2. MAZHAB EMPAT THP SJI'AH
Banjak orang menjangka bahwa imam-imam mazhab Ahli Sunnah wal Djama'ah menentang Sji'ah. Persangkaan ini saja rasa tidak benar. Bagaimana imam-imam mazhab itu bentji kepada Sji'ah, sedang kebanjakan mereka adalah murid-murid daripada ulama-ulama Sji'ah jang terkemuka seperti Imam Dja'far Shadiq, imam mazhab Sji'ah jang dinamakan Dja'farijah, Imam Musa alKazim, jang pernah mengadjar Ahmad ibn Hanbal, jang kemudian mendirikan mazhab Hanbali. Imam Dja'far Shadiq adalah guru dari Imam Malik bin Anas, jang kemudian mendirikan mazhab Maliki, dan guru Abu Hanifah, jang kemudian mendirikan mazhab Hanafi.
Imam Abu Hanifah sangat mentjintai Ahlil Bait, banjak mengeluarkan harta bendanja untuk membantu mereka dalam kesengsaraan dan kemiskinan sebagai pemboikotan dari pembesar-pemsar Abbasijah. Ia pernah mengeluarkan fatwa untuk menolong Zaid bin Ali, dan menghamburkan wang disana-sini untuk penjelesaian soal ini. Begitu djuga dia pernah mengeluarkan fatwa membolehkan keluar dengan Ibrahim bin Abdullah al-Husain, untuk memerangi Al-Mansur.
Rahasia ini kemudian terbuka dan Abu Hanifah dihukum tjambuk, diazab dalam tutupan dan pada achirnja Al-Mansur memerintahkan dia meminum ratjun sampai mati.
Semua tindakannja itu adalah oleh karena mentjintai keturunan Ali bin Abi Thalib dan turut memarahi serta membentji orang-orang jang dimarahinja dan dibentjinja. Ahli-ahli sedjarah mentjeriterakan bahwa Abu Hanifah pernah dipukul dan diazab, karena chalifah Abbasijah, jang memerlukan tenaganja dan ingin mengangkat dia mendjadi' kadhi, menganggap dia menentang, tidak mau menerima keangkatan itu. Keterangan ini tidak benar dan tidak masuk akal, karena keangkatan mendjadi kadhi itu adalah kehormatan jang sesuai dengan pembawaan Abu Hanifah dalam keahlian hukum, sedang mentjambuk dan menghukumnja adalah penghinaan kepada orang besar ini. Jang benar ialah bahwa Abu Hanifah tidak mau menerima keangkatan mendjadi' kadhi itu, karena ia ingin diam dalam memberikan hukum-hukum jang sesuai dengan sentimen radja-radja Abbasijah terhadap Sji'ah Ali. dan oleh karena ia tidak mau menghinakan Ahlil Bait, ia ditangkap dan dihukum.
Bukan hanja Abu Hanifah segan sadja membantu radja Abbasijah dalam membuat-buat hukum menghina Sji'ah, agaknja ia lebih segan lagi membuat hukum jang berlainan dengan adjaran gurunja, jaitu Dja'far Shadiq, jang pernah dipudji-pudjinja dengan utjapan : "Djikalau tidak ada Ash-Shadiq, akan binasalah Ni'man. Aku belum pernah melihat seorang jang lebih ahli dalam fiqh dari pada Dja'far bin Muhammad (Asad Haidar, Imam Ash-Shadiq wal Mazalribul Arba'ah, Nedjef, 1956, 1:90). Abu Hanifah lahir ta hun 80 H. dan meninggal 150 H.
Sebagaimana Abu Hanifah, begitu djuga Imam-imam jang lain djarang jang dapat membantu Chalifah Abbasijah dalam mengetjam dan menganiaja Sji'ah Ali. Kita lihat misalnja Imam Malik, jang menjiarkan pidato disana-sini mengetjam kebidjaksanaan AlMansur, dan mengandjurkan kepada rakjat untuk meninggalkannja. Pada suatu kali ia pernah mengeluarkan fatwanja, bahwa sumpah setia jang pernah diberikan rakjat kepada Al-Mansur bathal dan melanggar hukum sjara', karena mereka membuat bai'at untuk radja-radja jang dibentjinja, sedang bai'at harus dilakukan karena ketjintaan. Malikpun diseret kedalam pendjara dan ditjambuk seperti mentjambuk dan menghukum Abu Hanifah. Malik dan Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H. dan meninggal 179 H.
