6. HUSAIN DAN KARBALA.
Orang bertanja kepada ketua Mahkamah Sjar'ijah Agung Dja'farijah di Beirut, Sjeih Muhammad Djawad Mughnijah, jang pada waktu ini merupakan tokoh penting dalam mazhab Sji'ah mengapa perajaan Karbala itu dichususkan untuk memperingati Imam Husain sadja, mengapa tidak neneknja Muhammad atau ajahnja Ali, apakah Husain itu lebih penting daripada neneknja dan ajahnja itu.
Dalam djawaban Sjeih Muhammad Djawad Mughnijah, jang dimuat pandjang lebar dalam madjalah „Risalah Al-Islam" tahun 1959, Djuli, dengan kepala „Sjiah dan Hari Asjura", didjelaskan duduk perkaranja jang sebenarnja menurut paham Sji'ah. Orang2 Sjiah tidak melebihi seorang djuapun lebih daripada Rasulullah. Mereka menganggap Nabi Muhammad itu dalam Islam se-baik2 machluk Tuhan dengan tidak ada ketjualinja. Sesudah Nabi Muhammad tidak ada jang lebih mulia daripada Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib itu pernah membanggakan dirinja dengan berkata : „Aku adalah seorang tukang tambal sepatu Rasulullah" Dan ia berkata : „Apa bila peperangan sudah selesai, maka kegembiraan jang sebesar-besarnja bagi kami ialah bergaul dengan Rasulullah". Memang Sji'ah Imamijah menganggap bahwa Muhammad itu tidak ada jang menjainginja dalam keagungan, malaikat tidak, rasul2 lainpun tidak, bahwa Ali bin Abi Thalib hanjalah chalifah jang berhak sesudah ia wafat, bahwa Ali bin Abi Thalib adalah keluarganja dan sahabatnja jang terbaik. Adapun penghormatan Husain pada tiap2 tahun selama sepuluh hari berturut-turut di Karbala, jang terkenal dengan Asjura, tidak lain maksudnja ialah untuk mempertahankan dan mengabadikan pendirian itu serta melaksanakannja dalam bentuk tindakan jang kelihatan.
Hal ini akan lebih djelas, djika diketahui rahasia2 jang dikandung peringatan tersebut, sebagai berikut.
1: Sebagaimana diketahui Rasulullah kawin tatkala dia berumur 25 tahun dan wafat pada waktu berumur 63 tahun. Setahun Rasulullah tidak beristeri setelah wafatnja Chadidjah. Kemudian ia kawin dan banjak istrinja, sehingga ia pernah mengalami perkawinan dengan sembilan isteri dalam suatu masa hidup. Masa perkawinan itu tidak kurang dari 37 tahun. Dari perkawinan dengan Chadidjah ia beroleh dua orang anak laki2, jang tjantik dan sutji, seorang bernama Qasim dan seorang bernama Abdullah, ke-dua2nja mati diwaktu masih ketjil. Dari perkawinan dengan Chadidjah itu djuga dia beroleh-empat anak -perempuan,--masing2 bernama Zainab, Ummu Kalsum, Ruqajjah dan Fatimah. Semuanja masuk Islam, semuanja kawin dan semuanja wafat dikala hiddupnja, ketjuali hanja tinggal seorang mainan mata dan kenangan kepada keluarganja jang sudah tidak ada jaitu Fatimah. Memang Rasulullah dikurniai lagi seorang anak laki" dari isterinja jang bernama Marijah Qubtijah jang diberi nama Ibrahim, anaknja inipun diwaktu ketjil diambil Tuhan, ia meninggalkan ajahnja dalam keadaan sepi dan sunji itu, dalam keadaan ia mentju-tjurkan air mata karena sedihnja, berpulang kerahmatullah dalam umur hanja setahun sepuluh bulan dan delapan hari. Tidak ada lagi tunasnja, tidak ada lagi keturunannja, jang dapat menghiburkan dia dalam keluarga, jang menjambungnja dalam keturunan, ketjuali dengan Fatimah dan dua orang anaknja jang diperolehnja dari perkawinan dengan Ali jaitu Hassan dan Husain. Merekalah jang merupakan keluarganja, merekalah jang merupakan harapan dan kemenangan, mainan mata dan hiasan rumah tangganja.
