Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan

Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan   	0%

Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan   	pengarang:
Kategori: Imam Mahdi ajf
Halaman: 3

Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan

pengarang: Sayyid Mahdî Ayatullâhî
Kategori:

Halaman: 3
Pengunjung: 3078
Download: 563

Komentar:

Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 3 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 3078 / Download: 563
Ukuran Ukuran Ukuran
Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan

Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan

pengarang:
Indonesia
Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan


Diterjemahkan dari
Asynâî bâ Ma'sumîn
Ma'sum Chârdahum
Hadrat Imam Mahdî As
Karya : Sayyid Mahdî Ayatullâhî
Terbitan : Intisyârât Jahân arâ
Islâmic Republic of Irân
Penerjemah : A. Kamil
Penyunting : Abu 'Ali Akbar
Diterbitkan oleh :
Penerbit Fathu Makkah
Yayasan Putra Ka'bah
Qum Al-Muqaddas
Jumadil Tsani 1424 H


1
Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan

Imam Muntazar al-Mahdî As
Adik-adik dan remaja tercinta

Adik-adik, dalam kehidupan dunia ini, kita memerlukan teladan dari insan yang berakhlak agung dan mulia, sehingga dengan keteladanan dari mereka, kita dapat meniru akhlak luhur mereka. Para pemimpin agama dan para Imam Ahlul Bait As adalah contoh dan teladan bagi kita semua. Oleh karena itu, kami telah membuat penelitian perihal kehidupan mereka, dengan maksud untuk memperkenalkan kepada adik-adik akan kehidupan mereka. Dan semaksimal mungkin kami telah menyusun buku-buku ihwal kehidupan mereka dengan bahasa sederhana sehingga dapat dipahami dengan mudah.
Kumpulan kisah manusia-manusia suci ini disusun seringkas mungkin dengan tidak melupakan keabsahan kisah-kisah teladan Imam Ahlul Bait itu.
Para ahli sejarah Islâm telah mengkajinya secara serius dan mereka mendukung adanya penyusunan buku ini.
Kami berharap, adik-adik sekalian sudi mengkajinya secara serius pula. Hasil dari pelajaran ini, kami meminta kepada adik-adik untuk dapat menyampaikan kesan dan pandangannya.
Kami sangat berterima kasih atas perhatian adik-adik. Dan semoga adik-adik mau bersabar menantikan edisi-edisi selanjutnya.

Wiladah
Kemilau mentari kehadiran Imam Mahdi, Imam ke dua belas memancarkan sinarnya, menerangi para pecintanya. Kemunculannya mencerlangkan sanubari orang-orang Syi'ah, orang-orang yang merindukan kedatangannya.
Khalifah 'Abbâsiyah dan pejabat pemerintahannya telah mendapat kabar bahwa beliau adalah Imam kedua belas dan Imam penutup Syi'ah yang berasal dari keturunan Imam Hasan 'Askarî As. Masa gaib Imam pamungkas ini akan mengalami masa yang panjang dan dialah yang akan membentuk pemerintahan semesta dengan keadilan.
Para penguasa zalim menjadi waspada dan ekstra hati-hati terhadap kemunculannya sehingga mereka berupaya ingin menggagalkan kemunculannya. Namun, mereka tidak sadar bahwa Fir'aun, meskipun dengan kekuatan adi daya yang dimilikinya membunuh secara massal bayi-bayi yang baru lahir, namun usahanya itu gagal total. Perbuatan biadab ini ia lakukan untuk mencegah munculnya seseorang yang akan menggoyang pemerintahan tiraniknya. Betapapun, ia tidak kuasa membendung keinginan Allah Swt untuk mewujudkan kebenaran. Ia pergi mencari dan menelusuri keberadaan Nabi Mûsâ dari rumah ke rumah tetapi orang yang dicarinya itu justru dibesarkan di dalam pangkuannya sendiri.
Mu'tamid, Khalifah Abbâsiyah - yang merupakan Fir'aun pada masanya - pun ingin melakukan hal yang sama. Ia pun mencoba mengikuti langkah Fir'aun berusaha mencegah kemunculan Sang Pembela Kebenaran yang ia takutkan akan merongrong kekuasaannya. Ia dengan ekstra ketat mengawasi dan menjaga rumah Imam Hasan 'Askarî As.
Ketika Imam diracun, beliau dibawa dalam keadaan lemah dari penjara ke rumahnya. Mu'tamid menugaskan lima orang pengawal pergi menyertai Imam untuk mewaspadai dan berpatroli di sekeliling rumah Imam jika ada kejadian dan peristiwa yang terjadi di rumah itu. Tidak hanya mengutus mata-mata, tetapi ia juga mengirim beberapa bidan ke rumah Imam untuk menjaga dan membantu proses kelahiran istri Imam As.
Kota Samarrah berubah menjadi kota duka dan lara atas kematian Imam As. Orang-orang menutup tempat kerja mereka untuk melayat ke rumah Imam. Penduduk kota itu mengusung jenazah suci Imam dengan tangan mereka sendiri dalam upacara penguburan yang kudus, agung dan akbar.
Khalifah 'Abbâsiya sangat gusar dan kesal atas kerumunan massa yang datang melayat Imam. Ia berusaha keras untuk menutupi kejahatannya dan mengumumkan bahwa kematian Imam merupakan sebuah kematian yang wajar dan alamiah.
Mu'tamid mengutus saudaranya untuk menghadiri upacara pemakaman dan bersaksi bahwa tidak ada yang membunuh Imam As .Di sisi lain, ia membagi-bagikan harta peninggalan Imam untuk menunjukkan bahwa Imam tidak meninggalkan anak yang dapat menunaikan salât jenazah dan menjadi pewaris sah atas harta peninggalan Sang Imam.
Namun betapapun, ia berusaha untuk menutupi cahaya kebenaran, kehendak Allah Swt lah yang tetap berlaku. Putra Imam berusia lima tahun ketika beliau dibunuh. Ia mencapai kedudukan Imam pada usia lima tahun, seperti Nabi 'Isâ yang diangkat sebagai Nabi ketika ia masih di ayunan.
Putra Imam pun - pada usia yang sama - ketika mereka meletakkan jenazah muqaddas ayahnya - dan pamannya yang bukan orang baik-baik itu ingin memimpin shalat jenazah - didorong ke samping dan beliau sendiri maju kedepan memimpin salat jenazah tersebut. Setelah selesai salat jenazah, beliau menghilang dari pandangan mata.
Sejak masa Imam Hasan 'Askarî, orang-orang Syi'ah telah melihat beliau di kediaman Imam Hasan 'Askarî dan telah mendengarkan nasihat beliau tentang anaknya kepada mereka. Setelah syahadah Imam, mereka tetap berhubungan dengan Imam hingga beberapa lama.

