Imam 'Alî bin Ridâ As Imam 'Alî bin Ridâ As
Diterjemahkan dari :
Ma'al Ma'sumîn
Al-Imamul ar-Ridâ As
Karya : Sayyid Mahdî Ayatullâhî
Penerjemah : Ridwan ar-Ridâ
Penyunting : Abu 'Ali Akbar
Diperbanyak oleh : Yayasan Putra Ka'bah
Qum Al-Muqaddas
Muharram 1424
1
Imam 'Alî bin Ridâ As
Imam 'Alî bin Ridâ As
Adik-adik dan remaja tercinta
Adik-adik, dalam kehidupan dunia ini, kita memerlukan teladan dari orang yang berakhlak agung dan mulia, sehingga dengan keteladanan dari mereka, kita dapat meniru akhlak luhur mereka. Para pemimpin agama dan para Imam Ahlul Bait As adalah contoh dan teladan bagi kita semua. Oleh karena itu, kami telah membuat penelitian perihal kehidupan mereka, dengan maksud untuk memperkenalkan kepada adik-adik akan kehidupan mereka. Dan semaksimal mungkin kami telah menyusun buku-buku ihwal kehidupan mereka dengan bahasa sederhana sehingga dapat dipahami dengan mudah.
Kumpulan kisah manusia-manusia suci ini disusun seringkas mungkin dengan tidak melupakan keabsahan kisah-kisah teladan Imam Ahlul Bait itu.
Para ahli sejarah Islâm telah mengkajinya secara serius dan mereka mendukung adanya penyusunan buku ini.
Kami berharap, adik-adik sekalian sudi mengkajinya secara serius pula. Hasil dari pelajaran ini, kami meminta kepada adik-adik untuk dapat menyampaikan kesan dan pandangannya.
Kami sangat berterima kasih atas perhatian adik-adik. Dan semoga adik-adik mau bersabar menantikan edisi-edisi selanjutnya.
Wiladah
Imam 'Alî Rida As lahir pada tanggal 11 Dzul-Qaedah 148 H di Madinah. Ayahnya Imam Musa bin Ja'far As dan ibunya seorang wanita mu'min dan saleh yang bernama "Najmah". Imam melewati masa kanak-kanaknya bersama dengan ayahnya.
Ayahnya berwasiat kepada sahabatnya dan memberi isyarat keimamahannya.
'Alî bin Yaqtun berkata: " Pernah aku bersama 'Abdu Sâleh (salah satu gelar Imam Mûsa Kâdzim, -penj.) tiba-tiba datang 'Alî Rida As lalu Imam berkata: "Wahai 'Alî bin Yaqtun, dia inilah penghulu anak-anakku."
Hisyâm menambahkan: "Sesungguhnya aku beritakan kepadamu bahwa dia adalah Imam setelahku."
Demikian pula salah seorang sahabatnya pernah bertanya tentang Imam sepeninggalnya, Imam As memberi isyarat kepada anaknya ar-Rida dan berkata : " Dia inilah Imam (pemimpin) setelahku ".
Ketika sang raja muda ini mencapai puncak derajatnya (kematangannya) Imam Kâzim mewasiatkan kepada para sahabatnya secara sembunyi-sembunyi.
Akhlak Imam
Para Imam dari Ahlul Bayt As adalah pada insan pilihan. Mereka dipilih oleh Allah 'Azza Wa Jalla untuk membimbing masyarakat secara benar dan menjadi contoh yang paling tepat untuk mencapai derajat kemanusiaan dan akhlak mulia.
Ibrâhim bin 'Abbâs berkata: "Aku tidak pernah mendengar Abal Hasan ar-Rida As berkata-kata dengan sia-sia dan juga tidak melihat beliau memotong pembicaraan seseorang hingga dia menyelesaikan perkataannya dan tidak pernah menolak seseorang dari keperluannya ketika dia mampu membantunya."
Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya di tengah majlis sekalipun, aku tidak pernah melihatnya meludah dan tidak pernah terbahak-bahak ketika tertawa akan tetapi tertawanya adalah tersenyum. Ketika ada waktu, beliau menghamparkan suprah dan duduk bersama-sama para pembantu dan pelayannya dari penjaga pintu hingga pemerintah.
Dan barang siapa mendakwakan bahwa pernah melihat orang seperti beliau dalam keutamaan maka janganlah engkau membenarkannya.
