sji'ah

sji'ah0%

sji'ah pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Agama & Aliran

sji'ah

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: PROF. DR. H . ABOEBAKAR ATJEH
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 13023
Download: 3661

Komentar:

sji'ah
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 70 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 13023 / Download: 3661
Ukuran Ukuran Ukuran
sji'ah

sji'ah

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

1. HASAN TJUTJU NABI

Hasan bin Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang dari pada dua tjutju Nabi jaitu Hasan dan Husain, anak Fathimah, jang sangat ditjintainja. Dalam kalangan Sji'ah ia lebih terkenal dengan Imam Al-Hasan, dilahirkan di Madinah pada pertengahan bulan Ramadhan tahun ke III H. dan wafat pada tahun ke XIX H. Pada waktu lahirnja Nabi mengutjapkan azan pada telinga kanannja dan sesudah selesai lalu berdiri pada telinga kiri dan memberikan namanja Hasan. Pada hari jang ketudjuh Nabi memotong dua ekor kibas sebagai akikah, mentjukur rambutnja dan melepoh kepalanja dengan harum-haruman, kemudian memberi sedekah dengan emas seberat rambutnja.

Sampai umur tudjuh tahun ia dipelihara oleh neneknja Nabi Muhammad sendiri. Nabi tidak sanggup berpisah dengan Hasan, maupun dengan saudaranja Husain, sebagaimana tidak dapat dipisahkan antara tjahaja matahari dengan matahari sendiri, tidak pernah ditinggalkannja baik malam ataupun siang pada waktu ia sembahjang atau sedang melakukan ibadat dihadapan Tuhan, bahkan kadang-kadang pada waktu ia menerima wahju, jang disampaikan Djibra'il, Hasan pernah mendengarnja dan pernah mengapalkan dan menjampaikan pada ibunja Fathimah, jang pernah mentjeriterakan hal itu pada suaminja Ali.

Bahkan Hasan pernah menaiki kuduk Nabi ketika ia sedang sudjud dalam sembahjang, ,sehingga terpaksa memandjangkan sudjudnja dan kemudian menurunkan anak itu perlahan-lahan dan dengan lemah-lembut.

Pada suatu kali datang pula Hasan kepada Nabi sedang ruku' dalam sembahjang. Nabi terpaksa membuka dua belah kakinja untuk memberi kesempatan tjutjunja keluar masuk diantara tjelah pahanja. Orang berkata kepada Nabi : "Ja Rasulullah, engkau perbuat sesuatu jang belum pernah dikerdjakan orang." "Djawabnja : "Karena ia wangi-wangianku !"

Pada suatu hari Nabi mendjulang Hasan diatas bahu kanannja dan Husain diatas bahu kirinja. Ia bertemu dengan Abu Bakar, jang berkata kepada kedua anak itu : "Tunggangan jang paling nikmat jang kamu tunggangi, wahai anak2". Nabi mendjawab: "Djuga penunggangnja merupakan nikmat jang sangat mesra, karena kedua-duanja merupakan harum-haruman didunia."

Lebih dan satu kali Nabi berkata kepada Hasan: "Baik tubuhmu maupun prilakumu serupa dengan tubuhku dan prilakuku."

Baik menurut paham ahli Sunnah atau Sji'ah, Hasan dan Husain adalah pemuda ahli sorga." Nabi berkata : "Aku mentjintai keduanja, tjintailah kedua anak ini wahai manusia. Barang siapa mentjintai keduanja, ia sebenarnja mentjintai daku, barangsiapa membentji keduanja, ia sebenarnja membentji daku. Orang jang mula-mula masuk sorga ialah aku, Fathimah, Hasan dan Husain. Kedua tjutjuku ini Hasan dan Husain imam dikala berdiri dan duduk."

Imam Ahmad meriwajatkan dari Mu'awijah, bahwa satu hari Rasulullah pernah mengulum bibir dan lidah Hasan dan oleh karena itu Tuhan tidak akan mengazab lidah dan bibir jang pernah dikulum oleh Nabi, demikianlah banjak hadis-hadis jang kita dapati dalam kitab2 Masnad Imam Ahmad, Zacha'irul U'qbah Al-Hanah, karangan Ibn Battah, Hiljatul Aulia, karangan Ibn Nu'aina, Al-Asabah, Sahih Buchari, Muslim, Al-Aqdul Farid, Murudjuz Zahab, dll.

Ahmad bin Abdullah At-Thabari menerangkan dalam Zacha'irul 'Uqbah, bahwa Hasan mempunjai bibir jang- merah, kedua matanja hitam laksana bertjelak, pipinja laksana pauh dilajang, bulu dadanja jang halus, lebat djanggutnja, rambut andamnja mentjapai kupingnja, tinggi tulang pelipisnja, lebar bahunja, awak badannja jang sedang, tidak pandjang dan tidak pendek, memptunjai wadjah jang sangat tjantik, rambut jang berombak, bentuk badan jang sangat indah, tidak ada seorang jang menjerupai Nabi selain daripadanja.

Dalam sahih Buchari masih dapat kita batja, bahwa Chalifah Abu Bakar mendekati Hasan jang sedang bermain dengan anak2 lain, lalu memanggil dan memanggulnja, seraja berkata : "Demi Allah rupamu lebih mirip kepada Nabi daripada kepada Ali." Ia tersenjum.

Hasan adalah seorang jang sangat kuat ibadatnja dalam masa dan zamannja. Apabila ia mengambil air sembahjang, muka dia mendjadi putjat. Dan apabila ia sampai kedalam mesdjid ia berkata : "Wahai ahli perbaikan, telah datang kepadamu seorang djahat, hilangkan segala kedjahatan apa jang engkau ketahui daripadaku dan gantikan ia dengan sifat-sifat jang indah, kelimpahan daripadamu, o Tuhan jang Maha Pemurah !" Dan apabila ia teringat akan mati, akan kubur atau ia mentjeriterakan hari kebangkitan dan Sirath, ia menangis tersedu-sedu. Ia pernah naik hadji dua puluh lima kali setjara berdjalan kaki.

Ditjeriterakan orang bahwa Hasan sangat pemurah. Ia pernah memberikan uang sedekah kepada seoranq peminta-minta seba njak lima puluh ribu dirham, dan lima ratus dinar, jang kebetulan ada ditangannja. Pernah datang seorang Arab meminta-minta, ia perintahkan memberikannja, semua apa jang ada dalam lemarinja. Dihitung, tidak kurang dari seratus lima puluh ribu dirham.

Kehebatan Hasan ini membuat Mu'awijah djadi takut. Mu'awijah pernah berkata : "Tiap-tiap aku melihat Hasan selalu timbul ketakutan dalam diriku tentang kehidupannja, dan aku merasa terhina." Marwan bin Hakam berkata : "Kemurahan tangan Hasan seimbang dengan sebuah gunung."

