2. PERDJANDJIAN HASAN - MU'AWIJAH
Sesudah Ali bin Abi Thalib sjahid, dibunuh oleh Abdurrahman bin Muldjam, dan Mu'awijah serta Ibn As terlepas daripada rentjana pembunuhan itu, Hasan bin Ali diangkat mendjadi chalifah. dan diakui tidak sadja oleh golongan Sji'ah Ali, tetapi djuga oleh Sunnah wal Djama'ah, sebagai chalifah jang diakui oleh Nabi dalam hadisnja dalam masa tiga puluh tahun (lih. As-Safarini Al-Hanbal, "Lawa'ihul Anwar"" (Mesir, 1323. 11:339).
Tetapi Imam Hasan tidak dapat mendjalankan pemerintahan dengan baik, karena dari satu pihak banjak pengikut-pengikutnja jang telah bersumpah setia kepadanja, berbalik tertarik kepada kekajaan dan kedudukan jang baik, jang didjandjikan Mu'awijah. Dari lain pihak Mu'awijah dengan golongan2nja terus mengintai-ngintai dan membunuh menghantjurkan siapa sadja jang dianggap musuh, termasuk sahabat dan Tabi'in jang hanja karena simpati dan tidak mau menentang Sji'ah Ali dan memaki-makinja.
Dalam pada itu sebahagian dari Sji'ah, jang telah "keluar", meninggalkan induk "alirannja," karena tidak dapat menjetudjui Ali berdamai dengan Mu'awijah dengan bertahkim kepada Quran, merupakan djuga musuh jang berbahaja jang selalu mengintai-intai untuk membunuh dan menghantjurkan, siapa sadja jang tidak setudju dengan pendiriannja dinamakan kafir Islam, dan termasuk orang Mu'min jang mengerdjakan dosa besar, jang tempatnja dalam neraka. Golongan ini ialah Chawaridj.
Memang Hasan tak dapat disangkal mendapat kepertjajaan dan ketjintaan dari rakjat umum karena salihnja, djudjur, pemurah dan baik hati, tetapi apa artinja rakjat umum jang tidak bersendjata itu, sesudah amir-amirnja sebagian besar telah menjebelah kepada Mu'awijah. Memang betul sebahagian besar dari pada ulama-ulama, sahabat dan tabi'in menjebelah pada Imam Hasan, tetapi merekapun tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan dibentji oleh radja-radja dan amir-amir, karena fatwa-fatwa dan adjaran-adjarannja selalu menentang hidup keduniaan jang kadang-kadang banjak menjinggung kebidjaksaan radja-radja dan hidup amir-amir itu diluar Islam.
Desakan fakta-fakta diatas itu, menjebabkan Hasan meninggalkan singgasana kechlifahannja dan mengadakan perdamaian dengan Mu'awijah untuk sementara waktu.
Sebagai jang dikatakan Ibn Chaldun, bermatjam-matjam pendapat ahli sedjarah tentang permintaan damai ini. Ada jang mengatakan, bahwa jang mula-mula meminta damai ialah Hasan, jang mengirimkan Amar bin Salmah Al-Arhabi kepada Mu'awijah (Ibn Chaldun), ada jang mengatakan, bahwa Hasan menulis surat kepada Mu'awijah tentang itu (Ibn Abil Hadid).
Tetapi Ibn Al-Djauzi menerangkan, bahwa jang memulai minta damai itu ialah Mu'awijah jang mengirim seorang utusannja dengan diam-diam kepada Hasan meminta diadakan damai dengan segera (Tizkarul Chawas, hal. 206, Ahmad Affandi, Fadha'ilis Sababah, hal. 157).
Sepandjang jang dapat diselidiki, jang terachir inilah jang benar, jaitu Mu'awijah jang mendesak segera diadakan perdamaian, karena takut orang-orang Irak, jang sangat mentjintai keturunan Ali akan segera berontak dan melawan. Alasan jang lain jang, membenarkan keterangan ini ialah bahwa dalam pidato Hasan jang diutjapkan di Mada'in, tersebut "Bukankah Mu'awijah meminta kepada kami untuk menjerahkan urusan chalifah ini" (Baqir Sjarif Al-Qurasji, "Haj&tu Al-H&ssui bin Ali", Nedjef, 1956, II: 186).