Salah seorang menyertai Imam Rida dalam perjalanannya ke Khurasan. Imam mengajaknya ke perjamuan makan dan berkumpullah para tuan dan budak untuk menyiapkan makanan. Orang itu lalu berkata: " Wahai putra Rasulullah, apakah engkau mengumpulkan mereka dalam satu perjamuan makan? "
"Sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla satu, manusia dari satu bapak dan satu ibu dan mereka berbeda-beda dalam amal perbuatan ". Jawab Imam As.
Salah seorang dari mereka berkata: " Demi Allah, tidak ada yang lebih mulia di muka bumi ini selain engkau wahai Abal Hasan "!
Imam menjawab: "Ketakwaanlah yang memuliakan mereka ".
Salah seorang bersumpah dan berkata: " Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik manusia ".
Imam menjawab: "Janganlah engkau bersumpah seperti itu, orang yang lebih baik dari aku adalah yang lebih bertakwa kepada Allah 'Azza wa Jalla. Demi Allah, yang menorehkan ayat ini "Kami ciptakan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang paling bertaqwa ". (Qs. al-Hujurat:..)
Pernah suatu ketika Imam Ridâ As berada dalam satu majlis berbicara dengan masyarakat, mereka bertanya tentang masalah-masalah halal dan haram, tiba-tiba masuk salah seorang dari Khurasan dan berkata: " Salam atasmu wahai putra Rasulullah, aku adalah seorang pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu , aku baru kembali dari haji dan aku kehilangan barang-barangku dan tak satupun tersisa padaku jika engkau melihat aku berada di negeriku demi Allah 'Azza Wa Jalla itu karena nikmatnnya, ketika engkau tiba aku menginfakkannya kepadamu perbekalanku, sementara aku orang yang tidak layak untuk bersedekah.
Dengan nada lembut Imam berkata kepadanya:" Duduklah semoga Allah 'Azza wa Jalla mengasihimu."
Kemudian Imam melanjutkan membaca hadits dan riwayat kepada masyarakat sampai mereka bubar, lalu Imam bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar setelah itu mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata:" Dimana ahli Khurasan?
Orang Khurasan itu mendekat dan Imam berkata :" Ini dua ratus dinar pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu untuk kami".
Orang Khurasan itu mengambilnya dengan rasa syukur meninggalkan Imam As.
Setelah itu Imam keluar, salah seorang sahabat bertanya:" Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu wahai putra Rasulullah?
Imam berkata:" Agar aku tidak memandang hina kepada orang yang meminta dan juga aku mendengar Rasulullah saw bersabda: " Berbuat baik dengan sembunyi-sembunyi akan memenuhi 70 hajat, terang-terangan dalam berbuat jahat tidak akan tertolong, bersembunyi dalam melakukannya akan diampuni."
Jangan tertipu
Ahmad Bazantî salah seorang ulama yang sombong dan seringkali melakukan surat menyurat dengan Imam. Akhirnya beriman atas Imamah Imam Rida as, inilah salah satu di antara kisahnya
"Imam Rida As memintaku datang menjumpainya dan mengirimkan himar kepadaku sebagai kendaraan setelah aku sampai kami duduk dalam sebuah pembahasan. Hingga tiba waktu 'Isya, lalu kami salat setelah salat Imam meminta kepadaku untuk bermalam.
Aku menjawab: "Tidak demi jiwaku yang menjadi tebusanmu, aku tidak membawa mantel (selimut) dan pakaian."
Beliau berkata kepadaku: "Allah 'Azza Wa Jalla akan melewatkan malammu dalam keadaaan sehat dan kami akan tidur di loteng rumah",
Lalu Imam pergi, aku berkata pada diriku sendiri: " Sungguh aku telah menemukan salah satu karamat (kemulian ) Imam yang aku tidak temukan pada seseorang, aku telah tertipu oleh syaitan."
Di waktu Subuh Imam membangunkanku sambil memegang tanganku dan berkata: "Sesungguhnya Amirul Mu'minin 'Ali As mendatangi Sa'sa'ah bin Sauhan ketika sakit, ketika dia hendak bangun Amirul Mu'minin As berkata kepadanya: "Wahai Sa'sa'ah, janganlah engkau merasa bangga karena aku menjengukmu."
Seakan-akan Imam membaca ketika menjenguk pada masa itu dan menasehatinya dan mengingatkan ketika kakeknya Imam Ali menjenguk salah seorang sahabatnya.
