1.ALI BIN ABI THALIB
Ali bin Abi Thalib adalah anak paman Nabi, jang mengurus dan membela Nabi sedjak ketjil sampai ia diangkat mendjadi Rasul dari pada penghinaan dan serangan Quraisj, bernama Abu Thalib anak Abdul Muttalib. Ibunja bernama Fathimah binti Asad bin Hasjim, wanita Bani Hasjim jang mula-mula masuk Islam.
Ali termasuk salah seorang dari rombongan sepuluh sahabat, jang sedjak masih hidup sudah didjamin Nabi masuk sorga. Oleh Nabi Muhammad, Ali didjadikan saudara angkatnja. Nabi mengawinkan Ali dengan anaknja jang bernama Fathimah Zahra, djuga salah seorang wanita terdahulu masuk Islam, anak Nabi jang ditjintainja dari perkawinan dengan Sitti Chadidjah. Baik Ali maupun Sitti Chadiidjah, kedua-duanja merupakan modal perdjuangan dan kemenangan Nabi dalam menegakkan agama Islam. Nabi pernah berkata : "Islam berdiri karena pedang Ali dan harta Chadidjah" (Hasjim Ma'ruf Al-Hasani, Tarkhul Fiqbil Dja'fari, t. tp. dan t. th., hal. 63).
Ali bin Abi Thalib seorang jang banjak ilmunja, baik mengenai rahasia ketuhanan (alim Rabbani), maupun mengenai segala persoalan Islam dan umum. Bagaimana alimnja diterangkan dalam sebuah hadis Nabi jang berbunji : "Aku kota ilmu pengetahuan dan Ali pintunja." Tatkala hadis ini didengar oleh golongan Chawaridj, mereka mendjadi dengki dan tjemburu, terhadap Ali. Bermufakatlah sepuluh orang alimnja masing-masing hendak beranjakan satu persoalan mengenai ilmu, untuk mengudji apakah Ali betul-betul alim seperti jang dikatakan Nabi.
I. bertanja : Manakah jang lebih utama, ilmu atau harta?
Ali : Ilmu lebih utama daripada harta karena ilmu itu pusaka Nabi-Nabi, sedang harta, pusaka Karun, Sjaddad dan Firaun.
II. bertanja : Manakah jang lebih utama ilmu atau harta?
Ali : Ilmu, karena ilmu memelihara engkau, sedangkan harta, engkaulah jang harus memeliharanja.
III. bertanja : Manakah jang lebih utama ilmu atau harta?
Ali : Ilmu, karena harta menjebabkan banjak musuh, ilmu menjebabkan banjak teman sahabat.
IV. bertanja : Manakah jang lebih utama, ilmu atau harta ?
Ali : Ilmu, karena harta makin dikeluarkan makin kurang, sedang ilmu makin dikeluarkan makin bertambah.
V. bertanja : Manakah jang lebih utama, ilmu atau harta ?
Ali : Ilmu, karena orang punja harta kadang-kadang dapat dipanggil dengan nama kikir dan chizit. Sedang orang jang punja ilmu selalu dipanggil dengan nama megah dan mulia.
VI. bertanja : Manakah jang lebih utama, ilmu atau harta ?
Ali : Ilmu, karena harta banjak pentjurinja dan ilmu tidak ada pentjurinja.
VII. bertanja : Manakah jang lebih utama, ilmu atau harta ?
Ali : Ilmu, karena orang jang punja harta dihisab pada hari kiamat, sedang orang jang punja ilmu diberi sjafa'at pada hari kiamat.
VIII. bertanja : Manakah jang lebih utama, ilmu atau harta ?
Ali : Ilmu, karena harta bisa habis karena lama masanja, sedang ilmu tidak bisa habis meskipun tidak ditambah.
IX. bertanja : Manakah jang lebih utama, ilmu atau harta ?
Ali : Ilmu, karena ilmu membuat hati jang punja terang benderang, sedangkan harta membuat kasar hati jang punja.
X. Manakah jang lebih utama ilmu, atau harta ?
Ali : Ilmu, sebab orang jang mempunjai ilmu termasuk ubudijah. jang diberi pahala oleh Tuhan, sedangkan orang mempunjai harta termasuk rubudijah.
Demikianlah kita batja tjeriteranja dalam "Mawa'iz al-Usfurijah" jang menerangkan selandjutnja, bahwa orang-orang jang bertanja pada Ali itu jang achirnja mengakui akan luasnja ilmu pengetahuan Ali dan bidjaksananja dalam memberikan djawaban atas satu-satu pertanjaan.
