Perayaan Tabot bab 2

Perayaan Tabot bab 20%

Perayaan Tabot bab 2 pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Imam Husein as

Perayaan Tabot bab 2

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Syuplahan Gumay
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 4012
Download: 2231

Komentar:

Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 7 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 4012 / Download: 2231
Ukuran Ukuran Ukuran
Perayaan Tabot bab 2

Perayaan Tabot bab 2

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Perayaan Tabot

Syuplahan Gumay

Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Bengkulu

BAB II

LAHIRNYA UPACARA TABOT DI BENGKULU

Lahirnya upacara Tabot di Bengkulu tidak dapat dilepaskan dari tradisi masuknya Syi’ah di Bengkulu. Tradisi Syi’ah yang ada di Bengkulu dapat digambarkan melalui perayaan Tabot (Karbala) Bengkulu.

Dibawah ini sekilas akan menjelaskan mengenai Islam Syi’ah.

A. Islam Syiah

Golongan Syi’ah merupakan elemen umat Islam yang menyakini bahwa kepemimpinan hanya pada orang-orang keturunan Nabi Muhammad saw yang berhak memerintah golongan Islam.

Walaupun di Indonesia dikenal dengan mazhab Syafi’i dan menganut sunnah wal Jama, namun dikalangan masyarakat beberapa tempat di Nusantara masih ditemukan jejak-jejak syiah yang semula dikenal pusatnya di Persia (Iran).

Di Timur tengah dan Persia penganut ahlusunnah dan penganut Syi’ah tidak sepaham terutama dalam hal sumber hukum Islam. Dalam aliran ini sudah dimulai politisasi agama, terutama pada asar hukum ijma.

Kaum Syi’ah menganggap bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah yang keturunan Nabi Muhammad SAW.

Dengan adanya Ijma dimungkinkan yang bukan keturunan Nabi Muhammad SAW dapat menjadi khalifah.[1]

Atas pertimbangan inilah, kaum Syi’ah beranggapan bahwa hanya al-Qur’an dan Hadist yang menjadi dasar hukum agama Islam, sedangkan Ijma dan Qiyash tidak perlu.

Runtuhnya kesultanan Syi’ah tidak menyurutkan ajaran yang terlanjur berkembang di masyarakat. Berbagai ritual Syi’ah menjelma menjadi tradisi yang masih ditemukan di beberapa daerah di Nusantara.

Di Indonesia penganut Syi’ah berjumlah tidak banyak, namun di beberapa tempat tradisi yang biasa dilakukan umat Syiah masih ditemukan dan secara kontinue dilakukan oleh kelompok masyarakat tersebut.

Dapat dikemukakan sebagai contoh tentang tradisi Syi’ah, misalnya perayaan Tabot peringatan hari wafatnya Husein bin Ali oleh kaum Syi’ah dalam bentuk perayaan Tabot.

Tabot dibuat dari batang pisang yang dihiasi bunga aneka warna, diaarak ke pantai dan di iringi dengan teriakan Hayya Husein hayya Husein” artinya hidup husein hidup husein” pada akhir upacara ini dibuang ke laut karena benda yang dinamakan Tabot melambangkan keranda mayat.

Namun saat ini pembuangan Tabot di buang di makam Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) karena jika dibuang dilaut akan merusak keindahan laut Bengkulu.[2]

Tabot masih dilakukan masyarakat setiap tanggal 1-10 Muharram di Bengkulu, Pariaman dan Aceh. Sedangkan di jawa adanya Asyura dalam sistem pertanggalan jawa berubah menjadi bulan suro (Sebutan bulan Muharram: bulan wafatnya Husein).

Peringatan Asyura belakangan ini dikenal dengan istilah “ Hasan Hussein”.

Proses penyerapan tradisi Syi’ah ke dalam adat istiadat lokal seperti fenomena perayaan Tabot dapat dijelaskan menurut Jalaluddin Rahmat, kedatangan Syi’ah ke Indonesia bisa di terangkan melalui beberapa teori.[3]

Teori pertama, merujuk pada masa penyebaran Islam di Indonesia. Menurut teori ini, dahulu orang-orang Syi’ah yang dikejar-kejar oleh para penguasa Abbasiyah lari dari timur tengah sebelah utara yang sekarang menjadi daerah Irak sebelah selatan dibawah pimpinan Ahmad Muhajir sampai di Yaman.

