Ilmu Fiqih Islam Lima Madzhab

Ilmu Fiqih Islam Lima Madzhab0%

Ilmu Fiqih Islam Lima Madzhab pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih

Ilmu Fiqih Islam Lima Madzhab

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: PROF. DR. H . ABOEBAKAR ATJEH
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 11992
Download: 3102

Komentar:

Ilmu Fiqih Islam Lima Madzhab
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 66 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 11992 / Download: 3102
Ukuran Ukuran Ukuran
Ilmu Fiqih Islam Lima Madzhab

Ilmu Fiqih Islam Lima Madzhab

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

MACAM-MACAM PUASA.

Empat macam puasa.

Ada empat macam puasa, yaitu puasa wajib, puasa sunat, puasa haram, puasa makruh.

Yang masuk dalam puasa wajib ialah puasa Ramadhan, puasa Qadha, puasa kifarat dan puasa nazar.

Qadha Ramadhan :

Semua mazhab sama berpendapat, bahwa barang siapa yang meninggalkan puasa Ramadhan wajib qadhanya, dihari lain dari Ramadhan.

Imamiyyah menerangkan jika seseorang tidak mungkin melakukan qadha karena tua, tidak wajib qadha, cuma member makan orang miskin saban hari satu mud.

Imamiyyah menerangkan, bahwa seseorang yang berbuka puasa pada hari Ramadhan, sedang ia ada kemungkinan sanggup mengerjakan qadha, tapi tidak ia qadha sampai mati, wajib atas anaknya yang besar melakukan qadha puasa untuk ayahnya.

Imamiyyah menegaskan, bahwa dibolehkan berbuka puasa, karena salah satu sebab sebelum condong matahari ke Barat, tetapi tidak dibolehkan sesudah condong, dan kewajiban terus sampai sore.

Jika ia berbuka juga sesudah condong matahari, wajib ia membayar kifarat kepada sepuluh orang miskin, dan jika ia tidak sanggup member makan itu, ia harus puasa sendiri tiga hari berturut-turut.

Puasa yang berkifarat ada beberapa macam, biasanya disebut kifarat karena sesuatu pembunuhan yang keliru, puasa kifarat karena sumpah palsu, atau karena nazar, dan puasa kifarat karena zihar (mengatakan kepada bini kita, bahwa ia sama dengan ibu kita atau saudara kita yang perempuan dan lain-lain), begitu juga meninggalkan puasa Ramadhan yang wajib karena jima' pada siang hari dan lain-lain.

Imamiyyah menegaskan, bahwa orang yang diwajibkan kifarat karena meninggalkan puasa dengan salah satu sebab yang membatalkan puasa itu, puasa dua bulan berturut-turut, atau memerdekakan seorang budak, atau memberi makan enam puluh orang miskin (boleh memilih dalam hal ini dengan puasa 18 hari), atau pulang kepada bersedekah seberapa ia sanggup, dan kalau ia tidak sanggup sama sekali, ia meminta ampun kepada Tuhan saja sudah cukup.

Kifarat puasa diulang-ulang sebanyak dosa yang diperbuat berulang-ulang.

Kalau melakukan jima' berulang-ulang pada satu hari, misalnya dua kali atau tiga kali, maka kifaratnya juga diulang sebanyak kali itu.

Adapun buka puasa karena makan dan minum saja, hanya wajib satu kali kifarat.

Haram puasa.

Berpuasa pada hari raya Fitrah dan hari raya Qurban adalah haram.

Imamiyyah menerangkan, bahwa tidak dibolehkan berpuasa pada hari "tasyriq" bagi orang yang berada di Mina, dan hari-hari tasyriq itu ialah tanggal 11, 12 dan 13 dari bulan Zulhijjah.

Wanita tidak boleh berpuasa sunat dengan tidak minta izin lebih dahulu kepada suaminya, karena ada hak suaminya atas dirinya.

Puasa wajib dibolehkan dengan tidak usah izin dari suaminya.

Puasa pada hari syak.

Sepakat semua ulama fiqh, bahwa barang siapa yang membuka puasa pada hari syak, kemudian ternyata bahwa hari itu masih didalam bulan Ramadhan, wajib ditahan makannya dan kemudian ia qadha puasa itu.

Puasa Sunnat.

Puasa sunnat boleh dilakukan pada sembarang hari dalam tiap-tiap tahun, kecuali pada hari yang dilarang berpuasa seperti tersebut diatas.

Bahkan ada yang sangat dianggap sunnat, yaitu tiga hari dalam sebulan, dan terutama puasa yang dinamakan pada hari-hari putih (ayaamul abyadh), yaitu pada tanggal 13, tanggal 14, dan tanggal 15 pada tiap-tiap bulan Arab, kemudian juga puasa pada hari Tarwi'yah, pada hari Sembilan Zulhijjah, puasa pada bulan Rajab dan Sa'ban pada hari Senin dan hari Kamis, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab besar.

Puasa makruh.

Puasa Makruh itu adalah puasa yang dilakukan pada hari Jum'at saja atau Sabtu saja, jika sebagai meneruskan sesuatu puasa yang dimulai pada hari lain, dibolehkan.

Imamiyah menganggap makruh puasa seorang tamu dengan tidak seizin tempat ia bertamu, begitu juga puasa seorang anak dengan tidak seizin bapaknya, atau puasa syak dalam bulan Zulhijjah atau ragu-ragu tentang hari raya.

Penetapan bulan Ramadhan.

Seseorang yang melihat bulan wajib ia puasa, baik bulan Ramadhan meskipun bulan Syawal, dan meskipun orang lain belum puasa.

