Imam Husein as. di Hari Asyura
Pasukan Yazid telah melakukan penghadangan terhadap laju gerak kafilah Imam Husein di sebuah tempat yang bernama Karbala, tidak jauh dari sungai Furat.
Mereka mencegah anak-anak kecil dan perempuan-perempuan keluarga Nabi saw. dari mendapatkan air sungai.
Hari ke-10 bulan Muharram, hari yang begitu panasnya membakar padang Karbala.
Di sanalah Imam Husein as. mengingatkan orang-orang akan akibat perbuatan yang mereka lakukan.
“Wahai sekalian manusia, kenalilah siapa aku ini! Kemudian kembalilah pada diri kalian masing-masing, dan hujatlah diri kalian itu.
"Sadarlah! Apakah dihalalkan bagi kalian untuk membunuhku dan menodai kehormatanku?
"Bukankah aku adalah putra dari putri Nabi kalian, putra khalifahnya, putra dari putra pamannya, dan putra dari seorang yang pertama kali beriman kepada Allah swt dan yang membenarkan risalah rasulnya?
"Bukankah Hamzah penghulu para syuhada itu adalah pamanku?
"Bukankah Ja’far At-Thayyar itu adalah pamanku?
"Tidakkah kalian dengar kesaksian Rasulullah tentang aku dan kakakku, bahwa 'Dua pemuda ini adalah penghulu para pemuda di surga'?"
Warga Kufah sangat mengenal Imam Husein as. dengan baik.
Hanya saja mereka telah tertipu oleh setan, hingga mereka mengutamakan kehidupan dunia yang hina bersama Yazid dan Ibnu Ziyad, serta begitu mudahnya meninggalkan Imam as. sendirian.
Kepada Imam Husein, mereka mengatakan: “Baiatlah Yazid sebagaimana kami telah mem-baiatnya”.
Dengan tegas beliau membalas mereka,
“Tidak, Demi Allah, aku tidak akan pernah mengulurkan tanganku (baiat) kepadanya sebagaimana orang-orang hina mengulurkannya, aku pun tidak akan pernah melarikan diri sebagaimana para budak yang ketakutan".
Umar Ibnu Sa'ad, komandan pasukan Yazid mengeluarkan perintah untuk segera menyerbu pasukan Imam as. Maka, terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat.
Lima puluh sahabat beliau berguguran sebagai syahid. Tinggallah beliau bersama sejumlah kecil sahabat dan keluarganya.
Mereka semua mengajukan diri, satu persatu, untuk meraih kesyahidan dengan gagah berani, tanpa rasa takut sedikitpun.
Karena, mereka yakin bahwa mereka akan mati syahid di jalan Allah dan menjelang surga.
Tatkala seluruh sahabat dan laki-laki keluarganya telah gugur, tinggallah Imam Husein seorang diri. Beliau segera turun ke medan pertempuran.
Sebelum meninggalkan keluarga dan menyampaikan perpisahan kepada mereka, beliau meminta mereka untuk bersabar di jalan Allah swt.
Imam as. memacu kudanya dan maju mengoyak ribuan barisan musuh.
Di tengah pertempuran yang tak seimbang itu, beliau akhirnya terhempas di atas kerikil-kerikil padang pasir Karbala dan gugur sebagai sayyidus-syuhada, Penghulu Para Syahid.
Merasa belum puas melihat Imam Husein tak bernyawa lagi, Ibnu Ziyad memerintahkan para pasukan berkudanya -yang telah menjual diri mereka dengan kehidupan dunia- untuk menginjak-injak dada beliau.
Sepuluh pasukan berkuda melompat dan mulai merobek-robek dada suci itu dengan kaki-kaki kuda mereka.
Setelah itu, Ibnu Sa'ad memerintahkan pasukannya untuk membakar kemah-kemah Imam as. setelah mereka merampas isinya, lalu menyeret anak-anak dan kaum wanita sebagai tawanan sampai ke Kufah.
Di antara mereka adalah Zainab, putri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dan Ali Zainal Abidin putra Imam as.
Zainab as. dengan penuh ketegaran maju menghampiri tubuh saudaranya Imam Husein as, lalu meletakkan kedua tangannya di atas jasad suci itu, kemudian mengangkat kepalanya, menengadah ke atas langit sambil berkata dengan penuh khusyuk dan bangga:
“Ya Allah, Terimalah dari kami pengorbanan ini!”