Imam Menasehat saudaranya
Zaid adalah saudara Imam Rida As, dia memberontak di kota Basrah dan membakari rumah-rumah Abbasiyun sehingga dia digelari dengan Sang Api.
Ma'mun kemudian mengirim pasukan besar setelah terjadi pertempuran sengit akhirnya Zaid menyerah dan meminta damai dan akhirnya ditangkap lalu dipenjara.
Tatkala Imam Rida As menjadi Wali Ahd (Imam di Zamannya) Ma'mun memutuskan mengirimnya ke Imam, Imam sangat marah atas perbuatan saudaranya yang membakar rumah dan merampas harta benda rakyat tanpa hak.
Imam As berkata kepada saudaranya:" Kasihan engkau wahai Zaid, apa yang membuat engkau tertipu hingga engkau menumpahkan darah dan merampok, apakah kau tertipu oleh perkataan ahli Kufah bahwa Fâtimah As wanita terpelihara dari kejahatan lalu Allah 'Azza wa Jalla mengharamkan anak keturunannya masuk neraka? Alangkah sedih engkau Zaid (amboi) sesungguhnya yang dimaksud itu adalah bukanlah aku dan bukan pula kau, sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw adalah Hasan dan Husein, demi Allah 'Azza wa Jalla sesungguhnya pembebasan dari api neraka itu tidak akan didapati kecuali ketaatan kepada Allah Swt, lalu engkau berpendapat bahwa engkau mendurhakai Allah 'Azza wa Jalla dan ingin masuk syurga, lalu Allah 'Azza wa Jalla mengizinkan karena kemulian bapakmu Mûsa bin Ja'far As.
Zaid berkata:" Aku saudaramu".
Imam menjawab: "Engkau saudaraku bilamana engkau taat kepada Allah 'Azza wa Jalla dan sesungguhnya Nabi Nuh berkata: "Tuhanku sesungguhnya anakku dari keluargaku dan janjimu Haq (pasti ditepati) dan engkau maha pengasih"
Lalu Allah Swt berfirman: "Wahai Nuh! Sesungguhnya dia tidak termasuk dari keluargamu karena dia tidak beramal shaleh".
Demi Allah wahai zaid! Tak seorangpun mendapatkan apa yang disisi Allah Azza Wa Jalla kecuali ketaatan kepada-Nya.
Majlis Ma'mun
Ma'mun mengumpulkan para pemuka agama dan Imam Madzhab dalam Islam dan memerintahkan untuk berdiskusi dengan Imam Rida As.
Ma'mun bertujuan untuk menampakkan kelemahan Imam dengan soal-soal mereka. Hassan Naufal salah seorang sahabat Imam As ditanya oleh Imam: "Apakah engkau tahu mengapa Ma'mun mengumpulkan para pemuka agama dan Imam madzhab tersebut?
Naufal menjawab:" Dia ingin mengujimu."
Imam berkata: " Senangkah engkau mengetahui ketika mereka menyesali perbuatannya?"
Naufal menjawab:"Iya."
Imam berkata: "Jika dia mendengar dalil (hujjah) dari Taurat kepada Ahli Taurat, dengan Injil bagi Ahli Injil dan dengan Zabur bagi Ahli Zabur dan dengan Ibraniyyah bagi Saba'iah.
Imam menyiapkan perjalanannya bersama dengan sahabatnya ke Istana Khalifah, setelah sampai dan istirahat sejenak, diskusi pun dimulai,
Jatsaliq berkata: "Saya tidak ingin berhujjah dengan orang yang menggunakan al-Qur'an sebagai dalil karena aku mengingkarinya dan juga tentang kenabian Muhammad karena kami tidak beriman kepadanya."
Imam Ridâ As berkata: "Jika aku berdalil dengan Injil apakah engkau akan beriman?"
Jâtsaliq berkata: "Tentu saya akan menerimanya."
Imam Ridâ As membacakan bagian dari injil tentang isyarat Nabi 'Isa akan datangnya nabi baru, sebagaimana banyak diberitakan dalam banyak riwayat. Imam juga membacakan sebagian dari Injil Yohanes.
Jâtsaliq dengan penuh keheranan berkata: " Demi kebenaran Masehi, aku tidak pernah menyangka bahwa di antara 'ulama Muslim ada orang sepertimu.