Sebagaimana orang berselisih tentang siapa jang meminta damai lebih dahulu, begitu djuga banjak perselisihan paham mengenai masa kedjadian perdamaian. Diriwajatkan orang, bahwa tatkala Imam Hasan menjetudjui perdamaian, ia mengirimkan dua orang kepada Mu'awijah jaitu Amar bin Salmah Al-Hamdani dan Muhammad bfn Asj'as Al-Kindi, untuk menegaskan apa jang harus dilakukan.
Mu'awijah menjerahkan djawaban kepadanja, jang berbunji : "Dengan nama Allah jang pengasih lagi penjanjang. Surat ini untuk Hasan bin Ali dari Mu'awijah bin Abu Sufjan. Aku berdamai dengan engkau bahwa urusan pemerintahan ini sesudah aku, akan kukembalikan kepadamu, diperbuat dengan djandji Allah dan Rasulnja Muhammad. Sangatlah tidak benar orang menqambil sesutu dari seorang hambanja jang sudah didjandjikan Tuhan, aku tidak akan membentji lagi engkau dan mengetjammu. Aku berkewadjiban memberikan kepadamu saban tahun seribu dirham dari Baital Mal, dan bagimu tetap memiliki tjukai daerah Basa dan daerah sekitarnja, janq kamu boleh ataur sesukanja" (Baqir Sjarif AlrQurasji, II : 186-187).
Surat pendjandjian ini disaksikan oleh Abdullah bin Amir, Amar bin Salmah Al-Kindi, Abdurrahman bin Samrah dan Muhammad bin Asj'as Al-Kindi, termaktub pada bulan Rabi'ul Achir, tahun 41 H.
Lain daripada itu Mu'awijah mendjandjikan, sebagaimana djuga dalam surat dan dengan lisan, bahwa ia mendjadikan Hasan putera mahkota, djaminan hidup dengan keluarganja dengan djumlah tersebut dan menguasai dua daerah di Persi untuk diperintah sesukanja.
Saja tidak perpandjang kalam tentang hal ini, jang soalnja berbelit-belit, dimana banjak sekali debat mendebat dan surat menjurat, dan dimana kelihatan, bahwa Mu'awijah dengan djandji perdamaian ini memang berniat melakukan politik jang litjik untuk menjingkirkan Hasan dengan keturunannja daripada seluruh pemerintahan dan daerah jang sudah dikuasainja.
Perletakan sendjata tidak dihiraukan, pembunuhan diteruskan dan tjatji maki terhadap keluarga Ali tidak terhenti-hentinja. Lain daripada itu ada jang lebih menjakitkan hati Hasan, jaitu pemerintahan Mu'awijah merupakan keduniaan, penuh dengan pekerdjaan-pekerdjaan jang bertentangan dengan agama Islam, tidak sesuai dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulnja, penuh dengan kezaliman dan sewenang-wenang, sama dengan pemerintahan masa djahiliah sebelum datang Islam, bersifat kapitalistis, feodalistis dan imperialistis jang memeras bangsa-bangsa jang bukan Arab.
Hasan terpaksa membuat perdjandjian lagi dengan Mu'awijah untuk menjelamatkan kepentingan Islam. Bunji perdjandjian jang penting ini adalah sebagai berikut :
"Dengan nama Allah jang pengasih dan lagi penjaiang. Inilah perdjandjian jang sudah disetudjui bersama oleh Hasan bin Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awijah bin Abu Sufjan. Kedua-duanja berdjandji akan menjelamatkan pemerintahan orang Islam, berbuat dan bertindak sepandjanq Kitab Allah dan Sunnah Rasulnja. serta djedjak chalifah-chalifah janq saleh. Mu'awijah bin Abu Sufjan berdjandji sesudahnja tidak akan memberikan pemerintahan ini kepada orang lain, ketjuali kepada orang jang ditundjukkan oleh sebuah musjawarah kaum muslimin.