Lebih aneh, bahwa Hasan tidak bersifat tekebur, ia berdjalan dan bergaul dengan orang-orang miskin, ia pernah turun dari kenderaannja dan makan bersama-sama dengan rakjat djembel jang kemudian diadjak kerumahnja untuk makan bersama-sama. Ia berkata : "Tuhan tidak menjukai orang jang tekebur."

Meskipun demikian pembawaan berani ada padanja. Ia pernah menegur Abu Bakar jang sedang berchotbah berdiri atas tangga mimbar neneknja.

Tatkala Mu'awijah menerima sumpah kesetiaan daripada pengikutnja atas keangkatannja mendjadi chalifah dan merembet nama Ali dan Hasan, jang ketika itu Husain ingin berdiri mendjawab, tapi Hasan menjuruh Husain duduk dan ia sendiri mendjawab : "Wahai penjebut nama Ali. Ini'ah aku Hasan, ajahku Ali, engkau Mu'awijah dan bapakmu tukang tjatut, ibuku Fathimah, sedang makmu Hindun, nenekku Chadidjah, sedangkan nenekmu jang mati terbunuh. Kakekku Rasulullah, sedang kakekmu Harab. moga-moga Tuhan mela'nati tukang pidato jang djelek, keturunan jang buruk, orang terkemuka jang. djahat dan orangorang terdahulu bersifat kufur dan munafik."

Orang-orang jang hadir menjambut dengan seruan amien. Orang-orang Sji'ah jang mendengar kembali utjapan ini menjebut : "Amien, ja Rabbal 'alamien".

Tidak ada djawab jang lebih tepat atas sikap Mu'awijah. Sesudah keradjaan diserahkan kepadanja, dalam pidatonja masih hendak mentjatji keturunan jang lelah menjerahkan keradjaan itu untuk perdamaian. Demikian kata Abui Faradj Al-Asfahani dalam kitabnja "Muqatilut Thalibin".

Memang Hasan membawa sifat petah lidah dalam berbitjara. agaknja sebahagian pusaka dari kakeknja Rasulullah jang paling pasih bahasa Arabnja, dan sebahagian pusaka dari ajahnja Ali sebagai penjair Islam jang terkenal. Sedjak umur tudjuh tahun ia lantjar menghafal firman Allah dan melatih lidahnja dengan sadjak-sadjak kalimat dan susunan bahasa Quraisj.

Mengapa ia memilih damai daripada berperang terus dengan Mu'awijah, jang mengakibatkan ia sampai hantjur sebagai Sjuhada ? Mengenai pertanjaan ini, bermatjam2 djawaban orang. Jang terbanjak, berpendapat bahwa sebagian besar daripada orang2 jang telah bersumpah setia kepadanja, berchianat, karena tertarik kepada djandji-djandji dan kekajaan serta kedudukan jang akan diberikan oleh Mu'awijah. Selain daripada itu adalah pribadi Hasan sendiri jang suka damai dan jang suka baik sangka kepada orang lain, termasuk Mu'awijah, jang diharapkan akan djudjur menepati djandji perdamaian jang ditanda tanganinja.

Hasan tidak menjangka-njangka sedjak semula, bahwa djandji itu akan dichianati oleh Mu'awijah dan dia sendiri akan dibunuh dengan ratjun.

Kitab-kitab Salaf menjebut nama-nama Sahabat dengan penuh kehormatan dan tjinta, begitu djuga terhadap Ahlil Bait, dan melarang membeda-bedakan Sahabat-Sahabat itu antara satu sama lain. Dengan idjma' mereka menetapkan urutan Chulafa'urRasjidin, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, jang berhak sebagai chalifah sesudah wafat Nabi. Tetapi djuga kitab-kitab Salaf mengakui Imam Hasan sebagai chalifah dan termasuk dalam rangkaian chalifah jang pernah disebut Nabi dalam hadisnja, diantaranja jang diriwajatkan oleh Safinah, bunjinja : "Zaman chalifah itu tiga puluh tahun, kemudian tidak ada lagi chalifah, jang ada hanjalah radja-radja jang berkelahi satu sama lain." Batja kitab "Lawa'ihul Anwar" (Mesir, 1323 H. II: 339-341), karangan As-Safarini Al-Hanbali. Dalam kitab itu dikemukakan sebuah hadis, jang diriwajatkan oleh Bazzar dari Abu Ubaidah bin Djarrah, bahwa Nabi pernah berkata : "Permulaan agama ini kenabian dan rahmat lalu disambung dengan chalifah dan rahmat, dan sesudah itu datanglah masa keradjaan dan paksaan." dan pengarang kitab itu memberi komentar bahwa dengan :ini dapat ditetapkan dengan nash, bahwa masa empat orang chalifah merupakan rahmat dan masa pemerintahan Sajjidina Hasan jang lamanja enam bulan sehari. Dan kemudian itu orang tidak berhak lagi memakai gelaran chalifah Rasulullah.

2. PERDJANDJIAN HASAN - MU'AWIJAH

Sesudah Ali bin Abi Thalib sjahid, dibunuh oleh Abdurrahman bin Muldjam, dan Mu'awijah serta Ibn As terlepas daripada rentjana pembunuhan itu, Hasan bin Ali diangkat mendjadi chalifah. dan diakui tidak sadja oleh golongan Sji'ah Ali, tetapi djuga oleh Sunnah wal Djama'ah, sebagai chalifah jang diakui oleh Nabi dalam hadisnja dalam masa tiga puluh tahun (lih. As-Safarini Al-Hanbal, "Lawa'ihul Anwar"" (Mesir, 1323. 11:339).

Tetapi Imam Hasan tidak dapat mendjalankan pemerintahan dengan baik, karena dari satu pihak banjak pengikut-pengikutnja jang telah bersumpah setia kepadanja, berbalik tertarik kepada kekajaan dan kedudukan jang baik, jang didjandjikan Mu'awijah. Dari lain pihak Mu'awijah dengan golongan2nja terus mengintai-ngintai dan membunuh menghantjurkan siapa sadja jang dianggap musuh, termasuk sahabat dan Tabi'in jang hanja karena simpati dan tidak mau menentang Sji'ah Ali dan memaki-makinja.

Dalam pada itu sebahagian dari Sji'ah, jang telah "keluar", meninggalkan induk "alirannja," karena tidak dapat menjetudjui Ali berdamai dengan Mu'awijah dengan bertahkim kepada Quran, merupakan djuga musuh jang berbahaja jang selalu mengintai-intai untuk membunuh dan menghantjurkan, siapa sadja jang tidak setudju dengan pendiriannja dinamakan kafir Islam, dan termasuk orang Mu'min jang mengerdjakan dosa besar, jang tempatnja dalam neraka. Golongan ini ialah Chawaridj.