Imam kemudian berpaling kepada Pemuka agama Yahudi dan berhujjah dengan Taurat dan Zabur. 'Imran Sâbi sebagai juru bicara, lalu bertanya kepada Imam tentang ke-Esaan Tuhan dan masalah-masalah lain.
Ketika masuk waktu salat Zuhur, Imam bangkit untuk melaksanakan salat setelah salat Imam melanjutkan diskusi dengan 'Imran, sehingga dia kembali memeluk agama Allah yang Haq, lalu dia menghadap qiblat dan bersujud kepada Allah untuk mengumumkan keislamannya.
Perjalanan ke Moro
Tak seorangpun yang tahu alasan sebenarnya yang mendorong Ma'mun untuk meminta Imam Ridâ As menjadi Wali Ahd.
Ketika Imam Ridâ As tinggal di Madinah al- Munawwarah tiba-tiba datang perintah Khalifah kepada Imam untuk mengadakan perjalanan ke Moro.
Imam kemudian menyiapkan perjalanannya ke Khurasan dengan menyinggahi kota-kota Basrah terus ke Baghdad kemudian singgah di kota Qum yang mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat dan Imam menjadi tamu salah seorang penduduk dan semenjak hari itu ditetapkan sebagai hari berdirinya, "Madrasah Ridâwiyyah".
Naisyabur
Naisyabur merupakan salah satu kota tua dan pusat ilmu pengetahuan lalu runtuh dan hancur ketika penyerangan bangsa Mongol.
Iring-iringan kafilah Imam dijemput oleh masyarakat dengan penuh kebahagian dan para pelopor mereka adalah ratusan ulama dan pelajar.
Para ulama dan ahli hadits berkumpul di sekitar pengiring Imam dan di tangan mereka buku dan alat menulis sambil menunggu Imam meriwayatkan hadits di antara hadits dari kakeknya Rasulullah Saw dan diantara mereka ada yang memegang tali kekang bighal Imam dan berkata:" Demi kebenaran ayahmu yang suci, riwayatkanlah kepada kami hadits sehingga kami dapat mengambil manfaat darimu."
Imam berkata: "Aku mendengar ayahku Mûsa bin Ja'far berkata:" Aku mendengar Ayahku Ja'far bin Muhammad berkata:" Aku mendengar ayahku Muhammad bin 'Ali berkata:" Aku mendengar ayahku 'Ali bin Husain berkata:" Aku mendengar ayahku Husain bin 'Ali berkata:" Aku mendengar ayahku 'Ali bin Abi Tâlib berkata:" Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : " Aku mendengar Jibril berkata: " Aku mendengar Allah 'Azza wa Jalla berfirman:" Kalimat La Ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah) adalah bentengku barangsiapa yang masuk ke bentengku terbebas dari azabku."
Hadist ini terkenal dengan hadist Silsilah Dzahab (Rangkaian Emas, Untaian Emas) dan orang yang menulis hadist ini sebanyak dua ribu perawi.
Imam meninggalkan Naisyabur pada waktu pagi di tengah perjalan masuk waktu Zuhur, Imam meminta air untuk berwudu akan tetapi para pengikutnya sulit mendapatkan air.
Imam menggali tanah tiba-tiba muncul mata air beliau berwudu dan orang-orang yang ikut bersamanya dan mata air ini masih ada hingga sekarang ini.
Imam dan rombongan tiba di Sinâ ?bâd dan beliau menyandarkan punggungnya ke salah satu batu besar di gunung itu dan masyarakat di sana adalah pengrajin kuali dan periuk untuk keperluan masak. Imam memohon kepada Allah untuk memberkahi mereka dan meminta untuk dibuatkan periuk.
Imam masuk ke rumah Hamid bih Qahtaba Tây dan masuk ke qubah yang di dalamnya kubur Hârun Rasyid lalu beliau menulis dengan tangannya di samping kubur itu dan berkata : "Ini adalah tanahku dan di sini aku akan dikuburkan dan Allah akan menjadikannya tempat ziarah bagi Syiahku atau pengikut setiaku, Demi Allah barangsiapa yang menziarahiku wajib baginya ampunan Allah dan rahmat-Nya atas syafaat kami Ahlul Bait As."
Beliau salat dua raka'at lalu sujud kemudian salat dua raka'at dan sujud yang lama sambil bertasbih 500 kali.
