2. ALIRAN DALAM ISLAM
Umat Islam dalam masa Nabi Muhammad bersatu bulat dalam segala-galanja. Tidak ada terdapat mazhab dan aliran ketika itu. Nabi Muhammad merupakan kesatuan sumber dalam ilmu dan amal, dalam perintah dan ketha'atan, suri teladan untuk seluruh kehidupan. Sumber itu ialah imengenal agama dan mempeladjari wahju Tuhan jang disampaikannja, jang tidak ada sesuatupun dapat mengatasinja dalam kebenaran. Djika terdjadi sesuatu perbantahan dan perbedaan faham, utjapan Nabi adalah hakim jang memutuskan, jang harus ditha'ati, dan tidak ada pendapat lain dari pada itu. Dalam Qur'an diperintahkan djclas : "Apabila kamu berbeda faham tentang sesuatu persoalan, kembalikan keputusannja kepada Allah dan Rasul" (Qur'an, An-Nisa, 58). Tidak ada terdapat ketika itu dua matja.m fikiran jang bertentangan, melainkan dikembalikan untuk mendapat keputusannja kepada Allah dan Rasul dalam masa Nabi Muhammad itu masih hidup dan dapat ditjapai oleh umatnja.
Sesudah Nabi Muhammad wafat, umat Islam tetap bersatu dalam kejakinan dan perkataannja, bahwa Tuhan Allah itu satu, bahwa Muhammad itu Rasul Allah, bahwa Qur'an itu datang dari pada Allah, bahwa hari kebangkitan itu benar, bahwa hisab itu benar, dan sorga dan neraka pun benar ada dan akan terdjadi, sebagaimana tidak terdapat perselisihan faham diantara mereka tentang sesuatu hukum agama jg sudah ditetapkan dan diperintahkan mendjalankannja oleh Rasulullah, seperti sembahjang. zakat, hadji, puasa dll. perintah agama jang diwadjibkan dengan djelas.
Mereka hanja berselisih faham dan tentang pandangan dan idjtihad, baik mengenai usul pokok agama dan kejakinan. maupun mengenai urusan hukum fiqh dan tasjri', tetapi tidak mengenai pokok-pokok dasar Islam, jang dapat mengeluarkan salah seorang jang berbeda faham itu dari agamanja. Mereka tidak berselisih tentang ada dan satu Tuhan, tetapi berselisih tentang sifatnja, apakah sifat itu merupakan zat Tuhan atau tidak. Mereka tidak berselisih tentang Nabi Muhammad benar Rasul Tuhan, tetapi berbeda faham tentang terpelihara dosanja sebelum atau sesudah dbangkitkan atau sebelum dan sesudah dibangkitkan. Mereka tidak berselisih bahwa Qur'an itu wahju Tuhan, tetapi berbeda faham, apakah ia qadim atau hadits. Mereka tidak berselisih tentang pokok kejakinan mengenai kebangkitan manusia pada hari kemudian tetapi berbeda fikiran, apakah jang dibangkitkan itu tubuh djasmaninja atau tubuh rohaninja. Mereka tidak berselisih tentang sembahjang itu wadjib, tetapi kadang-kadang berbeda faham dalam menentukan hukum mengenai ibahagian-bahagiannja, apakah masuk rukun sembahjang jang wadjib dikerdjakan atau tidak. Mengenai perintjian inilah mereka berbeda faham, dan oleh karena itu terdapat dalam kalangan umat Islam beberapa aliran agama mengenai perintjian itu jang berbeda-beda.
Sesudah wafat Nabi, umat Islam itu berbeda-beda fahamnja mengenai beberapa pokok agama jang kembali kepada iman dan kejakinan dalam hatinja, sebagaimana mereka berbeda faham dalam 'beberapa masalah perintjian atau furu' dan tasjri' dalam menetapkan sesuatu hukum jang belum djelas dalam agama mengenai amal seseorang, apakah wadjib, haram atau djaiz. Lalu terbahagilah umat Islam itu dalam beberapa aliran, seperti golongan Asj'ari dan golongan Mu'tazilah, jang, mempunjai pandangan jang berbeda-beda mengenai 'aqidah dan usul agama, jang merupakan iman dan i tiqad orang Islam, meskipun mereka tidak berbeda dalam masalah furu' dan tasjri' mengenai amal perbuatan. Sementara itu ahli-ahli hukum fiqh, seperti Hanafi, Maliki, Sjafj'j dan Hanbali, berbeda-beda fahamnja dalam menetapkan hukum furu', meskipun mereka sepakat mengambil pokok-pokok usul mazhab Asj'ari untuk dasar kejakinan mereka.
Demikianlah keadaannja dengan ulama-ulama Sji'ah, jang kadang-kadang sepaham mengenai usul agama, tetapi berselisih pendapat dalam mas'alah hukum fiqh. Kesepakatan dalam usul-usul pokok kejakinan agama, tidak memestikan sepakat dalam hukum fiqh dan furu', serta sebaliknja. Demikian pendirian seorang ulama Sji'ah terkemuka Muhammad Djawad Mughnijah dalam kitabnja "Asj-Sji'ah wal Hakimun" (Beirut. 1962) jang kita djadikan bahan pembitjaraan dalam bahagian ini.
Aliran dalam Islam itu banjak, sebagai jang pernah digambarkan oleh Nabi semasa hidupnja dalam sebuah Hadis, dikatakan umat Islam akan berpetjah sampai tudjuh puluh tiga firqah, demikian katanja : "Jahudi akan berpetjah atas tudjuh puluh satu aliran, Nasrani akan berpetjah atas tudjuh puluh dua aliran, sedang umatku akan terbagi-bagi dalam tudjuh puluh tiga aliran" (Al-Hadis). Apa jang disabdakan Nabi itu mungkin terdjadi, sudah atau akan terdjadi, tetapi dalam sedjarah Islam dapat kita golongkan mazhabimazhab jang banjak itu atas empat aliran besar jarig pokok, jang akan kita perkatakan disini dengan menjebut dasar-dasar penditiannja jang utama.