Memang Hasan tak dapat disangkal mendapat kepertjajaan dan ketjintaan dari rakjat umum karena salihnja, djudjur, pemurah dan baik hati, tetapi apa artinja rakjat umum jang tidak bersendjata itu, sesudah amir-amirnja sebagian besar telah menjebelah kepada Mu'awijah. Memang betul sebahagian besar dari pada ulama-ulama, sahabat dan tabi'in menjebelah pada Imam Hasan, tetapi merekapun tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan dibentji oleh radja-radja dan amir-amir, karena fatwa-fatwa dan adjaran-adjarannja selalu menentang hidup keduniaan jang kadang-kadang banjak menjinggung kebidjaksaan radja-radja dan hidup amir-amir itu diluar Islam.

Desakan fakta-fakta diatas itu, menjebabkan Hasan meninggalkan singgasana kechlifahannja dan mengadakan perdamaian dengan Mu'awijah untuk sementara waktu.

Sebagai jang dikatakan Ibn Chaldun, bermatjam-matjam pendapat ahli sedjarah tentang permintaan damai ini. Ada jang mengatakan, bahwa jang mula-mula meminta damai ialah Hasan, jang mengirimkan Amar bin Salmah Al-Arhabi kepada Mu'awijah (Ibn Chaldun), ada jang mengatakan, bahwa Hasan menulis surat kepada Mu'awijah tentang itu (Ibn Abil Hadid).

Tetapi Ibn Al-Djauzi menerangkan, bahwa jang memulai minta damai itu ialah Mu'awijah jang mengirim seorang utusannja dengan diam-diam kepada Hasan meminta diadakan damai dengan segera (Tizkarul Chawas, hal. 206, Ahmad Affandi, Fadha'ilis Sababah, hal. 157).

Sepandjang jang dapat diselidiki, jang terachir inilah jang benar, jaitu Mu'awijah jang mendesak segera diadakan perdamaian, karena takut orang-orang Irak, jang sangat mentjintai keturunan Ali akan segera berontak dan melawan. Alasan jang lain jang, membenarkan keterangan ini ialah bahwa dalam pidato Hasan jang diutjapkan di Mada'in, tersebut "Bukankah Mu'awijah meminta kepada kami untuk menjerahkan urusan chalifah ini" (Baqir Sjarif Al-Qurasji, "Haj&tu Al-H&ssui bin Ali", Nedjef, 1956, II: 186).

Sebagaimana orang berselisih tentang siapa jang meminta damai lebih dahulu, begitu djuga banjak perselisihan paham mengenai masa kedjadian perdamaian. Diriwajatkan orang, bahwa tatkala Imam Hasan menjetudjui perdamaian, ia mengirimkan dua orang kepada Mu'awijah jaitu Amar bin Salmah Al-Hamdani dan Muhammad bfn Asj'as Al-Kindi, untuk menegaskan apa jang harus dilakukan.

Mu'awijah menjerahkan djawaban kepadanja, jang berbunji : "Dengan nama Allah jang pengasih lagi penjanjang. Surat ini untuk Hasan bin Ali dari Mu'awijah bin Abu Sufjan. Aku berdamai dengan engkau bahwa urusan pemerintahan ini sesudah aku, akan kukembalikan kepadamu, diperbuat dengan djandji Allah dan Rasulnja Muhammad. Sangatlah tidak benar orang menqambil sesutu dari seorang hambanja jang sudah didjandjikan Tuhan, aku tidak akan membentji lagi engkau dan mengetjammu. Aku berkewadjiban memberikan kepadamu saban tahun seribu dirham dari Baital Mal, dan bagimu tetap memiliki tjukai daerah Basa dan daerah sekitarnja, janq kamu boleh ataur sesukanja" (Baqir Sjarif AlrQurasji, II : 186-187).

Surat pendjandjian ini disaksikan oleh Abdullah bin Amir, Amar bin Salmah Al-Kindi, Abdurrahman bin Samrah dan Muhammad bin Asj'as Al-Kindi, termaktub pada bulan Rabi'ul Achir, tahun 41 H.

Lain daripada itu Mu'awijah mendjandjikan, sebagaimana djuga dalam surat dan dengan lisan, bahwa ia mendjadikan Hasan putera mahkota, djaminan hidup dengan keluarganja dengan djumlah tersebut dan menguasai dua daerah di Persi untuk diperintah sesukanja.

Saja tidak perpandjang kalam tentang hal ini, jang soalnja berbelit-belit, dimana banjak sekali debat mendebat dan surat menjurat, dan dimana kelihatan, bahwa Mu'awijah dengan djandji perdamaian ini memang berniat melakukan politik jang litjik untuk menjingkirkan Hasan dengan keturunannja daripada seluruh pemerintahan dan daerah jang sudah dikuasainja.

Perletakan sendjata tidak dihiraukan, pembunuhan diteruskan dan tjatji maki terhadap keluarga Ali tidak terhenti-hentinja. Lain daripada itu ada jang lebih menjakitkan hati Hasan, jaitu pemerintahan Mu'awijah merupakan keduniaan, penuh dengan pekerdjaan-pekerdjaan jang bertentangan dengan agama Islam, tidak sesuai dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulnja, penuh dengan kezaliman dan sewenang-wenang, sama dengan pemerintahan masa djahiliah sebelum datang Islam, bersifat kapitalistis, feodalistis dan imperialistis jang memeras bangsa-bangsa jang bukan Arab.

Hasan terpaksa membuat perdjandjian lagi dengan Mu'awijah untuk menjelamatkan kepentingan Islam. Bunji perdjandjian jang penting ini adalah sebagai berikut :

"Dengan nama Allah jang pengasih dan lagi penjaiang. Inilah perdjandjian jang sudah disetudjui bersama oleh Hasan bin Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awijah bin Abu Sufjan. Kedua-duanja berdjandji akan menjelamatkan pemerintahan orang Islam, berbuat dan bertindak sepandjanq Kitab Allah dan Sunnah Rasulnja. serta djedjak chalifah-chalifah janq saleh. Mu'awijah bin Abu Sufjan berdjandji sesudahnja tidak akan memberikan pemerintahan ini kepada orang lain, ketjuali kepada orang jang ditundjukkan oleh sebuah musjawarah kaum muslimin.

"Kedua-duanja berdjandji akan memberikan keamanan kepada semua warganegara jang diam diatas bumi Allah, di Sjam, Irak, Hidiaz dan Jaman, Mu'awijah berdjandji akan memberi keamanan kepada semua Sahabat Ali dan Sji'ahnja, baik mengenai keamanan dirinja, harta bendanja, wanita-wanitanja dan anak penaknja. Jang demikian itu didjandjikan Mu'awijah bin Abu Sufjan dengan nama Allah.