Apabila sesuatu kampung melihat bulan, sedang kampung lain yang terdekat tidak melihat, wajib kampung yang terdekat itu puasa.

Imamiyyah menerangkan, jika melihat bulan pada akhir Sa'ban wajib puasa pada bulan Ramadhan dengan hisab.

Tiap-tiap bulan Ramadhan dan Syawal ditetapkan secara mutawatir, dan dengan dua orang saksi laki-laki yang adil.

Baik bulan Ramadhan maupun bulan Syawal ditetapkan secara Ikmal 30 hari, dengan tidak memperdulikan, bahwa udara cerah atau berawan, jika penetapan permulaannya dilakukan secara sahih.

Z A K A T

Z A K A T .

Zakat itu ada dua macam, yaitu zakat harta benda dan zakat badan.

Tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan niat. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut.

Syarat Zakat Harta -Benda.

Zakat ini diwajibkan pada orang Islam yang berakal dan sudah balig.

Tetapi Imamiyyah mewajiban juga zakat itu kepada orang yang bukan Islam.

Harta yang diwajibkan zakat hendaklah dapat dikuasai seluruhnya, oleh yang memilikinya dapat digunakan mana kala ia suka.

Zakat tidak wajib dari harta benda yang diperoleh secara zalim atau secara rampasan.

Piutang tidak wajib zakat, kecuali pasti dapat dikuasainya.

Lain daripada itu zakat itu diwajibkan sesudah sampai tahunnya, baik harga yang merupakan biji-bijian, buah-buahan dan barang tambang.

Kemudian disyaratkan pula sampai rusaknya.

Zakat tidak diwajibkan atas barang perhiasan, permata, atas rumah tempat tinggal, dan pakaian, tidak juga dikenakan atas binatang. kendaraan, senjata dan lain-lain Tetapi zakat diwajibkan atas emas dan perak.

Wajib Zakat.

Wajib zakat atas tiga macam binatang, yaitu Unta, sapi, termasuk kerbau. dan kambing, termasuk biri-biri. Dan tidak wajib zakat atas kuda, keledai, kecuali jika binatang-binatang itu termasuk barang perdagangan.

Bagi Imamiyyah, seperti juga mazhab-mazhab yang lain ada batas-batas unta yang kena zakat, sapi yang kena zakat, kambing yang kena zakat dan beberapa banyak zakat itu.

Perbedaannya tidak berjauhan dengan pembahagian dan penetapan mazhab-mazhab Ahlus Sunnah.

Zakat emas dan perak.

Emas dan perak diwajibkan zakat apabila sampai nisab, emas dua puluh misqal, dan nisab perak dua ratus dirham, dengan batas waktu sampai setahun dalam memilikinya, dan banyaknya zakat pada keduanya dua setengah persen.

Imamiyyah menegaskan, bahwa zakat emas dan perak itu baru wajib, jikalau ia tersimpan sebagai harta benda dalam peti, tetapi tidak wajib, jika emas itu sebagai bungkilan, dan tidak wajib juga zakat atas perhiasan daripada emas.

Imamiyyah mewajibkan seperlima daripada wang kertas dan surat-surat yang bernilai harta.

Zakat tanaman dan buah-buahan.

Semua mazhab sepakat mewajibkan sepuluh persen zakat atas tanam-tanaman dan buah-buahan, sepuluh perseratus, jika pohon-pohonan itu mendapat air hujan, dan air kali, dan separuh dari jumlah zakat itu, jika pohon-pohonan itu disiram dari sumur dan sebagainya Selain itu tidak wajib zakat kecuali dari pada biji gandum dan biji syair atau beras, begitu juga atas buah-buahan dan buah zabib.

Zakat perdagangan.

Harta dagang, yang dikuasai, wajib zakat jika dikehendaki mencari untung dan usaha dan dapat dikuasai, atau dipusakai.

Zakat dagang wajib pada empat mazhab Ahlus Sunnah, dan sunat pada Mazhab Imamiyyah.

Semua itu harus sampai haul (tahun) zakatnya, dimulai dari masa berdagang.

Imamiyyah mensyaratkan untuk zakat dagang ini ada modal sejak permulaan sampai akhir, apabila modal ini kekurangan ditengah-tengah haul, tidak diwajibkan zakat.

Mereka yang berhak menerima zakat, adalah delapan macam, seperti yang tersebut dalam ayat ke-enam puluh dari pada surat at-Taubah dalam Al-Qur'an :

„Bahwa sedekah (zakat itu) adalah bagi fakir, miskin, orang-orang yang bekerja, muallaf yang diambil hati, budak yang mau melepaskan hutangnya, orang-orang yang berhutang untuk amal sosial, pengeluaran diatas jalan Allah dan ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang melakukan perjalanan.

Imamiyyah menerangkan, bahwa yang dinamakan fakir itu ialah menurut Agama mereka yang tidak mempunyai kehidupan tetap setahun, baik untuk dirinya, maupun untuk keluarganya.

Jikalau mereka masih mempunyai binatang peliharaan, yang dapat memberi makan keluarganya setahun lamanya, dibolehkan mengeluarkan zakat, untuknya.

Mereka yang berkuasa mencari makan, tidak halal menerima zakat.

Adapun yang dinamakan miskin ialah orang lebih jelek nasibnya dari pada fakir.

Tidak harus mengeluarkan zakat untuk saudara, paman dari pihak ayah, dan paman dari pihak ibu, bapak dan anak, terutama yang dua ini jika ia berada dalam perang sabil.

Zakat itu lebih afdhal di-bagi2kan dalam kampung sendiri dan untuk mereka yang sangat berhajat.

