sji'ah

sji'ah0%

sji'ah pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Agama & Aliran

sji'ah

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: PROF. DR. H . ABOEBAKAR ATJEH
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 13005
Download: 3658

Komentar:

sji'ah
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 70 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 13005 / Download: 3658
Ukuran Ukuran Ukuran
sji'ah

sji'ah

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

4. HUKUM SJARA' DAN PENGUASA.

Sudah kita terangkan, bahwa fiqh Islam itu mengandung dua unsur peraturan, jaitu peraturan agama dan peraturan hukum tata tertib keamanan. Pembuat hukum atau Sjari' pertama ialah Allah S.W.T., jang menetapkan peraturan ini dalam Qur'an dan melalui Sunnah dari pada Nabi Muhammad S.A.W. Oleh karena itu peraturan-peraturan itu dapat dianggap peraturan ketuhanan, jang berbeda dasar dan sifatnja dari peraturan-peraturan Barat dan peraturan-peraturan jang diperbuat oleh manusia.

Meskipun demikian sedjarah hukum Islam menundjukkan, bahwa chalifah atau penguasa bukan tidak turut dalam mentjiptakan peraturan-peraturan untuk masjarakat Islam. Mereka diberikan kemerdekaan 'beridjtihad tiap-tiap ada kebutuhan akan bertindak dalam menjelesaikan sesuatu kemaslahatan umum bagi masjarakatnja. Keistimewaan mengadakan hukum kesempurnaan ini dan kewadjiban jang dipikulkan kepada rakjat untuk mendjalankannja didasarkan atas dan berpedoman kepada Qur'an, Sunnah dan Idjma'.

Dalam Qur'an tersebut : "Tha'atlah kepada Allah, tha'atlah kepada Rasul dan orang-orang jang diserahi urusan dari padamu" (Surat An-Nisa' IV: 59). Dan jang dimaksudkan dengan orang-orang jang diserahi urusan itu ialah chalifah dan sulthan atau penguasa-penguasa negeri.

Dalam Sunnah terdapat Hadis-Hadis jang sahih, diantaranja berbunji : "Barang siapa tha'at kepadaku (Nabi Muhammad), sebenarnja ia tha'at kepada Allah. Barang siapa menentang kepadaku (ma'sijat), maka sebenarnja ia menentang kepada Allah. Barang siapa tha'at kepada pemerintah atau penguasa, sebenarnja ia tha'at kepadaku, barang siapa menentang pemerintah, sebenarnja ia menentang daku. Semua perintah harus kamu dengar dan tha'ati, meskipun dikeluarkan untukmu oleh seorang budak Habsji jang kepalanja hitam sekalipun. Barang siapa jang bentji kepada pemerintahnja, ia harus sabar, karena tidak seorangpun meninggalkan pemerintah, meskipun sedjengkal, djika mati, nistjaja ia mati seperti orang djahilijah. Bukankah dapat seseorang jang diperintahkan sesuatu ma'siat terhadap Allah dapat ia membentji ma'siat itu dengan tidak usah melepaskan tangan mentha'atinja ?" (Bûcha' ri-Muslim).

Demikian djuga sesuai dengan Idjma' Sahabat, karena Sahabat-Sahabat Nabi hampir semuanja beridjtihad, jang hasilnja me rupakan sebahagian dari pada pokok hukum agama.

Dr. Sobhi Mahmassani dalam kitabnja "The Philosophy of Jurisprudence in Islam" (Beirut, 1952), menganggap perlu kemerdekaan Idjtihad ini diberikan kepada penguasa, karena mereka membutuhkan alat dalam mendjalankan peraturan-peraturan Sjara' dari persoalan-persoalan baru jang hidup dalam masjarakat. Djuga Idjtihad ini dapat digunakan sebagai siasat agama oleh penguasa, imam, wali negeri, guna mendjaga kemaslahatan umum, mengurus kepentingan manusia dalam persoalan mu'amalat dalam urusan sitaan, pendidikan bagi orang-orang jang mengerdjakan kedjahatan sesuai dengan berat ringannja dosa mereka disesuaikan dengan berat ringannja hukuman siksa, buangan dan hukuman mati.

Maka kita lihat tjontoh-tjontoh dari zaman Sahabat dalam keberanian mengubahkan tafsir nas jang sudah tetap, apabila mereka menghadapi sesuatu perkara jang mengenai siasat sjari'at atau kemaslahatan umum. Dalam perkara-perkara sematjam itu selalu mereka menggunakan kebidjaksanaan jang sedjalan dengan masa dan zaman dalam mentafsirkan ajat-ajat Qur'an dan Sunnah. Tjontoh-tjontoh ini banjak kita dapati dalam masa pemerintahan Umar bin Chattab, misalnja dalam mentjatuhkan hukum had hagian mu'allaf, jang penerimanja sudah bertahun-tahun belum masuk Islam, dalam membuang orang berzina keluar negeri karena salah seorang dari padanja tidak tersua untuk didengar keterangannja, dll. Semuanja dilakukan Umar berdasarkan nas Qur'an dan Hadis jang sama, tetapi dengan tafsir dan idjtihad jang sesuai dengan keperluan masa.

Ada sesuatu persoalan jang sukar bagi seorang Chalifah untuk berlaku adil dalam mendjatuhkan hukuman sjari'at ini, jaitu djika ia terlalu fanatik menganut mazhab tertentu atau idjtihad tertentu dalam mengadili sesuatu perkara. Sedjarah Islam banjak mengemukakan hakim-hakim atau qadi radja-radja jang demikian, jang akibatnja bukan mentjapai keadilan tetapi bahkan menimbulkan kezaliman-kezaliman jang sangat menjedihkan.

Chalifah-chalifah Bani Umajjah dan Bani Abbas menjerang semua mazhab lain jang bertentangan dengan pendiriannja dan siasatnja. Abu Dja'far Al-Mansur dan Harun Ar-Rasjid hampir memaksa seluruh warga negaranja menganut mazhab Malik, djikalau Imam ini tidak menolak keangkatannja.

Keadaan jang sematjam ini pada zaman itu telah mendjadi turutan jang ditjontoh diteladani oleh keradjaan-keradjaan Islam pada waktu itu. Keradjaan Fathimijah mengambil Ismailijah sebagai madzhab Imamijah mengambil Dja'fatrijah atau Sjafi'i, Jaman mengambil mazhab Zaidijah, Ajjubijah mengambil Sjafi'i, Wabhahabi mengambil Hanbali. Ustmanijah atau Turki mengambil Hanafi sebagai mazhab.

Pemilihan mazhab tertentu dalam ibadat dan mu'amalat tentu baik, djika tidak dilakukan setjara paksaan oleh penguasa dalam hukum perdata dan pidana kepada anggota masjarakatnja.

Maka oleh karena itu konon Sji'ah membuka dua kesempatan dalam mentjahari keadilan ini : Pertama membuka pintu idjtihad seluas-luasnja dan kedua membuat suatu peraturan dalam pengangkatan imam, bahwa ia hendaklah bersifat ma'sum, termasuk tidak melakukan sesuatu jang tidak adil.

Dalam anggapan Sji'ah Idjma' itu ialah kesepakatan jang bulat atas perkataan imam jang ma'sum, bukan hanja kesepakatan beberapa ulama atas suatu ma'alah jang tertentu. Idjma' Sahabat dianggap terikat dan wad jib ditha'ati, apabila semua Sahabat sepaham mengenai keputusan sesuatu persoalan. Djika masih ada Sahabat jang berlainan fahamnja mengenai keputusan itu, maka kesepakatan atau idjma' tersebut tidak dianggap terikat, meskipun jang membuat idjma' itu Sahabat Nabi.