"Mu'awijah berdjandji dengan nama Allah untuk tidak mengantjam dan membentji Hasan bin Ali, tidak pula saudaranja, dan tidak pula mengetjam dan membentji salah seorang daripada Ahli Bait Rasulullah s.a.w., tidak setjara diam-diam dan tidak setjara terang-terangan, dan tidak pula membiarkan orang lain berbuat demikian.

,,Perdjandjian ini disaksikan oleh (nama-nama orang janq menjaksikan. diantara lain janq sudah kita sebut di atas, dan ditutup dengan ajat Qur'an dan tjukuplah Tuhan Allah mendjadi saksi dalam perdjandjian ini).

Perdjandjian ini dipetik dari kitab Ibn Sibagh, "Al-Fusul alMSuhimmah, hal. 145. 170, Kasjful Ghummah, hal. 170, Al-Bihar, X: 115, Fadha'ilus Sahabah, hal. 157 dan As-Sawa'iq Al-Muhriqah, hal. 71.

Perdjandjian ini penting sekali, karena ia berisi, bahwa penjerahan pemerintahan kepada Mu'awijah itu dengan sjarat, bahwa ia memerintah sepandjang Kitab Allah, Sunnah Nabinja dan perdjalanan chalifah-chalifah jang salih, bahwa Mu'awijah sesudahnja tidak boleh menjerahkan pemerintahan ini kepada orang lain selain kepada Hasan, djika terdjadi sesuatu, maka pemerintahan itu hanja boleh diserahkan kepada Hussain, bahwa harus terdjamin keamanan umum bagi semua manusia dari segala warna kulit, bahwa Mu'awijah tidak boleh mengusik-usik daerah Irak dan penduduknja, bahwa ia tidak boleh memakai gelar „Amirul Mu'minin," bahwa ia tidak boleh mengubah peradilan agama mendjadi peradilan duniawi, bahwa Mu'awijah dan orang-orangnja harus meninggalkan memaki-maki Ali bin Abi Thalib dan keluarganja, tidak menjebut tentang mereka melainkan jang baikbaik sadja, mendjamin hak-hak penduduk sebagaimana mestinja, bahwa Mu'awijah mendjamin keamanan bagi Sji'ah Ali, dan tidak menjatakan kebentjian terhadap mereka, tidak membalas dendam kepada anak-anak jang ajahnja mati melawan Mu'awijah dalam perang Djamal dan memberikan djaminan hidup kepada mereka, bahwa tjukai dalam daerah Abdjard, suatu daerah jang luas di Persia dekat Ahwaz, jang pernah dibuka oleh orang Islam diatur setjara Islam dan tidak boleh diganggu gugat, bahwa ia melepaskan harta benda jang ada dalam Baital Mal di Kufah diatur setjara mestinja dan dibajar hutang-hutang serta pada tiap tahun diserahkan kepada Hasan seratus ribu dinar untuk mengurus hal itu. Dan selandjutnja Mu'awijah tidak boleh menanam kebentjian untuk Hasan bin Ali, tidak pula untuk saudaranja Husain dan untuk semua Ahli Bait Rasulullah, baik setjara diam-diam maupun setjara terang-terangan serta tidak boleh menanam ketakutan dalam kalangan umat manusia jang diperintahnja.

Dimana perdjandjian ini diperbuat, ahli sedjarah tidak bersamaan pendapatnja, ada jang mengatakan ditengah-tengah tentara jang sedang bertempur antara Irak dan Sjam. lain mengatakan terdjadi di Baital Maqdis (Tarich al-Chamis, II : 323; Encyc. Hustani, VIII : 38) bahkan ada jang mengatakan terdjadi di Azrah, suatu tempat dekat Sjam (Tazkiraful Chawas, hal. 206).

Perdjandjian ini, sebagaimana jang diduga oleh banjak orang, tidak ditepati oleh Mu'awijah. Begitu kekuasaan djatuh kedalam tangannja, menurut Ibn Abui Hadid, begitu berlaku dalam tahun itu djuga kezaliman, jang dilakukan terhadap orang Islam bekas mereka jang pernah pro Ali atau menentang Mu'awijah. Tidak seorang Islam jang tidak takut akan djiwanja, jang tidak ngeri akan pertumpahan darahnja akan ditjulik, dan tak ada tempat minta tolong. Keselamatan umum tidak terdapat. Baital Mal Kufah diganggu, beramal dengan Kitab Allah dan Rasul dilanggar, kedudukan putera mahkota tidak diindahkan, keamanan umum tidak terdapat, larangan memakai gelar "Amirul Mu'minin" tidak diindahkan, hakim-hakim tidak adil dan berbuat semenamena, mentjutji-maki keluarga Ali diteruskan dimana-mana, keamanan umum bagi Sji'ah Ali tidak diperdulikan, tjukai daerah Abdjard diambil, sehingga Baital Mal didaerah itu tidak dapat digunakan untuk kemaslahatan umum. untuk da'wah, untuk mendirikan agama, untuk memperbaiki keadaan masjarakat, untuk menggadji tentara, zakat dan sedekah tidak dapat dilakukan dengan sempurna.

Keadaan ini menimbulkan pertjektjokan antara Hasan dan saudaranja Husain. Husain tidak setudju memperbuat perdjandjian dengan Mu'awijah. Ia berkata : "Moga-moga engkau diberi petundjuk oleh Tuhan. Engkau membenarkan perkataan Mu'awijah, dan mendustakan utjapan ajahmu". Hasan menjabarkannja dan berkata : "Aku lebih tahu dengan urusan ini daripada engkau" (Assaddul Ghabah dll).

Ketjaman Husain ini menjebabkan Hasan mentjari pendapatpendapat orang-orang besar jang mendampinginja, tetapi hampir semuanja menjalankan Hasan membuat perdjandjian dengan Mu'awijah itu, dan hampir semunja setudju dengan Husain, bahwa perkara itu harus diselesaikan dengan pedang terhunus. Abdullah bin Dja'far jang diminta pikirannja oleh Hasan, menjetudjui pendapat Hasan tetapi banjak djuga orang lain jang mendampingi pendapat Husain. apalagi setelah melihat, bahwa orang-orang Mu'awijah meneruskan tjutji-maki Sji'ah Ali dimana-mana, terutama diatas mimbar-mimbar Djum'at, Qais bin Sa'ad, jang terkenal dengan pahlawan besi, berkata : "Tidak, demi Tuhan, tidak engkau mendapati daku dengan Mu'awijah melainkan diantara kilat pedang dan tjelah-tjelah tembakan. Semua orang-orang besar anti Mu'awijah dan mengetjamnja dengan kata-kata jang pedas, serta tidak mau melepaskan pengakuan, bahwa Imam Hasan masih chalifah umat Islam, diantaranjja. Hadjar bin Adi, Adi bin Hatim. Musajjab bin Nudjbah. Malik bin Dhamrah, Basjir Al-Hamdani Sulaiman bin Sharat, 'beberapa banjak pemuka-pemuka Sji'ah. sahabat-sahabat dan tabi'in-tabi'in. Seluruh Irak menjala perang tjutji-maki dan ketjam-mengetjam petjah. dan Husain seakan-akan didorong oleh orang banjak untuk madju kedepan menjerbu kedalam medan perang menghadapi Mu'awijah.

