Perayaan Tabot3 (Mengenang Gugurnya Imam Husein AS)

Perayaan Tabot3 (Mengenang Gugurnya Imam Husein AS)0%

Perayaan Tabot3 (Mengenang Gugurnya Imam Husein AS) pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Imam Husein as

Perayaan Tabot3 (Mengenang Gugurnya Imam Husein AS)

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Syuplahan Gumay
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 2167
Download: 2065

Komentar:

Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 6 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 2167 / Download: 2065
Ukuran Ukuran Ukuran
Perayaan Tabot3 (Mengenang Gugurnya Imam Husein AS)

Perayaan Tabot3 (Mengenang Gugurnya Imam Husein AS)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Perayaan Tabot

Syuplahan Gumay

Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Bengkulu

BAB III

UPACARA TABOT MASA ORDE BARU

Upacara Tabot masa orde baru memiliki ciri ritiual dan peran pemerintah pada saat tradisi Tabot masa orde baru. Dibawah ini sekilas menjelaskan Upacara Tabot pada masa orde baru

A. Upacara Tabot pada masa Orde Baru

Orang pertama yang merayakan Tabot di Bengkulu adalah orang-orang muslim di India.

Pada awalnya yang merayakan adalah maulana Ichsad pada tahun 1336. Tradisi ini diteruskan oleh Bakar dan Imam Sabari.

Namun, silsilah ketiga orang ini ternyata tidak diketahui dan akhirnya diteruskan oleh Imam senggolo atau Syekh Burhanuddin.

Mengenang segala yang syahid di Padang karbala, kecintaan kepada Al-Husain sekaligus memuliakan Al-Husain, dan menyongsong tahun baru Hijriah, itulah yang mendorong terciptanya “Budaya Tabot” di kota Bengkulu.[1]

Mengenang segala yang syahid di Padang Karbala dalam rangka menegakkan kalimah Tauhid dengan melawan kebiadaban Yazid bin Mu’awiyah bin abu sofyan yang rela secara kejam membunuh imam Husain yang sangat disayangi Rasulullah Saw.

Berkaitan dengan mengenang segala yang syahid dan seterusnya itu, datanglah Imam Senggolo ke kota Bengkulu dengan tidak membawa pedang tetapi membuat genderang yang bukan genderang perang melainkan hanya genderang ‘SENI’: seni membakar semangat, seni berbela sungkawa, seni membuat bangunan Tabot rangka bambu, seni memahat kertas hiasan dan kaligrfi, seni menokok dol, seni tari ekspresi berbagai prosesi ritual, seni memainkan ikan-ikan, binatang buas dan lain-lain sesuai dengan perkembangan keadaan dan sesuai keperluan.

Perayaan Tabot diteruskan oleh Syechbedan, anak Imam Senggolo. Keturunan Imam Senggolo inilah yang mempertahankan tradisi perayaan Tabot di Bengkulu.“ Silsilah perayaan Tabot dari Maulana Ichsad, Bakar hingga Imam Sabari mulai kehilangan jejak.

Tapi mulai Syechbedan hingga Imam Senggolo ada silsilahnya. Dengan demikian, tidak semua dari tujuh belas kelompok keluarga Tabot sekarang merupakan keturunan Imam Senggolo semua diantara mereka ada yang berasal dari keturunan Syekh Burhanuddin.[2]

Menurut Ir. A Syiafril Sy, Tabot berasal dari jazirah Arab. Istilah Tabot ini sudah ada sejak zaman Nabi Harun yang bearti kotak. Secara lebih luas Tabot dimaknai untuk mendramatisasikan sebuah perbuatan kekuasaan yang tidak seimbang.

Dari sinilah muncul Tabot dalam bentuk lain, sebagai bagian dari cara mengenang peperangan di Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah (10 oktober 680 M).

Dalam peperangan tersebut salah satu cucu Nabi Muhammad saw bernama Imam Husain terbunuh. Dalam kondisi seperti itu jasad Imam Husain ditemukan oleh Ahlulbait.

Bentuk bangunan aneh dan indah Tabot tersebut akan dijelaskan pada masa reformasi.[3]

Upacara Tabot pada masa orde baru sama saja seperti Upacara Tabot pada masa reformasi.

Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil.[4]

Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik.

Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.

Agar lebih jelasnya mengenai ciri ritual serta peran pemerintah saat upacara Tabot masa orde baru ini, akan di jelaskan di bawah ini.