Dalam kitab-kitab Sji'ah kita dapati keterangannja, bahwa orang tidak terikat kepada idjihad seorang imam jang sudah mati, boleh diturutnja dan boleh tidak. Kemerdekaan memilih dan berfikir ada padanja, meskipun ia merupakan penganut mazhab Sji'ah jang dipimpin oleh Imam itu. Demikian kita batja dalam kitab "AI-Masa'ik! Mun«achablah" (Nedjef, 1382 H), karangan Abui Qasim AI-Chu'i, jang barangkali akan kita bitjarakan lagi dalam salah satu bahagian tersendiri.

Rupanja Sji'ah sangat tertarik kepada tjara-tjara Ali bin Thalib mengambil kebidjaksanaannja dalam memutuskan sesuatu hukum. Kita kemukakan beberapa tjontoh sebagai berikut.

Pernah dihadapkan kepada Umar bin Chattab seorang perempuan jang sudah melakukan zina. Sesuai dengan hukum jang berlaku Umar menjuruh meradjamnja. Tatkala Ali tahu akan keadaan perempuan itu, bahwa ia gila, lalu disuruhnja membebaskannya dari pada hukum radjam, seraja berkata kepada Chalifah Umar : "Perempuan ini gila dan Rasulullah berkata : Telah diangkat qalam dari tiga golongan manusia (artinja tidak termasuk hitungan), jaitu orang tidur sampai ia terdjaga kembali, kanakkanak sampai ia bermimpi dan orang gila sampai ia sadar akan dirinja."

Tjontoh jang lain ialah bahwa pernah dibawa kedepan Chalifah Abu Bakar seorang laki-laki jang sudah minum arak. Chalifah Abu Bakar mendjatuhkan hukuman had. Tetapi orang itu mengaku, bahwa ia belum mengetahui haramnja minuman itu. karena ia hidup dalam keluarga jang menghalalkannja. Abu Bakar bingung, bagaimana menghukumnja. Perkara itu diserahkannja kepada Ali. Ali memeriksanja, apa ada diantara orang Muhadjirin dan Anshar jang pernah membatjakan, kepada peminum itu ajat Qur'an tentang haramnja chamar. Tatkala temjata, bahwa peminum itu menurut Muhadjirin dan Anshar belum pernah mendengar ajat Qur'an jang mengharamkan chamar, peminum itu lalu dibebaskan dari hukuman.

Tjontoh-tjontoh kebidjaksanaan Ali, jang selalu menggunakan fikirannja dalam menetapkan sesuatu hukum, banjak sekali, dapat dibatja kembali dalam kitab "Tarichol Fiqhil Dja'fari", karangan Al-Husaini, terutama bab mengenai fiqh Islam sesudah wafat Nabi, halaman 152—181.

VIII. AHLUS SUNNAH DAN SJI'AH

1. MURID-MURID DJA'FAR SHADIQ JANG TERPENTING

I

Abdul Abbas bin 'Uqbah mengarang sebuah kitab sedjarah hidup rawi-rawi hadis, jang berasal daripada murid-murid Dja'far Shadiq, dan menjebut didalamnja, bahwa murid-murid jang terpenting itu tidak kurang dari empat ribu orang. Sjech Al-Mufid menerangkan dalam kitabnja "Al-Irsjad", bahwa pengarang-pengarang hadis pernah mengumpulkan rawi-rawi Imam As-Shadiq, jang telah dipertjajai dari bermatjam tjorak dan ragam, djumlah mereka empat ribu orang banjaknja. Djumlah empat ribu ini dari murid jang tetap dan penting, tidak dapat disangkal lagi, berita ini dibenarkan oleh pengarang-pengarang jang terkenal dalam kitabnja masing-masing, seperti Muhammad bin Ah al-Fattal, Ali bin Abdul Hamid an-Nabli, At-Thabrisi, Ibn Sjarasjaub, AlMuhaqqiq, Asj-Sjahid, jang menerangkan djuga bahwa Dja'far Shadiq pernah mendjawab empat ratus masalah agama dalam sebuah karangan jang disiarkan kepada empat ribu orang, tersebar diseluruh Irak, Sjam dan Hidjaz. Selandjutnja Sjech Husain ajah Allamah al-Bahbani jang mentjeriterakan, bahwa Imam As-Shadiq disamping mengadjar sebagai seorang guru besar jang dihormati, djuga mengarang karangan-karangan jang dikagumi oleh ulamaulama dan ahli fiqh jang terkemuka ketika itu.

Imam As-Shadiq dianggap besar sekali djasanja dalam menanam pokok-pokok agama jang sah dan melenjapkan i'tikad—i'tikad jang salah jang timbul dalam masa kekatjauan tjara berpikir umat Islam ketika itu.

Kehebatan dan kehormatan jang diperoleh Imam As-Shadiq. ketjintaan umat dan pengaruhnja dalam kalangan rakjat, menjebabkan Bani Abbas takut akan kedudukannja dalam pemerintahan. Maka lalu ditutupnja perguruan Imam Dja'far Shadiq, untuk menghambat manusia jang mengalir sebagai bandjir kekota Madinah, untuk beroleh ilmu jang disiarkannja.

Tuhan lebih berkuasa, dan kakeknja Rasulullah menghendaki sebaliknja. Pintu rumah perguruan dapat ditutup dengan kekuatan perintah radja, tetapi murid-muridnja bertebaran kesana-sini laksana peluru jang sudah dilepaskan, untuk meneruskan perdjuangan gurunja dan menumbuhkan bibit-bibit jang telah ditanam disemaikan dalam djiwanja.

Maka lahirlah ditengah-tengah masjarakat Malik bin Anas al-Asbahi, Imam dari mazhab Maliki, jang melahirkan pula rawirawi daripadanja, seperti Zuhri, Jahja Al-Ausari, Ibn Djuraih, Sju'bah, As-Sauri, Ibn Ujajnah, Qattan dll. Malik adalah murid daripada Imam Dja'far, dan diantara utjapan-utjapan jang pernah dikeluarkan terhadap gurunja : "Tidak pernah mata melihat, tidak pernah telinga mendengar dan tidak pernah hati tertekuk oleh seseorang jang lebih afdhal dan utama dari pada Dja'far bin Muhammad, baik mengenai ibadahnja maupun luas ilmunja."

Abu Hanifiah jang dilahirkan tahun 80 H. dan meninggal tahun 150 H., djuga seorang murid jang ditjintai, kemudian mendjadi Imam mazhab Hanafi. Banjak sekali orang mengambil riwajat daripadanja, dan dia sendiri mengambil banjak ilmu dari As-Shadiqi Ia berkata : "Djika tidak dua tahun bersama Imam Dja'far, akan binasalah Nu'man. Aku belum pernah melihat seseorang jang lebih ahli dalam ilmu fiqh dari pada Dja'far bin Muhammad".

Sufjan bin Sa'id bin Masi^uq as-Sauri, berasal dari Kufah mempunjai mazhab tersendiri, diantara pengikutnja Muhammad bin Adjlan, Auza'i, Hummad bin Salmah, Jahja bin Sa'id alQattan, Fudhail bin Ijadh. Ia banjak sekali mengambil dari AsShadiq, ilmu-ilmu, terutama mengenai adab, achlak dan peladjaran-peladjaran lain.