Ali terkenal salah seorang sahabat Nabi jang paling berani dan gagah perkasa dalam peperangan. Hampir pada seluruh peperangan dalam masa Nabi dihadiri oleh Ali bin Abi Thalib dengan pedangnja jang terkenal, bernama Zulfikar. Ia terkenal pula sebagai seorang pahlawan jang diserahi tugas membawa pandji-pandji Nabi.
Dalam dunia tasawwuf dan tarekat Ali terkenal sebagai waliullah, jang selalu dipudji-pudji oleh orang-orang Sufi, karena mutiara hikmahnja jang pelik-pelik.
Dalam hal berpidato dan sastera Ali terkenal sebagai salah seorang sasterawan jang lantjar dan sangat petah lidahnja. Pidato-pidatonja ditjatat dan dikumpul orang mendjadi buku jang berdjilid-djilid diantaranja bernama "Nahdjul Baliaghah".
Disamping memangku djabatan Chalifah, jang diakui sah, baik oleh Sji'ah maupun oleh Ahli Sunnah wal Djama'ah, Ali adalah seorang jang termasuk kedalam golongan penulis wahju, jang disampaikan oleh Nabi kepada umatnja, salah seorang pengumpul Al-Qur'an dan penuils tafsirnja. Ali djuga adalah salah seorang chalifah jang pertama dari Bani Hasjim.
Menurut penetapan Ibn Abbas, Anas bin Malik, Zaid bin Arqam, Salman Al-Farisi dan lain-lain sahabat jang banjak, bahwa dialah orang jang mula-mula masuk Islam dan beriman pada Nabi.
Mengenai Ali banjak sekali ditulis orang riwajat hidupnja, jang ditindjau dari bermatjam-matjam segi hidup. Banjak hadishadis jang menerangkan keutamaan Ali melebihi sahabat jang lain-lain. Semua sahabat Nabi, besar dan ketjil segan kepadanja, dan tidak mau memutuskan perkara-perkara besar sebelum berunding dengannja.
Ibn Taimijah mengatakan, bahwa tidak dapat disamakan sirna sekali Mu'awijah dengan Ali dalam haknja mendjadi chalifah. Mu'awijah tidak berhak mendjadi chalifah, karena dia tidak dapat menjamai Ali dalam ilmu pengetahuannja, dalam persoalan agamanja dan dalam keberaniannja, begitu djuga. dalam kelebihan-kelebihan jang lain dan keutamaannja jang hanja sama dengan keutamaan saudara-saudaranja Abu Bakar, Umar dan Usman. Tidak ada ketinggalan daripada teman-teman Nabi bermusjawarat sesudah Usman selain Ali. Ada Sa'ad (bin Abi Waqqash ?) tetapi Sa'ad telah melepaskan kesediaannja mendjadi chalifah, sehingga seluruh kesempatan ini kembali kepada Ali dan Usman, dan sesudah Usman terbunuh, bulat segala pikiran umum mengenai kedudukan chalifah hanja untuk Ali.
Mu'awijah jang menganggap dirinja chalifah sebenarnja belum diakui orang, dan diberikan sumpah setia tatkala ia memerangi Ali, dan Ali-pun tidak memerangi dia karena kedudukan Mu'awijah sebagai chalifah karena ia tidak berhak mendjadi chalifah itu. Peperangan dimulai krena kezaliman, bukan karena rebutan chalifah, karena seluruh kesatuan pendapat, hanjalah Ali jang diakui sebagai chalifah sesudah Usman.
Demikian kita batja dalam kitab "Lawa'ihul Anwar", karangan As-Safarini al-Hanbali. Dalam kitab itu kita batja lebih Lndjut pendapat Ibn Taimijah, bahwa ia menolak segala fitnah dan sangka-menjangka ada perselisihan antara Ali dan Usman, ia menuduh dusta pendapat orang jang mengatakan, bahwa Ali memerintah membunuh Usman bin Affan, jang sekali-kali tidak masuk dalam akal jang waras. Ali bersumpah, bahwa ia tidak membunuh Usman dan tidak rela atas pembunuhan itu, dan sumpah Ali itu dalam sedjarah hidupnja benar dan tidak diperselisihkan orang. Ibn Taimijah menerangkan bahwa ada -dua golongan manusia, golongan jang mentjintai Ali dan golongan jang membentjinja. Golongan jang mentjintainja mengandung niat menentang Usman dan berpendapat bahwa Usman berhak dibunuh. Golongan jang membentjinja menentang Ali dan menuduhnja, bahwa ia sekurang-kurangnja membantu atas pembunuhan Usman dan tidak mentjegah pertumpahan darah. Perbedaan paham ini lalu menimbulkan dua golongan, dalam Islam, jaitu golongan Usmanijah dan golongan Sji'ah. Bagaimanapun djuga perbedaan pahamnja, kedua golongan ini berpendirian, bhwa Mu'awijah bukan saingan Ali untuk mendjadi chalifah Nabi sesudah wafat Usman.