Pertama Sji'ah. Sji'ah ini berbeda pendapatnja dengan aliran lain diantaranja dalam pendirian, bahwa penundjukan imam sesudah wafat Nabi ditentukan oleh Nabi sendiri dengan nash.
Nabi tidak boleh melupakan nash ini terhadap pengangkatan chalifahnja, sehingga menjerahkan pekerdjaan pengangkatan itu setjara bebas kepada umatnja dan ehalajak ramai. Selandjutnja Sji'ah berpendirian bahwa seseorang imam jang diangkat itu harus ma'sum atau terpelihara dari pada dosa besar atau dosa ketjil, dan bahwa Nabi Muhammad dengan nash meninggalkan wasiatnja untuk mengangkat Ali bin Abi Thalib mendjadi chalifahnja, bukan otang lain. dan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah seorang sahabatnja jang pertama dan utama.
Kedua Chawaridj. Pokok-pokok pendirian aliran ini diantara lain dapat kita katakan, bahwa chalifah orang Islam tidak mesti seorang jang berasal dari suku Quraisj, bahkan tidak mesti dari seorang Arab. Semua manusia sama. Seorang mu'min jang mengerdjakan dosa adalah kafir. Kesalahan dalam berfikir dan beridjtihad adalah dosa apabila terdapat bertentangan dengan fikiran mereka, oleh karena itu 'mereka mengkafirkan Ali karena menerima tahkim, meskipun tahkim damai antara Mu'awijah dan Ali tidak dikemukakan setjara merdeka. Mazhab Azraqijah dari aliran ini berkejakinan, bahwa tiap orang Islam jang menjalahi pendiriannja, dihukum musjrik. tetap dalam api neraka, wadjib dibunuh dan diperangi.
Ketiga Mu'tazilah, jang mempunjai lima pendirian :
1. AtTauhid, kejakinan bahwa Allah itu satu dalam zatnja dan sifatnja, dan sifat Allah itu adalah zat Allah sendiri.
2. Al-'Adl, bahwa Tuhan itu adil. jaitu bahwa manusia itu diberi kemauan merdeka untuk bertindak dan tidak digerakkan oleh kodrat dan iradat Tuhan sadja.
3. Al-Manzilah bajnal Manzllatain, memberikan kedudukan diantara dua kedudukan mu'min dan kafir. Orang Islam jang mengerdjakan dosa besar akan ditempatkan pada suatu tempat antara orang mu'min dan kafir. Ia bukan orang imu'min karena tidak menjempurnakan sifat kebadjikan, dan bukan pula orang kafir karena sudah mengutjapkan dua kalimat sjahadat. Ia tetap abadi dalam neraka, karena diachirat itu tjuma ada satu sorga dan satu neraka, tetapi diringankan azabnja dan masih disebut orang Islam.
4. Al-Wa'ad wal wa'id. Dimaksudkan dengan istilah ini bahwa djika Allah mendjandjikan pahala atas sesuatu kebadjikan, mesti dikerdjakannja, dan apabila ia mendjandjikan siksaaan atas sesuatu kedjahatan. maka djandjinja itu pun wadjib ditepati, tidak berhak Tuhan memberi ampunan atas djandji jang sudah ditetapkan.
5. Amar ma'ruf nahi rrtunkar. Pekerdjaan ini wadjib berdasarkan akal manusia, bukan berdasarkan kepada perintah Allah dan Rasulnja.
Keempat Al-Asj'ari, jang menentang pendirian-pendirian Mu'tazilah jang lima itu. Aliran ini berkata, bahwa sifat Allah itu bukan zatnja, tetapi sesuatu tambahan atas zatnja. Tiap manusia berbuat atas kehendak Tuhan, tidak mempunjai kemauan jang bebas. Allah tidak wadjib memenuhi djandji atas kebadjikan dan atas kedjahatan, dengan memberi pahala kepada jang berbuat baik dan menjiksa jang berbuat djahat. Balasan jang berlainan dengan djandji ini boleh dilakukan Tuhan, karena tidak ada sesuatupun jang mewadjibkan dia menetapi djandji itu. Selandjutnja aliran ini berpendapat, bahwa orang jang berbuat dosa besar tidak diletakkan pada tempat diantara orang mu'min dan orang kafir, dan bahwa ia tidak abadi dalam neraka. Mereka berpendapat, bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar itu diwadjibkan karena Qur'an dan Sunnah bukan karena penetapan akal manusia.
Demikianlah empat aliran besar, dan dari aliran ini lahirlah mazhab-mazhab jang banjak itu. jang berbeda satu sama lain dalam pendirian mengenai usul dan furu'.
Aliran Sji'ah sedjalan dengan Mu'tazilah mengenai tauhid dan keadilan, dan mcnjalahinja dalam tiga pendirian jang lain. Orangorang Sji'ah sepaham dengan Asji'ari dalam masa'alah dosa besar dan dosa ketjil, amar ma'ruf dan nahi munkar. Mereka berbeda dengan Mu'tazilah dan Asji'ari dalam persoalan wa'ad dan wa'id karena mereka berkejakinan bahwa Allah selalu menepati djandji bagi mereka jang berbuat kebadjikan, dan tidak wadjib mendjalankan djandjinja kepada hambanja jang berbuat djahat, baginja terserah kurnia mengampuninja. Tidak berhak diputuskan dengan hukum akal, bahwa Tuhan menjalani djandjinja akan memberi pahala kepada hambanja jang berbuat baik.