Sufjan bin Ujajnah bin Abi Imran, meninggal tahun 198 H. Banjak orang meriwajatkan dari padanja, seperti A'masj, Asani, Humam, Jahja bin Sa'id, Asj-Sjafi'i dan Ibn Madini. Asj-Sjafi'i berkata : "Djikalau tidak ada Malik dan Sufjan. akan lenjaplah ilmu di Hedjaz". Sufjan adalah salah seorang Imam mazhab.

Sju'bah bin Al-Hadjdjadj, dilahirkan tahun 80 H., meninggal tahun 160 H. Diantara pengikutnja jang terkenal ialah Ajjub dan Ibn Mubarak.

Fudhil bin Ijadh at-Tamimi, meninggal tahun 187 H. Al-Djazari mengatakan, bahwa ia adalah seorang imam Sunnah jang baik. Nasa'i, Buchari, Tarmizi, Muslim dll. banjak mengambil hadis daripadanja.

Hatim bin Isima'il, meninggal tahun 180 H., berasal dari Kufah adalah tempat Buchari, Muslim dan Tarmizi mengambil hadisnja, jang dipeladjarinja dari As-Shadiq.

Hafas bin Ghijas al-Kafi, banjak pengikutnja, diantara lain Ahmad, Ishaq, Abu Nu'aim, Jahja bin Mu'in dll. ulama besar, pernah mendjadi kadhi di Bagdad dan Kufah, penghafal hadis jang banjak, janq pernah ditulis sadja daripadanja lebih dari empat ribu buah.

Zuhair bin Muhammad at-Tamini, jang bergelar Abul Munzir, berasal dari Churasan, meninggal tahun 162 H., menerima banjak ilmu dari Imam As-Shadiq, dan oleh karena itu banjak jang meriwajatkan kembali daripadanja, diantaranja Abu Daud at-Thijallisi, Ruh bin Ubbadah, Abu Amir al-Aqli, Abdurrahman bin Mahdi, Al-Walid bin Muslim, Jahja bin Bukair, Abu Asim, membenarkan kedjudjurannja Ahmad, Jahja dan Usman AdDar'mi.

Jahja bin Sa'id bin Faruch al-Qattan,, ahli hadis dari Basrah, lahir tahun 120 H. dan meninggal tahun 198 H. Diantara pengikutnja Ibn Mahdi, Affan, Masad, Ahmad, Ishaq, dan Ibn Mu'in.

Ismail bin Dja'far bin Abi Kasir al-Anshari, meninggal di Bagdad tahun 180 H. dengan pengikutnja Muhammad bin Djahdham, Jahja bin Jahja as-Saburi, Abu Rabi' az-Zahrani, Al- Hazali dll. Ia berasal dari Madinah dan pergi ke Bagdad, tinggal disana sampai mati. Buchari dan Muslim banjak meriwajatkan hadisnja.

Ibrahim bin Muhammad al-Aslani, jang terkenal dengan nama Ahlu Ishaq al-Madani, tahun 91 H. banjak mempelajari hadis dari Imam As-Shadiq. Ia pernah mengarang sebuah kitab jang diberi berbab-bab tentang hukum halal dan haram, pernah ditjeriterakan oleh At-Thusi. Diantara jang meriwajatkan hadis jang dikumpulnja ialah Ibrahim bin Thahman, As-Sauri, Ibn Djuraih, Asi-Sjafi'i, Abu Nu'aim dll., ia terhitung salah seorang guru Imam Siafi'i, jang banjak disebut-sebut dalam kitabnja. orang Salaf banjak mengetjamnja, karena ia suka meriwajatkan hadis-hadis Ahlil Bait.

Ad-Dhahhak An-Nabil dari Basrah, lahir tahun 122 H. dan meninggal tahi'n 214 H„ salah seorang murid Imam As-Shadiq janq terkenal. Diantara jang meriwaiatkan hadis-hadisnja ialah Buchari. Ahmad bin Hanbal, Ibnal Madini, Ishak 'bn Rawahaih. Ia dipudji oleh Tbn Sja'bah.

Muhammad bin Falih al-Madani, meninqqal tahun 177 H. Diantara jang meriwajatkan hadisnja Buchari. An-Nasa'i. Ibn Madiah Ibn Shalat. jang meninggal tahun 194 H., As-Sjafi'i, Ahmad bin Hanbal dll. Ia datang ke Bagdad pada hari-hari pemerintahan Al-Mansur. terkenal sebugai seorang jang sangat pemurah dalam memadjukan ilmu hadis.

Usman bin Fargad, janq terkenal dengan nama Abu Mu'az, berasal dari Basrah. Banyak hadisnja dibitjarakan dalam kitab Buchari, Tarmizi dan Abu Haiban.

Abdul Azid bin Umar As-Zuhri. meninggal tahun 197 H. Banjak hadis riwajatnja terdapat dalam kitab Tarmizi.

Abdullah bin Dakkim berasal dari Kufah. ahli hadis, terutama mengenai Adak. dan Zaid bin Atha ibn Sa'id Mas'ab bin Salam at-Tamimi, djuga murid-murid Imam As-Shadiq.

Lain dari pada itu diantara murid Imam As-Shadiq ialah Bassam as-Shirfi Basjir bin Ma'mun dari ChuraSan. Al-Haris bin Umair dari Basrah, Al-Mufaddal bin Salih al-Sadi, Ajjub as-Sadjastani dan Abdul Malik bin Djunaih al-Qursji, semuanja muridmurid Imam Dja'far jang masjhur dan banjak pengikutnja. Ditjeriterakan orang, bahwa Abdul Malik bin Djuraih termasuk orang jang mula-mula mengarang kitab dalam Islam, dilahirkan tahun 80 H. dan meninggal tanuh 149 H.

Semua orang-orang besar jang tersebut diatas adalah pengikut-pengikut aliran Imam Dja'far, tetapi kemudian berdiri sendirisendiri, ada jang memimpin mazhab tersendiri, ada jang merupakan ulama hadis jang bebas, tidak termasuk golongan Sji'ah.

Murid-murid Imam Dja'far jang termasuk golongan Sji'ah akan kita bitjarakan dalam bahagian berikut.

1. MURID-MURID DJA'FAR SHADIQ JANG TERPENTING

II

Diantara ulama-ulama besar, bekas murid Imam. Dja'far jang termasuk golongan Sji'ah dan menganut paham aliran ini, kita sebutkan sebagai berikut.

Aban bin Tughlab, jang biasanja digelarkan Abu Sa'ad, berasal dari Kufah, banjak meriwajatkan hadis dari Zainal Abidin, Al-Baqir, As-Shadiq, semua imam-imam besar Sji'ah. Aban meninggal pada masa Imam As-Shadiq.

Dalam kitab Fihrasat tersebut bahwa Aban bin Tughlab anak Rijah, digelarkan Abu Sa'ad al-Bakri al-Hariri, teman-teman Djarir bin Ubbad, adalah seorang jang sangat dipertjajai dan berkedudukan terhormat. Ia pernah menemui Abu Muhammad Ali bin Husain dan Abu Dja'far al-Baqir dan banjak meriwajatkan hadis dari kedua anggota Ahlil Bait ini, Al-Baqir pernah menjuruh dia pada suatu kali duduk mengadjar dalam mesdjid Madinah, seraja berkata : "Aku mentjintai engkau demikian rupa, sehingga manusia melihatmu sebagai tjontoh jang baik dari Sji'ahku."

Aban sangat alim dalam segala bidang ilmu, dan Ibn Nadim mengatakan dalam kitab "Fihrasat'nja, bahwa ia mempunjai karangan mengenai ma'na dan tafsir Qur'an, mempunjai kitab mengenai qira'at tudjuh, dan mempunjai kitab mengenai pokok-pokok kejakinan mazhab Sji'ah.