Muhammad bin Idris Asj-Sjafi'i terkenal tjinta kepada Ahlil Bait, dan tidak bisa lain djalan, karena nenek-neneknja masih ada hubungan dengan nenek-nenek Nabi. Dari mulut Sjafi'i orang banjak mendengar kata-kata tjinta kepada keluarga Ali ini, demikian banjaknja sehingga ia dituduh Rafidhi, artinja orang jang tidak menjukai sahabat lain mendiadi chalifah sesudah wafat Nabi. Tuduhan ini tentu tidak benar, karena Sjafi'i termasuk Ahli Sunnah wal Djama'ah, jang mengaku kebenaran pengangkatan dan tertibnja chalifah sesudah Nabi dari Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.
Atas tuduhan ini Sjafi'i merasa sangat tergontjang perasaannja, sehingga ia banjak sekali membuat sjair-sjair untuk menolak ketjaman itu, diantaranja saja terdjemahkan dari kitab "Imaman al-Kazim wa Ali Ridha", Beirut, t. th., hal. 8, sbb. :
Wahai Ahlil Bait Rasulullah.
Tjinta kepadamu diwadjibkan Allah.
Didalam Qur'an Kalamullah.
Kewadjiban tertulis, tak ada helah.
Keluargamu begiku tinggi nilainja.
Ditinggikan Allah serta Rasulnja.
Djika tak ada salawat dan salamnja.
Sembahjang tidak sah begitu hukumnja.
Mengapa orang mengatakan daku Rafdhi,
Sedangkan aku ingin berbudi,
Membela agama dan i'tikadi,
Engkaulah jang salah sedjadi-djadi.
Tatkala pada suatu kali ia diseret kedepan pengadilan, dan ditanja untuk memantjing, apa katanja tentang Ali, ia mendjawab: "Aku idak akan berbitjara tentang seseorang jang begitu indah dirahasiakan orang sedjarah hidupnja, tetapi diketjam dan ditjela oleh musuhnja."
Sjafi'i meninggal tahun 204 H. Sjafi'i dan Hanbali adalah murid daripada Malik bin Anas, sedang Malik bin Anas adalah salah seorang murid daripada Dja'far Shadiq. Sjafi'i lebih mengutamakan hadis jang dirawajatkan oleh Ali bin Abi Thalib dan umumnja jang berasa] dari Ahlil Bait, sehingga Jahja bin Mu'in menuduhnja Rafdhi sebagaimana jang kita sebutkan diatas
Kitab Masnad Imam Ahmad ibn Hanbal penuh dengan hadis hadis jang meriwajatkan keutamaan Ali bin Abi Thalib. Orang mentjeriterakan, bahwa ia pernah mengarang sebuah kitab besar, berisi fadhilat-fadhilat dan keutamaan Ahlil Bait, sebuah naschab lama diantara kitab itu sampai sekarang masih tersimpan dalam perpustakaan Masjhahadul Imam di Nedjef. Imam Ahmad pernah beladjar sama Musa al-Kazim, salah seorang imam besar dalam kalangan Sji'ah.
Sepandjang sedjarah Islam kita dapati orang-orang jang mentjintai Ahlil Bait, baik jang masih hidup maupun jang sudah meninggal, dan ulama-ulama besar banjak mengarang manaqibmanaqibnja dan kemuliannja, mengarang sjair-sjair, kasidah-kasidah jang penuh pudjian dan sandjungan, begitu djuga chatib-chatib diatas mimbar tidak kurang menjebut-njebut Ahlil Bait itu dengan penuh kehormatan. Nama Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain adalah nama-nama jang mewakili Ahlil Bait itu. Dalam masa Abbasijah semua orang alim dan semua rakjat djelata mentjintai dan berpihak kepada Ahlil Bait, lebih banjak daripada mendekati Bani Umaijah dan Abbasijah, jang hanja dikerdjakan karena ketakutan atau untuk mentjapai sesuatu keuntungan.
Ahmad ibn Hanbal mengutamakan Ali lebih daripada sahabat2 jang lain. Giliran memikat perasaan dalam masa Abbasijah sampai djuga kepadanja, ia ditanja orang tentang sahabat-sahabat jang utama, ia hanja mendjawab Abu Bakar, Umar dan Usman. Orang bertanja lagi tentang Ali jang disangka orang dilupakan menjebutnja. Ahmad ibn Hanbal mendjawab : "Engkau bertanja tentang sahabat Nabi, sedang Ali adalah diri Nabi sendiri" (Asad Haidar 1:231).
Ahmad bin Hanbal meninggal 241 H.