Mayoritas Syi’ah Indonesia adalah Syi’ah Intelektual. Syi’ah intelekttual maksudnya secara lahir menganut mazhab Syafi’i.

Belakangan ini terdapat bukti-bukti yang memperkuat teori ini.

Beberapa shalawat khas Syi’ah yang masih dijalankan di pesantren - pesantren. Ada wirid-wirid tertentu yang menyebutkan lima keturunan ahlulbait.

Tradisi ziarah kubur lalu membuat kubah pada kuburan merupakan tradisi Syiah. Namun, tradisi itu lahir dalam bentuk mazhab Syafi’i.

Teori kedua, menyatakan bahwa Islam yang datang ke Indonesia itu adalah Islam Sunni, tetapi belakangan ini masuklah Syi’ah terutama melalui aliran-aliran tarekat soalnya dalam tarekat syi’ah dan sunni betemu sejak lama.

Silsilahnya dari Allah, malaikat Jibril, Rasullullah, Husain, Ali bin Husain dan seterusnya. Dari situlah keluar dari silsilah lain, tujuh atau delapan silsilah pertama adalah para imam Syi’ah.

Jadi menurut teori ini ritus-ritus yang nampaknya menunjukkan bahwa Syi’ah pertama kali datang ke Indonesia sebenarnya ritus-ritus itu hanya menunjukkan adanya pengaruh Syi’ah yang masuk ke dalam pemikiran Ahlusunnah lewat mazhab Syafi’i.[4]

Teori ketiga, mengatakan bahwa Syi’ah itu baru datang setelah Revolusi Iran Irak (RII). Sebenarnya banyak orang yang terpengaruh Syi’ah karena peristiwa Revolusi Iran Irak tersebut.

Salah satu dugaan yang bisa kita pahami untuk menerima Syi’ah yang berbaju Syafi’i adalah bahwa Imam Syafi’i sendiri sangat simpati terhadap Syi’ah.

Jadi argumentasinya Islam yang datang ke Indonesia itu Syi’ah yang berbaju Syafi’i. Karena imam Syafi’i sendiri sangat simpati terhadap Syi’ah.

Menurut riwayat, Imam Syafi’i pernah di seret dari hijaz hingga Syiria dalam belenggu besi dan dihadapkan pada Harun rasyid.

Satu per-satu kawannya dipotong dan hanya Imam Syafi’i yang selamat.

Sebagian menduga bahwa Imam Syafi’i bukan hanya bersimpati saja namun, juga termasuk orang yang berpaham Syi’ah.[5]

Menurut Rustam, paham Syi’ah tidak berkaitan dengan budaya Tabot di Bengkulu, beliau mengatakan Syi’ah dengan budaya Tabot itu berbeda.

Pelaksanaan upacara ritual Tabot di Bengkulu sudah berlangsung sejak lama dan dilakukan khususnya oleh orang-orang dari garis keturunan pembuat Tabot.

Tabot setiap tahunnya dilaksanakan pada tanggal 1-10 Muharram, sehingga tidak mengherankan apabila upacara sakral, mistis, religius ini dikenal oleh masyarakat Bengkulu.[6]

Lahirnya Tabot di Bengkulu memiliki beberapa arti, maksud dan tujuan upacara Tabot. Dibawah ini sekilas akan membahas mengenai Pengertian Upacara Tabot.

B. Pengertian Upacara Tabot

Upacara Tabot pada dasarnya merupakan perwujudan rasa berkabung dari keluarga Muslim Syi’ah yang berasal dari Bengala (India) atas syahidnya Husain bin ali bin Abi Thalib di Padang Karbala pada bulan Muharram 61 Hijrah.

Upacara Tabot itu sesungguhnya juga erat kaitannya dengan perkembangan agama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H/ 632 M di Madinah.

Upacara Tabot adalah perbuatan dan perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting dengan membuat peti yang dibuat duari anyaman bambu yang terbuat dari kayu yang dibawa berarak pada peringatan Hasan-Husein.[7]

Tabot merupakan upacara tradisional yang bernafaskan Islam. Tabot sarat dengan ritual keagamaan mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga akhir upacara tidak terlepas dari kegiatan keagamaan.