Ahmad ibn Hanbal, Ibn Mu'in, Abu Daud, semuanja menganggap dia djudiur dalam menjampaikan riwajat-riwajat hadis, sedang Muslim. Abu Daud, Tarmizi dan Ibn Madjah banjak mengutip riwajatnja itu untuk kitab-kitabnja.

Aban bin Usman bin Ahmar nl-Badi'ari, berasal dari Kufah, pernah tinggal di Basrah, banjak beroleh peladjaran hadis dari Abu Abdullah as-Shad q dan Abu! Hasan Musa, kedua-duanja imam dari mazhab Sji'ah. Riwajat-riwajatnja banjak disampaikan oleh Ibn Musanna dan Abu Abdullah bin Salam. Ia baniak mengarang kitab-kitab, diantaranja bernama kitab "Al-Mubtadi", AlBa'as," Al-Mlaqhazi" dan "Al-Wafa." Ibn Hibban memasukkannja kedalam golongan Siqqat, artinja oranq-orang jang dipertjaja dalam meriwajatkan hadis.

Aban bin Usman adalah salah seorang enam Sahabat kental dari Imam Abu Abdullah, jang berusaha mengumpulkan hukum-hukum mengenai ahli waris jang berhak menerima pusaka dan menetapkan setjara hukum fiqh. Sahabat-sahabat jang enam orang itu ialah Djamil bin Darradj, Abdullah bin Muskan, Abdullah bm Bukair, Hummad bin Isa, Hummad bin Usman dan Aban bin Usman, jang baru kita bitjarakan.

Bukair bin A'jun asj-Sjaibani, saudara dari Zararah, murid Al-Bakir dan As-Shadiq, meninggal dalam masa As-Shadiq. Tatkala Imam ini mendengar chabar kematiannja, ia berkata : "Demi Allah, Tuhan menempatkan dia kiranja berdekatan dengan Rasulullah dan Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib", dan pernah ia menjebut, bahwa Bukair itu dapat dipertjajai.

Djamil bin Darradj bin Abdullah an-Nacha'i, banjak beroleh peladjaran hadis dari Imam As-Shadiq dan Imam Al-Kazim, meninggal pada masa Imam Ar-Ridha, termasuk sahabat enam jang mengumpulkan hadis-hadis Ahlil Bait.

Hummd bin Usman bin Zijadar-Rawasi, berasal dari Kufah, banjak meriwajatkan hadis dari Imam Shadiq, Al-Kazim dan ArRidha,. iapun termasuk sahabat enam orang jang terpenting, meninggal tahun 190 H.

Al-Haris bin Al-Mugirah an-Nashri, ulama ini djuga banjak meriwajatkan hadis dari Imam Al-Baqir, As-Shadiq dan Al-Kazim, mempunjai kedudukan jang disegani dalam bidang dirajah dan riwajah.

Diantara ulama Sji'ah jang terpenting ialah Hisjam Ibnul Hakam al-Kindi, berasal dari Bagdad, dari tawanan Bani Sjaiban, digelarkan djuga Abul Hakam, seorang ulama Sji'ah jang luar biasa alimnja. ahli tidak sadja dalam ilmu agama, tetapi djuga dalam filsafat. Ibn Nadim mengatakan, bahwa ia sahabat kental Imam Dja'far as-Shadiq, seorang jang ahli dalam ilmu kalam Sji'ah pernah mengupas tentang persoalan imamah dengan kupasan jang luar biasa, banjak membersihkan mazhab Sji'ah daripada pandangan-pandangan jang salah. Mu'awijah menerangkan, bahwa Hisjam turut dalam perang Badar, ia meninggal dalam masa fitnah Barmaki, tetapi ada jang mengatakan dalam masa pemerintahan chalifah Ma'mun. Diantara karangannja ialah jang termasjhur "Kitabul Imamah", "Kitabud Dilalal" dll.. jang lebih dari pada dua puluh karangan-karangan penting.

Didepan saja terletak sebuah kitab, jang ditulis oleh Abdullah Ni'mah, bernama "Hisjam Ibnal Hakam'" (t. tp.. 1959 M), berisi sedjarah hidupnja sebagai professor dalam abad ke II Hidjrah dalam ilmu kalam dan manthik. Kupasan-kupasannja dan pandangan -pandangannja jang tadiam mengenal kedua ilmu ini mengagumkan, sehingga sajapun berpendapat, bahwa ia adalah seorang terpeladjar jang luas sekali ilmunja.

Hisjam mendapat penghargaan tinggi dalam pandangan golongan Sji'ah. Imam As-Shadiq pernah berkata tentang pribadinja : "Engkau selalu diilhamkan Tuhan dalam membantu golongan kami dengan lidahmu." Ia pernah djuga berkata : "Orang ini pembantu kita dengan hatinja, lidahnja dan tangannja, mempertahankan hak-hak kita dan membela golongan kita daripada musuh-musuh kita." Benar pada mula pertama ia mendjadi sahabat Djaham bin Safwan, kemudian ia taubat dan kembali kepada kejakinan Sji'ah jang benar.

Al-Kulaini. seorang Imam Hadis jang terpenting dalam mazhab Sji'ah, memudji Hisjam Ibnal Hakam tentang banjak ilmunja mengenai dirajah dan rawajah hadis-hadis Rasulullah jang sahih, dan tentang kuat serta teguh pegangannja kepada kitab dan sunnah.

Diantara sahabat Imam As-Shadiq jang selalu mengiringinja dan banjak mengetahui perdjalanannja, ialah Al-Ma'la bin Chanis, seorang jang luar biasa mentjintai keluarga Nabi, jang menjebabkan ia diazab dan dibunuh oleh Amir Daud bin Ali dan disita semua harta bendanja, tatkala Amir ini memerintah Madinah, dan mengetahui bahwa Al-Ma'la sangat ditjnitai oleh Imam AsShadiq. Saja hindarkan memasukkan kedalam kitab ini tjeritera jang sangat pandjang, diantara lain termuat dalam karangan Asad Haidar, "Imam As-Shadiq" jang ditjeriterakan oleh orang-orang Sji'ah tentang kekedjaman jang dilakukan orang atas diri orang alim dan salih ini.

Demikianlah kita sebutkan beberapa tjontoh daripada tokoh-tokoh ulama Sji'ah, jang berasal daripada murid-murid Imam AsShadiq, jang kemudian mendjadi rawi-rawi hadis jang terkemuka dalam golongan Sji'ah. Murid-muridnja jang lain, seperti Abdul Malik bin A'jun, Zararah dan anaknja, Ali bin Jaqthin, Ammar Ad-Duhni, Umar bin Hanzalah, Fudhail bin Jassar, Abu Basir, Mu'min Atthaq, Muhammad bin Muslim, Mu'awijah bin Ammar, Mufadhdhal ibn Umar, Hisjam bin Salim d.U. tidak kita perpandjangkan sedjarahnja dalam kitab jang terbatas halamannja ini. Bagi mereka jang ingin mengadakan penjelidikan lebih djauh, kita persilahkan membatja riwajat-riwajat ulama-ulama Sji'ah dalam segala bidang dengan sedjarah hidupnja pandjang lebar dalam serie kitab-kitab pahlawan Sji'ah, jang dinamakan "A'janusj Sji'ah", jang terbit dalam djilid jang besar-besar terus menerus sampai sekarang ini.