B. Ciri khas ritual upacara tabot pada masa orde baru

1. Ciri ritual Tabot

Sebelum memasuki masa orde baru ciri ritual pelaksanaan upacara Tabot ini masih bersifat sakral (mistis).

Dalam pelaksanaan ritual upacara tersebut, pihak yang melaksanakan ritual Tabot ini terdiri dari dua kelompok keluarga, yaitu kelompok keluarga Tabot dan kelompok bukan keluarga Tabot.[5]

Keluarga tabot dalam sejarahnya merupakan keturunan orang sipai dari India dan berdomisili di Kota Bengkulu. Keluarga Tabot umumnya beragama Islam.

Dalam kehidupan keseharian masih mempercayai adanya kekuatan magis yang berada dalam sebuah benda dan juga mempercayai adanya ruh-ruh.

Kepercayaan ini masih sangat dipercayai oleh keluarga Tabot yang diindikasikan dalam prosesi ritual Tabot yang masih dicampuri oleh unsurunsur mistik.[6]

Dalam ritual Tabot, keluarga Tabot mempercayai adanya kekuatankekuatan yang ada di dalam benda-benda keramat yang dipergunakan dan akan mempengaruhi kehidupan mereka baik maupun buruknya.

Oleh karena itu, benda-benda yang dianggap magis tersebut haruslah disucikan dan dipelihara sebaik-baiknya agar kekuatan magis tersebut tidak berkurang atau hilang.

Penyucian benda-benda dilakukan dalam ritual penuh dengan pembacaan mantra-mantra dan doa.[7]

Hal ini dimaksudkan agar kesakralan dan nilai magis yang dikandung oleh benda-benda keramat ini membawa keberuntungan dalam kehidupan mereka.

Kelompok keluarga Tabot merupakan kelompok keluarga yang mewarisi serta bertanggung jawab atas penyelenggaraan upacara Tabot.

Keluargakeluarga yang dianggap sebagai pewaris Tabot adalah Keluarga Keturunan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin), yang membawa dan memperkenalkan Tabot di Bengkulu sekitar tahun 1714.

Masyarakat keluarga Tabot umumnya bertempat tinggal di kecamatan teluk segara.

Yang menjadi pemimpin pada setiap keluarga Tabot adalah kepala keluarga dan anak laki-laki tertua.

Sebagai ciri bahwa keluarga tersebut sebagai ahli waris, penjaga, dan pelanjut Tabot.[8]

Setiap keluarga tersebut memiliki satu perangkat penja.

Kelompok keluarga Tabot ini terdapat empat belas keluarga diantaranya, keluarga Ibrahim, Zainuddin tengah padang, Buyung, Keling, Liang, Gurai, Job, Agus salim, Jurai, Zakaria, Mahyudin, Muhidin, Gaim, dan Aswani.[9]

Masyarakat keluarga Tabot ini bertanggung jawab dalam mewariskan, memelihara dan melaksanakan perayaan Tabot.

Perayaan Tabot dilakukan oleh seluruh masyarakat provinsi Bengkulu baik di daerah Rejang, Enggano, padang jati, pasar baru, Serawai, Lembak, Pasemah, Mulak Bintuhan, Pekal dan Mukomuko.

Selain dari daerah-daerah tersebut, upacara Tabot juga dirayakan oleh keluarga Tabot dan keluarga non-Tabot di provinsi Bengkulu

Kaum sipai (Keluarga Tabot) memiliki kepercayaan bahwa jika mereka tidak melaksanakan ritual Tabot dalam setiap tahunnya, maka kehidupan mereka akan ditimpa bencana.

Bencana tersebut bisa berbentuk penyakit yang berbahaya bahkan sulit untuk di sembuhkan dan pencarian rezeki yang semakin sulit.

Karena itu, keluarga Tabot akan selalu merayakan tabot pada setiap tahunnya.

Bisa dikatakan bahwa kaum sipai (keluarga Tabot) sangat menghormati leluhur mereka.

Hal ini dibuktikan dalam setiap prosesi ritual mereka yang menggunakan berbagai macam sesaji disertai dengan pembacaan mantra.

Secara keseluruhan segala aktivitas ritual upacara Tabot diawali dengan pembacaan basmallah disertai dengan doa-doa.

Doa-doa yang sering dikumandangkan dalam ritual Tabot adalah doa kubur, doa mohon selamat dan ampunan atas arwah orang-orang muslim di dunia serta bacaan tasbih.

