Peperangan Abu al-Fadl Abbas dengan Marid bin Shudaif
Zuhair bin al-Qain adalah seorang prajurit dan pembela Imam Husain di Karbala yang gagah berani pada hari ‘Âsyûrâ’, tatkala Abbas bin Ali bin Abi Thalib hendak berangkat menuju medan perang, Zuhair menghampirinya dan berkata, “Wahai putera Amirul Mukminin! aku hendak menyampaikan sesuatu kepadamu.” Abbas menjawab, “Sampaikanlah, waktunya sempit.”
Wahai Abu al-Fadhl! Tatkala ayahmu hendak menikah dengan ibumu, Ummul Banin, ia berkata kapada suadaranya Aqil yang ahli dalam silsilah keturunan (nasab), “Pinanglah untukku seorang wanita yang berasal dari keturunan yang gagah berani, supaya Allah mengaruniaiku putera yang gagah berani, sehingga menjadi tangan dan rela berkorban demi menolong anakku al-Husain.’ Wahai Abbas! Ayahmu menghendakimu hari ini, oleh karena itu, janganlah engkau kurang sempurna dalam membela kehormatan Imam Husain.”
Mendengar ucapan ini Abbas amat tersentuh. Dengan bergegas dan mantap, ia menunggangi kudanya dan berkata, “Wahai Zuhair! Pada kesempatan ini, engkau hendak memberiku semangat dan kekuatan. Demi Allah, aku akan menunjukkan padamu pengorbananku, yang engkau sama sekali belum pernah saksikan tandingannya.”
Setelah menyampaikan jawabannya ini, Abbas memacu kudnya ke arah musuh. Ia menyerang musuh sedemikian dahsyat. Pedangnya bagaikan kilat yang menyambar-nyambar. Ia berhasil membunuh seratus pasukan musuh.
Saat itu, seorang musuh yang dikenal keberaniannya bernama Marid bin Shudaif Taghlabi, dengan topi besi melekat kuat di kepalnya dan mengenakan dua lapis pakaian besi yang rantainya kecil-kecil, bergegas menunggang kuda. Ia menggenggam sebuah tombak panjang. Dengan teriakan yang menggema ke seluruh medan laga, ia memacu kudnya ke arah Abbas dan berkat, “Hai anak lelaki! Kasihanilah dirimu. Masukkan kembali pedangmu ke sarungnya. Perlihatkanlah kepada orang-orang penyerahanmu; bagimu keselamatan jauh lebik baik dari penyesalan.”
Abbas menjawab sesumbar Marid, “Hai musuh Allah dan Rasul-Nya! Aku telah siap untuk berlaga dengan bertawakal kepada Allah yang Mahabesar, dan akan senantiasa bersabar. Karena aku memiliki hubungan kerabat dengan Rasulullah saww dan dibesarkan dari pohon kenabian. Orang yang berasal dari keturunan semacam ini, sama sekali tak akan menyerah kepada thaghût (orang zalim), dan tak akan bersedia bertekuk lutut di bawah panji penguasa zalim, tidak merasa gentar terhadap tebasan pedang. Aku adalah putera Ali dan tak akan pernah merasa lemah dalam menghadapi penantang....”
Kemudian Abbas melantunkan syair yang ditujukan kepada Marid.
Bertahanlah, ketahuilah bahwa segala sesuatu itu bakal musnah
Tak mungkin orang sepertiku akan merasa takut
Sekonyong-konyong Marid mengarahkan tombaknya yang penjang ke tubuh Abbas. Namun Abbas memegang erat tombak itu dan menariknya dengan kuat sehingga hampir saja Marid terlempar dari kudanya. Ia terpaksa melepas tombaknya dan menghunus pedangnya.
Abbas mengayunkan tombak Marid dan berteriak, “Hai musuh Allah, aku memohon kepada Allah agar mampu mengantarkanmu ke dasar neraka Jahanam.”
Segera saja Abbas menancapkan tombak Marid ke paha kuda yang ditunggangi Marid. Kudanya menjadi tidak terkendali. Marid pun menjatuhkan dirinya ke tanah. Kejadian ini sungguh memalukan. Melihat itu pasukan musuh guncang dan kebingungan. Kontan Syimr berteriak kepada pasukannya, “Celakalah kalian bantulah teman kalian, jangan sampai ia terbunuh.”
Seorang pemuda dari pasukan musuh menunggang kuda (kudanya itu berjuluk “thawiyah”) untuk menjemput Marid. Seketika itu, Marid berteriak, “Hai pemuda! Segara bawalah kemari Thawiyah, sebelum masuk ke dalam Hawiyah (neraka).”
Tatkala pemuda itu telah mendakat, Abbas menancapkan tombaknya ke dadanya. Ia pun jutuh tersungkur. Lalu Abbas menunggangi kuda thawiyah. Tak lama, datanglah 500 tentara musuh ke arah Abbas demi meyelamatkan Marid dari tangan Abbas. Kedatangan mereka sama sekali tidak membuat Abbas gentar. Dalam hitungan detik Abbas menancapkan tombaknya ke leher Marid. Akhirnya, Marid pun tersungkur ke tanah dan tewas. Kemudian Abbas menyerang musuh yang menghampirinya. Ia berhasil membunuh 70 orang. Sisanya lari tungang langgang.
Imam Ja’far al-Shadiq menyifati keberanian Abbas dengan mengatakan, “Aku bersaksi sesungguhnya engkau tidak lemah dan tidak pula takut dan engkau telah mengerahkan seluruh tenagamu (dalam menghadapi musuh).”