Al-Amilun yaitu orang yang bekerja dalam urusan mengumpulkan dan membagikan zakat.

Al-Muallafatu Qutubuhum ialah orang yang bukan Islam atau yang baru masuk Islam, lagi dijinakkan hatinya.

Riqab yaitu mereka yang karena utangnya menjadi budak, dan sekarang mencari bantuan zakat untuk memerdekakan dirinya.

Didalam Islam pernah terjadi hal yang demikian itu. Kepadanya diberikan zakat.

Al-Gharimun yaitu mereka yang berhutang tidak untuk pekerjaan yang maksiat, diberikan kepadanya zakat untuk menyelesaikan utangnya yang tidak dapat dibayar lagi.

Sabilillah, menurut Imamiyyah, yang dinamakan Sabilillah itu yaitu berperang mempertahankan Islam, membangun mesjid, membangun rumah sakit, membangun rumah sekolah dan segala gedung-gedung untuk kemaslahatan umum.

Ibn Sabil yaitu orang luar negeri yang jauh, yang kehabisan duitnya dalam perjalanannya.

Kepadanyapun dibolehkan member zakat sekedar dapat ia kembali kekampungnya.

Bani Hasyim.

Sepakat semua mazhab bahwa zakat itu haram diberikan kepada Bani Hasyim dengan segala macam sukunya, tetapi halal zakat Bani Hasyim untuk Bani Hasyim yang lain.

Imamiyyah menerangkan, boleh memberikan zakat itu kepada orang kaya, jika ada keperluannya, untuk satu kali keperluan.

Zakat Fitrah.

Wajib Fitrah itu dikeluarkan oleh tiap orang Islam, yang berkuasa, yang besar, yang kecil, anak kecil dan orang gila fitrahnya wajib kepada walinya, diberikan kepada orang fakir.

Yang dinamakan berkuasa yaitu mereka yang pada malam dan hari mempunyai barang makanan lebih dari cukup baginya dan bagi keluarganya.

Menurut Imamiyyah disyaratkan wajib mengeluarkan zakat pertama orang itu balig, kedua berakal, ketiga berkuasa, maka tidak wajib zakat dikeluarkan dari harta benda anak kecil dan orang gila, karena ada hadis Nabi :

"Diangkat penulisan daripada tiga macam manusia : pertama dari anak-anak yang belum bermimpi, kedua dari orang gila yang belum sadar kembali, dan ketiga dari orang tidur yang belum jaga".

Adapun orang yang berkuasa pada istilah Imamiyyah yaitu seseorang yang memiliki makanan untuk setahun lamanya baginya, dan bagi keluarganya atau penghasilan daripada pertanian dan usaha.

Zakat fitrah itu wajib dikeluarkan untuk dirinya dan untuk orang yang serumah dengan dia sesudah masuk malam lebaran, wajib orang yang dipangku nafakahnya maupun tidak, baik ia anak kecil atau besar, baik ia seorang Islam atau bukan seorang Islam, baik ia keluarga terdekat atau keluarga yang jauh, baik ia tamu yang masuk kerumahnya permulaan Syawal dan menjadi jumlah keluarganya, semuanya wajib dikeluarkan fitrah untuknya.

Begitu juga wajib dikeluarkan fitrah bagi anak yang lahir atau kawin dengan seorang perempuan sebelum masuk matahari pada malam harinya fitrah, atau bersamaan juga wajib fitrah.

Tetapi apabila lahir seorang anak, kawin dengan seorang perempuan atau datang tamu sesudah masuk matahari, maka tidak wajib lagi membayar fitrahnya.

Takaran.

Fitrah itu wajib untuk seseorang satu sa' dari gandum atau syair, atau kurma, atau zabib, atau beras, ftau jagung atau barang sesuatu yang menjadi makanan sehari-hari.

Zakat itu wajib mulai masuk malam lebaran, dan wajib mengeluarkannya pada permulaan masuk matahari sampai hari Lebaran waktu condong matahari.

Yang terlebih afdhal mengeluarkan fitrah itu sebelum Sembahyang Hari Raya, apabila pada waktu itu belum didapati orang yang berhak menerima, maka dipisahkanlah zakat fitrah itu daripada harta bendanya, sambil berniat akan dikeluarkannya pada sesuatu kesempatan yang akan datang.

Zakat biji-bijian dari pada fitrah itu sunat dikeluarkan terlebih dahulu kepada keluarga yang memerlukannya, kemudian kepada tetangga, seperti yang disebutkan dalam hadis : "Tetangga kita lebih berhak menerima lebih dulu zakat fitrah".

PENGERTIAN KHUMUS

Meskipun berbagai mazhab membicarakan persoalan khumus, tetapi dalam kitab-kitab fiqih Imamiyyah kita dapati pembicaraan ini dalam satu bab khusus mengenai humus, sesudah bab mengenai zakat.

Sumbernya dari pada kewajiban mengeluarkan khumus ini ialah Qur'an, ayat 41 surat Al-Anfal, yang berbunyi :

"Ketahuilah olehmu, bahwa apa yang kamu peroleh dari pendapatmu (ghanimah), yang demikian itu adalah untuk Allah seperlima, dan begitu juga untuk Rasul, dan untuk sanak kerabat juga demikian, dan untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu Sabil juga demikian".

Yang termasuk perolehan pendapatan (atau ghanimah) itu bersumber dari tujuh macam :

1. Ghanimah yang diambil dari medan perang. Daripadanya diambil khumus.

2. Barang tambang, yang dikeluarkan dari bumi, seperti emas perak, timah, tembaga dll. Menurut Imamiyyah wajib mengeluarkan daripada perolehan itu khumus sebanyak dua puluh persen dari barang tambang, apabila harganya mencapai nisab emas, yaitu sebanyak 20 dinar, atau nisab perak, yaitu 200 dirham.