2. MAZHAB EMPAT THP SJI'AH

Banjak orang menjangka bahwa imam-imam mazhab Ahli Sunnah wal Djama'ah menentang Sji'ah. Persangkaan ini saja rasa tidak benar. Bagaimana imam-imam mazhab itu bentji kepada Sji'ah, sedang kebanjakan mereka adalah murid-murid daripada ulama-ulama Sji'ah jang terkemuka seperti Imam Dja'far Shadiq, imam mazhab Sji'ah jang dinamakan Dja'farijah, Imam Musa alKazim, jang pernah mengadjar Ahmad ibn Hanbal, jang kemudian mendirikan mazhab Hanbali. Imam Dja'far Shadiq adalah guru dari Imam Malik bin Anas, jang kemudian mendirikan mazhab Maliki, dan guru Abu Hanifah, jang kemudian mendirikan mazhab Hanafi.

Imam Abu Hanifah sangat mentjintai Ahlil Bait, banjak mengeluarkan harta bendanja untuk membantu mereka dalam kesengsaraan dan kemiskinan sebagai pemboikotan dari pembesar-pemsar Abbasijah. Ia pernah mengeluarkan fatwa untuk menolong Zaid bin Ali, dan menghamburkan wang disana-sini untuk penjelesaian soal ini. Begitu djuga dia pernah mengeluarkan fatwa membolehkan keluar dengan Ibrahim bin Abdullah al-Husain, untuk memerangi Al-Mansur.

Rahasia ini kemudian terbuka dan Abu Hanifah dihukum tjambuk, diazab dalam tutupan dan pada achirnja Al-Mansur memerintahkan dia meminum ratjun sampai mati.

Semua tindakannja itu adalah oleh karena mentjintai keturunan Ali bin Abi Thalib dan turut memarahi serta membentji orang-orang jang dimarahinja dan dibentjinja. Ahli-ahli sedjarah mentjeriterakan bahwa Abu Hanifah pernah dipukul dan diazab, karena chalifah Abbasijah, jang memerlukan tenaganja dan ingin mengangkat dia mendjadi' kadhi, menganggap dia menentang, tidak mau menerima keangkatan itu. Keterangan ini tidak benar dan tidak masuk akal, karena keangkatan mendjadi kadhi itu adalah kehormatan jang sesuai dengan pembawaan Abu Hanifah dalam keahlian hukum, sedang mentjambuk dan menghukumnja adalah penghinaan kepada orang besar ini. Jang benar ialah bahwa Abu Hanifah tidak mau menerima keangkatan mendjadi' kadhi itu, karena ia ingin diam dalam memberikan hukum-hukum jang sesuai dengan sentimen radja-radja Abbasijah terhadap Sji'ah Ali. dan oleh karena ia tidak mau menghinakan Ahlil Bait, ia ditangkap dan dihukum.

Bukan hanja Abu Hanifah segan sadja membantu radja Abbasijah dalam membuat-buat hukum menghina Sji'ah, agaknja ia lebih segan lagi membuat hukum jang berlainan dengan adjaran gurunja, jaitu Dja'far Shadiq, jang pernah dipudji-pudjinja dengan utjapan : "Djikalau tidak ada Ash-Shadiq, akan binasalah Ni'man. Aku belum pernah melihat seorang jang lebih ahli dalam fiqh dari pada Dja'far bin Muhammad (Asad Haidar, Imam Ash-Shadiq wal Mazalribul Arba'ah, Nedjef, 1956, 1:90). Abu Hanifah lahir ta hun 80 H. dan meninggal 150 H.

Sebagaimana Abu Hanifah, begitu djuga Imam-imam jang lain djarang jang dapat membantu Chalifah Abbasijah dalam mengetjam dan menganiaja Sji'ah Ali. Kita lihat misalnja Imam Malik, jang menjiarkan pidato disana-sini mengetjam kebidjaksanaan AlMansur, dan mengandjurkan kepada rakjat untuk meninggalkannja. Pada suatu kali ia pernah mengeluarkan fatwanja, bahwa sumpah setia jang pernah diberikan rakjat kepada Al-Mansur bathal dan melanggar hukum sjara', karena mereka membuat bai'at untuk radja-radja jang dibentjinja, sedang bai'at harus dilakukan karena ketjintaan. Malikpun diseret kedalam pendjara dan ditjambuk seperti mentjambuk dan menghukum Abu Hanifah. Malik dan Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H. dan meninggal 179 H.

Muhammad bin Idris Asj-Sjafi'i terkenal tjinta kepada Ahlil Bait, dan tidak bisa lain djalan, karena nenek-neneknja masih ada hubungan dengan nenek-nenek Nabi. Dari mulut Sjafi'i orang banjak mendengar kata-kata tjinta kepada keluarga Ali ini, demikian banjaknja sehingga ia dituduh Rafidhi, artinja orang jang tidak menjukai sahabat lain mendiadi chalifah sesudah wafat Nabi. Tuduhan ini tentu tidak benar, karena Sjafi'i termasuk Ahli Sunnah wal Djama'ah, jang mengaku kebenaran pengangkatan dan tertibnja chalifah sesudah Nabi dari Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.

Atas tuduhan ini Sjafi'i merasa sangat tergontjang perasaannja, sehingga ia banjak sekali membuat sjair-sjair untuk menolak ketjaman itu, diantaranja saja terdjemahkan dari kitab "Imaman al-Kazim wa Ali Ridha", Beirut, t. th., hal. 8, sbb. :

Wahai Ahlil Bait Rasulullah.

Tjinta kepadamu diwadjibkan Allah.

Didalam Qur'an Kalamullah.

Kewadjiban tertulis, tak ada helah.

Keluargamu begiku tinggi nilainja.

Ditinggikan Allah serta Rasulnja.

Djika tak ada salawat dan salamnja.

Sembahjang tidak sah begitu hukumnja.

Mengapa orang mengatakan daku Rafdhi,

Sedangkan aku ingin berbudi,

Membela agama dan i'tikadi,

Engkaulah jang salah sedjadi-djadi.

Tatkala pada suatu kali ia diseret kedepan pengadilan, dan ditanja untuk memantjing, apa katanja tentang Ali, ia mendjawab: "Aku idak akan berbitjara tentang seseorang jang begitu indah dirahasiakan orang sedjarah hidupnja, tetapi diketjam dan ditjela oleh musuhnja."

Sjafi'i meninggal tahun 204 H. Sjafi'i dan Hanbali adalah murid daripada Malik bin Anas, sedang Malik bin Anas adalah salah seorang murid daripada Dja'far Shadiq. Sjafi'i lebih mengutamakan hadis jang dirawajatkan oleh Ali bin Abi Thalib dan umumnja jang berasa] dari Ahlil Bait, sehingga Jahja bin Mu'in menuduhnja Rafdhi sebagaimana jang kita sebutkan diatas

Kitab Masnad Imam Ahmad ibn Hanbal penuh dengan hadis hadis jang meriwajatkan keutamaan Ali bin Abi Thalib. Orang mentjeriterakan, bahwa ia pernah mengarang sebuah kitab besar, berisi fadhilat-fadhilat dan keutamaan Ahlil Bait, sebuah naschab lama diantara kitab itu sampai sekarang masih tersimpan dalam perpustakaan Masjhahadul Imam di Nedjef. Imam Ahmad pernah beladjar sama Musa al-Kazim, salah seorang imam besar dalam kalangan Sji'ah.

Sepandjang sedjarah Islam kita dapati orang-orang jang mentjintai Ahlil Bait, baik jang masih hidup maupun jang sudah meninggal, dan ulama-ulama besar banjak mengarang manaqibmanaqibnja dan kemuliannja, mengarang sjair-sjair, kasidah-kasidah jang penuh pudjian dan sandjungan, begitu djuga chatib-chatib diatas mimbar tidak kurang menjebut-njebut Ahlil Bait itu dengan penuh kehormatan. Nama Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain adalah nama-nama jang mewakili Ahlil Bait itu. Dalam masa Abbasijah semua orang alim dan semua rakjat djelata mentjintai dan berpihak kepada Ahlil Bait, lebih banjak daripada mendekati Bani Umaijah dan Abbasijah, jang hanja dikerdjakan karena ketakutan atau untuk mentjapai sesuatu keuntungan.

