Budi Pekerti Yang Agung
Para Imam Ahlul Bait as. adalah manusia-manusia pilihan.
Mereka dipilih oleh Allah swt. untuk membimbing masyarakat secara benar dan menjadi contoh yang paling unggul untuk mencapai derajat kemanusiaan dan akhlak mulia.
Ibrahim bin Abbas mengatakan, "Aku tidak pernah mendengar Abal Hasan Ar-Ridha as. mengatakan sesuatu yang merusak kehormatan seseorang, juga tidak pernah memotong pembicaraan seseorang hingga ia menuntaskannya, dan tidak pernah menolak permintaan seseorang tatkala dia mampu membantunya.
"Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya ke tengah majelis.
Aku tidak pernah melihatnya meludah, tidak pernah terbahak-bahak ketika tertawa, karena tawanya adalah senyum.
Di waktu-waktu senggang, beliau menghamparkan hidangan dan duduk bersama para pembantu, mulai dari penjaga pintu sampai pejabat pemerintahan.
Dan barang siapa yang mengaku pernah melihat keluhuran budi pekerti seseorang seperti beliau, maka janganlah kau percaya".
Seorang laki-laki menyertai Imam Ar-Ridha dalam perjalanannya ke Khurasan.
Imam mengajaknya duduk dalam sebuah jamuan makan.
Beliau mengumpulkan para tuan dan budak untuk menyiapkan makanan dan duduk bersama.
Orang itu lalu berkata, ”Wahai putra Rasulullah, apakah engkau mengumpulkan mereka dalam satu jamuan makan?".
“Sesungguhnya Allah swt. satu, manusia lahir dari satu bapak dan satu ibu, mereka berbeda-beda dalam amal perbuatan", demikian jawab Imam as.
Salah seorang dari mereka berkata, "Demi Allah, tidak ada yang lebih mulia di muka bumi ini selain engkau, wahai Abal Hasan (panggilan Imam Ar-Ridha)!".
Imam menjawab, ”Ketakwaanlah yang memuliakan mereka, wahai saudaraku!".
Salah seorang bersumpah dan berkata, "Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik manusia”.
Imam menjawabnya, "Janganlah engkau bersumpah seperti itu, sebab orang yang lebih baik dari aku adalah yang lebih bertakwa kepada Allah.
Demi Allah, Dzat yang menorehkan ayat ini, "Kami ciptakan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa”.
Pernah suatu saat, Imam Ali Ar-Ridha as. berbincang-bincang dengan masyarakat.
Mereka bertanya tentang masalah-masalah hukum.
Tiba-tiba masuk seorang warga Khurasan dan berkata, "Salam atasmu wahai putra Rasulullah, aku adalah seorang pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu, aku baru saja kembali dari haji dan aku kehilangan nafkah hidupku, tak satupun tersisa lagi padaku.
Jika engkau sudi membantuku sampai di negeriku, sungguh nikmat besar Allah atasku, dan bila aku telah sampai, aku akan menginfakkan jumlah uang yang kau berikan kepadaku atas namamu, karena aku tidak berhak menerima infak".
Dengan nada lembut, Imam Ar-Ridha as. berkata kepadanya, "Duduklah, semoga Allah mengasihanimu!".
Kemudian Imam melanjutkan perbincangannya dengan masyarakat sampai mereka bubar.
Setelah itu, Imam bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar.
Tak lama kemudian, beliau mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata, "Mana orang Khurasan itu?".
Orang Khurasan itu mendekat dan Imam berkata, "Ini dua ratus Dinar, pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu atas nama kami”.
Orang Khurasan itu mengambilnya dengan penuh rasa syukur, lalu meninggalkan Imam as.
Setelah itu Imam keluar dari kamar. Salah seorang sahabat bertanya, "Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu dari balik pintu wahai putra Rasulullah?"
Imam berkata, "Agar aku tidak melihat kehinaan pada raut wajah orang yang meminta.
Tidakkah kau mendengar Rasulullah saw. bersabda,'Berbuat baik dengan sembunyi-sembunyi akan memenuhi 70 kali haji, dan orang yang terang-terangan dalam berbuat jahat sungguh terhina, dan orang yang sembunyi dalam melakukannya akan diampuni'".