Ibn Taimijah melandjutkan tjeriteranja, bahwa sesudah pembunuhan Usman, segera pada keesokan harinja dilakukan sumpah setia serempak terhadap Ali. Orang datang berdujun-dujun kepadanja dan berkata : "Bentangkan tanganmu, kami akan bersumpah setia kepadamu !" Begitu besar tjinta umat Islam ketika itu kepada Ali. Tetapi Ali masih menampik desakan massa itu dengan utjapannja : "Penetapan ini bukan urusanmu. Hanja Ahli Badarlah jang berhak menetapkan aku mendjadi chalifah atau tidak mendjadi chalifah." Semua Ahli Badar ketika itu mendatangi Ali dan berkata : "Kami tidak melihat seorangpun selain engkau jang berhak mendjadi chalifah. Bentangkan tanganmu dan kami akan memberikan sumpah setia kami kepadamu !" Maka berlakulah sumpah setia jang sah terhadap keangkatan Ali mendjadi chalifah (hal. 11:326).
Disini terdjadilah pokok permusuhan. Marwan dan anaknja lari dari orang banjak itu untuk membuat onar.
Sesudah Ali diangkat mendjadi chalifah, barulah ia berasa berhak memeriksa perkara-pembunuhan atas diri Usman, melalui isterinja dan orang-orang jang dianggap mendjadi saksi atau melihat dan mengetahui kedjadian itu. Ia memukul anaknja Hasan, mengetjam Muhammad bin Thalhah karena dianggapnja kurang rapi mendjalankan tugas dalam mendjaga keselamatan diri Usman. Ada orang mengatakan bahwa Thalhah dan Zubair tjuma melakukan sumpah setia karena terpaksa, kemudian mereka pergi ke Mekkah mengadjak Aisjah pergi ke Basrah menuntut bela atas darah Usman. Maka terdjadilah peperangan Djamal dalam bulan Djumadil Achir tahun 36 H. Dalam peperangan ini tidak kurang terbunuh manusia dari tiga belas ribu djiwa banjaknja. Mu'awijah dan tentara-tentaranjapun keluar dari Sjam menuntut bela kematian Usman kepada Ali. Tjeritera tentang perbedaan dan perselisihan ini akan kita bahas dalam bahagian tersendiri setjara terperintji.
Orang membitjarakan dalam hukum tentang keutamaan sahabat, mana jang lajak mendjadi chalifah lebih dahulu sesudah wafat Nabi. Ahli Sunnah wal Djama'ah, jang terdiri dari golongan Asarijah, Asj'arijah dan Maturidijah, menetapkan tertib chaliffah sebagai berikut : Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Semua ulama sepaham dan sependirian, bahwa jang berhak mendjadi chalifah sesudah Nabi ialah Abu Bakar sebagai chlifah I dan Umar sebagai chaliffah ke II. Dibelakang itu terdapat perselisihan paham. Ahmad dan Imam Sjafi'i, begitu djuga pendapat jang masjhur dari Imam Malik, jang terutama sesudah Abu Bakar dan Umar ialah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ulama-ulama Kufi, diantaranja Sufjan As-Sauri, mengutamakan Ali lebih dahulu daripada Usman. Ada ulama jang memutuskan, tidak boleh membitjarakan, mana jang lebih utama daripada Usman dan Ali.
Ditjeriterakan orang, bahwa Abu Abdullah al-Mazari pernah menerangkan, bahwa pada suatu hari Malik ditanjai orang manakah orang-orang jang utama sesudah Nabi. Ia mendjawab Abu Bakar, sesudah itu Umar, kemudian ia diam. Lalu orang katakan, bahwa Imam Malik ragu dan minta kepastian antara Ali dan Usman. Dengan terpaksa Imam Malik mengatakan : "Saja belum pernah mendapati seorang sahabat jang membeda-bedakan keutamaan antara Usman dan Ali.