"Kedua-duanja berdjandji akan memberikan keamanan kepada semua warganegara jang diam diatas bumi Allah, di Sjam, Irak, Hidiaz dan Jaman, Mu'awijah berdjandji akan memberi keamanan kepada semua Sahabat Ali dan Sji'ahnja, baik mengenai keamanan dirinja, harta bendanja, wanita-wanitanja dan anak penaknja. Jang demikian itu didjandjikan Mu'awijah bin Abu Sufjan dengan nama Allah.
"Mu'awijah berdjandji dengan nama Allah untuk tidak mengantjam dan membentji Hasan bin Ali, tidak pula saudaranja, dan tidak pula mengetjam dan membentji salah seorang daripada Ahli Bait Rasulullah s.a.w., tidak setjara diam-diam dan tidak setjara terang-terangan, dan tidak pula membiarkan orang lain berbuat demikian.
,,Perdjandjian ini disaksikan oleh (nama-nama orang janq menjaksikan. diantara lain janq sudah kita sebut di atas, dan ditutup dengan ajat Qur'an dan tjukuplah Tuhan Allah mendjadi saksi dalam perdjandjian ini).
Perdjandjian ini dipetik dari kitab Ibn Sibagh, "Al-Fusul alMSuhimmah, hal. 145. 170, Kasjful Ghummah, hal. 170, Al-Bihar, X: 115, Fadha'ilus Sahabah, hal. 157 dan As-Sawa'iq Al-Muhriqah, hal. 71.
Perdjandjian ini penting sekali, karena ia berisi, bahwa penjerahan pemerintahan kepada Mu'awijah itu dengan sjarat, bahwa ia memerintah sepandjang Kitab Allah, Sunnah Nabinja dan perdjalanan chalifah-chalifah jang salih, bahwa Mu'awijah sesudahnja tidak boleh menjerahkan pemerintahan ini kepada orang lain selain kepada Hasan, djika terdjadi sesuatu, maka pemerintahan itu hanja boleh diserahkan kepada Hussain, bahwa harus terdjamin keamanan umum bagi semua manusia dari segala warna kulit, bahwa Mu'awijah tidak boleh mengusik-usik daerah Irak dan penduduknja, bahwa ia tidak boleh memakai gelar „Amirul Mu'minin," bahwa ia tidak boleh mengubah peradilan agama mendjadi peradilan duniawi, bahwa Mu'awijah dan orang-orangnja harus meninggalkan memaki-maki Ali bin Abi Thalib dan keluarganja, tidak menjebut tentang mereka melainkan jang baikbaik sadja, mendjamin hak-hak penduduk sebagaimana mestinja, bahwa Mu'awijah mendjamin keamanan bagi Sji'ah Ali, dan tidak menjatakan kebentjian terhadap mereka, tidak membalas dendam kepada anak-anak jang ajahnja mati melawan Mu'awijah dalam perang Djamal dan memberikan djaminan hidup kepada mereka, bahwa tjukai dalam daerah Abdjard, suatu daerah jang luas di Persia dekat Ahwaz, jang pernah dibuka oleh orang Islam diatur setjara Islam dan tidak boleh diganggu gugat, bahwa ia melepaskan harta benda jang ada dalam Baital Mal di Kufah diatur setjara mestinja dan dibajar hutang-hutang serta pada tiap tahun diserahkan kepada Hasan seratus ribu dinar untuk mengurus hal itu. Dan selandjutnja Mu'awijah tidak boleh menanam kebentjian untuk Hasan bin Ali, tidak pula untuk saudaranja Husain dan untuk semua Ahli Bait Rasulullah, baik setjara diam-diam maupun setjara terang-terangan serta tidak boleh menanam ketakutan dalam kalangan umat manusia jang diperintahnja.
Dimana perdjandjian ini diperbuat, ahli sedjarah tidak bersamaan pendapatnja, ada jang mengatakan ditengah-tengah tentara jang sedang bertempur antara Irak dan Sjam. lain mengatakan terdjadi di Baital Maqdis (Tarich al-Chamis, II : 323; Encyc. Hustani, VIII : 38) bahkan ada jang mengatakan terdjadi di Azrah, suatu tempat dekat Sjam (Tazkiraful Chawas, hal. 206).