Agama Islam menyebar pada komunitas yang umumnya telah memiliki tradisi atau adat istiadat yang sudah berakar dan diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Tabot juga syarat dengan simbol-simbol religius yang mengandung makna yang dalam.[8]

Upacara Tabot yang diselenggarakan setiap tanggal 1-10 Muharram, tradisi ini sendiri dibawa oleh orang-orang India yang menjadi tentara Inggris pada tahun 1685.

Salah satunya yang di kenal sebagai ulama adalah Syekh Burhanuddin atau populer dengan nama Imam Senggolo.[9]

Tabot sendiri merupakan simbol kepahlawanan cucu dari Nabi Muhammad SAW yaitu Hasan dan terutama Husain yang wafat dalam suatu peperangan di Padang Karbala, Irak.

Tabot yaitu sebuah menara yang tingginya 10 meter terbuat dari kayu dan kertas yang digunakan dalam arak-arakan melalui jalan-jalan protokol di Bengkulu untuk memperingati kematian Hasan dan Husain, cucu Nabi Muhammad yang syahid dalam Perang Karbala di Irak pada tahun 61 H (680 M).[10]

Acara mengarak Tabot ini merupakan tradisi peninggalan mazhab Syi’ah di Bengkulu dan diadakan setiap tanggal 10 Muharram.

Upacara tradisi Tabot yang setiap tahun diselenggarakan pemerintah dan masyarakat Bengkulu sudah menjadi komoditi pariwisata yang sangat bernilai bukan hanya bagi masyaakat khususnya komunitas Syi’ah melainkan seluruh masyarakat Bengkulu hanyut dalam perayaan tahunan tersebut.[11]

Maksud dari upacara ini pada awal mulanya adalah upacara berkabung dari keluarga Syi’ah atas gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib pada tragedi perang karbala.

Sejak keluarga sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi’ah, maka maaksud penyelenggaraan upacara ini sekedar kewajiban-kewajiban untuk memenuhi wasiat leluhur mereka.

Sedangkan pada masa akhir-akhir ini maksud dari upacara ini selain melaksanakan wasiat leluhur juga turut berperan serta mensukseskan program pemerintah dibidang pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah serta mensukseskan pengembangan pariwisata di daerah Bengkulu.

Tujuan dari upacara ini pada mulanya adalah untuk meningkatkan rasa cinta mereka kepada ahlulbait (keluarga Rasullullah saw).

Tujuan upacara ini bagi orang Bengkulu dan keluarga sipai adalah untuk menanamkan rasa bangga atas budaya leluhur juga untuk turut serta melestarikan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.[12]

Agar lebih jelasnya mengenai lahirnya Tabot, maka akan di jelaskan pada sub-bab di bawah ini.

C. Awal Mula Upacara Tabot Bengkulu

Menurut sejarahnya Tabot Pertama kali dibawa ke Indonesia oleh orangorang muslim India.

Orang-orang india ini sengaja didatangkan oleh Inggris pada abad ke XVII sebagai serdadu dan pekerja untuk membangun benteng Malborough di Bengkulu.

Di samping itu bangsa asing datang ke Bengkulu seperti Portugis, Inggris, Belanda, Tionghoa dan India. Bangsa India yang dibawa Inggris berasal dari Bengali dan mereka menganut Agama Islam dari sekte Syi’ah.[13]

Selanjutnya budaya Tabot itu dibawa ke daerah-daerah yang disinggahi dari Jazirah Arab seiring dengan masa penyebaran agama Islam ke berbagai penjuru dunia.

Budaya Tabot terus masuk ke Punjab (India) lalu dari India budaya Tabot dibawa ke Bengkulu.

Sebelum tiba di Bengkulu, orang india tersebut sudah menetap di Aceh, namun karena tidak memperoleh respon yang memadai, mereka meninggalkan Aceh dan mendarat di Bengkulu tahun 756 atau 757 H (1336 M).

Jadi yang membawa budaya Tabot di Bengkulu ini adalah orang India dari punjab dan asal muasalnya upacara Tabot ini dari Jazirah Arab.

Istilah Tabot di Indonesia berasal dari ritual sederhana yang ada di Irak, Persia dan India Selatan yang disebut ta’ziyah. Sementara itu istilah Tabot dikenal di India utara untuk menyebut istilah ta’ziyah.