Susunan keutamaan sebagai jang disebut diatas tentu dilihat dari sudut hukum, tapi djika dilihat dari sudut kekeluargaan dan nasab, tidak ada seorangpun jang berani mengatakan, bahwa keutamaan Ali tidak melebihi daripada segala sahabat jang ada. Abu Bakar sendiri jang menurut kebulatan pikiran umum seorang sahabat Nabi jang utama sekali, masih mengakui Ali lebih afdhal dari dia.
Ditjeriterakan orang, bahwa Nabi pada suatu hari mengemukakan pengadjaran kepada sahabat-sahabatnja. Karena pengadjaran itu sangat penting semua orang ber-desak2 duduk dekat Nabi, agar dapat mendengar dengan baik. Ali datang kemudian, den oleh karena tidak ada tempat lagi dekat Nabi ia terpaksa berdiri djauh. Tidak ada seorangpun jang mau mengalah memberikan tempat duduk dekat Nabi kepadanja. Abu Bakar melihat Ali dalam keadaan demikian, lalu segera ia bangun dan memberikan tempat duduknja jang dekat kepada Nabi kepada Ali. Nabi, jang dengan matanja jang tadjam melihat keadaan Abu Bakar menghormati Ali, lalu berkata : "Tidak mengerti akan keutamaan, melainkan orang jang utama djuga."
Ulama-ulama Sji'ah melihat Ali bin Abi Thalib sebagai sahabat Nabi jang paling utama, dan menetapkannja dengan nash Nabi berhak mendjadi chalifah sesudah Nabi. Mughnijah menerangkan, bahwa sedjarah Sji'ah adalah sedjarah keterangan Nabi, bahwa jang berhak mendjadi chalifah sesudah wafatnja ialah Ali bin Abi Thalib. Dan banjak sekali sahabat-sahabat besar jang melihat keutamaannja dan kechalifahannja itu mutlak. Ibn Abil Hadid menjebut diantara sahabat-sahabat besar itu ialah Ammar bin Jasar, Miqdad bin Aswad, Abu Zarr, Salman al-Farisi, Djabii bin Abdullah, Ubay bin Ka'ab, Huzaifah al-Jamani, Buraidah, Abu Ajjub al-Anshari. Sahal bin Hanief, Usman bin Hanief, Abui Haisam bin Taihan, Abu Thufai, dan semua Bani Hasjim, semuanja mengatakan bahwa keutamaan mutlak bagi Ali dan chalifah pertamapun baginja.
Ditjeriterakan bahwa Salman al-Farisi pernah menerangkan: "Kami bersumpah kepada Rasulullah untuk memberi nasihat kepada kaum muslimin dan mengimami Ali bin Abi Thalib serta menganggapnja wali. Abu Sa'id al-Chudri pernah berkata : "Manusia diperintahkan Tuhan mengerdjakan lima perkara, tetapi jang dikerdjakannja hanja empat, sedang jang satu perkara lagi ditinggalkan." Tatkala orang menanjakan kepadanja, apa empat perkara jang dikerdjakan orang itu, ia mendjawab : "sembahjang, zakat, puasa dan hadji". Tatkala ditanjakan orang apakah jang satu perkara jang tidak dikerdjkan, ia mendjawab : "Mengaku pimpinan kepada Ali bin Abi Thalib". Tatkala orang bertanja kepadanja, apakah itu diwadjibkan dalam Islam, ia mendjawab : "Memang itu diwadjibkan, sebagaimana diwadjibkan shalat, zakat, puasa dan hadji".
Sahabat-sahabat jang sependapat dengan itu dapat kita sebutkan misalnja Abu Zar al-Ghiffari. Ammar Jasir, Huzaifah alJamani, Abu Ajjub al-Anshari, Chalid bin Sa'id dan Qais bin Ubbadah.......
Ada orang berpendapat, bahwa Sji'ah itu lahir pada hari peperangan Djamal, ada jang mengatakan, bahwa ia lahir pada hari timbulnja golongan Chawaridj. Thaha Hussain dalam kitabnja "Ali wa Banuhu", mengatakan bahwa Sji'ah itu tersusun sebagai Suatu partai politik jang teratur untuk mempertahankan Ali dan anak-anaknja, terdjadi dalam masa Hasan bin Ali.
Mughnijah dalam kitabnja "Asj-Sji'ah wal Hakimyn" (Beirut, 1962) menerangkan, bahwa pendapat jang mengatakan, bahwa Sji'ah itu didirikan oleh Abdullah bin Saba', adalah tidak benar, dan utjapan ini dikeluarkan oleh mereka jang tidak memahami Sji'ah serta sedjarahnja (hal. 18).