Perdjandjian ini, sebagaimana jang diduga oleh banjak orang, tidak ditepati oleh Mu'awijah. Begitu kekuasaan djatuh kedalam tangannja, menurut Ibn Abui Hadid, begitu berlaku dalam tahun itu djuga kezaliman, jang dilakukan terhadap orang Islam bekas mereka jang pernah pro Ali atau menentang Mu'awijah. Tidak seorang Islam jang tidak takut akan djiwanja, jang tidak ngeri akan pertumpahan darahnja akan ditjulik, dan tak ada tempat minta tolong. Keselamatan umum tidak terdapat. Baital Mal Kufah diganggu, beramal dengan Kitab Allah dan Rasul dilanggar, kedudukan putera mahkota tidak diindahkan, keamanan umum tidak terdapat, larangan memakai gelar "Amirul Mu'minin" tidak diindahkan, hakim-hakim tidak adil dan berbuat semenamena, mentjutji-maki keluarga Ali diteruskan dimana-mana, keamanan umum bagi Sji'ah Ali tidak diperdulikan, tjukai daerah Abdjard diambil, sehingga Baital Mal didaerah itu tidak dapat digunakan untuk kemaslahatan umum. untuk da'wah, untuk mendirikan agama, untuk memperbaiki keadaan masjarakat, untuk menggadji tentara, zakat dan sedekah tidak dapat dilakukan dengan sempurna.
Keadaan ini menimbulkan pertjektjokan antara Hasan dan saudaranja Husain. Husain tidak setudju memperbuat perdjandjian dengan Mu'awijah. Ia berkata : "Moga-moga engkau diberi petundjuk oleh Tuhan. Engkau membenarkan perkataan Mu'awijah, dan mendustakan utjapan ajahmu". Hasan menjabarkannja dan berkata : "Aku lebih tahu dengan urusan ini daripada engkau" (Assaddul Ghabah dll).
Ketjaman Husain ini menjebabkan Hasan mentjari pendapatpendapat orang-orang besar jang mendampinginja, tetapi hampir semuanja menjalankan Hasan membuat perdjandjian dengan Mu'awijah itu, dan hampir semunja setudju dengan Husain, bahwa perkara itu harus diselesaikan dengan pedang terhunus. Abdullah bin Dja'far jang diminta pikirannja oleh Hasan, menjetudjui pendapat Hasan tetapi banjak djuga orang lain jang mendampingi pendapat Husain. apalagi setelah melihat, bahwa orang-orang Mu'awijah meneruskan tjutji-maki Sji'ah Ali dimana-mana, terutama diatas mimbar-mimbar Djum'at, Qais bin Sa'ad, jang terkenal dengan pahlawan besi, berkata : "Tidak, demi Tuhan, tidak engkau mendapati daku dengan Mu'awijah melainkan diantara kilat pedang dan tjelah-tjelah tembakan. Semua orang-orang besar anti Mu'awijah dan mengetjamnja dengan kata-kata jang pedas, serta tidak mau melepaskan pengakuan, bahwa Imam Hasan masih chalifah umat Islam, diantaranjja. Hadjar bin Adi, Adi bin Hatim. Musajjab bin Nudjbah. Malik bin Dhamrah, Basjir Al-Hamdani Sulaiman bin Sharat, 'beberapa banjak pemuka-pemuka Sji'ah. sahabat-sahabat dan tabi'in-tabi'in. Seluruh Irak menjala perang tjutji-maki dan ketjam-mengetjam petjah. dan Husain seakan-akan didorong oleh orang banjak untuk madju kedepan menjerbu kedalam medan perang menghadapi Mu'awijah.
Imam Husain jang baik hati dan manusia jang paling sabar seakan-akan tidak berdaja dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Tjeritera pertempuran ini akan kita uraikan dalam satu bahagian chusus, karena perdjuangan Husain dan sjahidnja merupakan kedjadian jang sutji bagi orang-orang Sji'ah.