Ulama-ulama mazhab jang lain, meskipun sebahagian tidak hidup adjarannja lagi sekarang diatas muka bumi ini, hanja tersimpan pendapat-pendapatnja dalam kitab-kitab besar ilmu fiqih, ialah Sufjan bin Sa'id As-Sauri, berasal dari Kufah, lama ia beladjar pada Imam Dja far Shadiq, dan banjak mengambil hadis-hadis dari padanja mengenai adab, achlalk dan peladjaran-peladjaran ibadat. Begitu djuga Sufjan bin 'Ujainah (mgl. 198 H), adalah mur.d Imam Dja far Shadiq, jang beladjar pula padanja banjak sekali ulama-ulama lain. Imam Sjafi'i pernah berkata : "Djikalau tidak ada Malik dan Sufjan, akan lenjaplah ilmu-ilmu jang adai terdapat di Hedjaz."
Lain daripada itu banjak sekali murid-murid Imam Sji ah Dja'far Ash-Shadiq, seperti Sju'bah bin Hadjdjadj (80—160 H.), jang oleh Sjafi'i disebutkan seorang jang sangat ahli tentang hadis di Bagdad, Fudhail bin Ijadh (mgl. 187 H.), Hatim bin Ismai'l (mgl. 180 H), Haf as bin Ghijas, jang pernah menghafal tiga ribu atau empat ribu hadis, Zuhair bin Muhammad At-Tamimi, jang digelarkan djuga Abui Munir (mgl. 162 H.), Jahja bin Sa'id ( 120— 198 H.), Isma'il bin Dja'far (mgl. 180 H.) Ibrahim bin Muhammad, jang digelarkan Abu Isha al-Madani, jang meninggal tahun 91 H., pernah mengumumpulkan hadis dari Dja'far mendjadi sebuah buku jang digelarkan "Halal dan Haram", Dhahhak ( 122—214 H.), Muhammad bin Falih (mgl. 177 H.), Usman bin Farqad, Abdul Aziz bin Umar Az-Zuhri (mgl. 197 H.), Abdullah bin Dakki, Zaid bin Atha, Mas'ab bin Salam, Bassam bin Abdullah As-Sirfi, Basjir bin Maimun, Al-Haris bin Umair, Al-Mufadhdhal bin Sa.lih al-Asadi, Ajjub As-Sadjastani, Abdul Malik bn Djuraih al-Qurasji (80—149 H.), dll. Semua murid-murid Dja'far Shadiq jang kemudian merupakan guru-guru imam mazhab, imam hadis dan imam tafsir, sebagai jang pernah djuga kita singgung dalam fasal lain.
Dengan ringkas dapat dikatakan, bahwa mazhab-maz-hab kemudian adalah lahir daripada mazhab Ahlil Bait jang ditjiptakan oleh Dja'far Shad;q, Imam fiqh jang terbesar dalam kalangan sjiah. Demikian kita batja dalam Asad Haidar "Al-Imam ashadiq wal Mazahib Arba'ah" (Nedjef, 1956. I-VI).
Bagaimana tidak, karena Qur'an menjuruh berlunak lembut terhadap Ahli Bait dan menjuruh menjanjanginja. Dan mazhab Ahlul Bait adalah mazhab, sebagaimana dikatakan dalam Qur'an dari orang-orang jang sudah dibersihkan kekotorannja dan disutjikan sesutji-sutjinja, termasuk mazhab jang pertama dalam sedjarah Islam, dikala orang menggunakan kata-kata "Mazhab", untuk membeda-bedakan tjara berpikir dalam ilmu hukum. Orang-orang dari Ahlil Bait ini lebih kenal akan kehidupan Nabi. baik dalam rumah tangga, dalam mesdjid maupun dalam masjarakat manusia jang mendjadi pengikutnya.
Mazhab ini mula-mula tersiar dikota Bani Umaijah dikala mereka mulai memerintah, dan kemudian tersiar keman-mana. Orang jang mula-mula menjiarkan mazhab ini di Sjam jaitu seorang sahabat Nabi jang besar dan dibjintainja, Abu Zarr alGhiffari, jang tidak henti-hentinja dia menjiarkan adjaran Islam ditempat itu dan mengeritik Mu'awijah, jang dalam tjara pemerintahannja dan tjara hidupnja dilihatnja telah menjimpang dari adjaran Nabi. Oleh karena itu orang-orang tidak senang, mulailah menanam bibit-bibit kebentjian terhadap kepada mazhab Ahlil Bait itu.
Lebih pandjang dan luas tentang Imam Dja'far dan mazhabnja akan kita bitjarakan dalam bahagian lain.