Tidak ada khumus pada penggalian-penggalian lain.

3. Rukkaz, yaitu harta benda yang terdapat ditanam dalam bumi, tidak diketahui lagi siapa yang menanamnya itu.

Imamiyyah menghubungkan, bahwa rukkaz sama dengan barang tambang dalam kewajiban membayar khumus dan menentukan ukuran nisab.

4. Imamiyyah menentukan, bahwa penghasilan atau perolehan yang didapati dari dalam laut, seperti mutiara dan merjan, apabila harganya sampai satu dinar atau lebih wajib mengeluarkan khumus.

5. Imamiyyah menetapkan pengeluaran khumus atas hasil yang didapat untuk makan seseorang setahun, keluarganya dan khadam-khadamnya, dari usaha apapun juga, baik dari dagang, pertukangan, pertanian, kepegawaian, pekerjaan sehari-hari, atau harta yang diperoleh dari hibbah atau pemberian orang.

6. Juga Imamiyyah menetapkan dalam fiqihnya, bahwa apabila seseorang manusia memperoleh harta haram, kemudian bercampur dengan harta yang halal, demikian rupa sehingga tidak diketahui lagi berapa banyak harta yang halal itu, juga tidak diketahui siapa yang empunya, wajib mengeluarkan khumus atas harta itu fisabilillah.

Apabila orang itu berbuat demikian, seluruh harta yang campur aduk antara halal dan haram itu menjadi halal semuanya.

7. Imamiyyah menetapkan, bahwa jika seorang Zimmi membeli sepotong tanah dari orang Islam, atas orang Zimmi itu diwajibkan mengeluarkan khumus.

Pembahagian Khumus.

Menurut fiqih Imamiyyah bahwa khumus itu sebahagian untuk Allah, sebagian untuk Rasul, sebahagian untuk "Zawil Qurba" (kekeluargaan terdekat), yang bahagian itu diserahkan kepada Imam atau wakilnya, dan digunakan untuk kemaslahatan Muslimin.

Enam bahagian yang lain diberikan kepada anak-anak yatim dari Bani Hayim, orang-anak miskin mereka dan Ibn Sabil (orang terlantar dalam perjalanan) mereka, dan tidak dibolehkan diberikan kepada orang lain.

H A J I

H A J I

Syarat-syarat Haji.

Haji diwajibkan dengan syarat orang Islam yang melakukannya sudah balig, berakal dan mempunyai kesanggupan.

Baligh.

Tidak wajib haji bagi anak kecil baik yang sudah mumayyiz (balig dan sudah dapat membedakan buruk dan baik) atau tidak mumayyiz.

Jika seorang anak yang sudah mumayyiz hajinya sah, tetapi sebagai haji sunnat, tidak menghilangkan kewajibannna melakukan haji yang fardhu.

Apabila ia nanti sudah baligh dan mempunyai kesanggupan, wajib ia naik haji lagi.

Dibolehkan bagi seorang wali untuk membawa anaknya yang belum mumayyiz naik haji bersama, dipakaikan kepadanya pakaian ihram, diajarkan membaca talbiyah dan dijauhkan berbuat segala yang haram.

Apakah seorang anak yang belum baligh sah mengerjakan haji dengan tidak seizin walinya ?

Imamiyyah menetapkan, bahwa izin wali adalah syarat untuk sah ihram bagi anak yang demikian.

Tidak gila.

Orang gila tidak sah mengerjakan haji.

Jika ia mengerjakan juga, harus diulang lagi pada waktu ia sudah sembuh daripada gilanya itu.

Kesanggupan.

Kesanggupan seseorang Islam adalah isyarat wajib haji, sebagaimana yang tersebut dalam Qur'an tentang ibadah haji.

"Adalah orang-orang yang sanggup melakukannya".

Bermacam-macam pendapat ulama tentang arti kesanggupan itu, sebagaimana yang tersebut dalam banyak hadis, diantara lain mempunyai bekal yang cukup, kendaraan yang baik, mempunyai kesanggupan dalam perjalanan, makan minum, meninggalkan belanja untuk keluarganya atau untuk orang-orang yang bekerja dalam kebunnya, perabot pertanian yang cukup, modal yang cukup bagi perdagangan serta aman dalam perjalanan untuk dirinya, untuk harta bendanya dan untuk kehormatannya.

Sebelum ada kesanggupan itu tidak wajib haji.

Segera atau dapat diundurkan.

Wajib haji itu harus dikerjakan dengan segera, apabila sudah memenuhi syarat-syaratnya.

Tidak dibolehkan mengundurkannya dari permulaan masa kesanggupannya.

Apabila seseorang mengundurkan haji sesudah memenuhi syarat, ia berdosa, tetapi sah hajinya jika dilakukan.

Haji bagi wanita.

Adakah syarat lagi bagi wanita untuk haji selain dari pada syarat-syarat yang sudah ditetapkan untuk laki-laki ?

Tidak ada syarat, jika suami isteri mengerjakan haji yang wajib, selain daripada syarat, jika suamji atau isteri mengerjakan haji.

Tidak boleh dilarang orang naik haji. Perbedaan paham terdapat, bagaimanakah jika seorang wanita tidak ada suaminya atau muhrimnya sebagai teman, masih wajibkah haji ? Imamiyyah menetapkan, bahwa tidak bermuhrim atau suami bukanlah syarat sah haji, haji itu wajib yang melakukannya seorang wanita muda atau wanita yang sudah tua.

baik yang sudah kawin atau yang belum kawin, karena muhrim sudah cukup untuk menjaga keamanannya.

