AGAMA ISLAM
Agama Islam tergolong dalam kategori agama semitik. Islam memiliki arti berserah diri kepada Allah. Muslim menerima Al Quran sebagai ucapan Allah, perintah Allah yang disampaikan kepada Rasul Allah Muhammad SAW yang kemudian disampaikan kepada umatnya secara verbatim. Islam menyatakan bahwa di sepanjang jaman Allah mengutus rasul-rasulNya guna menyampaikan pesan mengenai keEsaan Allah dan pengabdian kepadaNya serta tentang ‘Hari kemudian’; kehidupan setelah kematian dimana segala amal perbuatan selama hidup di dunia akan diperhitungkan, akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Jadi Islam bukanlah agama-seperti yang sering disalahtafsirkan- yang didirikan dan disebarkan oleh Rasulullah Muhammad, diyakini bahwa Islam adalah keyakinan yang juga disampaikan oleh Adam, Nuh, Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, Musa, Daud, Yahya, Isa (Yesus)dan nabi serta rasul-rasul lainnya.
Konsep Ketuhanan
Konsep ketuhanan dalam Islam tercantum dalam Al Quran Surah Al Ikhlas sebagai berikut:
i) ”Qul huwallahu ahad”
“Katakanlah : Allah itu Esa”
ii) “Allahu Shomad”
“Allah tempat bergantung segala sesuatu”
iii) “Lam yalid wa lam yuulad”
“Dia tidak beranak dan diperanakan”
iv) “Walam yakullahu kufuwan ahad”
“Dan tak ada sesuatupun yang setara denganNya”
[Al Quran, Al Ikhlas:1-4]
(Bandingkan dengan konsep monoteisme yang juga ada pada kitab suci agama Hindu Upanishads juga Dasatir kitab suci Zoroasterisme)
Empat ayat Surah Al Ikhlas di atas merupakan landasan dasar pemahaman mengenai Tuhan dalam Islam, dan 4 ayat tersebut juga merupakan ‘batu uji’ mengenai konsep ketuhanan. Tak ada seorangpun atau apapun bisa disebut tuhan jika tak lolos dari 4 kriteria diatas.
Dengan Nama Apa Tuhan Disebut
Muslim menyebut nama Tuhan dengan nama ‘Allah’ seperti tercantum dalam Al Quran. Karena sebutan ‘Allah’ terasa unik dan murni, tak dapat disandingkan dengan tambahan kata apapun-seperti ‘Tuhan’ (Indo.) misalnya (ketuhanan, menuhankan) atau ‘God’ (Ing.) (gods, goddess, godfather, tin god)- .
Meskipun demikian dalam Al Quran terdapat nama-nama indah lainnya yang disebutkan bagi Allah sebanyak 99 Nama-nama Terindah (Asmaul Husna) antara lain Ar Rahman (Yang Maha Pengasih), Ar Rahim (Yang Maha Penyayang), Al Malik (Yang Maha Kuasa), Al Qudus (Yang Maha Suci) dan sebagainya.
Dalam kitab suci agama Hindu Rigved disebutkan bahwa Tuhan diberi gelar ‘Brahma’ juga ‘Vishnu’ (dipahami sebagai dua dewa yang berbeda oleh penganut Hindu). ‘Brahma’ yang artinya Sang Pencipta dalam bahasa Arab adalah ‘Khalik’ dan ‘Vishnu’ yang artinya Sang Pemelihara dalam bahasa Arab adalah ‘Rabb’. Jadi muslim pada prinsipnya tidak berkeberatan jika pada Allah disematkan gelar ‘Brahma’ ataupun ‘Vishnu’. Namun jika kemudian Brahma digambarkan sebagai dewa dengan 4 kepala bermahkota yang memiliki 4 tangan, ataupun Vishnu digambarkan sebagai dewa dengan 4 tangan dengan salah satu tangannya memegang senjata Chakra dan tangan lainnya memegang kerang dan digambarkan menunggang burung Garuda, kaum muslim tak sependapat dengan hal tersebut. Sebab Allah, Tuhan tak dapat diserupakan dengan apapun seperti disebutkan dalam Al Quran Surah As Syura :11 “Laisa kamistlihi syaiun” (“tak ada sesuatupun yang dapat diserupakan denganNya”] Dan bukankah hal itu juga bertentangan dengan keterangan yang terdapat dalam kitab suci agama Hindu itu sendiri Yajurved 32:3; “Na tasya pratima asti” (“Tak ada yang serupa denganNya’], “Tuhan tak memiliki rupa dan halus” [Yajurved 40:8].
Dalam Bible Allah disebut ‘Bapa’ atau ‘Father’ (digunakan untuk mendukung doktrin ‘Tuhan yang memiliki anak’?]. Namun tak pernah sekalipun Rasulullah Muhammad menggunakan kata tersebut selama 23 tahun masa kenabiannya. ‘Abb’ yang berarti Bapa dalam bahasa Arab adalah kata yang lebih mudah diucapkan dibanding ‘Rabb’ ; Sang Pencipta. Hal tersebut dilakukan untuk memelihara kemurnian Tauhid, menjauhkan ajaran dari konsep Tuhan yang memiliki anak, konsep yang hanya berlaku bagi mahluk seperti manusia dan hewan.
“Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda'wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.”
[Al Qur’an, Maryam : 88 –92]
Monoteisme di Level Tertinggi
Penganut paham politeisme berargumentasi bahwa sesuatu hal yang logis saja jika Tuhan berjumlah lebih dari satu, mengapa tidak?
Untuk mempermudah, mari kita sederhanakan konsep politeisme ini menjadi konsep dualisme, apabila konsep dualisme ini dapat dibuktikan kebenarannya maka politeisme dapat dibenarkan secara keseluruhan dan sebaliknya bila tidak terbukti keyakinan politeisme ini batal dan Tauhid (monoteisme) adalah satu-satunya konsep yang dapat dibenarkan. Asumsikan terdapat 2 tuhan yang memiliki kehendak yang berbeda terhadap seorang manusia bernama si A. Tuhan pertama menghendaki si A berdiri sedangkan tuhan kedua menghendakinya duduk. Adalah mustahil untuk mewujudkan 2 keinginan tersebut secara bersamaan. Pada akhirnya kehendak salah satu Tuhan saja yang dapat terwujud dengan kata lain tuhan yang lainnya tidak cukup mumpuni dari segi kehendak, kekuasaan dan ilmu, hingga tak layak disebut tuhan, gugurlah dirinya sebagai tuhan dan akhirnya hanya tersisa Satu Tuhan saja.
Jika dalam Agama Hindu diyakini bahwa setiap wujud adalah tuhan, dalam Islam setiap wujud adalah milik atau kepunyaan Tuhan (For Hindus everything is God, Gods but for Muslims everything is God’s)
Dan memang jika saja ada lebih dari satu Tuhan maka akan terjadi kebingungan, kekacauan, chaos di alam semesta ini. Namun nyatanya alam semesta sungguh berada dalam keadaan seimbang dalam keadaan harmoni sempurna. Al Quran menyatakan:
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy yang tinggi dari apa yang mereka sifatkan”
[Al Quran, Al Anbiyaa : 22]
Jika ada lebih dari satu Tuhan, mereka akan membawa mahluk ciptaannya masing-masing:
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) besertaNya. Masing-masing tuhan itu akan membawa mahluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan”
[Al Quran, Al Mukminun :91]
Monoteisme Adalah Fitrah
Dan memang keyakinan pada Satu Tuhan adalah keyakinan natural, keyakinan fitrah pada tiap diri manusia, Tuhan itu Esa. Satu-satunya konsep yang dibawa sejak ia lahir ke dunia. Ahmed Deedat mengemukakan bahwa pada masyarakat terasing Zulu di Afrika yang tak mengenal konsep agama apapun yang umum dikenal, jika pada mereka ditanyakan konsep tentang Tuhan, jawab mereka adalah : “ HAWU UMNIMZANI! UYENA, UMOYA OINGCWELE. AKAZALI YENA, FUTHI AKAZALWANGA; FUTHI, AKUKHO LUTMO OLU FANA NAYE."
Arti dari kalimat tersebut : “Oh tuan, Dia adalah roh yang halus dan suci, Dia tidak beranak dan diperanakan dan tak ada yang serupa denganNya.” Bandingkan hal ini dengan konsep dalam Islam pada Al Quran Surah Al Ikhlas !
Jadi selain bahwa keyakinan akan adanya Satu Tuhan adalah satu-satunya konsep ketuhanan yang logis, hal tersebut adalah juga fitrah bagi manusia. Agama-agama di dunia pada level tertinggi hanya mengakui satu Tuhan saja, Tuhan yang sama. Seluruh kitab suci sebetulnya hanya berbicara tentang monoteisme. Namun seiring dengan berlalunya waktu, berlalunya jaman, kitab-kitab suci tersebut mengalami perubahan-perubahan, penggerusan oleh orang-orang yang mengambil keuntungan dari hal itu. Keyakinan banyak agama telah berubah dari monoteisme menjadi politeisme atau panteisme.
Al Quran menyatakan:
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya:’ini dari Allah’ (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri. Dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan”
[Al Quran, Al Baqarah :79]
Pada prinsipnya keyakinan akan keberadaan Tuhan secara alamiah pada dasarnya adalah merujuk pada Satu Tuhan (monoteisme), Tuhan adalah Esa, Satu Tuhan bagi seluruh umat manusia. Karena Tuhan itu satu maka satu pula agama yang diturunkanNya. Keanekaragaman agama adalah hasil distorsi manusia. Seluruh utusan, seluruh rasul dan nabi hanya menyampaikan satu agama, penyelewenganlah yang membuat satu agama dari satu sumber itu menjadi beraneka ragam
.
“Katakanlah: ’ Hai ahli kitab, marilah berpegang teguh pada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah’. Jika mereka berpaling katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim (berserah diri kepada Allah)’ “
[Al Quran, Ali Imran :64]