemurahan dan kasih sayang Tuhan kepada manusia adalah anugerah nikmat bayan kepadanya. Pada ayat 1-4 surat ar-Rahmaan, Allah Swt berfirman, “Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarkannya pandai berbicara.”
Lisan dalam al-Quran adalah petunjuk kepribadian manusia. Ketika kita membaca kisah Nabi Yusuf as dengan Zulaikha dan sebelum utusan Allah Swt ini menceritakan kejadian yang menimpa dirinya, kepribadian Nabi Yusuf as tersembunyi di balik tirai-tirai kebungkaman dan tidak ada yang tahu. Namun setelah Yusuf dibebaskan dari penjara dan ketika menceritakan pengkhianatan yang dilakukan istri pembesar Mesir dan kesucian dirinya, Raja Mesir berkata kepada Nabi Yusuf as bahwa mulai saat ini engkau memiliki kedudukan istimewa dan menjadi kepercayaan raja.
Rasul Saw juga mengajak manusia untuk bertutur kata dengan lemah lembut dan sopan dalam menjalin interaksi. Rasul Saw bersabda, “Kalian akan dikenali ketika berbicara.”
Hal yang sangat penting menyangkut lisan adalah bagaimana cara bertutur kata dan memanfaatkannya dengan baik. Organ kecil ini dapat mengantar manusia kepada kebahagiaan dan kesenangan dengan cara mengeluarkan kata-kata yang indah dan pada tempatnya. Sebaliknya, organ ini juga dapat menjerumuskan manusia pada kesesatan dan kesengsaraan jika digunakan secara tidak benar.
Ketika Luqman al-Hakim menjadi pelayan, tuannya meminta kepadanya untuk menghidangkan bagian tubuh kambing yang paling baik. Luqman menyajikan lidah dan hati kambing kepada tuannya. Hari berikutnya, sang tuan meminta Luqman untuk membawakan bagian tubuh kambing yang paling buruk, lagi-lagi Luqman menghadirkan lidah dan hati kambing kepada majikannya itu.
Kemudian sang tuan bertanya, “Mengapa dalam dua hari ini engkau menghidangkan kepadaku dua jenis hidangan yang sama? Bagaimana mungkin lidah dan hati kambing sama-sama organ yang paling baik dan paling buruk?”
Luqman menjawab, “Lidah dan hati yang bersih dan suci lebih baik dari segala hal, dan jika ternodai dan kotor, maka ia lebih buruk dari semuanya.”
Sebagian besar perbuatan baik dan buruk bermuara pada lidah. Perkataan baik dan buruk yang keluar dari lisan seseorang adalah cerminan kedudukannya. Oleh sebab itu, Imam Sajjad as meminta umat manusia untuk mengendalikan lisan dan menunaikan hak-haknya. Di antara hak-hak lisan adalah menghormatinya dan tidak menodainya dengan kata-kata kotor, celaan, dan makian.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada suatu hari seekor babi mendekati Nabi Isa as. Lalu putra Maryam ini berkata, “Pergilah dengan selamat.”
Para sahabat Nabi Isa as memprotes dan berkata, “Wahai Nabi Allah, mengapa engkau bertutur kata seperti itu kepada binatang seperti babi?”
Nabi Isa as menjawab: “Aku tidak suka mengeluarkan kata-kata kotor.”
Ucapan yang baik dan penuh pertimbangan memiliki berkah yang sangat banyak. Berkah ini hanya milik orang-orang yang membiasakan lidahnya dengan kata-kata baik. Imam Sajjad as ketika memaparkan dampak-dampak bertutur kata dengan baik, berkata, “Ucapan yang indah akan memperbanyak harta, menambah rezeki, menunda kematian, menjadikan seseorang dicintai oleh anggota keluarganya dan akan mengantarkannya ke surga.”