Fatimah, Ali, Hasan dan Husain itulah satu2 empat tunggal keturunan Nabi, satu2nja ketenangan dan kebanggaan kaum muslimin sesudah wafat Nabi. Jang lain tidak ada, tidak ada keluarganja dan tidak ada keturunan jang ditinggalkan dalam bentuk rumah tangganja jang sebenarnja. Tetapi Fatimah wafat pula, hanja sesudah 72 hari ajahnja kembali kepada Tuhan. Tinggallah rumah tangga Nabi jang gelap gulita itu, djika tidak diterangi oleh tiga sumber tjahaja dan sumber hiasan, jaitu Ali, Hasan dan Husain. Kemudian Ali dibunuh orang pula, dan hanja tinggal dua „Ketjantikan", dua Hasanah. Ketjintaan kaum Muslimin berkumpul pada kedua anak ini, dahulu mereka dapat menumpahkan tjinta dan ichlas kepada Nabinja jang mulia, sekarang tak ada lagi salurannja ketjuali kepada tjutjunja itu, kepada kedua tjutjunja, jang hanja merupakan keturunan dan jang hanja merupakan Ahli Baitnja.
Tidak berapa lama kemudian Hasan pergi pula menemui Tuhannja, sehingga dari Ahli Baitnja hanja tinggal satu2nja jaitu Husain. Seluruh bentuk rumah Rasulullah kembali kepada kepribadiannja. Satu'nja tempat melihat Nabi ialah Husain, satu2nja jang dapat merupakan kenang2an kepada keluarganja ialah Husain, hanja Husain jang dapat menampung seluruh ketjintaan kaum Muslimin karena dialah satu2nja jang mewakili Ahli Bait Nabi, jang mewakili Nabi, jang mewakili Ali, jang mewakili Hasan dan jang nrewakili dirinja sendiri. Tjinta akan tidak dapat terpentjar kepada jang lain. sebagaimana seluruh kenangan2 kepada keluarga Nabi akan berpusat kepadanja ....
Tjobalah kenangkan djika saudara mempunjai lima orang anak jang sama ditjintai kemudian mati satu persatu sehingga tinggal seorang sadja. Akan tak dapat tidak tjinta kepada jang seorang itu berlipat ganda, karena kepadanja berkumpul seluruh tjinta kepada jang sudah tidak ada itu.
Djika kita mengerti jang demikian itu, barulah, kita paham akan utjapan Zainab. jang meratapi saudaranja Husain, dikeluarkan pada hari jang kesepuluh dalam bulan Muharram : „Pada hari ini wafat nenekku Rasulullah, pada hari ini pula mati ibuku Fatimah, pada hari ini ajabku Ali dibunuh dan pada hari ini saudaraku Hasan diratjuni". Dengan pengertian diatas itu djuga baru dapat kita memahami apa jang pernah diutjapkan Husain, beberapa saat sebelum djiwanja ditjabut musuh katanja kepada tentara Jazid : „Demi Tuhan tidak ada lagi ditimur dan dibaratpun putera anak perempuan lagi ketjuali aku jang berdiri didepanmu, tidak pula ada keturunannja didepan orang selain kamu semua."
Pintu rumah Rasulullahpun tertutuplah dengan pembunuhan atas diri Husain, tidak ada lagi tinggal dari keluarganja barang seorangpun, sedang ia itu merupakan perlambang bagi rumah Nabi seluruhnja dan kenang'an hidupnja kepada semua umat Islam.
