4. SEDJARAH MAZHAB AHLIL BAIT
Sebenarnja bukan tidak beralasan, baik Bani Umajjah maupun Bani Abbas, menuduh Sji'ah Ali senantiasa kalah menggerakkan pemberontakan rakjat terhadap pemerintahan mereka. Djiwa pengadjaran Islam dalam daerahnja banjak dititik beratkan kepada kehidupan duniawi, melalui djalan kasar atau djalan halus terhadap ulama-ulamanja, sedang adjaran Islam menurut mazhab Ahlil Bait lebih banjak ditekankan kepada kehidupan dunia dan achirat.
Djiwa pengadjaran Imam As-Shadiq diantara lain adalah kemerdekaan roh, jang sangat dihargakan tinggi oleh Islam, dan dengan demikian pengikut-pengikutnja selalu berdaja upaja melepaskan kemerdekaan djiwanja itu daripada belenggu kekuasaan jang dianggap zalim ketika itu. Sedjak berdirinja mazhab ini terikat dengan dua peninggalan Nabi jang kuat "as-saqalain" jaitu Kitabullah dan Itrah Rasulnja, Qur'an dan keluarga Nabi, jang berpadu keduanja, tidak bertjerai dalam penunaian kewadjibannja untuk memberi pertundjuk dan hidajat kepada umat. Qur'an mentjegah memberi bantuan kepada orang jang berbuat zalim dan mempertjajainja. Dalam sebuah firman Tuhan berseru : "Djangan kamu lekatkan kepertjajaanmu kepada mereka jang berbuat zalim, karena pasti kamu akan masuk neraka. Tidak ada lain pemimpinmu ketjuali Allah, jang lain tidak akan dapat menolongmu" (Qur'an. surat Hud, ajat 113).
Adjaran seperti dalam masa Nabi ini sudah tidak sesuai lagi dengan masa Bani Umajjah dan Bani Abbas jang tamak kekajaan dan bertindak setjara kekerasan. Mereka menganggap adjaranadjaran Imam as-Shadiq itu ditudjukan kepadanja.
Dengan penuh keberanian Imam mendjalankan terus adjaran sematjam ini. Pengikut-pengikutnja diadjar meresapkan rasa adil, jang merupakan pokok terpenting daripada dasar-dasar penetapan hukum Islam. Murid-muridnja hanja mematuhi peraturan-peraturan jang tidak melampaui batas Tuhan, jaitu Qur'an dan mentaati imam-imam jang adil serta memelihara agama, imam-imam jang ingin damai, bermutu tinggi dalam achlak dan budi pekerti.
Sebagai akibatnja rakjat tidak mau mentjari penjelesaian dalam urusannja kepada hakim-hakim pemerintah jang dianggap zalim itu, mendjauhkan dirinja dari ulama-ulama jang ditunggangi oleh pemerintah (Abu Na'im, Hiljatul Aulia, 111:194). Dengan demikian Chalifah Mansur As-Saffah dan Hadjdjadj bin Jusuf lalu mengambil tindakan, dan gugurlah ulama-ulama hadis dan fiqh dalam mempertahankan agamanja itu.
Imam As-Shadiq menghendaki, agar disamping pemerintah dunia, terdapat pimpinan agama, jang betul-betul mendjalankan kebidjaksanaannja menurut hukum Tuhan, berdasarkan kepada da'wah jang benar kebadjikan, keadilan, persamaan uchuwah Islamijah umum, peradaban jang baik dan kebudajaan jang benar, membasmi hawa nafsu, membasmi bid'ah dan kesesatan, jang semuanja itu dapat diperoleh hanja dari keturunan sutji, pemimpin-pemimpin mazhab ini. Karena merekalah jang sanggup memimpin umat kepada agamanja, membawanja kepada kebahagiaan, kepada tudjuan-tudjuan jang mulia dan tinggi, kepada tjontoh-tjontoh jang tinggi.
Mazhab Ahlil Bait ini adalah mazhab jang terdahulu lahir dalam sedjarahnja, karena sebenarnja bukan Imam As-Shadiq jang meletakkan batu pertama dan menaburkan benihnja, tetapi ialah Rasulullah sendiri. Nabilah jang meletakkan sumber-sumber dan peraturan-peraturannja dengan utjapannja menjuruh berpegang kepada Qur'an dan keluarganja, agar umat djangan tersesat (Hadis).