Lebih lanjut lagi bahwa tipe Tabot di Indonesia ada dua: pertama Hasan- Husein di Aceh serta Tabot di Sibolga yang merupakan jenis ritual yang sederhana

Kedua, Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Pariaman yang merupakan jenis dari tipe dielaborasi menjadi pertunjukan treatikal.[14]

Kejelasan bahwa asal upacara Tabot yang ada di Bengkulu berasal dari India dapat terlihat dari waktu pelaksanaan dan bentuk bangunannya.

Dari segi waktunya, Upacara Tabot di Bengkulu dilaksanakan setiap tahun nya selama 10 hari ( 1- 10 Muharram) sama halnya dengan festival muharram di India yang berlangsung 10 hari sehingga dikenal dengan Ashura atau Tenth.

Ashura adalah peringatan hari kesyahidan Husain. Dari segi bangunan Tabot, di Bengkulu berupa sebuah bangunan bertingkat yang berbentuk limas (makin ke atas makin kecil) yang terbuat dari papan atau triplek ( dulunya menggunakan bahan bambu).

Tinggi bangunan Tabot rata-rata 5-6 meter dan bangunan ini dihiasi dengan kertas berwarna dan dekorasi kertasnya adalah tulisan kaligrafi.

Jika malam Tabot-tabot ini dihiasi lampu-lampu kecil beraneka warna mencolok menjadi cemerlang, bahkan dewasa ini telah dilengkapi dengan sistem berputar.

Puncak bangunan adalah payung, kemudian bangunan Tabot diarak dalam acara arak gedang dan pada acara Tabot tebuang yang berlangsung pada tanggal 9-10 Muharram.[15]

Sedangkan dalam perayaan muharram di India dibuat sebuah Tugu (biasanya disebut Ta’ziyah atau Tabot) sebagai peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad Saw.[16]

Syekh Burhanuddin Ulakan memperkenalkan tradisi Tabot ( perayaan asyura) dan basapa (berjalan) dipesisir barat sumatra abad ke-17.

Sementara Syekh Jalaluddin Aididu memperkenalkan tradisi maudu lompoa ( maulid Nabi yang agung) di daerah Makassar pada abad ke -17.

Perayaan Tabot, Basapa, dan Maudu Lompoa semuanya menunjukkan karakter Islam Syi’ah. Tradisi ini dikenalkan sebagai instrument penyebaran agama Islam di Nusantara.

Syekh Burhanuddin Ulakan dikenal sebagai penyebar Islam pertama di daerah Minangkabau dan Bengkulu, sementara Syekh Jalaluddin Aidi adalah salah seorang tokoh penyebar Islam di daerah Sulawesi Selatan.

Perayaan Tabot di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syekh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685.

Kemudian Imam Senggolo menetap di kota Bengkulu menikahi 2 orang wanita setempat yang pertama cinggeri selebar bernama Nurhumma mendapatkan 7 orang anak dan kedua dari sungai Lemau pondok kelapa juga memperoleh 7 anak hingga waktu ini mempunyai keturunan yang banyak sebagai inti dari masyarakat melayu islam pewaris tradisi perayaan seni budaya Tabot.

kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot (Sipai).

Selanjutnya Imam Senggolo memberi nama padang karbala pada tanah seluas 40 hektar yang saat ini terletak antara kelurahan Padang Jati dan kelurahan Kebun Tebeng yang digunakan sebagai arena acara prosesi ritual budaya Tabot terbuang.[17]

Seni budaya Tabot menurut Imam senggolo sifatnya selalu menyesuaikan kepada keadaan setempat kemana tabot itu dibawa dan ditampilkan sehingga antara satu tempat dengan tempat lainnya pada akhirnya terjadi perbedaan tradisi dalam berbagai hal anatara lain : ujud benda-benda yang digunakan, tata cara dan tertib acara yang ditampilkan.

Walaupun demikian missi yang dilakukan adalah sama yaitu mengenang segala syahid di Karbala Iraq, mengenang kejayaan islam, menongsong tahun baru hijriyah dan memuliakan serta memberi penghormatan kepada Imam Husain sebagai cikal bakal ummat.

Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, ada yang berpendapat lain bahwa diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi’ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu.

Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syi‘ah.

Para pekerja yang merasa cocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang.

Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai (keluarga Tabot).

Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil.

Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat.

Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik.

Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.[18]

Upacara Tabot yang ada di Bengkulu mengandung dua aspek ritual dan non-ritual.

Aspek ritual hanya boleh dilakukan oleh Keluarga Tabot dan dipimpin oleh dukun Tabot atau orang kepercayaan saja yang memiliki ketentuan khusus dan norma-norma yang harus ditaati.[19]

Ritual tabot di Bengkulu dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama, Tabot sebagai ritus yang berarti merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan ritual yang dilaksanakan mulai malam tanggal 1 sampai 10 tiap bulan Muharram.

Sebagai ritus, ritual Tabot dipimpin oleh seorang anggota keluarga Tabot yang menguasai secara detail ritual ini dan yang dianggap memiliki kemampuan spiritual untuk melaksanakan ritual tersebut.

Kedua, Tabot lebih bersifat fisik. Tabot dalam pengertian ini dipahami sebagai suatu ornamen berbentuk candi atau rumah yang mempunyai satu atau lebih puncak dengan ukuran yang berbeda-beda dibuat dari bahan-bahan tertentu dan dikhususkan untuk ritual Tabot.[20]

Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi’ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang Karbala.

Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harafiah berarti “kotak kayu” atau “peti”.

Dalam Al- Quran kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat.

Bani Israil di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka.

Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.

Jika pada awalnya upacara Tabot digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka.

Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.

Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya juga menjadi penyebab munculnya perbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot.

Di Bengkulu, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot.

Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut, namun pada perkembangannya Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.

Setelah mengetahui awal mula upacara Tabot di Bengkulu, maka akan dijelaskan mengenai keterkaitan agama Islam dengan upacara Tabot di Bengkulu seperti di bawah ini.

D. Keterkaitan Agama Islam dengan Tradisi Upacara Tabot di Bengkulu

Pijnappel ialah sarjana Belanda yang pertama kali mengajukan teori bahwa asal Islam di Indonesia adalah Gujarat dan Malabar.

Orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang menetap di India itulah yang kemudian membawa Islam ke Indonesia.[21]

Penyebaran Islam dengan proses yang damai tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli.

Ricklefs berpendapat bahwa memang benar dalam proses Islamisasi di Indonesia tidak ada satu bukti pun yang menyebutkan adanya ekspedisi militer asing yang memaksakan agama Islam melalui penaklukan, tetapi setelah sebuah kerajaan Islam berdiri adakalanya agama Islam disebarkan oleh kerajaan itu dengan peperangan ke daerah lainnya.[22]

Budaya Tabot masuk seiring dengan penyiaran Islam sebagai media dan daya tarik penarik bagi penyiaran itu sehingga dengan mudah dapat mengumpulkan dan memberikan ajaran kepada ummat yang didatangi.

Pengembangan pengajaran Islam lebih banyak ditentukan oleh usaha perorangan yang menyadari kebenaran agamanya sebagai rahmat Tuhan dan mereka merasa bahagia sekali apabila rahmat itu terlimpah kepada orang orang lain.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa penyebar-luasan Islam adalah bukan oleh raja-raja atau kerajaan.

Para perorangan tersebut meyebar ke daerah-daerah pesisir menyusur pantai termasuk kota Bengkulu yang terletak di pantai Barat Sumatra keudian mereka mengawini wanita-wanita setempat.[23]

Pandangan Islam terhadap ritual upacara Tabot semenjak Islam masuk ke Nusantara terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya setempat.

Akulturasi itu menghadirkan ragam budaya yang mengagumkan. Umumnya, sebagian bentuk akulturasi berkaitan erat dengan penyebaran Islam di tanah air.

Satu dari sekian banyak akulturasi budaya, antara lain upacara tradisional Tabot.

Islam ketika berhadapan dengan adat yang sudah mapan dituntut kearifannya. Islam dalam realitasnya mampu menampakan kearifannya yang ditandai dengan pendekatan dakwah secara damai atau bertahap-tahap bukan sebaliknya secara frontal dan kekerasan.

Singkatnya Islam mampu berdialetika secara harmonis dengan kemajemukan adat dan memberikan klarifikasi secara bijaksana tehadap unsur-unsur adat yang bernilai positif.