2. Matinja keturunan Nabi ini tak dapat tidak merupakan suatu kedjahatan besar jang tidak ada taranja. Hari itu tidak dapat diartikan hari peperangan dan hari pembunuhan jang biasa, hari itu adalah hari pertumpahan darah dan hari pembasmian seluruh keluarga Nabi besar dan ketjil. Dari seluruh pendjuru diadakan serangan, dari seluruh pendjuru dihadapkan dendam jang dipuaskan sepuas-puasnja kepada keluarga Nabi. Mereka diboikot makan dan minum berhari2 dengan tidak ada rasa belas kasihan kepada manusia. Tatkala keluarga Nabi itu sudah dilumpuhkan, karena mereka laki2 dan perempuan lebih mengutamakan mati kelaparan dan dahaga daripada menjerah diri kepada musuh jang kotor, diserbulah dari segala djurusan dengan pelepasan panah, pelemparan beling dan batu, ditetak dan ditjentjang dengan pedang dan ditikam ditusuk dengan tombak sepuasanja dengan kedjamnja. Tatkala semua sudah djatuh kepalanja lalu dipenggal, badannja disuruh indjak2 dengan kaki kuda, diseret kesana dan kemari sebagai mainan. Kekedjaman ini belum memuaskan tentara Jazid, sebelum anak2 ketjil jang mendjerit2 karena kematian ibunja diindjak2 perutnja, sebelum mereka dengan tempik sorak kegembiraan melemparkan api jang me-njala2 ke-tengah2 perempuan jang panik dan tidak berdaja itu.
Kita tidak mengetahui, apakah pekerdjaan ini dianggap baik oleh orang jang mentjintai Nabinja, dapat disetudjui oleh orang jang membesarkan Nabinja serta keluarganja itu. Apakah hal itu tidak menegakkan buluroma menghadapi kedjadian itu dengan penuh ketakutan. Kedjadian jang berlumuran darah ini tak akan dapat dilupakan selama hajat dikandung badan.
Tatkala Jazid membasmi pemberontakan Husain itu dengan menggunakan pedang terhunus, ada seorang utusan Kaesar Masehi datang kepadanja dan berkata : „Ditempat kami masih terdapat seorang tukang mengurus keledai Isa, jang sampai sekarang kami biarkan dia hidup bahagia. Dari seluruh sudut bumi orang datang ziarah kepadanja, pergi melepaskan nazar dan mengantarkan hadiah. Kami menghormati tukang keledai itu sebagaimana kamu menghormati kitab sutjimu. Sekarang nampaklah padaku bahwa kamu itu berada diatas djalan jang salah". Mughnijah mengatakan moga2 Tuhan mendjadikan kedjadian di Karbala ini suatu kedjadian jang tersebar dalam sedjarah, suatu kedjadian jang abadi, jang pernah dikenal oleh kitab2 tarich dibumi, karena kedjadian itu memang merupakan kedjahatan jang sangat menghinakan dan menjakitkan diantara kedjahatan jang pernah berlaku diatas muka bumi ini.
Husain dalam kalangan Sji'ah dan orang2 arif jang bidjaksana, jang mengetahui sedjarah dan maksud tjutju Rasulullah tidaklah merupakan suatu nama orang sadja. Husain merupakan bagi mereka simbul dan perlambang jang lebih dalam, simbul kepahlawanan, kemanusiaan dan kesempurnaan tjita2, suluh dan penerangan bagi agama dan sjari'at, tjontoh perlawanan dan pengorbanan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Dalam pada itu adalah Jazid bagi golongan Sjji'ah tidak lain daripada suatu perlambang kedjahatan, perbudakan dan pendjadjahan, tjontoh jang kedji dan rendah, tjontoh kerusakan budi jang tidak ada taranja dari satu pihak kedjahatan, kerendahan budi, kehantjuran kehormatan, pertumpahan darah manusia, kesombongan dan keangkuhan, perampasan hak dan pelanggaran hukum, semua itu adalah nama Jazid dan perbuatannja. Sebaliknja ketenangan, keichlasan, keagungan dan keutamaan, ketinggian budi, inilah nama Husain dan prinsip hidupnja. Seorang penjair Sji'ah memudji Husain dalam gubahannja dan mengatakan, bahwa tiap tempat itu Karbala dan tiap zaman itu Asjura untuk kenang'an kepada Husain.