Moro
Imam Ridâ As sampai di moro. Ma'mun menyambut Imam dengan mengadakan pesta penyambutan serta menampakkan penghormatannya dan mengharapkan Imam untuk menduduki kursi khalifah. Tetapi Imam menolaknya dan mengetahui niat tersembunyi Ma'mun. Ia membunuh saudaranya Muhammad Amin karena haus kekuasan dan kekhalifahan, bagaimana mungkin dia mau turun takhta?
Ma'mun ingin menarik simpati masyarakat dengan menampakkah kecintaannya kepada Ahlul Bait As. Ma'mun mengakui syariat Wali Ahd Imam walaupun hanya dalam bentuk pengakuan (bil Quwwah)
Ma'mun meminta dan memaksa bahkan dengan mengancam sehingga Imam mengabulkan dan menjadi Wali Ahd dengan syarat hanya dalam masalah hukum.
Uang ditempa (dicetak) dengan nama Imam dan memerintahkan masyrakat untuk tidak memakai pakaian hitam sebagai syiar 'Abbasiyyun dan menyuruh memakai pakaian hijau sebagai syiar 'Alawiyyun.
Ma'mun menikahkan anak perempuannya dengan Imam Ridâ As dan menikahkan anak perempuannya yang lain dengan putra Imam Ridâ As yaitu Muhammad Jawâd As.
Shalat Ied
Imam menerima Wali Ahd pada tanggal 5 Ramadan 201 setelah 25 hari, tibalah hari pertama dari bulan Syawal dan hari raya Idul Fitri. Lalu Ma'mun memerintakan Imam Ridâ As untuk menjadi imam salat Id
Imam merasa keberatan, dan mengingatkan dengan syarat. Tetapi Ma'mun memaksa untuk mengabulkannya sambil mengirim utusan untuk memata-matai gerak-gerik Imam.
Imam As menerima dengan syarat melakukan salat sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw dan Amirul Mu'minin 'Ali bin Abi Tâlib As.
Ma'mun menyetujui syarat itu dan memerintahkan tentaranya unutk bersiap-siap untuk menjemput Imam besok pagi.
Masyarakat berkumpul di jalan-jalan dan di loteng rumah, pasukan berbaris sambil menunggu keluarnya Imam As,
Matahari terbit menampakkan garis kemilauan emas , dan menyelimuti bumi dengan panas dan cahayanya.
Imam Ridâ As mandi dan memakai pakaian dan imamah putih dan membiarkan salah satu ujungnya tejulurr ke depan dadanya dan ujung yang lain di antara kedua bahunya. Beliau memakai wewangian dan memegang tongkat, beliau memerintahkan orang-orang terdekatnya serta para pelayannya dan pembantunya untuk melakukan hal yang sama. Dan keluar bersama dengan Imam berjalan tanpa alas kaki.
Imam berjalan beberapa langkah kemudian mengangkat suaranya sambil mengumandangkan takbir " Allahu Akbar" Allahu akbar' Allahu akbar " Imam muncul dari dalam rumah dan para pasukan serta komandannya melihat Imam dan kelompok besar menyertai Imam berjalan di samping kuda-kuda mereka dan melepaskan sepatu-sepatu merka dan yang bertelanjang kaki sambil berjalan.
Imam bertakbir di pintu gerbang. Masyarakatpun ikut bertakbir sehingga gema takbir memebahana ke seluruh penjuru kota, mereka keluar dari rumahnya masing-masing dan tumpah-ruah ke jalan-jalan.
Masyarakat meyaksikan hari raya besar - mereka berkali-kali menghadiri shalat id yang dilaksanakan dengan penuh kemegahan dan kemewahan yang jauh dari dari makna takbir itu sendiri - yang sesuai dengan semangat Islam yang dibawa oleh Nabi Saw dan kini dihidupkan kembali oleh cucunya Imam Ridâ As.
Mata-mata yang mengintai pergerakan Imam dan masyarakat, segera melaporkan kegiatan mata-matanya kepada Ma'mun dia mengkhawatirkan kesudahan (akibat) bilamana Imam melanjutkan perjalanannya untuk melaksanakan salat Ied dan apa yang akan disampaikan pada khotbah Ied.
Ma'mun segera mengutus seseorang untuk menemui Imam yang masih dalam perjalanan dan menyampaikan pesan secara lisan: "Sungguh kami telah membuatmu kepayahan wahai putra Rasulullah, kami senang bila kamu istirahat dan pulanglah." Ketika Imam kembali, masyarakat yang terpesona oleh sosok Imam serta kerendahan hati dan ketawaduan bapak dan kakeknya bertanya-tanya."