Imam Husain jang baik hati dan manusia jang paling sabar seakan-akan tidak berdaja dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

Tjeritera pertempuran ini akan kita uraikan dalam satu bahagian chusus, karena perdjuangan Husain dan sjahidnja merupakan kedjadian jang sutji bagi orang-orang Sji'ah.

3. BANI UMAJJAH DAN HUKUM AGAMA.

Kita ketahui bahwa kehidupan Bani Umajjah dalam masa djahilijah adalah hidup keduniaan. Agamanja hanja terdiri dari pada penjembahan berhala disekitar Ka'bah, jang hanja didatangi apabila ada sesuatu kesusahan dan kesukaran. Pembasmian penjembahan berhala ini oleh Bani Umajjah dilakukan oleh Nabi Muhammad dengan adjaran Islam. Kemenangan jang djatuh dalam tangan Nabi dalam usahanja mengembalikan manusia kepada penjembahan Tuhan jang maha esa, kepada pergaulan manusia jang tidak bertingkat dan berderadjat, baik dalam masa Nabi, maupun Abu Bakar dan Umar, membuat Bani Umajjah putus asa dan tidak ada djalan untuk bergerak kembali menentang Bani Hasjim.

Pembunuhan atas diri Usman bin Affan membuka pintu bagi Bani Umajjah, untuk merebut kembali kekuasaannja dan membalas dendam kepada Bani Hasjim dengan menjerang Ali bin Abi Thalib dan keturunannja jang ingin meneruskan pemerintahan dan adjaran setjara Islam itu.

Permusuhan Bani Umajjah terhadap Alawijah dianggap oleh orang Sji'ah tidak lain daripada permusuhan jang ditudjukan kepada Nabi dengan memakai bungkusan jang lain bentuknja. Kitab-kitab Sji'ah diantara lain "Hajafti Hasan bin Ali" (Nedjef, 1955), karangan Baqir Sjarif Al-Quraisj, menerangkan usaha-usaha Bani Umajjah, dimulai dengan Mu'awijah, mengubah hukum-hukum agama Islam, jang sudah ditetapkan, sesuka-su'kanja dan memberi sifat duniawi kepada tjorak pemerintahannja.

Ia membentji Rasulullah, menukarkan namanja dalam azan, pada permulaan amarahnja, ia tidak sembahjang Djum'at empat puluh kali (An Nasa'ih Al-Kafijah, hal. 97), melebih-lebihi batas hukum Islam, misalnja pada suatu kali menjuruh memotong sedjumlah besar tangan manusia dengan tidak mengadakan pemeriksaan lebih dahulu setjara bidjaksana dan memberi ampunan (AI-Bidajah wan Nihajah, VIII: 136), Islam mentjegah riba. sedang Muawijah membolehkan riba. Atta bin Jassar mentjeriterakan, bahwa Mu'awijah mendjual bedjana mas jang lebih banjak timbangannja, sedang Abu Darda memperingati akan hadis Rasulullah jang mentjegah menukarkan barang jang serupa lebih-melebihi (An-Nasa'ih, hal. 94).

Sebagaimana kita ketahui bahwa diperintahkan azan untuk sembahjang lima waktu jang wadjib dan sembahjang djum'at tidak pada sembahjang sunat atau sembahjang dua hari raja. Tegas Rasulullah mengatakan, bahwa untuk dua hari raja tidak ada azan dan qamat (Sja'rani Kasjful Ghummah, 1:123), dan peraturan ini diteruskan oleh semua chalifah sesudah wafat Nabi (Sunan Abu Dawtod, 1:79). Tetapi Mu'awijah mengubah tjara azan dan qamat ini pada hari raja jang diperintahkan melakukannja, dan dengan demikian menjalani Sunnah Rasul dan Sahabat (Siarah Ibn Abil Hadid, 1: 470).

Kemudian sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam memerintahkan chotbah hari raja sesudah selesai sembahjang, Nabi mengerdjakan demikian dan sahabatnjapun mengerdjakan demikian (Sunan Abu Dawud I: 178), tetapi Mu'awijah mengerdjakan sebaliknja, ia berchotbah lebih dahulu dan sembahjang hari raja kemudian (Abui Hadid II : 470).

Sedang Islam mewadjibkan zakat atas modal jang berkeuntungan, Mu'awijah memungut zakat atas pemberian orang (Taricb AlJa'kubi 11:207).

Kita ketahui bahwa wadjib meninggalkan harum-haruman pada waktu ihram hadji, tetapi Mu'awijah menjalah'nja dan mamfatwakan memakai harum-haruman dalam ihram pada waktu hadji (An-Nasa'ih, hal. 100). Dalam Islam diharamkan memakai bedjana perak dan emas, tetapi Mu'awijah memerintahkan perabot makan diperbuat dari emas dan perak. Tatkala orang memperingatkan kepada hadis Nabi jang mengharamkan semua itu, ia mendjawab : ,,Aku tidak melihat haram" (An-Nasa'ih, hal 101).

Menurut adjaran Islam tidak diperkenankan laki- memakai pakaian sutera, ketjuali pada waktu peperangan, sedang Mu'awijah saban saat memakai pakaian sutera, dikala damai (Tariert Al-Ja'kubi, 11:27).

Lain daripada itu ada jang dianggap Sji'ah lebih kedji lagi. jaitu Mu'awijah mendjual agama dipasar, digadjinja untuk itu Ahnaf bin Qais, Djarijah bin Quddamah dan Djun bin Qatadah. tatkala Hatat bin Jazid tidak mau diupahi seribu dinar, Mu'awijah menambah upah itu dan berkata dengan bangga: „Aku telah membeli dari mereka agamanja untuk kepentingan daku sendiri" (AlKamil III:180).