Dengan demikian, kehadiran agama Islam bukan untuk menghilangkan adat dan budaya setempat melainkan untuk memperbaiki dan meluruskannya menjadi lebih manusiawi.

Tradisi budaya Tabot masuk ke kota Bengkulu seiring dengan penyiaran Islam yang menggunakan perayaan Tabot sebagai media penarik penyiaran islam.

Sebelum terjadinya Tabot karbala, sebagaimana catatan sejarah bahwa penyiaran Islam ke pulau Sumatra sudah berlangsung sejak tahun 48 Hijriyah yang terus menerus secara bertahap dibawa oleh orang arab dan umumnya bermukim di Persia (Iran), India sebagai wilayah paling banyak di singgahi dan tempat hijrah orang Arab.[24]

Sedangkan masuknya bangsa Arab ke Iran, Pakistan, Bengali dan India telah dimulai dari tahun ke 25 Hijriyah.

Begitu mudah dan cepatnya penyiaran Islam diterima di Iran pada waktu itu di sebabkan oleh adanya kesamaan ajaran berbagai aliran kepercayaan di Iran pada waktu itu dan adanya faktor simpati nasional dari masyarakat Iran akibat perkawinan Al-Husain dengan “Shahar banu” ratu dunia putri yazdagrid raja terakhir Dinasti Sasaniah.

Kedatangan keturunan bangsa Arab dari Punjab ke wilayah Nusantara terus berlanjut.

Pada tahun 674 Masehi sudah tercatat ada serombongan orang Arab menetap di Sumatra, setelah itu datanglah orang arab dari Punjab tersebut berlangsung terus menerus hingga abad 15.

Berangkat dari cara seperti ini menjadikan masuknya Islam di Nusantara tidak mendapatkan hambatan dan rintangan.

Hal ini disebabkan oleh perwajahan Islam sebagai sosok ajaran yang akomodatif, dinamis dan melindungi tradisi yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia pra Islam.

Corak Islam yang menekankan prinsip akomodatif dan toleran ini setidak-tidaknya dapat disimak pada fenomena perayaan Tabot.[25]

Pola hubungan antara Islam dan tradisi tabot bisa dikatakan saling melengkapi sehingga dianggap sebagai implementasi nyata dari semangat “Tradisi lokal yang bercorak Islami dan Islam yang bercorak local”.[26]

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang teraplikasikan secara terus menerus dengan berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada sebuah komunitas.

Awal mula dari tradisi adalah ritual- ritual individu kemudian disepakati oleh beberapa kalangan dan akhirnya diaplikasikan secara bersama-sama dan bahkan tak jarang tradisi-tradisi itu berakhir menjadi sebuah ajaran yang jika ditinggalkan akan mendatang bahaya.

Di masyarakat Bengkulu terdapat berbagai tradisi yang teraplikasikan diantaranya adalah adalah tradisi Tabot.

Budaya tidak bisa dipahami sebagai suatu hukum kebiasaan belaka. Keragaman makna yang terwujud dalam budaya merentang dari cita rasa makanan, desain, arsitektur, gaya berbusana, bertutur dengan dialek tertentu serta sebgai pernik seremonial.

Adat memasuki segala aspek kehidupan komunitas yang mengakibatkan seluruh aspek kehidupan individu sangat dibatasi.[27]

Pada sisi lain, tidak semua nilai-nilai tradisi yang turun-temurun pada masyarakat sejalan dengan kehidupan beragama.

Nilai-nilai budaya dan adat istiadat tersebut jika dilihat dari kacamata islam akan kita dapati sebagian dari praktek budaya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran.

Dipihak lain juga sebagai ritual ibadah maupun praktek sosial yang dibenarkan oleh syariat islam.

Keterkaitan antara Islam dengan Upacara Tabot di Bengkulu yakni dengan adanya upacara Tabot di Bengkulu penyebaran agama Islam mudah disampaikan.

Upacara Tabot menjadi media dakwah Islam di kota Bengkulu.

Daftar Isi

Perayaan Tabot1

Syuplahan Gumay 1

Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Bengkulu1

BAB II2

LAHIRNYA UPACARA TABOT DI BENGKULU2

A. Islam Syiah 2

B. Pengertian Upacara Tabot7

C. Awal Mula Upacara Tabot Bengkulu 10

D. Keterkaitan Agama Islam dengan Tradisi Upacara Tabot di Bengkulu18

Daftar Isi23


[1] Wawancara langsung dengan Bapak Ir. A. Syiafril Sy, selaku ketua

Keturunan Keluarga Tabot pada tanggal 23 April 2013.

