Lelaki Miskin Meninggal di Kubur Imam Ali
Alkisah, sekembalinya Imam Hasan dan Imam Husain dari menguburkan jasad suci Imam Ali, dan hendak ke Kufah, di tengah perjalanan keduanya melihat seorang lelaki miskin dan buta duduk di sampaing bangunan reot. Wajahnya tampak sangat sedih dan ketakutan dengan kepala tetunduk seraya menangis. Keduanya bertanya, “Siapakah Anda? Mengapa bersedih?”
Ia menjawab, “Saya adalah orang asing dan sendirian. Saya tak punya seorang pun untuk berbagi duka. Selama setahun saya berada di kota ini. Setiap hari ada seseorang yang baik hati menemui saya dan menanyakan keadaan saya, memberi saya makanan, dan berbincang-bincang dengan saya. Namun sekarang telah tiga hari berlalu dan ia tidak datang kemari, tidak menanyakan keadaan saya.”
Mereka bertanya, “Apakah engkau tahu namanya?”
Ia menjawab, “Tidak.”
Mereka bertanya, “Apakah engkau tidak menanyakan namanya?”
Ia menjawab, “Saya sudah menanyakannya, namun ia menjawab, ‘Apa kepentinganmu dengan namaku. Saya merawatmu demi keridhaan Allah.’”
Mereka bertanya, “Bagaimana wajah dan postur tubuhnya?”
Ia menjawab, “Saya buta saya tidak mengetahui wajah dan postur tubuhnya.”
Mereka bertanya, “Apakah engkau sama sekali tidak mengenal ciri-ciri sikap dan pembicaraannya?”
Ia menjawab, “Lisannya senantiasa dalam keadan berzikir. Tatkala ia berzikir dan bertasbih, bumi, pintu, dan dinding-dinding ikut bertasbih bersamnya; tatkala duduk di samping saya, ia berkata, ‘Orang miskin duduk di sebelah orang miskin, orang asing duduk di sebelah orang asing.’”
Imam Hasan dan Imam Husain, (Muhamad Hanafiah dan Abdullah bin Ja’far) amat mengenal orang baik dan tak dikenal itu. Mereka saling berpandangan dan berkata, “Hai orang miskin dan asing! Ciri-ciri yang engkau sebutkan itu adalah ciri-ciri ayah kami, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.”
Orang miskin berkata, “Lalu mengapa sudah tiga hari ini ia tidak datang menemuiku?”
Mereka menjawab, “Hai orang miskin dan asing! Seorang terkutuk telah menghunuskan belatinya ke kepalanya. Ia pun berpulang ke hadirat Allah. Tadi, baru saja kami kembali dari kuburnya.”
Tatkala mengetahui peristiwa yang terjadi, orang miskin itu menjerit dan menangis. Ia merebahkan tubuhnya ke tanah dan melempari wajahnya dengan pasir seraya berkata, “Apa keistimewaanku sehingga Amirul Mukminin merawatku? Mengapa mereka membunuhnya?”
Imam Hasan dan Imam Husain berusaha menenangkannya. Namun ia tak juga tenang. Kemudian orang tua miskin itu memeluk Imam Hasan dan Imam Husain dan berkata, “Demi kakek-kakek kalian, demi jiwa ayah kalian yang mulia, bawalah aku kuburnya.”
Imam Hasan memegang tangan kanannya, sementara Imam Husain memegang tangan kirinya. Mereka memapahnya ke kubur Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Setelah sampai, ia me-rebahkan dirinya ke kubur beliau dalam keadaan menangis dan meratap. Ia berkata, “Ya Allah, saya tak mampu menanggung beban perpisahan dengan ayah yang baik ini. Demi pengbuni kubur ini, ambillah nyawaku!”
Doanya terkabul! Ia pun menghembuskan nafas terakhirnya di atas kubur suci Imam Ali. Menyaksikan kejadian itu, Imam Hasan dan Imam Husain tak kuasa menahan tangis kesedihan. Mereka berdua segera memandikan, mengafani, dan menyalati jenazah si miskin, lalu dikuburkan di sekitar makam suci tersebut.