Batal.

Apabila seseorang memberikan uangnya kepada orang lain sebagai hadiah untuk perjalanan haji, dengan tidak disyaratkan musti digunakan untuk haji, boleh digunakan sesukanya, tetapi jika disyaratkan untuk haji wajib dilakukan untuk ibadah haji dan tidak boleh ditolak.

Perkawinan dan haji.

Bagaimanakah hukumnya seseorang laki-laki mempunyai uang hanya cukup buat naik haji atau buat kawin.

Mana yang didahulukannya ?

Abu Hanifah mendahulukan haji daripada perkawinan. Tetapi Imamiyyah, sama dengan Syafi'i dan Hambali', mendahulukan perkawinan, jika meninggalkannya menimbulkan kesukaran dan kegelisahan baginya.

Jika tidak, didahulukan haji.

Khumus dan zakat.

Khumus dan zakat lebih didahulukan dari pada haji, seseorang tidak dianggap mempunyai kesanggupan untuk naik haji, kecuali jika ia sudah menunaikan khumus dan zakat.

Kesanggupan yang tidak dilakukan.

Barang siapa pergi kesuatu negeri dekat dengan Mekkah dengan maksud berdagang atau usaha yang lain, tetapi ia tinggal disana sampai pada waktu haji, dan mungkin sekali dengan kesanggupannya pergi naik haji ke Baitullah.

Jika ia kembali ke negerinya sebelum ia melakukan haji, niscaya ia berdosa.

BAD AL HAJI.

Ada persoalan bagi ibadah haji, apabila seseorang mengerjakan haji, sesudah memenuhi syarat-syarat, yang pertama kali untuk dirinya, haji semacam ini wajib.

Jika ditambah lagi dengan mengerjakan beberapa kali naik haji sesudahnya, haji itu sunat.

Tetapi jika ia naik haji dengan niat, untuk menggantikan haji orang lain, yang biasa disebutkan "badal haji" atau ,,al-istinabah", persoalannya adalah sebagai tersebut dibawah ini.

MACAM-MACAM IBADAH.

Ibadah yang banyak terdapat dalam Islam dapat dibagi atas tiga macam :

1. Ibadah yang bersifat badaniah semata-mata, artinya ibadah yang hanya terdiri dari perbuatan dan pekerjaan orang semata-mata, tidak ada sangkut pautnya' dengan harta benda yang langsung, seperti puasa dan sembahyang.

Keempat Mazhab Ahlust-Sunnah mengatakan bahwa ibadah yang seperti ini, tidak boleh digantikan oleh orang lain, baik orang yang digantikan ibadahnya itu orang yang sudah mati atau orang yang masih hidup.

Tetapi Imamiyyah berpendirian dapat diganti ibadah orang yang sudah meninggal.

Adapun orang yang masih hidup tidak diperkenankan menggantikannya, baik berupa Sembahyang atau puasa.

2. Ibadah yang bersifat harta benda, tidak langsung mengenai badan dan pekerjaan seseorang, seperti membayar khumus dan zakat.

Ibadah yang seperti ini dibolehkan menggantikannya menurut keempat-empat Mazhab Ahlus Sunnah dan juga menurut Imamiyyah.

Maka diperbolehkan bagi yang empunya harta benda untuk mewakilkan kepada orang lain, mengeluaran zakat dan sedekah-sedekah lain dari pada harta bendanya.

3. Ibadah yang tersusun daripada pekerjaan badan dan pengeluaran harta benda, seperti ibadah haji. Haji menghendaki pekerjaan, seperti Thawaf, Sa'i, dan melempar Jumrah, serta menghendaki juga kepada harta benda seperti ongkos perjalanan dan segala ongkos-ongkos lain yang mesti dikeluarkan pada waktu naik haji.

Semua mazhab sepakat mengeluarkan satu keputusan, bahwa seseorang yang berkuasa mengerjakan haji sendiri serta mempunyai syarat-syarat lengkap, wajib melakukan haji itu sendiri dan tidak diperkenankan orang lain membadalkan hajinya, dan jika dikerjakan oleh orang lain, tidak boleh, harus dikerjakan sendiri.

Dan jika tidak dikerjakan sendiri, kata Mazhab Syafi'i, Hambali dan imamiyyah, tidak hilang fardhunya atas orang itu, dan wajib dikerjakan haji itu dengan peninggalan hartanya oleh orang lain.

Mazhab Hanafi dan Maliki berkata, bahwa pardhu haji itu dapat dipenuhi dari sudut badaniyah, tetapi jika ia mewasiatkan boleh diambil dari sepertiga hartanya, jika tidak diwasiatkan, tidak wajib diganti atau badal.

Syarat-syarat pengganti haji orang lain.

Menurut Imamiyyah ada dua macam haji yang dilakukan untuk orang yang mati, yang pertama dilakukan mulai dari negeri orang mati itu, dan kedua dilakukan menurut miqat.

Kalau ditentukan salah satu keduanya, harus dikerjakan, dan kalau tidak disebut tempat permulaan naik haji ini, boleh dikerjakan pada salah satu kedua tempat itu, kalau tidak disebut sama sekali, badal haji itu dimulai pada miqat yang terdekat dengan Mekkah.

Jika sudah menerima badal haji, wajib segera dilakukan, dan tidak boleh ditangguhkan pada tahun depan.