Tujuan Ma'mun
Tak seorangpun yang mengingkari kecerdikan Ma'mun dan kelihaiannya dalam politik dibalik penetapannya Imam Ridâ As sebagai Wali Ahd dia ingin melaksanakan tujuan politiknya di antaranya:
1. Mengharapkan dukungan 'Alawiyyun yang ingin membalas dendam kepada pemerintahan 'Abbasiyah yang mengibarkan panji pembrontakan dan berbuat huru hara dalam berbagai bentuk dengan mengangkat Imam sebagai Wali Ahd dan mengganti pakaian hitam dengan pakaian hijau.
2. Merangkul 'Alawiyyun dengan mengikutsertakan mereka dalam pemerintahan agar masyarakat mengetahui bahwa pemberontakan yang mereka lakukan karena ingin kekuasaan dan kesenangan, mereka tidak ingin menegakkan keadilan tetapi tujuan mereka adalah untuk memperoleh harta kekayaan.
3. Ma'mun berusaha mengumpulkan pemuka 'Alawiyyun di ibu kota negara lalu melakukan klarifikasi dan penjernihan, seperti yang terjadi pada Imam Ridâ as.
Jangan lupa bahwa Imam mengetahui seluruh tipu-daya Ma'mun dan berusaha menghapus kejelekan (luka) pada beberapa peristiwa seperti pada diskusi dengan para pemuka agama, salat Ied, penolakan Imam unutk ikut serta dalam urusan negara, politik dan hukum.
Da'bal Khaza'i
Pada masa itu, syair mendapat perhatian khusus dan penghargaan yang tinggi. Dan ditempatkan pada surat-surat kabar untuk menyebarluaskan seruan, pemberitaan ataupun propaganda. Penguasa memberi semangat dan memberi imbalan yang besar untuk mengukuhkan pemerintahan mereka.
Sebagian penyair menolak bujukan pemerintah dan tetap bersikukuh dalam mempertahankan kebenaran sekalipun dalam keadaan fakir dan tertindas sebagaimana yang terjadi pada Da'bal Khaza'i.
Sejarah merekam pertemuan penyair Da'bal Khaza'I dengan Imam Ridâ As. Abu Salat al-Hury meriwayatkan : " Da'bal Khaza'i menjumpai Imam Ridâ As di Moro dan berkata:" Wahai putra Rasulullah aku telah membuat syair dan aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak membacakan kepada seseorang sebelum engkau mendengarkannya. Imam As menyambutnya dan mengucapkan banyak terima kasih dan mempersilahkan untuk menyenandungkannya. Di antaranya:
Kediaman-kediaman manusia suci
kini telah sunyi dari pengunjung
Rumah wahyu tidak lagi
dituruni kabar-kabar langit
Pusara di Kufah dan
yang lainnya di Thaibah (Baqi'),
Pula yang di Fakh (Karbala)
senantiasa tercurah salawatku
Dan pusara yang di Bagdad,
milik jiwa yang suci-
Tercurahkan rahmat Sang Pengasih
dalam ruang-ruang kedamaian.
Imam lalu menyambutnya,
Pusara di Tusi betapa besar
nestapa yang menimpanya
Da'bal Khuza'i dengan penuh keheranan bertanya:"Aku tidak mengetahui pemilik kubur siapakah ini? "Itulah kuburku wahai Da'bal," jawab Imam.
Sang penyair melanjutkan senandung puisinya dan memaparkan penderitaan dan musibah yang menimpa terus menerus Ahlu Bait As. Imam As menangis berderai air matanya.
Imam memberikan 100 dinar sebagai hadiah buat Da'bal. tetapi dia keberatan untuk menerimanya dan mimnta sehelai pakaian unutkn tabarruk. Imam menghdiahkan jubah dari bulu yang ditenung sebagai tambahan dariuang 100 dinar.
Da'bal memohon izin, dalam perjalanan pulang mereka dicegat oleh perampok dan merampas seluruh harta benda yang mereka bawa. Sambil duduk membagi hasil rampasan salah seorang dari merka menyenandungkan satu bait puisi
Aku melihat mereka membagi-bagi harta rampasan. Dan ditangan mereka harta rampasan dari emas.
Da'bal mendengar dan bertanya kepada salah seorang perampok tersebut: "Siapa yang membuat puisi tersebut?" Dia menjawab ini adalah puisi Da'bal.