[2] Bambang Budi Utomo, Kerjasama Iran dan Indonesia dalam Perspektif

Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, 2001, hlm. 5-6.

[3] Seluruh teori yang disebutkan mengacu kepada pernyataan Jalaluddin

Rackhmat yang dikutip dalam Jurnal umum Qur’an, No. 4/Vol-6, 1995 M.

[4] Abbas, KH. Siradjuddi, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i.

Jakarta: Pustaka tarbiyah Baru, cetakan 16, 2009, hlm. 66

[5] Wawancara langsung dengan Bapak Ir. A. Syiafril Sy, selaku Ketua

Kerukunan Tabot, 23 April 2013.

[6] Wawancara langsung dengan Bapak Rustam Effendi, selaku pewaris

budaya Tabot, 5 April 2013.

[7] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

1999, hlm. 988.

[8] Harapandi Dahri. Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu.

Jakarta: Citra, 2009, hlm. 75.

[9] Syekh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam senggolo pada tahun

1685. Syekh Burhanuddin (Imam Senggolo) menikah dengan wanita Bengkulu

kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai

keluarga Tabot. Upacara dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram setiap

tahun. 9Syiafril. Tabot Karbala Bencolen dari Punjab symbol melawan

kebiadaban. Jakarta: Walaw Bencolen, 2012, hlm. 36-37.

[10] Lebih tepatnya, memperingati kesyahidan Imam Husain karena Imam

Hasan sendiri syahid pada 28 Shafar 50 H, kira-kira 10 Tahun sebelum Imam

Husain syahid di Karbala. Hasan Mutjaba: Pangeran sebatang kara. Jakarta :

Al-Huda, 2008, hlm. 61.

[11] Makmur Erman, Tabut dan Peranannya dalam masyarakat. Proyek

Pengembangan Permusiuman Sumatra Barat, Padang, 1982, hlm. 24

[12] Badrul Munir Hamidi, Upacara Tradisional Bengkulu : Upacara Tabot

di Bengkulu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, hlm. 64-65.

[13] Tim penyusun, Adat istiadat daerah Bengkulu. Bengkulu: Depdikbud

1978, hlm. 22-23.

[14] Kartomi, J. Margaret. Tabot ritual syiah transpalanted from India to

sumatra, 1986, hlm. 11.

[15] Hamidi Munir Badrul, op.cit., hlm. 80-83.

[16] Sharif Jafar, Islam in India. London: Curzon Press, 1975, hlm.84.

[17] Tim penyusun, op.cit., hlm.15-18.

[18] Harapandi Dahri, Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu.

Jakarta: Citra, 2009, hlm. 23-40.

[19] Ibid., hlm. 56.

[20] Kartomi, J. Margaret. op.cit., hlm.12-16.

[21] Drewes, G.W.J. “ New Light in The Coming of Islam to Indonesia”

BKI. 1968, hlm. 40.

[22] Ricklefs, M.C, Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1992, hlm. 21.

[23] Arnol, Thomas W, 1896 “ The Preaching of Islam”, a.b., Drs. H.A

Nawawi Rambe, Sejarah Dakwah Islam. Jakarta : Wijaya, cetakan ketiga,

1985, hlm. 320.

[24] Syiafril, dkk., Seminar Tabot. Dinas Pariwisata: Informasi dan Komunikasi Kota Bengkulu, 2003, hlm. 34- 41.

[25] Istilah “Tabot” berasal dari kata Arab (Tabot ) yang secara harfiah berarti “kotak kayu” atau “peti”. Dalam al-Quran kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada ditangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapat malapetaka bila benda itu hilang. Badrul Munir Hamidi, op.cit., hlm. 58.

[26] Azyumardi Azra, Agama dalam Keragaman Etnik di Indonesia. Jakarta: Balitbang Agama, 1998, hlm. 34.

[27] Alisyahbana, Sutan takdir. Values as Integrating Focus in Personality,

Society and Culture. Kualala Lumpur: University of Malaya Press, 1974,

hlm.102.