S H A L A T
SHALAT ATAU SEMBAHYANG.
Shalat itu terbagi atas dua jenis, yang wajib dan yang sunnat.
Sembahyang yang paling penting daripada segalanya ialah Sembahyang 5 waktu sehari semalam.
Seluruh ulama Islam sepakat, bahwa orang yang menentang wajibnya atau ragu-ragu terhadap kewajiban itu, bukanlah orang Islam, meskipun ia sudah mengucapkan dua kalimat Shahadat, karena Sembahyang itu adalah dari rukun Islam, dan kewajibannya ditegaskan dalam agama, tidak ada tentang Sembahyang itu kesempatan berfikir mempertimbangkan atau ijtihad, atau taqlid dan soal jawab.
Semua mazhab sepakat tentang hukum orang yang meninggalkan Sembahyang karena malas, atau karena meringan-ringankan tentang keyakinan wajibnya, menurut Syafi'i, Maliki, dan Hambali dibunuh, tetapi menurut Hanafi hanya dipenjarakan sampai dia mau Sembahyang.
Menurut Imamiyyah, bahwa tiap-tiap orang yang meninggalkan kewajiban Islam, seperti Sembahyang, membayar zakat, mengeluarkan Humus, Haji dan Puasa dibayar sebagaimana yang pantas pada pendapat hakim, jika menurut dibiarkan jika tidak dihardik lagi, jika taubat dibiarkan, jika melawan dihajar lagi, jika terus-menerus dia meninggalkan kewajiban tersebut pada tingkat yang keempat ia dibunuh ("Kasyful Dhithe'", karangan Syeikh Kabir, hal. 79, eet. 1317 H.).
Sunnat Rawatib.
Imamiyyah melakukan Sunnat Rawatib ini dalam sehari semalam tiga puluh empat rakaat, dekpan rakaat sebelum Zhohor, delapan rakaat untuk Isya, Sunnat Witir, delapan rakaat Shalatul Lay dan dua rakaat sebelum Asyar empat raka'at sesudah Maghrib dua raka'at untuk Isya, Sunnat Witir, delapan rakaat Shalatul Lail dan dua rakaat Shalat Safaat, dan dua rakaat sebelum Subuh, yang dinamakan Salat Fajar.
Sebelum Sembahyang Ferdhu.
Pembahasan dimulai dengan Shalat zhohor, karena Sembahyang inilah yang mula-mula ditentukan dalam sejarahnya, kemudian Sembahyang Asyar, kemudian embahyang Maghrib, kemudian Sembahyang Isya dan kemudian Sembahyang Subuh menurut tertib.
Sepakat ulama, bahwa Sembahyang lima waktu ini diwajibkan di Mekkah pada malam Isyra' (Qur'an, Al-Isyra', ayat 78).
Semua Sembahyang itu dilakukan pada waktunya.
Imamiyyah mengatakan, bahwa Sembahyang Zhohor itu waktunya sesudah Jawal matahari, Asyar, akhir hari, apabila sempit waktu dibolehkan Jama' antara dua Sembahyang ini.
Waktu Maghrib tatkala masuk matahari, dan waktu Isya sesudah akhir separoh malam, dan antara dua Sembahyang ini boleh dilakukan Jama'.
Waktu Subuh dimulai dengan keluar fajar sadiq sampai keluar matahari.
Arah Qiblat.
Semua ulama dan mazhab sependapat bahwa Ka'bah itu adalah Qiblat dan kalau Sembahyang dekat Ka'bah hendaklah kelihatan Ka'bah itu.
Pada tempat yang jauh yang ditujukan adalah arah tempat terletak Ka'bah bukan 'ain Ka'bahnya.
Tetapi ada juga ulama Syafi'I dan Imamiyyah yang berpendapat, wajib menghadap Ka'bah, baik dari jauh atau dekat, mengenai 'ainnya.
Jika tidak cukup zat saja.
Jika seseorang tidak mengetahui arah Qiblat, boleh Sembahyang kearah manapun ia suka dan tidak usah mengulang Sembahyang itu kembali.
Imamiyyah menegaskan, bahwa jika ia diberitahukan arah Qiblat ditengah-tengah Sembahyang, wajib ia memutarkan badannya kearah yang ditujukan itu.
Menutup Badan Ketika Sembahyang.
Menutup badan wajib dalam Sembahyang, bagi laki-laki ada batasnya dan bagi wanita ada batasnya.
Jika tidak ada yang lihat dan tidak ada pakaian, jika pada suatu tempat yang sunyi tidak dilihat orang, tidak haram dan tidak makruh Sembahyang dengan tutup badan yang ada.