Mazhab ini terlahir dalam masa Nabi dan Imam jang pertama ialah Ali bin Abi Thalib, Imam jang paling tinggi nilainja dan paling banjak ilmunja. Ia merupakan diri Nabi Muhammad, mengikutinja dalam segala waktu, menampung ilmu langsung dasung daripadanja, memperoleh tasjri'amali sahabatnja dikampung dan dalam perdjalanan, ia duduk djika Nabi duduk, ia bekerdja djika Nabi bekerdja. Rasulullah adalah guru langsung dari Ali, pendidik dan pengasuhnja.
Penjair Mutanabbi menggambarkan keindahan pewarisan ilmu itu kepada Ali sebagai berikut :
Kuletakkan sandjunganku kepada pewaris.
Pewaris Nabi, wasiat Rasul.
Karena ia nur tjahaja berbaris.
Sambung menjambung, susul menjusul.
Sesuatu jang tetap terus-menerus.
Pasti achirnja berdiri sendiri.
Busah lenjap karena arus.
Laksana sifat matahari.
Tatkala Ali wafat, gerakan ilmijah dan pimpinan mazhab ini dipimpin oleh puteranja, Imam Hasan, tjutju Rasulullah dan mainan hatinja. Dialah tempat rakjat mengembalikan urusannja dan segala persengketaan. Tetapi urusan mazhab itu tidak berdjalan dengan lantjar, karena tekanan beberapa kedjadian dan saling sengketa dengan Mu'awijah. Ketjurangan-ketjurangan Mu'awijah terhadap keluarga Ali dan kekedjaman-kekedjamannja jang banjak menumpahkan darah, menghambat kemadjuan perkembangan hukum. Kita ketahui bahwa perdjandjian antara Hasan dan Mu'awijah untuk menjelamatkan perkembangan hukum dan adjaran Islam, jang sebenarnja, tidak ditepati oleh Mu'awijah.
Masa Imam Husain jang menggantikan saudaranja, lebih katjau lagi. Tidak sadja peperangan-peperangan sudah terbuka, tetapi kekuasaan jang telah ditjapai oleh Mu'awijah digunakannja dengan sengadja untuk merusakkan kedudukan hukum kaum muslimin. Urusan peradilan diserahkan kepada anaknja Jazid, seorang fasik dalam berbuat dosa dan kufur jang tidak ada taranja. Kemudian ia mendjadi chalifah buat orang Islam, mendjadi imam jang duduk diatas singgasana kechalifahan Islam.
Siapa Jazid ? Dalam "As-Sa'r al-Anwal fil Islam", karangan Muhammad Abdul Baqi (hal. 79) kita batja, bahwa ia seorang fasik jang durhaka, ia membolehkan meminum-minuman keras, membolehkan berzina, memperkenankan njanji-njanjian dalam madjelis-madjelis kehormatan, mendjadikan adat kebiasaan meminum anggur dalam sidang-sidang pengadilan, memberikan rantai dan kalung andjing dan monjet mainannja dengan emas, sedang ratusan orang Islam disekeliling tempat itu mati kelaparan.
Lalu mendiadilah kedudukan hukum Islam ketika itu sangat buruk. Imam Husain tidak dapat berdiam diri, ia terpaksa bangkit membela kebenaran, melakukan amar-ma'ruf nahi munkar. hingga terpaksa ia mengobarkan djiwanja dengan tjara jang sangat menjedihkan sebagai pahlawan Islam.
Urusan peradilan Islam dan pimpinan mazhab berpindah kepada anaknja Imam Ali bin Husain, jang bergelar Zainal Abidin, seorang jang sangat wara' dan takwa dalam masanja, tetapi djuga seorang alim dalam segala bidang ilmu Islam. Dengan tjara diam-diam ia meneruskan usaha ajahnja, janq meskipun suasana ketika itu sangat buruk, melahirkan banjak ulama-ulama ahli hukum dan ahli hadis.
Masa anaknja Imam Al-Bagir, memimpin mazhab Ahlil Bait ini. suasana politik sudah agak berubah, pemerintah Bani Umaijah sudah mulai lemah, diserang kanan kiri dan dibentji oleh rakjat karena sifat feodalnia. Pengadjaran-pengadjaran Ahlil Bait digiatkan kembali dimana-mana. ulama-ulamanja memantjar pergi menjiarkan adjaran Kitabullah dan Sunnah Nabi di Madinah dan dalam Masdjidil Haram, terutama ruang jang terkuat dengan nama "Ruang Ibn Mahil."