Ahmad ibn Hanbal mengutamakan Ali lebih daripada sahabat2 jang lain. Giliran memikat perasaan dalam masa Abbasijah sampai djuga kepadanja, ia ditanja orang tentang sahabat-sahabat jang utama, ia hanja mendjawab Abu Bakar, Umar dan Usman. Orang bertanja lagi tentang Ali jang disangka orang dilupakan menjebutnja. Ahmad ibn Hanbal mendjawab : "Engkau bertanja tentang sahabat Nabi, sedang Ali adalah diri Nabi sendiri" (Asad Haidar 1:231).

Ahmad bin Hanbal meninggal 241 H.

Ulama-ulama mazhab jang lain, meskipun sebahagian tidak hidup adjarannja lagi sekarang diatas muka bumi ini, hanja tersimpan pendapat-pendapatnja dalam kitab-kitab besar ilmu fiqih, ialah Sufjan bin Sa'id As-Sauri, berasal dari Kufah, lama ia beladjar pada Imam Dja far Shadiq, dan banjak mengambil hadis-hadis dari padanja mengenai adab, achlalk dan peladjaran-peladjaran ibadat. Begitu djuga Sufjan bin 'Ujainah (mgl. 198 H), adalah mur.d Imam Dja far Shadiq, jang beladjar pula padanja banjak sekali ulama-ulama lain. Imam Sjafi'i pernah berkata : "Djikalau tidak ada Malik dan Sufjan, akan lenjaplah ilmu-ilmu jang adai terdapat di Hedjaz."

Lain daripada itu banjak sekali murid-murid Imam Sji ah Dja'far Ash-Shadiq, seperti Sju'bah bin Hadjdjadj (80—160 H.), jang oleh Sjafi'i disebutkan seorang jang sangat ahli tentang hadis di Bagdad, Fudhail bin Ijadh (mgl. 187 H.), Hatim bin Ismai'l (mgl. 180 H), Haf as bin Ghijas, jang pernah menghafal tiga ribu atau empat ribu hadis, Zuhair bin Muhammad At-Tamimi, jang digelarkan djuga Abui Munir (mgl. 162 H.), Jahja bin Sa'id ( 120— 198 H.), Isma'il bin Dja'far (mgl. 180 H.) Ibrahim bin Muhammad, jang digelarkan Abu Isha al-Madani, jang meninggal tahun 91 H., pernah mengumumpulkan hadis dari Dja'far mendjadi sebuah buku jang digelarkan "Halal dan Haram", Dhahhak ( 122—214 H.), Muhammad bin Falih (mgl. 177 H.), Usman bin Farqad, Abdul Aziz bin Umar Az-Zuhri (mgl. 197 H.), Abdullah bin Dakki, Zaid bin Atha, Mas'ab bin Salam, Bassam bin Abdullah As-Sirfi, Basjir bin Maimun, Al-Haris bin Umair, Al-Mufadhdhal bin Sa.lih al-Asadi, Ajjub As-Sadjastani, Abdul Malik bn Djuraih al-Qurasji (80—149 H.), dll. Semua murid-murid Dja'far Shadiq jang kemudian merupakan guru-guru imam mazhab, imam hadis dan imam tafsir, sebagai jang pernah djuga kita singgung dalam fasal lain.

Dengan ringkas dapat dikatakan, bahwa mazhab-maz-hab kemudian adalah lahir daripada mazhab Ahlil Bait jang ditjiptakan oleh Dja'far Shad;q, Imam fiqh jang terbesar dalam kalangan sjiah. Demikian kita batja dalam Asad Haidar "Al-Imam ashadiq wal Mazahib Arba'ah" (Nedjef, 1956. I-VI).

Bagaimana tidak, karena Qur'an menjuruh berlunak lembut terhadap Ahli Bait dan menjuruh menjanjanginja. Dan mazhab Ahlul Bait adalah mazhab, sebagaimana dikatakan dalam Qur'an dari orang-orang jang sudah dibersihkan kekotorannja dan disutjikan sesutji-sutjinja, termasuk mazhab jang pertama dalam sedjarah Islam, dikala orang menggunakan kata-kata "Mazhab", untuk membeda-bedakan tjara berpikir dalam ilmu hukum. Orang-orang dari Ahlil Bait ini lebih kenal akan kehidupan Nabi. baik dalam rumah tangga, dalam mesdjid maupun dalam masjarakat manusia jang mendjadi pengikutnya.

Mazhab ini mula-mula tersiar dikota Bani Umaijah dikala mereka mulai memerintah, dan kemudian tersiar keman-mana. Orang jang mula-mula menjiarkan mazhab ini di Sjam jaitu seorang sahabat Nabi jang besar dan dibjintainja, Abu Zarr alGhiffari, jang tidak henti-hentinja dia menjiarkan adjaran Islam ditempat itu dan mengeritik Mu'awijah, jang dalam tjara pemerintahannja dan tjara hidupnja dilihatnja telah menjimpang dari adjaran Nabi. Oleh karena itu orang-orang tidak senang, mulailah menanam bibit-bibit kebentjian terhadap kepada mazhab Ahlil Bait itu.

Lebih pandjang dan luas tentang Imam Dja'far dan mazhabnja akan kita bitjarakan dalam bahagian lain.

3. PERSOALAN CHILAFIJAH

I

Meskipun sama-sama, bersumber kepada Qur'an dan Sunnah, dalam beberapa pandangan hukum Sji'ah berbeda dari Ahlus Sunnah. Sebagaimana antara mazhab3 dalam ikatan Ahlus Sunnah sendiri kita dapati perbedaan paham itu. Kesukaran memahami arti ajat-ajat Qur'an, persoalan-persoalan hidup jang selalu tumbuh dalam berbagai bentuk menurut tempat, masa dan tjara berpikir manusia, begitu djuga berlainan penangkapan apa jang didengar daripada hadis-hadis Rasulullah, menjebabkan lahir perbedaan paham itu.

Dalam masa hidup Nabi, perselisihan paham dapat diselesaikan dengan membawa perselisihan itu kehadapan Nabi dan bertanja kepadanja, dgn. demikian pintu Sunnah atau hadis itu selalu terbuka. Tetapi sesudah Rasulullah wafat, dua sumber hukum agama, jang penting ini tertutup, sahabat hanja dapat tanja menanjai satu sama lain dan dengan demikian lahirlah dua sumber hukum lagi dalam Islam jaitu Idjma' dan Qijas, dalam masa sahabat itu. Kedua sumber hukum ini lahirnja dalam mada chalifah Abu Bakar dan Umar dan dengan demikian lahir pula apa jang dinamakan fatwa, jang menetapkan suatu hukum baru dalam Islam.

Tjara berpikir sematjam ini dilandjutkan sampai kepada masa Tabi'in, Tabi'-Tabi'in dan oleh imam-imam Mazhab Empat jang terkenal sampai sekarang ini.