Apabila yang menyuruh menggantikan, menentukan bagi yg membadalkannya tentang corak haji itu, seperti haji tamattu' atau ifrad atau qiran, tidak diperbolehkan menukarkannya dengan yang ditetapkan itu.

U M R A H .

Arti umrah dalam Agama Islam ialah ziarah kepada Baitullahsecara Ibadah yang sah.

Adapun macam dan waktunya adalah sebagai berikut.

Ada Umrah yang dikerjakan sendiri, terpisah dari Ibadah hajidan waktunya sepanjang tahun.

Pada Mazhab Imamiyyah waktu yangutama ialah bulan Rajab dan pada Mazhab lain bulan Ramadhan.

Ada Umrah yang digabungkan dengan Ibadah Haji, yaitu melakukannyalebih dahulu, dan melakukan Ibadah Haji kemudiandalam satu perjalanan, sebagaimana biasa dilakukan oleh jema'ahhaji yang datang ke Mekkah dari Negeri-negeri yang jauh.

Waktunya ialah bulan Haji yaitu bulan Syawal, Zhulqaidah dan Zhulhijjah.

Macam umrah dan coraknya, sebagai berikut :

1. Tawaf wanita wajib pada Umrah Mufradah, tidak wajib pada umrah Tamattti'.

2. Waktu Umrah Tamattu' mulai dari awal bulan Syawal kepada tanggal 9 Zhulhijjah.

Adapun Umrah Mufradah waktunya sepanjang tahun.

3. Mereka yang mengerjakan Umrah Tamattu', halal atau selesai dengan memotong rambut.

Adapun mereka yang mengerjakan Umrah Mufradah selesai dengan melakukan pemotongan rambut atau mencukur seluruhnya.

4. Adapun Umrah Tamattu' dan Haji mungkin terjadi sekaligus dalam satu tahun, tetapi tidak dengan Umrah Mufradah, umrah yang terpisah dari haji.

Syarat dan hukumnya.

Syarat haji adalah syarat umrah.

Hanya berbeda bagi Mazhab Hanafi dan Maliki, yang menganggap bahwa umrah itu tidak wajib, tetapi sunat Muakkad.

Imamiyyah menerangkan, bahwa umrah itu wajib bagi mereka yang sanggup mengerjakannya, sama dengan haji yang tersebut dalam Qur'an, surat Al-Baqarah, ayat 196.

Dan Imamiyyah menganggap umrah itu sunat bagi mereka yang tidak sanggup mengerjakannya.

MENGERJAKANNYA.

Imamiyyah menerangkan, seperti yang tersebut dalam : "Kitabul Jawahir", bahwa yang wajib pada pekerjaan haji ialah Ihram, Wuquf di Arafah, Wuquf di Masy'aril Haram, berhenti di Mina, melempar Jumrah, memotong qurban, mencukur kepala dan menggunting janggut, Tawaf, Sembahyang sunnah Tawaf dua rak'at, Sa'i', Tawaf wanita dan Sembahyang dua rakaat dan pekerjaan yang wajib untuk umrah Mufradah ada delapan : Niat, Ihram, (tidak ada beda bagi Imamiyyah antara miqat umrah dan miqat haji untuk Ihram), Tawaf dan Sembahyang dua rakaat, Sa'i, memotong rambut dan Tawaf wanita serta Sembahyang dua rakaat.

Dari keterangan diatas ternyata, bahwa amal haji lebih banyak dari umrah disebabkan wuquf. Imamiyyah tidak menambahkan amal kecuali mewajibkan umrah Mufradah.

Imamiyyah menerangkan, bahwa tidak dibolehkan bagi mereka yang memasuki Mekkah, untuk melewati miqat dan masuk ketanah haramnya, kecuali sesudah Ihram.

Meskipun ia sudah haji atau berumrah beberapa kali, kecuali jika ia berulang-ulang keluar masuk itu dalam sebulan, artinya jikalau ia memasuki tanah haram dengan Ihram, kemudian keluar, kemudian masuk yang kedua kali sebelum habis tiga puluh hari, maka tidak wajib Ihram.

Kalau tidak demikian Ihram itu wajib.

Ihram itu karena masuk Mekkah sama dengan berwudhu memegang kitab suci Al-Qur'an.

Muhammad Jawwad Al-Mughmiyyah menambah catatannya tentang hukum ini dengan keterangannya bahwa Dusta-lah mereka yang mengatakan bahwa Syi'ah tidak menganggap suci Baitalharam.

MACAM-MACAM HAJI.

Semua Mazhab sepakat, bahwa haji itu ada tiga macam, yaitu Tamattu', Qiran dan Ifrad, uraiannya sebagai berikut : Arti haji Tamattu' ialah, bahwa seseorang mengerjakan pekerjaan umrah lebih dahulu daripada haji dalam bulan Haji, dan kemudian sesudah selesai umrah barulah ia mengerjakan haji itu.

Adapun haji Ifrad ialah bahwa seseorang naik haji lebih dahulu, dan sesudah selesai naik haji, ia Ihram kembali untuk umrah dan mengerjakannya.

Empat Mazhab Ahlus Sunnah memberi arti kepada haji Qiran, bahwa seseorang berihram untuk haji dari umrah bersama-sama dan sekaligus, seperti orang yang mengerjakannya mengatakan : "Labbaika! Allahumma. Bil Hajji wal Umrati". (Wahai Tuhanku ! Aku kerjakan haji dan umrah sekaligus), dan begitulah kira-kira niat haji qiran itu.

Mazhab Imamiyyah menerangkan, bahwa qiran dan ifrad itu satu macam, tidak mempunyai perbedaan, kecuali bahwa orang yang berhaji qiran itu memotong qurban pada ihramnya. "Adapun orang yang mengerjakan haji Ifrad, tidak ada pemotongan apa-apa.