Aku adalah Da'bal," kata da'bal memperkenalkan diri.
Para perampok itu mengembalikan hartanya dan harta para kafilah yang bersamanya dengan penuh penghormatan, serta meminta maaf kepada mereka.
Da'bal dan kafilahnya melanjutkan perjalanan ketika sampai di Qum, sebagian masyarakat ingin menukar baju Imam dengan uang seribu dinar akan tetapi Da'bal menolaknya. Lalu sekelompok pemuda dari luar kota Qum menginginkan sepotong (secarik) dari pakaian Imam untuk tabarruk dengan imbalan 1000 dinar dan Da'bal akhirnya merelakannya dan mengucapkan selamat tinggal.
Ketika sampai di rumahnya dia mendapati istrinya menderita sakit di bagian matanya, mereka memeriksakan ke dokter tapi dokter mengatakan bahwa obat tidak akan membawa perubahan. Dia akan menderita kebutaan.
Da'bal merasa sedih sekali, tiba-tiba dia teringat potongan baju Imam, kemudian dia melilitkan di mata istrinya di awal malam hingga subuh ketika dia terjaga tidak merasakan sakit sedikitpun berkat karamah Imam Rida As.
Syahadah Imam
Ma'mun mencari kesempatan unutk melepaskan diri dari Imam Rida As setelah putus asa membujuk dengan kekuasaan dan Imam tetap teguh dan bersih dari kepentingan dunia dan zuhud terhadapnya.
Di Baghdad, Abbasiyyun mengumumkan pembangkangannya mereka lalu membaiat orang-orang kaya sebagai khalifah pengganti Ma'mun karena khawatir berpindahnya kekuasaan ke tangan 'Alawiyyun.
Untuk menarik simpati, Bani 'Abbas di Baghdad dan tetap mengakuinya sebagai khalifah, Ma'mun kemudian memyembunyikan racun pada anggur Imam untuk membunuh Imam As.
Imam syahid karena racun itu dan kembali keharibaan Allah dalam keadaan syahid dan teraniaya.
Imam syahid pada tahun 203 H dan dimakamkan di kota Tusi (Masyhad sekarang)
Ma'mun menampakkan kesedihannya unutk menolak desas-desus yang beredar di sekelilingnya dan ikut serta berjalan tanpa alas kaki bersama pengikut setia Imam As dan ikut menangis.
2
Imam 'Alî bin Ridâ As
Mutiara Hadits Imam Ali bin Rida As
Barang siapa tak berterima kasih kepada orang tuanya maka dia tidak bersyukur kepada Allah swt.
Barang siapa yang selalu memperhitungkan dirinya akan beruntung dan barang siapa melupakannya akan rugi.
Sebaik-baik akal adalah pengetahuan manusia tentang dirinya
Orang Mu'min ketika marah tidak keluar dari koridor kebenaran dan jika senang (rela) keridaaannya tidak dimasuki kebatilan dan jika punya kekuatan tidak mengambil lebih dari haknya.
Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang menceritakan kejelakan orang dan orang yang mendengarnya dan orang yang banyak bertanya.
********
Riwayat Hidup Imam Rida As
Nama : Ali
Gelar : Ridho
Panggilan : Abu Hasan
Nama Ayah : Musa Kadzim as
Umur : 55 tahun
Syahada : 203 H
Marqad : Masyhad (Tusi)
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan singkat :
1. Mengapa Imam Ridho as memberi uang dari balik pintu?
2. Mengapa ma'mun memaksa Imam unutk menerima Wali Ahd?
3. Mengapa hadist "Lailaha Illallah adalah bentengku dan barang siapa masuk bentengku terbebas dari azabku". Disebut mata-rantai emas?
Seri Pemuka Manusia Suci
Muhammad bin 'Abdullâh
'Alî bin Abî Tâlîb
Fâtimah binti Muhammad
Hasan bin 'Alî bin Abî Tâlîb
Huseîn bin 'Alî bin Abî Tâlîb
'Alî bin Huseîn Zainal Abidin
Muhammad bin 'Alî al-Bâqir
Ja'far bin Muhammad Bâqir
Mûsâ bin Ja'far al-Kâzim
'Alî bin Mûsâ ar-Ridâ
Muhammad bin 'Alî al-Jawâd
'Alî bin Muhammad al-Hâdî
Hasan bin 'Alî al-'Askarî
Muhammad bin Hasan al-Mahdî
3