Konon Sji'ah tidak mau mengikuti tjara sematjam itu. Katanja bahwa Ali bin Abi Thalib dan ahli-ahli fiqh Sji'ah dalam masa sahabat tidak mau mendasarkan penetapan sesuatu hukum Islam, ketjuali mengembalikannja kepada dua sumber pokok asli jaitu Qur'an dan Sunnah. Ali berbeda pendiriannja dengan Abu Bakar dan Umar, jang berani beridjtihad untuk melahirkan sesuatu tindakan hukum, meskipun berlainan dengan nash jang terdapat dalam Qur'an dan Sunnah, Umar berani menolak pemberian zakat kepada mu'allaf, meskipun hak ini sudah ditetapkan dalam ajat Qur'an, surat An-Nur, ajat 61, dan berani melarang nikah mutah dalam masa pemerintahannia, sedang nikah ini dalam masa Nabi diperkenankan, dan Abu Bakar tidak berani melarangnja.

Chalid Muhammad Chalid dalam kitabnja "Ad-Dimuqrathijah", hal. 151, menerangkan, bahwa Umar bin Chattab berani1 meninggalkan nash Qur'an dan Sunnah, djika la melihat perlu menetapkan setjara lain karena ada kemuslahatan umum. Idjtihad sematjam ini ditakuti oleh Sji'ah, karena pada achirnja maslahatul mursalah dan istihsan, kepentingan umum dan memilih jang baik pada akal, mendjadi djuga sumber penetapan hukum Islam, jang dapat membawa keluar sesuatu hukum dari agama, seperti jang terdapat pada masa Bani Umaijah dan Ban; Abbas.

Dalam masa Tabi'in djuga ulama-ulama fiqh Sji'ah tidak mau melepaskan dua sumber pokok Qur'an dan Sunnah untuk mengetahui sesuatu hukum Islam. Sesudah wafat Ali, mereka mengikuti djedjak anak-anak keturunannja, jang setia memegang tjara berpikir dari orang tuanja. Mereka dinamakan Imam, dipilih dari orang jang terpelihara hidupnja, ma'sum dari dosa. Merekalah jang berhak melakukan idjtihad dan menggunakan akal, djika tidak ada lagi sama sekali terdapat alasan dalam Qur'an dan Sunnah.

Maka dengan berbeda tjara berpikir jang demikian itu terdapatlah perbedaan ketjil-ketjil, jang dinamakan hukum furu', antara Sji'ah dan Ahlus Sunnah, baik dalam ibadat, maupun dalam muamalat.

Mari kita tindjau perbedaan ini dari beberapa tjontoh tersebut dibawah.

1. Sji'ah Imamijah hanja menganggap wadjib mengfusap (masah) dua kaki dengan wudhu' sebagai ganti mentjutjinja pada mazhab lain. Perbedaan paham ini sudah lahir sedjak masa shahabat. Ali dn Ibn Abbas menetapkan tjra berwudhu' demikian. Ibn Abbas menerangkan, bahwa Rasulullah hanja mengusap kakinja dengan air wudhu,' bukan membasuh. Qur'an surat Ma'idah pun menerangkan jang demikian itu. Sji'ah berpegang kepada keputusan ini, meskipun mazhab lain memerintahkan membasuh kedua kaki dengan air dikala berwudhu'.

2. Sji'ah Imamijah membolehkan nikah mut'ah jang dinamakan djuga nikah jang terbatas waktunja, jang disetudjui oleh bakal suami dan isteri. Perbedaan paham mengenai nikah inipun sudah terdjadi sedjak zaman sahabat. Semua orang Islam mengaku, bahwa nikah ini pernah dibolehkan Nabi, tjuma berselisih paham tentang ada atau tidak ada larangan sesudah itu oleh Nabi.

Ada riwajat dari Jahja, dari Malik, dari Ibn Sjihab, dari Abdullah dan Hasan, dari ajahnja Ali, jang menerangkan, bahwa Rasulullah melarang nikah mut'ah pada hari Chaibar (Muwaththa Imam Malik, hal. 74). Tetapi banjak djuga sahabat-sahabat jang membolehkannja, diantaranja Abdullah bin Mas'ud, Ubaj bin Ka'ab, Suda, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Thalib dan beberapa banjak ulama Tabi'in.

Tatkala Abu Nasrah bertanja kepada Ibn Abbas tentang nikah mut'ah, Ibn Abbas menerangkan, bahwa nikah itu dibolehkan dengan berdasarkan Qur'an, surat An-Nisa', jang berbunji :

"Djika kamu bermut'ah dengan wanita sampai kepada batas tertentu (ila adjalin masamma), hajarkan upahnja. Orang ragukan, apa ada pembatasan waktu dalam ajat ini, tetapi Ibn Abbas menerangkan ada. Ubaj bin Ka'ab, Ibn Mas'ud, Sa'id bin Zubair dll. membatja djuga ajat Qur'an sematjam itu dan oleh karena itu sependirian dengan Ibn Abbas. Lain daripada itu Hakam bin Lljajnah menerangkan, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata: "Djikalau tidak ada Umar melarang nikah mut'ah, tidak ada orang berzina lagi ketjuali orang jang sangat djahat (TaricHul Fïqhiil Dja'fari, hal. 175).

Oleh karena sesuai dengan Qur'an dan sesuai dengan pendirian Ali, orang-orang Sji'ah membolehkan nikah mut'ah.

3. Diantara pendirian Sji'ah ialah bahwa seorang wanita baik gadis atau djanda boleh menyuruh mengawinkan dirinja, dengan tidak usah izin walinja. Jang demikian itu pernah difatwakan oleh Ibn Abbas, dan Zubair bin Mut'im jang menerangkan, bahwa Nabi ada mengatakan : "Wanita dewasa berhak atas dirinja dan gadis harus meminta izin" (Muwaththa Imam Malik hal. 62).

Lain daripada itu Qur'an mengatakan : "Apabila wanita itu sampai umurnja, tidak mengapa kamu biarkan mereka memilih sesuatu untuk dirinja."

Sjiah memutuskan, bahwa wanita dewasa boleh kawin denqan tidak izin wali, dan jang baik bagi gadis jang belum dewasa meminta izin walinja.

Hampir semua mazhab Ahlus Sunnah memutuskan, bahwa nikah tidak memakai wali tidak sah, atau mereka membagi wanita dalam golongan dewasa dan tidak dewasa, buruk atau tiantik.

4. Sjiah menetapkan. bahwa talak janq diutjapkan sekaligus tiga kali. hanja djatuh satu. Mazhab lain ada jang menjatakan, bahwa talak demikian djatuh ketiga-tiganja.

Sji'ah melihat perselisihan ini. sebelum memutuskan hukumnja. Abdullah Ibn Abbas berfatwa, diatuh satu talak, dan mengatakan. bahwa hal ini terdjadi pada masa Rasulullah dan Abu Bakar. hanja umarlah yang menghukumkan djatuh tiga talak (Tarich Tasiri' Islami, kar. Al-Chudhari). Ikrimah mentjeriterakan bahwa Rukkabah anak jazid mentalak isterinja tiga talak sekaligus pada suatu tempat. Sesudah menjesal ia bertanja kepada Nabi menerangkan bahwa talaknja djatuh satu.

Mazhab jang bukan Sji'ah menghukumkan djatuh tiga talak. demikian djuqa menurut fatwa Abu Hanifah dan Malik meskipun kedua2nja mengharamkan talak sematjam itu dan mengatakan bertentannnn dengan Sunnah Nabi.