Pernah anak Mu'awijah menjuruh membunuh Abdurrahman bin Hasan bin Sabit Al-Anshari Al-Chazradji, jang lahir dalam masa Nabi dan penjair terkenal, disuruh bunuh oleh anaknja, karena dalam sjairnja ia menjinggung nama saudaranja perempuan jang belum dapat dipahami betul2 sadjak jang mendalam itu. Untung Mu'awijah menolak dendam dan keangkuhan keluarga ini, sehingga Abdurrahman jang oleh Ibn Hajjan disebut seorang Tabi'in jang sangat djudjur, terlepas dari pada hukuman. Ia meninggal dalam tahun 104 H.

Demikian beberapa tjontoh tentang pelanggaran Mu'awijah terhadap hukum Islam, jang didalam kitab2 Sji'ah dibeberkan pandjang lebar fakta2, disisip dengan ajat8 Qur'an jang telah menggambarkan pelanggaran2 itu. Sji'ah menjebutkan ajat Qur'an disamping idjtihad2 jang menjeleweng daripada pokok8 agama, misalnja :

,,Orang2 jang menggemari dusta, adalah orang2 jang tidak pertjaja ajat2 Allah dan mereka itu adalah pendusta2" (Surat Anhal), ajat 105).

Memang Bani Umajjah banjak sekali mengadakan hadis2 dusta untuk mendjelaskan buruk keturunan Ali, sebaliknja menjuruh mengumpulkan hadis2 tentang keutamaan Usman. Dalam sebuah surat siaran kepada semua pembesar2 dalam keradjaannja, berbunji demikian : „Tjari daripada orang2 jang mentjintai Usman uraian2 jang mentjeriterakan keutamaan atau kelebihannja, hormati orang2 jang demikian itu dan kirimkan kepadaku utjapan2 jang dikemukakannja dengan menjebutkan riwajat hidup orang2 itu".

Surat ini disusul lagi : „Banjak tjeritera' sudah tersiar tentang Usman dalam banjak kota dan bandar, apabila engkau mendengarnja, hubungkanlah dengan riwajat Abu Bakar dan Umar, karena kelebihan keduanja lebih kutjintai, untuk menolak hudjdjah Ahli Bait, jang kebanjakan mendjelek2-kan Usman" (Bagir Sjarif AlQuraisji, Ha jat u Hasan bin Ali, 11:143—145.

Maka dengan demikian lahirlah kegiatan dari pihak Sji'ah mentjari hadis2 mengenai keutamaan Ali bin Abi Thalib, dan dari pihak Mu'awijah mengumpulkan hadis2 mengenai kelebihan Usman, masing2 untuk didjadikan peluru dalam peperangan jang hebat antara keturunan Bani Hasjim dan Bani Umajjah itu.

4. HASAN DAN MU'AWIJAH

Apapun matjamnja kitab Sji'ah, baik dalam bidang agama, bidang sedjarah atau ilmu pengetahuan, pasti berisi didalamnja ketjaman2 terhadap Bani Umajjah, jang dianggapnja sangat kedjam dalam utjapan dan perbuatannja terhadap keturunan Ali dan Sji'ahnja dan jang dianggap menentang Nabi Muhammad dan adjarannja. Dan hal ini dapat kita pahami, karena permusuhan antara Bani Hasjim dan Bani Umajjah sudah terdjadi sebelum Islam, dalam masa kebangkitan Islam dan sambung-menjambung sesudah Islam.

Meskipun dari satu mojang, sifat2 Bani Hasjim itu berbeda sekali dengan sifat2 Bani Umajjah. Sedjarah Islam telah memperlihatkan perbedaan sifat2 ini. Sifat2 Nabi Muhammad menurun kepada anak tjutjunja melalui Fathimah dan Ali, dan sifat2 Abu Sufjan menurun kepada Mu'awijah, Utbah dengan segala keturunannja, meskipun sesudah berubah kejakinannja mendjadi Islam, dari satu pihak, lebih menerangkan hidupnja kepada achirat, dari lain pihak kelihatan dalam hidupnja keduniaan.

Dendam Abu Sufjan jang tidak dapat ditudjukan kepada Nabi Muhammad dimasa hidupnja, karena kekalahannja jang total, dilepaskan oleh anak tjutjunja dengan sepuas'nja kepada keturunan Ali bin Abi Thalib dan Sji'ahnja. Menurut orang Sji'ah, Abu Sufjan masuk Islam hanja karena terpaksa untuk menjelamatkan dirinja dari kehantjuran, tetapi ia masih mendendam dalam hatinja. Hal ini ternjata sesudah wafat Nabi, dikala Abu Sufjan mendatangi kubur Hamzah dan berkata : „Bangkitlah engkau dan lihat bahwa kekuatan sudah kembali kedalam tangan kami." Pertama kali ia menggunakan kelemahan Usman bin Affan, salah seorang Bani Umaijah jang mendjadi sahabat besar dan menantu Nabi, untuk memasukkan anak2nja kedalam susunan pemerintahan, diantaranja Mu'awijah.

Nabi tahu akan kelakuan Abu Sufjan ini, djika tidak, Nabi tidak akan mela'nat atau mengutuknja pada suatu hari, tatkala Abu Sufjan duduk diatas unta merah menuntun unta jang diatasnja duduk Mu'awijah dan Utbah. Nabi berkata : „Ja Tuhanku ! Laknatilah orang jang mengenderai dan jang menuntun !"

Rupanja utjapan kutukan ini diingat oleh Mu'awijah, dan ia menanti datangnja kesempatan untuk melepaskan dendamu ia dikala berkuasa. Maka dimakinja Ali, jang menurut orang Sji'ah tidak lain dikehendakinja melainkan Nabi Muhammad sendiri. Sedang Nabi tahu akan hal itu dimasa hidupnja dan pernah berkata : „Barang-siapa memaki Ali, ia sebenarnja memaki daku, dan barangsiapa memaki daku, ia sebenarnja memaki Allah (Hakim, Al-Mustadrak).

Memang benar sebagaimana dikatakan Sji'ah (Ibn Abil Hadid, Mughnijjah) bahwa sedjak berkuasa Mu'awijah menghamburkan tjatji-makian terhadap Ali dengan keturunannja. Di Kufah Mu'awijah naik diatas mimbar dan dalam chotbahnja itu dikatakannja bahwa sjarat2 perdjandjian jang sudah diperbuat dengan Hasan tidak berlaku lagi dan sudah diindjak2nja, meskipun sjarat2 itu sudah ditanda tanganinja. Pengakuannja dalam perdjandjian itu, bahwa Mu'awijah akan beramal sepandjang Kitabullah dan Sunnah Nabinja, bahwa ia tidak berbuat sesuatu djandji baru dengan seseorang lain ketjuali dalam musjawarah dengan orang Islam, bahwa ia mendjamin keamanan tiap penduduk keradjaannja daripada pertumpahan darah, kehormatan dan harta benda, dan bahwa ia meninggalkan memaki-maki Ali bin Abi Thalib, semua perdjandjian itu dilanggarnja dan dinjatakan pelanggaran itu dalam chotbah Djum'at di Kufah.