Pelaksanaan ritual upacara Tabot terdapat sembilan cara, yaitu mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak penja, arak seroban, gam, arak gedang, dan akhir dari acara ritual Tabot pada tanggal 10 Muharram adalah Tabot tebuang.

Sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot meninggalkan lapangan merdeka menuju Karbala.

Suatu keunikan terjadi dalam arak-arakan ini mulai dari sekitar simpang lima terlihat diantara dukun Tabot kesurupan.

Mereka yang kesurupan tersebut mengigau dan dianggap menyampaikan pesan leluhur mereka.[10]

Ritual Tabot dalam perkembangannya telah banyak dipengaruhi nilai nilai Islam atau setidak-tidaknya memiliki pijakan normatif dalam Islam.

Nilai kesamaan ritual Tabot dengan Islam terlihat dalam orientasinya yang mengharapkan hidayah dari Allah, sorban bertuliskan kalimat Allah dan pembacaan Basmallah diucapkan oleh orang-orang yang mengusung Tabot.

Perlu diuraikan terlebih dahulu bahwa tingkah laku yang disimbolisasi melalui arak-arakan Tabot merupakan pencerminan dari akhlak.

Salah satu drama dalam Tabot yang mengandung nilai akhlak bisa dilihat pada acara “Menjara” atau berkunjung yang dilakukan tanggal 6 dan 7 Muharram.

Pada tanggal ini antara keluarga Tabot saling mengunjungi dalam rangka bersilaturahmi untuk mempererat hubungan kekeluargaan.[11]

Pesan untuk hidup sesuai aturan Islam juga terlihat pada acara duduk penja (mencuci jari-jari).

Duduk penja dilakukan dirumah pemimpin kelompok Tabot pada tanggal 4 Muharram pukul 16.00 wib.

Duduk penja melambangkan ketangkasan Husain bin Ali dalam berperang menggunakan tangan dan jarijarinya.

Mencuci jari-jari mengandung makna bahwa kewajiban bagi muslim untuk memandikan setiap muslim yang meninggal.

Arakan lain yaitu menjara yang berisi kegiatan mendatangi kelompok lain untuk bertanding membunyikan dol.

Menjara dilakukan di dua tempat. Maksud dan tujuan kelompok lain adalah untuk membangkitkan semangat dalam berperang melawan musuh.

Nilai-nilai kebersamaan juga terlihat ketika prosesi meradai (mengumpulkan dana). Upacara ini dilakukan tanggal 6 Muharram.

Pengumpulan dana dilakukan untuk memenuhi kebutuhan biaya pembuatan Tabot yang akan di festivalkan.

Dana yang terkumpul di serahkan kepada Ketua Tabot masing-masing.

Prosesi Tabot yang lain, Arak penja (mengarak jari-jari) juga mengandung nilai-nilai positif.

Arak penja dilaksanakan pada tanggal 8 Muharram. Mengarak jari-jari merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua peserta upacara.

Tabot beserta jari-jari diarak dengan berbaris menurut jalan-jalan yang sudah ditentukan.

Melalui prosesi arak-arakan akan ditanamkan nilai sosial seperti pemaaf, rela berkorban dan tidak mendendam.

Prosesi Tabot lainnya, arak sorban dilaksanaka tanggal 9 Muharram.

Sorban yang diarak melambangkan sorban yang dipakai Husain.

Sorban menyimbolkan kebesaran dalam berjuang untuk mempertahankan kebenaran.

Dalam arak sorban mengandung nilai-nilai kebersamaan, pengorbanan dan perjuangan.

Ritual Tabot selanjutnya yaitu Gam (masa tenang). Pada masa ini semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot tidak boleh dilaksanakan.

Masa tenang dimaksudkan sebagai masa berkabung dalam rangka memperingati kematian Husain.[12]

Masa kabung dilakukan sebagai ungkapan keprihatinan atau kesedihan atas kematian saudara sesama muslim.

Ritual arak gedang merupakan ritual pelepasan Tabot bersanding dari gerga (kelompok masing-masing).

Setelah dilepas, Tabot diarak dari markasnya dengan menempuh jalan yang telah ditentukan.

Ketika arak-arakan mereka akan membentuk arak gedang (pawai besar) menuju ke lapangan Merdeka.

Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya seluruh kelompok Tabot, pengikut acara tabot, kelompok hiburan serta masyarakat yang ingin menyaksikan arak gendang (pawai besar).

Pawai akan berakhir setelah seluruh Tabot dan kelompok penghibur berkumpul di lapangan merdeka, Tabot yang telah berkumpul di bariskan bersaf-saf.

Tabot yang dibariskan disebut Tabot bersanding.

Arak gendang atau pawai besar dan Tabot bersanding merupakan acara menghimpun kekuatan dalam rangka melawan musuh.

Seperti diketahui bahwa tanggal 9 Muharram, pengikut Husain yang tinggal sedikit menerima petunjuk dan pengarahan dalam menghadapi musuh.

Pada saat Tabot disandingkan, masyarakat dihibur oleh musik dan dol (gendang) yang dibawakan oleh kelompok tabot masing-masing.

Pada waktu peristiwa Tabot bersanding inilah terlihat keindahan dari Tabot dengan diiringi bunyi-bunyian dol (gendang).[13]

Setelah peserta tabot lengkap disandingkan, kelompok tabot kembali ke tempat masing-masing sambil menunggu waktu pelaksanaan Tabot tebuang pada tanggal 10 muharram.

Pada prosesi Tabot tebuang mengandung nilai-nilai positif.

Akhir dari seluruh rangkaian dari ritual Tabot ini berakhir pada Tabot tebuang.

Seluruh Tabot akan diarakkan ke makam Imam Senggolo.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan acara ritual yang dilaksanakan di makam Imam Senggolo ini :

a. Saat dukun tertua beserta rombongan akan masuk komplek makam Imam Senggolo, sang dukun menyampaikan salam dan mantera dalam bahasa Benggali.

Selanjutnya beliau memulai acara ritual Tabot tebuang dengan membaca basmallah, mengucapkan puji-pujian, shalawat dan salam ta’zim kepada Imam Senggolo dan para leluhur mereka sebagaimana diutarakan terdahulu.

b. Hanya Tabot Tertua saja yang dibawa masuk ke dalam pagar komplek khusus makam Imam Senggolo dan tokoh Tabot dan didekatkan dengan makam Imam.

Sedangkan Tabot yang lain diletakkan diluar pagar menunggu saat pembuangannya.

c. Sesajen diletakkan dihadapan dukun, terdiri dari : nasi kunyit panggang ayam, roti sebrat, kopi manis, air serobat, bubur merah dan bubur putih.

d. Terdapat dukun Tabot yang kesurupan ini biasanya sebelum acara dimulai, mereka diobati oleh dukun yang lebih tua.

e. Terdapat diantara keluarga Tabot yang menangis tersedu-sedu tanpa sadarkan diri sebagaimana orang meratap ditinggalkan mati oleh keluarganya, setelah dimanterai oleh dukun Tabot barulah sadar.

f. Tabot yang dibuang adalah bangunnya saja sedangkan beberapa bagian yang masih akan dapat dipakai lagi seperti lampu-lampu dekorasi, bungabunga hias serta benda-benda magis diambil terlebih dahulu untuk disimpan.

Bahkan belakangan ini terlihat bahwa yang dibuang hanya kerangkanya saja, jadi kertas-kertas yang membungkus keragka itu telah diambil oleh anak-anak dan pemuda-pemuda dari kalangan keluarga Tabot masing-masing.

Dengan terbuangnya Tabot berarti selesai sudah seluruh rangkaian kegiatan upacara Tabot Bengkulu.[14]

Pada masa orde baru ini pembuangan Tabot pertama kali di buang ke pantai panjang, menurut para leluhur dengan dibuang ke pantai dapat diyakini akan memberikan keberkahan dan keselamatan bagi masyarakat Bengkulu.

Jika pada awalnya upacara Tabot digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang sipai (keluarga Tabot) lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka.[15]

Belakangan, sejak satu dekade terakhir selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang sipai (keluarga Tabot) dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.

Dalam perkembangannya ritual upacara Tabot ini mengalami pergeseran.

Pergeseran ini dapat terlihat dari kelompok keluarga Tabot yang dibedakan ke dalam dua bagian: keluarga tradisional dan keluarga non-tradisional.

Keluarga tradisional adalah keluarga Tabot yang tetap mempertahankan tradisi yang diterima dari leluhur dan bersikap tertutup dari pengaruh luar.