Kemadjuan jang sangat pesat ditjapai dalam masa Imam As« Shftdiq, Ditiap negeri sudah ada orang alim jang mengadjäf mazhab ini. Madrasah Imam As-Shadiq di Madinah merupakan sebuah universitas jang besar, jang dikundjungi oleh mahasiswa dari seluruh podjok bumi Islam. Banjak jang mengirimkan utusanutusannja.
Sedjarah pendidikannja menerangkan, bahwa ia seorang mudjtahid besar. Tidak ada pertanjaan jang tidak didjawabnja, dan djawabannja itu mendjadi sumber hukum pula bagi muridmuridnja. Terkenal sebuah utjapannja : "Tanjakanlah kepadaku, sebelum aku mati, tidak akan ada seorangpun dapat memberikan kepadamu pendjelasan seperti jang engkau dengar daripadaku" (Tarkiracul Huffaz, II : 157). Mengapa tidak demikian, karena dialah pewaris ilmu kakeknja jang masjhur itu. Mengenai Ali bin Abi Thalib, Nabi berkata : "Aku ini gudang ilmu dan Ali pintunja" (hadis).
Maka oleh karena itu sebuah hadis jang diriwajatkan oleh Imam As-Shadiq dari ajahnja Al-Baqir, dari ajahnja Zainal Abidin, dari Husain bin Ali dan dari Nabi, dianggap sanad jang paling baik dan paling kuat. Riwajat sematjam ini dinamakan "silsilah zahabijah", urutan keemasan demikian tersebut dalam kitab "Ma'rifah Ulumjul Hadis", karangan Hakim An-Naisaburi, hal. 55.
Djelaslah kepada kita mengapa ulama-ulama mengutamakan mazhab ini dalam sesuatu penetapan hukum. Tidak lain sebabnja melainkan karena salurannja sangat bersih.
Pemerintah melihat bahajanja orang banjak lari mentjan hukum kepada Imam As-Shadiq, dan tidak mau mendatangi hakim-hakim dan pengadilan resmi. Lalu diambil siasat, menjuruh ulamanja mengeluarkan fatwa, bahwa pintu idjtihad hukum Islam sudah tertutup.
Mazhab Ahlil Bait, jang kemudian terkenal dengan Mazhab Al-Dja'fari, tidak mau mentaati siasat pemerintah ini, pertama karena rakjat tidak mau mematuhinja, kedua karena menjebabkan orang Islam mendjadi beku, tidak mau berpikir dan menggunakan akal, satu-satunja anugerah Tuhan jang sangat mulia kepada manusia. Sebagai akibat keputusan ini, pemerintah menganggap mazhab itu menentang kebidjaksanaannja dan menghukum orangorang jang tidak taat itu.
Dengan alasan ini pemerintah menganggap mazhab Ahlil Bait musuhnja, lalu dinjatakan sebagai suatu golongan jang diang gap keluar dari Islam karena salah i'tikadnja, padahal ulama-ulama Ahlil Bait tidak mau mentaatinja karena hakim-hakimnja itu zalim, dan umat Islam diperintahkan meninggalkan orang-orang jang zalim itu dan radjanja.
Sebagaimana terdjadi dalam salah satu permusuhan, pemerintahan Bani Abbas lalu mentjari-tjari dan membuat-buat alasan untuk memburuk-burukkan mazhab ini dan Sji'ah Ali jang memeluknja. Mereka menggunakan uang untuk menggadji muballig-hmuballigh jang menjampaikan ketjaman-ketjaman mereka dalam mesdjid-mesdjid, menggunakan ahli-ahli pidato jang ulung didjalan-djalan, mengumpulkan ulama-ulama untuk mengeluarkan fatwa jang sesuai dengan hawa nafsu mereka untuk menjerang Sji'ah sebagai musuh negara dan sebagai musuh Islam.
Mereka menjiarkan berita bohong, bahwa Sji'ah mengkafirkan semua sahabat Nabi, bahwa mereka tidak bermal menurut Qur'an dll. Dengan demikian diratjuni pikiran rakjat dan digerakkan untuk membasmi golongan jang disebut salah itu. Batjalah kitab "Imam As-Shadiq wal Mazhahibil Arba'ah", karangan Asad Haidar, terutama djilid ketiga, hal. 21—23.
Dengan demikian pula tuduhan-tuduhan jang bukan-bukan kepada Sji'ah ini berlarut-larut dari generasi kegenerasi, dari ulama keulama dari kitab kekitab, sebagaimana jang akan kita singgung djuga dimana ada kesempatan.