Mu'wijah tidak sadja sendiri memaki Ali, tetapi memerintahkan semua pegawai'-nja dan chatib2 Djum'at diseluruh keradjaannja, mala'nati Ali diatas mimbar dan memutuskan semua perhubungan dengan anak tjutjunja (Ibn Abil Hadid, Dala'ilus Sidiq III, 15). Bertahun lamanja orang menggunakan tjara ini dalam ibadah, sehingga orang melupakan firman Tuhan jang berbunji :

„Allah menghendaki membersihkan segala ketjemaran ahli rumahmu dan mengurniai kesutjian jang sebenar2nja kepadamu" (Al-Qur'an).

Berbeda sekali dengan sifat Rasulullah jang tidak ingin membalas dendam kepada Abu Sufjan. Kita ketahui dari sedjarah, bahwa Abu Sufjan dan isterinja Hindun sangat kedjam menghadapinja dalam politik dan peperangan, tetapi kedua'nja diampuni pada hari Fath Mekkah dan rumah Abu Sufjan sama dengan Masdjidil Haram dinjatakan sebagai tempat jang aman bagi semua orang jang merasa dirinja bersalah. Dalam pada itu keturunan Abu Sufian berbuat sebaliknja kepada anak tjutju Nabi.

Tatkala Hasan bin Ali pada suatu hari masuk kerumah Mu'awijah dimana terdapat Amr bin Ash, Walid bin Uqbah, Uqbah bin Abi Sufjan, Mughirah bin Sju'bah, bukan sadja ia tidak menghormati, tetapi mengetjam dan memberi 'aib kepada tjutju Nabi jang sangat ditjintai itu.

Dikala itu Hasan tidak dapat menguasai dirinja. Maka iapun mengeluarkan utjapan jang tadiam jang kemudian mendjadi bahan peledak memetjahkan perkelahian turun-temurun dan ber-tahun" Saja tidak ingin menterdjemahkan seluruh pidato ini. tetapi tidak dapat saja elakkan beberapa kalimat janq berisi kebenaran dan jang menggambarkan sikap orang2 besar Bani Umajjah ketika itu.

Hasan berkata kepada Mu'awijah : ,,Wahai Mu'awijah! Tidak ada artinja ketjaman dan edjekan mereka, tetapi ketjamanmu lebih lagi kedji terhadap kami, jang merupakan permusuhan dengan Muhammad dan keluarganja. Moga' Tuhan memberi petundjuk kepadamu. Ketahuilah bahwa mereka jang mengetjam itu pernah sembahjang kearah dua kiblat, sedang engkau ketika itu menentang, engkau melihat sembahjang itu suatu kesesatan dan menjembah Lata dan Uzza itu suatu kebadjikan ! Engkau mengetahui, bahwa mereka jang mengedjek daku pernah bersumpah dua kali, jaitu bai'at Fatah dan bai'at Ridhwan, sedang engkau ketika itu masih kafir. Tahukah engkau, bahwa ajahku jang engkau maki itu adalah orang jang mula2 iman, sedang engkau hai, Mu'awijah, dan ajahmu adalah mu'allaf, jang menjembunjikan kekufuran dan melahirkan ke-islamannja.

Kemudian apakah tidak engkau tahu bahwa ajahku jang engkau tjela itu adalah pemegang pandji2 Rasulullah dalam perang Badar, sedang pandji' orang musjrik ditanganmu dan ditangan ajahmu ? Siapa jang membawa pandji2 Nabi dalam perang Uhud, dalam perang Ahzab dan dalam perang Chaibar ?"

Hasan melandjutkan : „Tidakkah engkau ketahui, bahwa Rasulullah pernah mela'nati ajahmu Abu Sufjan tudjuh kali, pertama pada waktu ia keluar dari Mekkah ke Thaif membawa seruan Islam, sedang ajahmu mendustainja, kedua pada hari Badar, ketiga pada hari Uhud, dikala Abu Sufjan meneriakkan sandjungan kepada Hubal, dan Nabi mela'nati Hubal itu, keempat pada hari Ahzab, kelima pada hari Hudaibijah, keenam pada hari Aqbah dan ketudjuh pada hari Rasulullah melihat ajahmu mengendarai unta merah. Memang sudah njata permusuhanmu terhadap Nabi Muhammad dan keluarganja" (As-Sji'ah wal Hakimun, hal. 72—73).

Letusan kata2 ini mengakibatkan peperangan kutuk mengutuk jang berlarut-larut. Dendam dari dua belah pihak bertambah mendalam, dendam antara keluarga dengan keluarga, antara Bani Hasjim dan Sji'ahnja dengan Bani Umajah, jang gemarja sampai sekarang ini masih terdapat dalam lisan dan tulisan dari kedua pihak.

Ditjeriterakan orang, bahwa pada suatu hari Mu'awijah mendatangi orang2 Quraisj. Semua orang berdiri menghormatinja, ketjuali Ibn Abbas. Mu'awijah berkata : „Usman dibunuh setjara zalim". Ibn Abbas mendjawab : Umar bin Chattab dibunuh setjara zalim". Mu'awijah berkata : "Umar dibunuh oleh seorang kafir". Ibn Abbas bertanja : „Siapa jang membunuh Usman ?" Djawab Mu'awijah : „Dibunuh oleh orang Islam." Kata Ibn Abbas : „Itu lebih tjelaka lagi, karena kedua2nja mendjadi kafir."

Mu'awijah menulis surat kesegala sudut keradiaannja untuk membeikot Sji'ah Ali dan membantu serta mentjintai Sji'ah Usman. Pernah Mu'awijah menerangkan dalam sebuah surat kepada gubernurnja, menjuruh mengumpulkan riwajat2 keutamaan sahabat2 dan mengemukakan tentang riwajat Abu Turab (Ali bin Abi Thalib) dengan tjorak mengurangi nilainja.

Djuga usaha2 mendjatuhkan Ali ini tidak hanja tinggal dalam utjapan tetapi dilaksanakan dalam hukuman jang berat, kepada mereka2 jang dianggap bersekutu dengan keluarga Ali. Kita ambil sebagai tjontoh Hadjar bin Adi, salah seorang sahabat Rasulullah, sahabat Ali dan Hasan, seorang zahid dan ahli ibadat, seorang pahlawan jang gagah perkasa, jang pernah menundjukkan keberaniannja dalam perang mendjatuhkan Sjam dan Qadisijah. turut dalam perang Djamal, Sjiffin dan Nahrawan. Kemudian ia berbaik dengan Mu'awijah dan mendjadi seorang pegawainja jang ta'at. Hanja satu perkara ia tidak ingin mengerdjakannja, jaitu memaki Ali diatas mimbar, hal ini ketahuan, lalu diputuskan sebagai dosa besar dan dia dengan teman2nja dibunuh.