Dengan adanya keluarga tradisional ini mengakibatkan lahirnya organisasi Kerukunan Keluarga Tabot (KKT).[16]

Pada tahun 1991, lahir ide pembentukan Kerukunan Keluarga Tabot (KKT), saat itu Provinsi Bengkulu diundang ke Jakarta untuk menampilkan seni budaya yang dimiliki.

Bengkulu menampilkan Tabot dengan permainan musik dhol-nya.

Setelah itu timbul ide tokoh-tokoh Tabot untuk membentuk Kerukunan Keluarga Tabot (KKT).

Pada tahun 1993 terbentuklah ketua dan anggota Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) dan kepengurusannya hingga sekarang ini sudah memiliki akta notaries.

Tujuan lahirnya Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) adalah untuk mengorganisasi perayaan Tabot dan menjaga kelestarian Tabot.

Meskipun dahulu setiap keluarga Tabot pada mulanya tidak diharuskan mementaskan (membuat kerangka Tabot) tetapi mereka terpanggil dengan sendirinya untuk membuat Tabot.

Bahkan menjadi kebahagiaan tersendiri bagi sebagian mereka jika berhasil menampilkan Tabot, tidak semua keluarga Tabot dapat melaksanakan prosesi ritual Tabot.

Hanya orang-orang tertentu yang diperkenankan untuk membangun bangunan Tabot sakral.

Bagi masyarakat non-keluarga Tabot, Tabot dianggap sebagai budaya daerah untuk kepentingan pariwisata.

Tabot bagi kelompok non-keluarga Tabot dimaknai sebagai salah satu produk budaya yang potensial untuk kepentingan pariwisata daerah.

Pandangan seperti inilah yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan memunculkan istilah Tabot pembangunan.

Maksud dari Tabot pembangunan adalah bangunan Tabot yang terdiri dari berbagai daerah-daerah di Bengkulu dan secara keseluruhan seluruh masyarakat Bengkulu turut merayakan dan memeriahkan perayaan Tabot tersebut.[17]

Bangunan fisik Tabot pembangunan sama dengan bangunan Tabot sakral.

Hanya saja pada Tabot pembangunan tidak dilengkapi dengan tanah dan penja.

Pelaksanaan Tabot bagi kelompok non-keluarga Tabot dipimpin oleh dinas pariwisata dan kebudayaan kota Bengkulu.

Dengan landasan seperti diatas terlihat jelas pergeseran makna terjadi saat perayaan Tabot.

Awal mulanya yang melaksanakan perayaan Tabot itu hanya dari kelompok keluarga Tabot dan kelompok keluarga bukan Tabot.

Seiring perjalanan waktu, perayaan Tabot tersebut mengalami perkembangan dan perluasan sehingga bukan hanya keturunan keluarga Tabot dan keluarga non-Tabot saja yang merayakan acara tersebut namun, semua masyarakat dari berbagai daerah dan instansi pemerintahan di Bengkulu ikut memeriahkan acara Tabot tersebut sehingga lambat laun upacara tersebut menjadi pesta rakyat bukan sepenuhnya ritual yang sakral yang dilaksanakan setiap tanggal 1–10 Muharram setiap tahunnya.

Sejak tahun 1990 Pesta Budaya Tabot ditingkatkan menjadi Festival Wisata di Provinsi Bengkulu, yang diberi nama Festival Tabot.

Dalam Festival Tabot, perayaan yang semula hanya berisikan upacara-upacara ritual saja saat ini diperkaya dengan berbagai atraksi tambahan yang mampu memberi hiburan kepada masyarakat dan wisatawan.

Selama 10 hari pelaksanaan Festival Tabot, masyarakat dan wisatawan dapat menyaksikan rangkaian upacara ritual Tabot dan menikmati berbagai pegelaran seni-budaya serta lomba-lomba kreasi seni tradisional Bengkulu, seperti: lomba Ikan-Ikan, lomba Telong-Telong, lomba Dol, lomba tari, Lomba Barong Landong dan sebagainya.

Perkembangan perayaan Tabot dari tahun ke tahun meningkat dan menjadi festival budaya dan pariwisata di kota Bengkulu.

2. Peran pemerintah dalam tradisi Tabot

Tradisi Tabot pada masa orde baru , peran pemerintah dalam perayaan tersebut tidak terlihat secara signifikan.

Pada masa ini, pihak yang melaksanakan perayaan Tabot itu terdiri dari kelompok- kelompok keluarga saja.