Aurat wanita seluruh badannya, kecuali sesama wanita dan mahrimnya.
Aurat laki-laki pada Imamiyyah ialah menutup kubul dan dhubur, terhadap bukan mahrimnya seluruh badan. Bagi anak laki-laki sebelum umur tujuh tahun, tidak ada aurat.
Tetapi anak yang sudah balig wajib menutup auratnya. Menurut hadis riwayat Ahlil Bait boleh melihat aurat anak-anak sebelum sampai umur 6 tahun.
Semua ulama dari mazhab berpendapat bahwa suara wanita azanabi bukan aurat, artinya tidak haram mendengar, kecuali kalau suara itu terlalu sedap atau bisa menimbulkan fitnah.
Tiap yang boleh dilihat, boleh disentuh dan tiap yang haram dilihat haram disentuh.
Imamiyyah menerangkan, bahwa boleh menyentuh badan mahrim atau mahrimah dengan tak ada sahwat dan merasa enak.
Boleh melihat bagian badan manusia yang sudah tua, yang tidak diingini mengawininya lagi kecuali kehormatannya.
Imamiyyah menerangkan, bahwa wajib menutup aurat seseorang perempuan atau laki-laki pada waktu Sembahyang, apa yang diwajibkan diluar Sembahyang.
Kesucian yang sudah dikemukakan pada waktu bersuci berlaku juga untuk Sembahyang.
Tidak syah Sembahyang bagi laki-laki dengan memakai sutera, atau kain yang tersulam dengan emas atau memakai perhiasan emas.
Begitu juga tidak syah Sembahyang dengan memakai pakaian kulit binatang yang tidak dimakan dagingnya, meskipun sudah disamak.
Tempat Sembahyang.
Imamiyyah menerangkan, bahwa batal Sembahyang pada tempat atau dengan memakai pakaian yang dirampas, meskipun dibolehkan Sembahyang diatas tanah yang luas yang tidak diperoleh izin.
Tempat yang suci itu buat sembahyang dimaksudkan ialah tempat meletakkan kepala dan tempat sujud, meskipun disekitarnya bernajis.
Tidak syah Sembahyang diatas binatang tunggangan, kecuali jika sangat perlu.
Dibolehkan Sembahyang dalam Ka'bah, baik Sembahyang ferdhu atau Sembahyang Sunnat.
Dalam Sembahyang berkumpul antara laki-laki dan perempuan pada satu tempat, sedang perempuan ada didepan atau bersamaan barisnya, dan tidak ada dinding atau tidak lebih jauh dari sepuluh hasta.
Jika perlu tidak batal Sembahyang orang yang datang kemudian dibelakang atau disamping perempuan itu.
Imamiyyah menegaskan, bahwa tidak dibolehkan sujud kecuali diatas tanah dan tidak diatas tumbuh-tumbuhanan yang tidak dimakan atau tidak dijadikan pakaian, seorang Sembahyang tidak sujud diatas kulit berbulu, diatas kapas yang empuk atau diatas barang tambangan.
Dibolehkan sujud diatas sepotong kertas.
A z z a n .
Tidak ada dalam agama Azzan kecuali untuk Sembahyang lima waktu saja, disunatkan untuk sembahyang yang dikadho, yang dilakukan secara tunai, berjamaah atau sendiri-sendiri, dalam perjalanan atau boleh bagi wanita atau laki-laki.
Dan tidak dibolehkan Azzan itu bagi Sembahyang yang lain, baik secara sunnat atau wajib.
Pada Sembahyang Gerhana dan dua hari Raya, orang cuma mengucapkan : "Asy-Shalah !", yang diulang tiga kali.
Tidak dibolehkan Azzan untuk Sembahyang lima waktu sebelum Shalat fajar.
Selain lafat Azzan yang sama, belum masuk waktunya, kecuali Sembahyang Subuh, didahulukan sebelum Shalat fajar.
Selain lafat Azzan yang sama, Imamiyyah menambah dalam Azzan dan dalam Iqamat, sesudah "Hayya Alas Salah, Hayya Alal Falah", suatu seruan yang berbunyi "Hayya Ala Hairil Amal".
Begitu juga Imamiyyah tidak mau memasukkan dalam Azzannya "As-Salatu Hairum minan naum !", karena tidak ada dalam masa Nabi dan Sahabat (lihat Bidayatul Mujitahid I : 103) atau Al-Fiqh Alal Mazahibil Hamzah, hal. 119, dan Nuut.