Imamiyyah menambah, bahwa tidak boleh masuk kedalam dua macam Ihram, tidak waktu mengerjakan haji dan umrah dengan satu niat dalam hal yang sama, yang oleh Mazhab-mazhab yang lain dibolehkan pada haji qiran.

Imamiyyah menerangkan, bahwa haji Tamattu' itu hanya dikerjakan oleh orang di'luar Mekkah, adapun qiran dan Ifrad dikerjakan oleh ahli Mekkah sendiri.

Alasannya diambil dari ayat Qur'an; "Barang siapa yang bertamattu' dengan umrah kepada haji hendaklah mengadakan pemotongan.

Jika tidak ada, maka ia puasa tiga hari pada hari haji dan tujuh hari apabila mereka pulang kekampungnya, maka cukup menjadi sepuluh hari, inilah ditentukan bukan buat orang yang sekitar Masyjidil haram" (Qur'an AI-Baqarah, ayat 196).

WAKTU IHRAM.

Miqat Ihram.

Ada beberapa macam tempat Ihram bagi umrah dan haji.

Oleh Imamiyyah dianggap rukun haji. Semua mazhab sepakat, bahwa miqat mereka yang datang di Madinah untuk Ihram adalah Masjidus Syajarah, yang dinamakan Zul Hulaifah, Miqat orang Syam, Mesir, dan Maghrib adalah Al-Juhfah.

Yang dimaksudkan dengan ahli Syam itu termasuk orang2 Si'rya.

Libanon dan Palestina dan Syarqul Ardan.

Kata Sayyid Al-Hakim, bahwa orang yang bepergian dengan kapal terbang tidak wajib Ihram apabila ia lalu diatas miqatnya, mereka Ihram dipelabuhan kapal terbang di Jeddah.

Kemudian miqat orang-orang Iraq yaitu di Al-Aqiq, dan untuk orang Yaman serta Negara dibelakangnya adalah Yalamlam.

Imamiyyah menetapkan, bahwa miqat orang-orang yang datang dari Persi dan Negeri yang searah ialah Mekkah sendiri.

Perlu diperingatkan, bahwa maqam-maqam itu tidak diuntukkan bagi sesuatu daerah dan bangsa.

Kalau seorang yang datang dari Syam berada di Madinah, akan naik haji, boleh ia menggunakan miqat orang Madinah Zhul Hulaifah, dan seterusnya.

Ihram sebelum miqat.

Imamiyyah menerangkan, bahwa tidak diperkenankan Ihram sebelum miqat, kecuali bagi orang yang menghendaki umrah dalam bulan Rajab, dan ia takut terbelakang Ihram dari miqatnya, dan kecuali bagi mereka yang memang sudah bernazar untuk memulai haji nya pada miqat-miqat yang tertentu.

Ihram sesudah miqat.

Imamiyyah menetapkan, barang siapa yang meninggalkan Ihram dari miqatnya dengan sengaja pada waktu ia naik haji, atau melakukan umrah, dan tidak kembali kepada miqatnya, begitu juga tidak ada miqat lain dihadapannya, haram ia mengerjakan Ibadah itu dan batal Ihramnya serta hajinya, baik ia berhalangan atau tidak berhalangan.

Apabila ia meninggalkan miqatnya itu karena lupa atau tidak mengetahui, sedangkan masih mungkin kembali kepada miqatnya, jika tidak mungkin kepada miqatnya, kepada miqat yang lain ia harus kembali kepada salah satu miqat itu.

Yang wdjib dan yang sunat pada Ihram.

Sebelum Ihram sunat membersihkan badan, mengerat kuku, memotong kumis atau janggut, mandi bagi perempuan yang haid dan nifas, berihram sesudah Sembahyang Zohor, sunat Sembahyang Ihram enam rakaat, empat atau dua rakaat. Kemudian berdoa.

Adapun yang wajib bagi Ihram itu ialah niat, membaca talbiyah, dan memakai kain Ihram menurut pendirian masing-masing mazhab.

Imamiyyah menetapkan, wajib niat itu berbareng dengan memakai Ihram, tidak cukup berniat ditengah-tengahnya, dan hendaklah ditentukan niat itu, apakah Ihram itu untuk haji atau untuk umrah, bahkan untuk haji Tamattu', Qiran, atau Ifrad, dan apakah ia naik haji itu untuk dirinya atau untuk orang lain, jika tidak ada niat itu berbareng maka batallah ibadahnya.

Talbiyah; terdapat dalam Ibadah haji itu menurut Islam, Cuma ada mazhab yang mewajibkan, ada yang tidak, Imamiyyah mewajibkan talbiyah.

Tidak diperhitungkan untuk haji Tamattu', haji Ifrad, begitu juga umrah baik yang bersama haji Tamattu', haji Ifrad, begitu juga umrah baik yang bersama haji atau sendiri, kecuali dengan talbiyah, sekurang-kurangnya ulang-ulang empat kali.

Hampir semua mazhab mempunyai sighah talbiyah itu sama.

Tidak disyaratkan pada waktu mengucapkan talbiyah harus suci dari hadas.

Talbiyah itu dimulai pada waktu Ihram dan disunatkan meneruskannya sampai kepada melempar Jumratul Akbar, bagi laki-laki dengan suara keras dan bagi wanita dengan suara lemah kecuali dalam kumpulannya sendiri, terutama Mesjid Arafah dan sunat juga bertawaf kepada Nabi dan keluarganya.