Bisa dijelaskan bahwa pada saat itu masyarakat Bengkulu dikenal dengan suku melayu Bengkulu, namun jika dilihat dari kelompok keluarga dapat dibedakan atas kelompok keluarga Tabot dan kelompok bukan keluarga Tabot.[18]

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa upacara Tabot pada masa orde baru ini landasan pelaksanaannya dilakukan oleh kelompok-kelompok keluarga Bengkulu, terdiri dari : kelompok keluarga Tabot maupun kelompok keluarga bukan Tabot.

Dalam kelompok keluarga Tabot pelaksanaan prosesi ritual Tabot pun masih bersifat mistis seperti pada penyucian benda-benda dilakukan dalam ritual penuh dengan pembacaan mantra- mantra dan doa agar nilai kesakralan dan nilai magis yang dikandung oleh benda keramat ini membawa keberuntungan dalam kehidupan mereka.

Peran serta pemerintah dalam pelaksanaan ritual ini tak terlihat secara jelas. Bagi masyarakat nonkeluarga Tabot, Tabot dianggap sebagai budaya daerah untuk kepentingan pariwisata.

Tabot bagi kelompok non-keluarga Tabot dimaknai sebagai salah satu produk budaya yang potensial untuk kepentingan pariwisata daerah.

Pandangan seperti inilah yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan memunculkan istilah Tabot pembangunan.

Perayaan Tabot sebagai suatu produk budaya yang potensial untuk kepentingan pariwisata daerah.

Untuk lebih jelasnya dapat di lihat di lampiran 13 mengenai pergeseran tradisi Tabot. Lampiran tersebut menjelaskan siapa saja pihak yang melaksanakan nya serta ciri ritual upacara Tabot tersebut dari sebelum orde baru, orde baru hingga reformasi.

Daftar Isi

Perayaan Tabot 1

Syuplahan Gumay 1

Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Bengkulu 1

BAB III 2

UPACARA TABOT MASA ORDE BARU 2

A. Upacara Tabot pada masa Orde Baru 2

B. Ciri khas ritual upacara tabot pada masa orde baru 5

1. Ciri ritual Tabot 5

2. Peran pemerintah dalam tradisi Tabot 19

Daftar Isi 21


[1] Adat Istiadat Daerah: Bengkulu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1976, hlm. 67.

[2] Harapandi Dahri, Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu. Jakarta: Citra, 2009, hlm. 82-83.

[3] Wawancara langsung dengan Ir. A. Syiafril Sy, selaku ketua Kerukunan Keluarga Tabot, 27 Maret 2013 .

[4] Wawancara langsung dengan Rustam Effendi, selaku Pewaris Budaya Tabot Bengkulu,5 April 2013.

[5] Bustaman Fakhri, dkk., Slide Pogram Upacara tradisional Tabot di Bengkulu. Bengkulu: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Dirjen Kebudayaan Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Bengkul 1998,hlm. 25.

[6] Ibid., hlm. 27-28.

[7] Badrul Munir Hamidi, Upacara Tradisional Bengkulu: Upacara Tabot di Bengkulu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, hlm.34.

[8] Kerukunan Keluarga Tabot, Upacara Ritual dan Festival Tabot. Bengkulu: Depdikbud, 2002, hlm. 40.

[9] Ibid., hlm. 42.

[10] Subdin Bina, Informasi Budaya Prosesi Upacara Ritual Tabot: Pesona Seni dan Budaya Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu. Bengkulu: Infokom, 2004, hlm. 42.

[11] Syiafril, Tabot karbala Bencolen dari Punjab symbol melawan kebiadaban. Jakarta: PT. Walaw Bencolen, 2012, hlm. 85-88.

[12] Kerukunan Keluarga Tabot, op.cit., hlm.55-65.

[13] Harapandi Dahri, op.cit. hlm. 108-115.

[14] Badrul Munir Hamidi, op.cit., hlm. 98-105.

[15] Wawancara langsung dengan Ir. A. Syiafril Sy, selaku ketua Kerukunan Keluarga Tabot, 27 Maret 2013.

[16] Harapandi Dahri, op.cit. hlm. 99-101.

[17] Badrul Munir Hamidi, op.cit., hlm. 45-53.

[18] Wawancara langsung dengan Bapak Rustam Effendi, selaku pewaris budaya Tabot Bengkulu, 5 April 2013.