Iqamat.
Disuratkan Iqamat pada Sembahyang lima waktu sehari-hari, baik buat laki-laki maupun buat wanita.
Hukumnya sama dengan hokum Azzan, hendaklah mualat, tertib dan dalam bahasa Arab.
Dibolehkan bagi orang yang musafir dan orang yang sedang sibuk memadakan dengan salah satu daripada Azzan atau Iqamat.
Rukun Sembahyang.
Sembahyang itu baru syah, jika suci daripada hadas besar dan kecil, dari najis, dalam waktunya, menghadap Qiblat, berpakaian yang bersih, yang semuanya itu dinamakan sarat Sembahyang. Adapun rukun Sembahyang banyak, diantaranya ialah :
N ia t.
Hakikat niat ialah menyengajakan Sembahyang karena mentaati Tuhan, sambil menentukan fardhu atau tidaknya Sembahyang itu Sunnat apa tidaknya, tunai apa pembayaran kembali.
Uraian tentang niat dapat dibagi dua bahagian pertama tokoh fiqih terbesar, yaitu Ibnal Kayim, dan kedua tokoh ulama Imamiyyah, yaitu Sayyid Muhammad, pengarang Al-Mudarid.
Yang pertama berkata niat itu tidak usah dilafatkan, karena Nabi tidak berbuat demikian.
Sayyid Muhammad dalam kitab "Mudarikul Ahqam" mengatakan, bahwa niat itu pada awal Sembahyang, maksudnya ialah menyengajakan ibadah Sembahyang untuk mentaati Allah.
Niat itu tidak diucapkan dengan lidah.
Takbiratut Ihram.
Tidak sempurna Sembahyang kecuali dengan mengucapkan Takbiratul Ihram, yaitu "Allahu Akbar", dengan bahasa Arab dan tidak boleh ditukar dengan susunan kata yang lain.
Berdiri adalah wajib dalam Sembahyang, sejak Takbiratul Ihram sampai kepada ruku', tidak boleh bertumpu kepada salah satu yang lain.
Apabila tidak dapat berdiri boleh duduk, boleh berbaring kesebelah kanan dan menghadap Qiblat, dan boleh juga mengisyaratkan dengan angguk kepala.
Dan jika tidak Sembahyang itu dikerjakan dalam hati saja, dengan menggerakkan lidah untuk zikir dan bacaan.
Q i r a a t.
Suatu perbedaan paham dalam mazhab Islam ialah, apakah wajib membaca Fatihah pada tiap-tiap rakaat, atau pada dua rakaat yang pertama, atau pada semua rakaat ? Apakah membaca "Bismillah" itu wajib pada Fatihah atau dapat ditinggalkan ?" Apakah semua bacaan itu nyaring atau dalam hati wajibkah atau mustahab ?
Apakah membaca surat sesudah Fatihah pada dua rakaat yang pertama itu wajib atau tidak ? Apakah bacaan „Tasbih" dapat menggantikan surat ?
Imamiyyah menerangkan; Membaca Fatihah itu hanya ditentukan pada dua rakaat pertama tiap-tiap Sembahyang, tidak dapat diganti dengan bacaan yang lain.
Tidak diwajibkan membacanya pada rakaat yang ke-tiga Sembahyang Mahrib atau pada dua rakaat terakhir daripada Sembahyang empat rakaat, tetapi boleh dipilih membaca Fatihah itu atau membaca Tasbih, seperti "Subhanallah, Walhamdulillah, Wa Ilaha Ualah Walahu Akbar" 3X tetapi boleh sekali saja, pembacaan surat pada dua rakaat pertama wajib penuh, membaca Bismillah itu sebahagian dari pada surat, tidak boleh ditinggalkan, membacanya wajib keras, kecuali bacaan yang berupa zikir, pada Sembahyang Subuh, pada dua rakaat pertama Sembahyang Maghrib dan Isya, sedang pada dua rakaat Sembahyang Zhohor dibaca perlahan kecuali Bismillah.
Membaca keras pada dua rakaat pertama Sunnat, begitu juga pada rakaat yang ke-tiga Maghrib, dan dua rakaat yang terakhir pada Isya.
Disunatkan membaca Qunut pada semua Sembahyang 5 waktu, dan tempatnya pada rakaat yang pertama sesudah membaca surat dan sebelum ruku', sekurang-kurang keras membacanya, hendaklah didengar oleh orang yang terdekat, sekurang-kurang ringan bacaannya dapat didengar sendiri.