Shifi bin Fusail diperintahkan memaki Ali, tetapi tidak ingin mengerdjakannja. Oleh karena itu ia disuruh pukul sampai djatuh ter-sungkur2 kebumi, kemudian ditanjakan kepadanja : „Apa katamu tentang Ali ?" Djawabnja, bahwa ia tidak akan mengatakan lain, ketjuali apa jang sudah diketahui tentang keutamaannja. Shifi mendjadi korban kekedjaman Zijad. Dr. Taha Husain menulis dalam kitabnja „Ali wa Banuh", bahwa Shifi itu adalah anggota golongan Hadjar, jang terdiri dari orang2 Islam jang saleh dan banjak membantu Nabi dalam menjiarkan agama Islam. Banjak anggota golongan ini jang dibunuh.

Banjak lagi korban2' jang lain jang disiksa dan dibunuh atas perintah Mu'awijah oleh Zijad atau algodjo2nja, hanja karena tidak mau mentjertja Ali didepan umum atau dianggap simpati dengan keturunan Ali. Hal ini kita bitjarakan dalam suatu bahagian chusus.

5. JAZID BIN MU'AWIJAH DAN MU'AWIJAH BIN JAZID

Kekedjaman Mu'awijah sampai kepada anaknja, Jazid bin Mu'awijah, dalam sikapnja terhadap Sji'ah. Sedjarah Jazid harus ditulis dengan air mata darah, karena dalam masa pemerintahannja jang hanja berlaku tiga tahun delapan bulan, tidak sedikit pertumpahan darah dan air mata jang dilakukannja untuk melandjutkan pembalasan dendam terhadap keturunan Ali, jang sudah dimulai oleh ajahnja Mu'awijah.

Kekedjaman Jazid dalam membunuh Husain, menjembelih anak-anak dan pembantu-pembantunja, begitu djuga memberi aib kepada wanita-wanitanja, ditambah dalam tahun kedua dengan memperkosa kota Madinah jang sutji serta membunuh ribuan penduduknja, tidak kurang dari tudjuh ratus orang dari Muhadjirin dan Anshar serta sahabat-sahabat besar Nabi, dengan kekedjian sebagai penutup pada tahun jang ketiga dari pemerintahannja, jaitu menembak Ka'bah dengan meriam, untuk menghancurkan rumah sutji itu.

Kitab-kitab Sji'ah mentjeriterakan kedjadian-kedjadian ini dengan ngeri dan penuh rasa dendam. Diantara pengarang ada jang berkata, bahwa djika Mu'awijah dimasa-masa itu masih hidup dan melihat apa jang diperbuat oleh Jazid, nistjaja ia akan berkata : "Engkau sama dengan daku dan aku sama dengan dikau, sama-sama dari anak Hindun, jang pernah mengunjah hati Hamzah!" (Mughnijah dalam Asj-Sji'ah wal Hakimun, hal. 88).

Memang djika kita perhatikan djalan sedjarah dan tjeritera-tjeritera jang terdjadi disekitar zaman pemerintahan Mu'awijah dan Jazid, tak dapat tidak djantung kita berdebar-debar melihat permusuhan jang sangat kedjam diperbuat Mu'awijah dan anaknja terhadap keturunan Bani Hasjim. Meskipun kita bukan orang Arab, tidak termasuk kesana dan tidak termasuk kemari, hati kita diketok oleh perasaan Islam, lalu mengukur kedjadian-kedjadian itu tidak selajaknja terdjadi demikian rupa diantara sesama pemeluk Islam.

Sesudah kedjadian jang ngeri dan menjeramkan bulu roma di Karbala, di Madinah dan di Mekkah, diangkatlah Ubaidillah bin Zijad penguasa di Kufah. Kekedjaman Ubaidillah ini disaksikan pula oleh sedjarah, tidak kalah dengan kekedjaman ajahnja Zijad dalam membasmi sisa-sisa Sji'ah Ali, memendjarakannja, mentjuliknja, membunuhnja, menjulanja, memotong tangan dan kakinja, kekedjaman-kekedjaman jang sebenarnja tidak diperkenankan dalam adjaran hukum peperangan Islam. Kesalahan-kesalahan jang didjadikan sebab adalah persoalan jang ketjil-ketjil, misalnja masih memudji-mudji Ali bin Abi Thalib, mengetjam Ibn Zijad atau salah seorng pegawai Bani Umaijjah. kesalahan ini sudah tjukup untuk mendjatuhkan hukuman berat kepada penduduk Kufah, diantaranja terdapat sahabat Nabi atau Tabiin.

Masih diingat orang kalimat-kalimat jang ditulis Jazid kepada penglimanja Umar bin Sa'ad jang berbunji : "Kepung Husain dan sahabat-sahabatnja, bunuh mereka dan robek-robek tubuhnja biar mereka rasai.

Djika Husain sudah terbunuh, indjak-indjak dada dan punggungnja dengan tapak kaki kuda. Aku tidak melihat tidak lajak perbuatan sematjam itu bagi pembalasan. Djika engkau langgar perintahku engkau akan menerima balasan, atau serahkan pekerdjaan ini kepada Sjamar bin Zil Djaus, jang akan melakukannja."

Hal ini tersebut dalam kitab "Al-Madjalisul Husainijah".

Kengerian ini mulai reda dalam masa pemerintahan anak Jazid, jang bernama Mu'awijah II atau Mu'awijah bin Jazid, tetapi belum habis sama sekali.

Menurut Abui Mahasin dalam kitabnja "An-Nudjumul Zahirah" (1929, 1: 164), Mu'awijah bin Jazid dalam chotbah pertama mulai menggunakan nama Ali bin Abi Thalib dengan kehormatan dan mengakui kesalahan-kesalahan orang tuanja. Dengan air mata bertjutjuran ia mengaku do'a orang tuanja mengadakan pembunuhan jang kedjam atas keluarga Rasulullah, menghalalkan jang haram dan merusakkan Ka'bah, serta ia berdjandji, tidak akan mengikuti lagi djedjak itu (lih. Asj-Sji'ah wtal Hakimun, hal. 90).

Demikianlah kita lihat perang saudara jang hebat ini, jang mula-mula tidak mengenal lagi prikemanusiaan, lama-kelamaan berangsur reda, tetapi gema dendam masih sampai sekarang berombak dalam kitab-kitab Sji'ah.