C. Awal Mula Upacara Tabot Bengkulu
Menurut sejarahnya Tabot Pertama kali dibawa ke Indonesia oleh orangorang muslim India.
Orang-orang india ini sengaja didatangkan oleh Inggris pada abad ke XVII sebagai serdadu dan pekerja untuk membangun benteng Malborough di Bengkulu.
Di samping itu bangsa asing datang ke Bengkulu seperti Portugis, Inggris, Belanda, Tionghoa dan India. Bangsa India yang dibawa Inggris berasal dari Bengali dan mereka menganut Agama Islam dari sekte Syi’ah.
Selanjutnya budaya Tabot itu dibawa ke daerah-daerah yang disinggahi dari Jazirah Arab seiring dengan masa penyebaran agama Islam ke berbagai penjuru dunia.
Budaya Tabot terus masuk ke Punjab (India) lalu dari India budaya Tabot dibawa ke Bengkulu.
Sebelum tiba di Bengkulu, orang india tersebut sudah menetap di Aceh, namun karena tidak memperoleh respon yang memadai, mereka meninggalkan Aceh dan mendarat di Bengkulu tahun 756 atau 757 H (1336 M).
Jadi yang membawa budaya Tabot di Bengkulu ini adalah orang India dari punjab dan asal muasalnya upacara Tabot ini dari Jazirah Arab.
Istilah Tabot di Indonesia berasal dari ritual sederhana yang ada di Irak, Persia dan India Selatan yang disebut ta’ziyah. Sementara itu istilah Tabot dikenal di India utara untuk menyebut istilah ta’ziyah.
Lebih lanjut lagi bahwa tipe Tabot di Indonesia ada dua: pertama Hasan- Husein di Aceh serta Tabot di Sibolga yang merupakan jenis ritual yang sederhana
Kedua, Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Pariaman yang merupakan jenis dari tipe dielaborasi menjadi pertunjukan treatikal.
Kejelasan bahwa asal upacara Tabot yang ada di Bengkulu berasal dari India dapat terlihat dari waktu pelaksanaan dan bentuk bangunannya.
Dari segi waktunya, Upacara Tabot di Bengkulu dilaksanakan setiap tahun nya selama 10 hari ( 1- 10 Muharram) sama halnya dengan festival muharram di India yang berlangsung 10 hari sehingga dikenal dengan Ashura atau Tenth.
Ashura adalah peringatan hari kesyahidan Husain. Dari segi bangunan Tabot, di Bengkulu berupa sebuah bangunan bertingkat yang berbentuk limas (makin ke atas makin kecil) yang terbuat dari papan atau triplek ( dulunya menggunakan bahan bambu).
Tinggi bangunan Tabot rata-rata 5-6 meter dan bangunan ini dihiasi dengan kertas berwarna dan dekorasi kertasnya adalah tulisan kaligrafi.
Jika malam Tabot-tabot ini dihiasi lampu-lampu kecil beraneka warna mencolok menjadi cemerlang, bahkan dewasa ini telah dilengkapi dengan sistem berputar.
Puncak bangunan adalah payung, kemudian bangunan Tabot diarak dalam acara arak gedang dan pada acara Tabot tebuang yang berlangsung pada tanggal 9-10 Muharram.
Sedangkan dalam perayaan muharram di India dibuat sebuah Tugu (biasanya disebut Ta’ziyah atau Tabot) sebagai peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad Saw.
Syekh Burhanuddin Ulakan memperkenalkan tradisi Tabot ( perayaan asyura) dan basapa (berjalan) dipesisir barat sumatra abad ke-17.
Sementara Syekh Jalaluddin Aididu memperkenalkan tradisi maudu lompoa ( maulid Nabi yang agung) di daerah Makassar pada abad ke -17.
Perayaan Tabot, Basapa, dan Maudu Lompoa semuanya menunjukkan karakter Islam Syi’ah. Tradisi ini dikenalkan sebagai instrument penyebaran agama Islam di Nusantara.
Syekh Burhanuddin Ulakan dikenal sebagai penyebar Islam pertama di daerah Minangkabau dan Bengkulu, sementara Syekh Jalaluddin Aidi adalah salah seorang tokoh penyebar Islam di daerah Sulawesi Selatan.
Perayaan Tabot di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syekh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685.
Kemudian Imam Senggolo menetap di kota Bengkulu menikahi 2 orang wanita setempat yang pertama cinggeri selebar bernama Nurhumma mendapatkan 7 orang anak dan kedua dari sungai Lemau pondok kelapa juga memperoleh 7 anak hingga waktu ini mempunyai keturunan yang banyak sebagai inti dari masyarakat melayu islam pewaris tradisi perayaan seni budaya Tabot.
kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot (Sipai).
Selanjutnya Imam Senggolo memberi nama padang karbala pada tanah seluas 40 hektar yang saat ini terletak antara kelurahan Padang Jati dan kelurahan Kebun Tebeng yang digunakan sebagai arena acara prosesi ritual budaya Tabot terbuang.
Seni budaya Tabot menurut Imam senggolo sifatnya selalu menyesuaikan kepada keadaan setempat kemana tabot itu dibawa dan ditampilkan sehingga antara satu tempat dengan tempat lainnya pada akhirnya terjadi perbedaan tradisi dalam berbagai hal anatara lain : ujud benda-benda yang digunakan, tata cara dan tertib acara yang ditampilkan.
Walaupun demikian missi yang dilakukan adalah sama yaitu mengenang segala syahid di Karbala Iraq, mengenang kejayaan islam, menongsong tahun baru hijriyah dan memuliakan serta memberi penghormatan kepada Imam Husain sebagai cikal bakal ummat.
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, ada yang berpendapat lain bahwa diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi’ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu.
Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syi‘ah.
Para pekerja yang merasa cocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang.
Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai (keluarga Tabot).
Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil.
Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat.
Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik.
Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.
Upacara Tabot yang ada di Bengkulu mengandung dua aspek ritual dan non-ritual.
Aspek ritual hanya boleh dilakukan oleh Keluarga Tabot dan dipimpin oleh dukun Tabot atau orang kepercayaan saja yang memiliki ketentuan khusus dan norma-norma yang harus ditaati.
Ritual tabot di Bengkulu dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama, Tabot sebagai ritus yang berarti merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan ritual yang dilaksanakan mulai malam tanggal 1 sampai 10 tiap bulan Muharram.
Sebagai ritus, ritual Tabot dipimpin oleh seorang anggota keluarga Tabot yang menguasai secara detail ritual ini dan yang dianggap memiliki kemampuan spiritual untuk melaksanakan ritual tersebut.
Kedua, Tabot lebih bersifat fisik. Tabot dalam pengertian ini dipahami sebagai suatu ornamen berbentuk candi atau rumah yang mempunyai satu atau lebih puncak dengan ukuran yang berbeda-beda dibuat dari bahan-bahan tertentu dan dikhususkan untuk ritual Tabot.
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi’ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang Karbala.
Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harafiah berarti “kotak kayu” atau “peti”.
Dalam Al- Quran kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat.
Bani Israil di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka.
Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.
Jika pada awalnya upacara Tabot digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka.
Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya juga menjadi penyebab munculnya perbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot.
Di Bengkulu, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot.
Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut, namun pada perkembangannya Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.
Setelah mengetahui awal mula upacara Tabot di Bengkulu, maka akan dijelaskan mengenai keterkaitan agama Islam dengan upacara Tabot di Bengkulu seperti di bawah ini.