Wanita tidak boleh mengeraskan bacaan menurut semua mazhab, tetapi dibaca secara berbisik, tetapi syah kalau untuk kepentingan pengajaran.
Menurut Imamiyyah haram mengucapkan "Amin", dan batal Sembahyang dengan ucapan keras itu, baik Sembahyang sendiri atau menjadi Imam atau menjadi Makmun, karena Amin itu adalah ucapan manusia, yang tak layak disebutkan dalam Sembahyang.
Sedang mazhab empat dari Ahlus Sunnah menganggap sunat, karena mereka mengambil alasan dari hadis yang diriwayatkan dari pada Rasulullah, yang berkata : "Apabila Imam sampai bacaannya kepada : Ghairil makdhubi 'alaihim wa laddalin, maka katakanlah bersama : Amin !".
Tetap; Imamiyyah menganggap hadis ini tidak syahih.
Imamiyyah menerangkan, bahwa menggerak-gerakkan tangan dalam Sembahyang membatalkan Sembahyang dan haram hukumnya.
Ruku'
Ruku' itu wajib dalam Sembahyang dan harus dilakukan dengan thuma'ninah, artinya dengan keterangan seluruh anggota badan.
Membaca tasbih dalam ruku' itu wajib.
Disunatkan sesudah Tasbih salawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya.
Pada waktu bangkit kembali diwajibkan tenang.
Sujud,
Sujud itu wajib dua kali pada tiap-tiap rakaat atas tujuh anggota badan secara sempurna.
Tasyahhud.
Tasyahhud Baik Tasyahhud awal, maupun tasyahhud akhir dianggap oleh Imamiyyah kedua-duanya wajib.
Imamiyyah mempunyai tasyahhud pendek tersendiri.
Taslim,
Taslim yaitu mengucapkan salam pada penutupan Sembahyang, setengah ulama Imamiyyah mengatakan wajib dan setengahnya mengatakan mustahab. Yang terakhir ini diucapkan diantara lain oleh Syakh At-Tusi dan Al-Hilli.
Imamiyyah mempunyai dua macam salam, pertama: "Assalamu Alaina wa ala ibadilahis salihim", dan yang kedua "Assalamu Alaikum wa rahmattullahi wa barakatuhu".
Yang wajib mengucapkan satu kali, adapun mengucapkan yang kedua kali itu sunnat.
Tertib,
Tertib ini wajib diantara bahagian-bagian Sembahyang.
Maka wajib mendahulukan Takbiratul Ihram atas qiraat, dan qiraat atas ruku', dan ruku' atas sujud, dan selanjutnya.
Mualad,
Mualad pun wajib, artinya melakukan bahagian-bagian Sembahyang itu berturut-turut, menurut tertib dengan tidak menjauh-jauhkan waktunya.
Syahwi dan Syak dalam Sembahyang.
Barang siapa melupakan salah satu kewajiban dalam Sembahyang, batal Sembahyangnya, tetapi apabila ia terlupa atau lupa dengan tidak disengaja hendaklah ia melakukan sujud Syahwi.
Begitu juga jika ia Syak pada salah satu perbuatannya. Tidak dihitung Syak sesudah orang pindah kepada perbuatan atau bacaan yang lain.
Tetapi kalau masih dalam perbuatan atau bacaan, diulangi.
Sujud Syahwi dikerjakan karena melebihi rukun sembahyang atau menguranginya tetapi kalau meninggalkan niat, takbir itu haram, berdiri, ruku', mengumpulkan dua sujud dalam satu rakaat, batal Sembahyangnya.
Tiap tiap ketinggalan bahagian Sembahyang sesudah lupa tidak wajib sesudah selesai Sembahyang diulang kembali, kecuali sujud dan tasyahud, yang keduanya menyebabkan qadha Sembahyang dengan sujud syahwi.
Dalam sujud syahwi ini dibacakan : "Bismillah wa billa, Alahuma Salli ala Muhammadin wa Alei Muhammaddin".
Kemudian ia membaca tasyahud dan melakukan salam.
Imamiyyah menetapkan, bahwa apabila syak datang pada salat dua rakaat, seperti salat Subuh, salat Musyafir, salat Jum'at, salat Hari Raya, salat Gerhana atau salat Maghrib, atau pada dua rakaat pertama salat Isya, dan Zhohor, semua salat itu batal.
Boleh ia salat Ikhtiyath kalau syaknya itu lebih rakaatnya.
Hal ini mengenai salat wajib.
Adapun salat sunnat, terserah kepada yang melakukannya.