5. Sji'ah menganggap sesuatu djandji atau utjapan tidak berlaku, duka diperbuat karena terpaksa. Djika seseorana mengatakan kepada isterinja : "Djika engkau pergi kepasar, nistjaja engkau tertalak", atau pernjataan sematjam itu, seperti, bahwa ia serupa ibunja, bahwa hambanja merdeka, dan bahwa semua harta bendanja menjadi sedekah. Djika diperbuat jang demikian itu oleh isterinja, orang Sji'ah menganggap tidak djatuh talak, tidak termasuk zihar dan tidak mendjadi sedekah semua hartanja. Orang Sji'ah berpegang kepada sabda Nabi : "Dibebaskan umatku dari pada salah dan lupa, karena terpaksa dan diperkosa atau karena tidak tahu" (Hadis). "Quj'anpun menjebut : "Tidak berdosa kamu djika terpaksa mengerdjakan salah." (Al-Intisar, kar. Mufid).

Orang Sji'ah dalam penetapan hukum berpegang kepada Qur'an dan Sunnah itu, meskipun mazhab lain menghukum sebaliknja.

3. PERSOALAN CHILAFIJAH

II

Demikian kita lihat pendirian Sji'ah dalam beberapa persoalan munakahat. Mari kita tindjau pula pendirian mereka dalam perkara ibadat. Ambil misalnja sembahjang sebagai tjontoh, maka kita lihat perbedaan seperti berikut.

Bahwa sembahjang jang wadjib bagi umat Islam umum, wadjib pula bagi Sji'ah dapat kita pahami, karena tentang kewadjiban pokok tidak berbeda, sama-sama berpegang kepada Qur'an dan Sunnah Nabi. Sembahjang Djum'at wadjib. Orang Sji'ahpun meigatakan demikian. Tetapi apabila wadjibnja? Orang Sji'ah mendjawab, selama pemerintah adil, dan djika pemerintah tidak adil, orang Islam boleh memilih, mengadakan Djum'at atau mengerdjakan sembahjang zuhur sendiri-sendiri.

Mengenai bilangan Sji'ah Imamijah menetapkan lima orang selain imam, sedang Maliki menetapkan dua belas orang selain imam, dan Sjafi'i sama dengan Hanbali menetapkan empat puluh orang bersama imam.

Semua mazhab sepakat mengatakan bahwa dua chotbah merupakan sjarat sah Djum'at, dilakukan sebelum waktu atau sesudah masuk waktu. Perbedaan paham terletak dalam persoalan, apakah wadjib berdiri dikala berchotbah. Sji'ah sepaham dengan Sjafi'i dan Maliki mengatakan wadjib, sedang Hanafi dm Hanbali tidak mewadjibkan berdiri.

Sji'ah Imamijah mewadjibkan dalam chotbah hamdateh, selawal kepada Nabi dan keluarga, nasihat untuk orang janq hadir, membatja sesuatu dari ajat Qur'àn, dengan menambah istighfar dan doa untuk orang mu'min pria dan wanita dalam chotbah kedua dan mentjeraikan antara dua chotbah dengan dudjuk spdilenak.

Kita lihat perbedaan paham antara mazhab-mazhab dalam persoalan-persoalan ketjil, tetapi Sji'ah menjelidiki hal ini melalui hadis-hadis Ahlil Bait.

Sji'ah Imamijah menganggap bahwa qasrus shalat, mendjadikan dua raka'at daripada sembahjang jang empat raka'at. dalam pcrdjalanan adalah suatu hrkum agama janq perlu dipatuhi. Penetapan hukum ini berdasarkan firman Tuhan : "Apabila kamu beperqian diatas bumi, tidak mengapa, djika kamu memendekkan shalat, apalagi djika ditakuti fitnah mereka ianq kafir karena orang-orang kafir itu musuhmu jang njata" (Qur'an). Semua mazhab menganggap demikian.

Perbedaan paham hanja terletak dalam djangka djauh dan djarak tempat jang membolehkan memendekkan shalat itu. Sementara mazhab Hanafi menetapkan djarak djauh itu sebanjak dua puluh empat farsach djalan kaki, mazhab Sji'ah menetapkan dalapan farsach djalan kaki. Asal pertikaian ini terletak dalam memahami hadis mengenai djarak djauh ini. Sji'ah sebagaimana mazhab Islam jang lain, mendjalankan ibadat sematjam ini karena perintahnja dalam ajat Qur'an tersebut dan karena rasa takut, jang banjak dichuwatiri dipadang pasir. Imam Al-Baqir menguatkan pendirian ini.

Ajat tersebut digunakan djuga buat shalat chauf, jang tjara melakukannja sama dengan mazhab jang lain.

Dalam mentafsirkan ajat ini Sji'ah melakukan shalat chauf untuk sembahjang empat raka'at dengan dua raka'at berganti-ganti, djuga dalam shalat safar, tiap satu raka'at berganti-ganti, sama dengan mazhab Djabir dan Mudjahid.

Mengenai mandi djunub, mazhab Sji'ah mendasarkan hukumnja kepada ajat Qur'an: "Djika kamu berdjunub bersihkanlah dirimu", (Qi'r'an). Dan kebersihan ini hanja dapat ditjapai dengan air, ketjuali djika sakit, dalam perdjalanan atau menjentuh wanita, barulah dilakukan tajammum untuk gantinja, jaitu dengan tanah jang bersih.

Disini terdjadi bermatjam-matjam perbedaan paham untuk mereka jang dibolehkan tajammum, ada jang membolehkan buat orang jarg sehat dan tidak berpergian, djika tidak ada air, ada jang tidak membolehkan untuk oranq jang demikian itu, karena dalam ajat Qur'an hanja diwadjibkan taiammum buat orang sakit dan berpergian dan tidak ada air, ada jang melihat wadjib, djika tidak ada air sadja. baik bagi orang sakit, sehat, berperqian atau tidak berperqian. Dalam menetapkan hukum itu, mazhab Sii'ah ada tang sedjalan dengan Ahlus Sunnah ada jang tidak. Bagi mereka pokok jang terpenting, ditjari dahulu dalilnja dalam Qur'an, dalam Sunnah atau dari imam-imamnja.

Begitu djuga mengenai kiblat. Si'ah sependapat dengan Ahlus Sunnah hanja diarahkan kepada Ka'bah di Mekkah. Kiblat ke Baital Maqdis sudah dibatalkan dan diganti dengan ajat Qur'an, jang menjuruh menghadapkan muka dalam sembahyang kearah Ka'bah dalam segala keadaan. Adapun ajat Qur'an janq menjebutkan, bahwa seluruh timur dan barat itu kepunjaan Allah dan kemana dihadapkan muka disitu terdapat wadjah Tuhan (Qur'an), ajat itu hanja digunakan untuk sembahjang sunat dan dalam keadaan berpergian jang tidak diketahui arah kiblatnja, sebagaimana janq diriwajatkan oleh Abu Dia'far al-Baqir dan Abu Abdullah as-Shadiq dalam tafsir Mudjma'ul Bajan. dj. ke 1: 228.

Demikianlah beberapa tjontoh perbedaan paham dalam furu' antara Sji'ah dan mazhab-mazhab jang lain. Perbedaan ini kita dapati dalam persoalan puasa, hadji, zakat dll. ibadat, mu'amalat, djihad, djinajat, hukum warisan dll, jang timbul karena perbedaan memahami ajat-ajat Qur'an dan Hadis-Hadis dari bermatjam riwajat. Selain daripada persoalan Imamah, jang mendjadi kejakinan golongan Sji'ah, saja tidak melihat ada perbedaan besar antara mazhab ini dengan mazhab Ahlus Sunnah. Gema permusuhan antara Sji'ah Ahli dan Bani Umajjah serta Bani Abbas adalah persoalan politik, bukan persoalan ibadat dan mu'amalat, dan bukan pula persoalan i'tikad jang sependapat bagi semua aliran dalam golongan Sji'ah.