Kain Ihram tidak dibolehkan berjahit, berupa baju atau selendang, kemeja atau celana, atau menutup kepala dan mukanya.

Tidak boleh memakai khuf, tetapi hanya sepatu terbuka.

Adapun wanita dibolehkan menutup kepala dan membuka mukanya, kecuali untuk menghindarkan pandangan laki-laki.

Boleh memakai kain sutera dan khuf, Kain pinggang dan selendang Ihram kedua-duanya wajib.

Yang sunat berasal dari kapas putih, dibolehkan bagi orang yang Ihram memakai lebih dari dua potong kain Ihram yang sudah digunakannya.

Tentang kebersihan disyaratkan bahwa pakaian Ihram itu harus sama bersih seperti kain Sembahyang, bukan sutera atau kulit binatang yang boleh dimakan, bagi laki-laki bukan sutera dan kulit.

YANG TERLARANG PADA WAKTU IHRAM.

Beberapa perkara yang dilarang oleh syara' pada waktu Ihram, akan disebutkan dibawah ini.

Kawin.

Kawin Tidak dibolehkan bagi seorang yang sedang Ihram aqad nikah, bagi dirinya, bagi orang lain, mewakili orang lain, dan kalau diperbuatnya, tidak sah nikahnya.

Imamiyyah menerangkan, bahwa seseorang tidak dibolehkan juga menjadi saksi dalam perkawinan.

Apa bila yang sedang berihram mengetahui haramnya, maka haramlah ia bercampur dengan perempuannya, meskipun ia tidak bersetubuh.

Jika ia tidak mengetahui tentang haramnya, maka tidaklah apa-apa, sampai kepada jima'.

Jima'

Jima', juga tidak dibolehkan bagi orang yang ber-ihram, begitu juga bermain-main dengan isterinya.

Apabila ia jima' sebelum tahlil, rusak hajinya.

Boleh ia qadha pada tahun depan.

Jika wanita itu mau dengan rela akan memenuhi maksud lakinya mengenai jima', haji wanita itupun batal dan didenda dengan seekor anak onta, dan diperkenankan qadha pada tahun depan.

Tetapi jika ia dipaksa oleh lakinya, tidak apa-apa, lakinya yang harus membayar kifarat dua ekor anak onta.

Dalam masa Ihram, diharamkan memakai wangi-wangian, baik bagi laki-laki atau perempuan.

Jika dikerjakan karena lupa tidak ada kifarat.

Imamiyyah menghukumkan tiap orang yang memakai bau-bauan dengan sengaja, harus didenda seekor kambing, dibagi-bagi atau dimakan sendirinya.

Juga tidak dibolehkan memakai celak mata, tidak boleh memotong kuku, tidak boleh mencukur rambut, mencabut pohon kayu, melihat perempuan yang tidak tertutup badannya.

Memakai inaj makruh.

Laki-laki tidak dibolehkan menutup kepala, dan perempuan dibolehkan berpayung.

Selanjutnya tidak diperkenankan memakai pakaian yang berjahit, mengucapkan kata-kata yang kotor, berdusta, jika lebih dari dua kali dendanya seekor kerbau dan jika lebih dari pada tiga kali, seekor onta.

Adapun berbekam (hajjamah), meskipun empat mazhab Ahlus Sunnah membolehkan karena darurat, tetapi dalam Imamiyyah ada yang melarang.

Imamiyyah tidak memperkenankan membunuh binatang, seperti semut dan monyet, dan juga tidak boleh berburu, ditanah haram.

Dalam Qur'an disebut : „Wahai orang yang beriman, jangan kamu membunuh binatang buruan, sedang kamu ber-ihram.

Barang siapa membunuhnya dengan sengaja, harus digantikan dengan binatang yang seperti itu, merupakan kifarat untuk memberi makan orang miskin" (Al-Maidah, ayat 95).

Oleh karena itu Imamiyyah, sama dengan pendirian Mazhab Syafi'i.

Mengenai pemburuan darat, seperti sapi jalang, yang boleh dipimpin untuk dibiarkan hidup atau disembelih dan dagingnya dibagi-bagi kepada orang miskin.

Dalam kitab "Asy-Syara'i", salah satu kitab fiqih Imamiyyah tersebut:

Tiap-tiap orang yang Ihram, memakan atau memakai sesuatu yang tidak halal untuk dimakannya atau dipakainya, dendanya seekor kambing", jika ia berbuat demikian dengan sengaja, bukan karena lupa atau tidak mengetahui.

Imamiyyah dan Syafi'i sepakat, bahwa tidak dikenakan kifarat, kalau orang yang berbuat sesuatu dalam masa Ihramnya bodoh atau lupa, kecuali berburu, dalam hal ini wajib kifarat, meskipun ja lupa (Al-Jawwahir, Fiqus Sunnah).

Batas dua tanah haram.

Tidak ada bedanya tentang haram berburu dan memotong kayu dalam daerah haram Mekkah dan haram Madinah.

Haram Mekkah dibatasi sebelah Utara dengan-tempat yang dinamakan "Tan'im", antaranya dan antara Mekkah enam kilo meter, sebelah Selatan oleh "Idhah", antaranya dan antara Mekkah duabelas kilometer, disebelah Timur dengan "Al-Ju'ranah", yang antaranya dan Mekkah jauh enambelas kilometer, dan dari sebelah Barat oleh "Asy- Syumaisi", yang antaranya dan Mekkah limabelas kilometer.

Adapun batas haram Nabi atau Mekkah ialah dua belas mil memanjang dari Ir kegunung Staord, dan Ir itu adalah gunung Miqat, Staord. adalah gunung Uhud.