Maka oleh karena itu orang2 Sji'ah menganggap, bahwa menghidupkan kepahlawanan Husain serta mengabadikan djihad nja dan prinsip hidupnja sama dengan menghidupkan kebenaran, kebadjikan dan kemerdekaan, pengorbanan dirinja, keluarganja dan sahabat'nja terhadap kezaliman Jazid dan teman2nja adalah wadjar.
Anak Muawijah itu hendak menghantjjurkan Ahli Bait Nabi dan memadami tjahaja Tuhan serta menggunakan Kalimatul Ulja untuk menaburkan kedjahatan dan kezaliman dan dia menjangka bahwa dia akan menang serta hendak menjudahi tampuk kemenangannja itu dengan membunuh "Husain, ketahuilah bahwa kemenangannja itu gagal dan hantjur. Disamping kehantjuran Bani Umajjah, timbul peringatan Karbala dan peringatan Husain jang berdjalan sampai hari kebangkitan. Demikian pendirian Sji'ah.
Hal ini sudah diperingatkan Zainab kepada Jazid tatkala ia berpidato menerangkan : „Hai Jazid, engkau menjangka bahwa engkau dengan memangkas diri kami akan menguasai bumi Tuhan jang luas dan langit Tuhan jang membumbung keangkasa dan dengan menghinakan kami sebagai engkau menghinakan tawanan2, bahwa kami akan dihinakan Tuhan dan engkau akan dimuljakannja ? Tidak, tjamkanlah. Tuhan tidak akan mengubak ketjuali dagingmu. Meskipun pidatomu ber-api2, aku tidak merasa ketjil menjerahkan diri kepada kekuasaanmu, engkau tidak akan dapat membesarkan perkosaan, engkau tidak dapat merampas kami. Kemegahanmu boleh engkau perbesarkan, kekajaanmu boleh engkau timbun2 dan perlawanan boleh engkau perbesar dan engkau perkuat, tetapi demi Tuhan engkau tidak dapat menghilangkan semangat jang ada pada kami, engkau tidak dapat menghilangkan djiwa kami, engkau tidak dapat merendahkan kami dari pada kedudukan kami. Pendapatmu hanja merupakan chajal, zaman kekuasaanmu hanja merupakan bilangan hari dan kesatuanmu hanja merupakan kekuatan sementara."
Utjjapan Zainab ini segera terbukti. Jazid dan chalifahnja djatuh satu persatu. Dinasti Umajjah tidak ada setengah abad sesudah pembunuhan Husain hantjur lebur. Orang2 Islam melaknatkan Jazid, dan berkumpul memperingati Imam Husain pada hari pembunuhannja dan hari kelahirannja pada tiap2 tahun. Mesir bangkit memukul rebananja pada hari lahir Imam dan hari wafat Imam Husain dan hari lahir saudaranja sebagai pahlawan2 Karbala. Bukanlah hanja orang2 Sji'ah sadja jang merajakan peringatan Husain itu, tetapi semua orang Islam, baik Adjam atau Arab, pada tiap sempat dan tempat. Kadang2 berlainan tjaranja, tapi tudjuan dan maksudnja satu dan bersamaan.
Mughnijah mentjeritakan, bahwa ia pernah membatja dalam madjalah „Al-Ghadi", jang terbit di Mesir, Pebruari tahun 1959, sebuah karangan jang berkepala „Maulid Sajjidah (Zainab dan hari-hari besar umat Arab".