Keadaan yang berlaku ketika Imam lahir
Hakîmah, bibi Imam berkata : " Aku pergi ke rumah anak saudaraku, pada hari kamis pada bulan Sya'ban. Ketika aku ingin mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, Imam berkata, " Wahai bibi, tinggallah malam ini bersama kami karena putra kami akan segera lahir. Aku sangat bergembira dan berbahagia mendengarkan kabar itu dan pergi menjumpai Narjis (Ibunda Imam Zamân) namun aku tidak menemukan tanda-tanda kehamilan pada diri beliau. Aku terkejut - aku berkata pada diriku - aku tidak melihat tanda-tanda adanya bayi akan lahir. Pada saat-saat itu, Imam datang padaku dan berkata : " Duhai bibi, jangan bersedih, Narjis seperti ibunda Nabi Musâ As dan si bayi seperti Musâ, yang lahir secara tersembunyi dan tanpa tanda-tanda apa pun yang menyertai kelahirannya. Pergilah ke Narjis, dia akan segera melahirkan pada subuh hari. Aku berbahagia dan tinggal menemani Narjis dan apa yang dikatakan oleh Imam bahwa tanda-tanda kelahiran Narjis muncul sebelum matahari terbit di ufuk timur. Seberkas cahaya mewujud antara diriku dan dia sehingga aku tidak dapat melihat Narjis lagi. Aku ketakutan dan keluar dari bilik itu untuk menjumpai Imam melaporkan apa yang telah terjadi. Beliau tersenyum dan berkata, " Kembalilah, beberapa saat lagi engkau akan melihatnya."
Aku kembali ke kamar dan melihat seorang bayi baru lahir dan tengah melakukan sujud lalu ia mengangkat tangannya ke angkasa, berdzikir dan memuji Allah Swt dengan segala ke-Pemurahan-Nya, ke-Besaran-Nya dan ke-Esaan-Nya.

Keadaan Ibunda Narjis
Salah seorang budak Imam Hâdî " Busher Ansâri" menukilkan sebuah kisah sehubungan dengan kejadian itu. Suatu hari Imam Hâdî As memanggilku dan berkata padaku : Aku ingin memberikan sebuah pekerjaan untukmu, pelaksanaan pekerjaan ini akan menjadi sesuatu yang sangat berharga untukmu. Beliau memberikan sebuah surat disertai dengan sekantung karung yang berisi dua ratus emas Dinar. Beliau berkata : " Ambillah kantung ini dan pergi ke Baghdad nantikan di sana di Sungai Eufrat karena ada kapal yang akan berlabuh besoknya. Di sana terdapat banyak budak-budak yang dibawa untuk diperjual belikan. Kebanyakan pembeli dan penjual itu berasal dari Banî Abbâs dan beberapa pemuda dari suku bangsa yang lain. Di atas kapal itu, ada seorang wanita yang ketika ia diminta untuk menampakkan dirinya, ia enggan memenuhi permintaan pembeli itu. Salah seorang pemuda maju ke depan dan berkata pada tuannya, " Aku siap membeli wanita itu dengan harga dua ratus emas Dinar. Tetapi si wanita itu tidak setuju dengan tawaran pemuda itu. Lalu tuannya berkata : " Kamu tidak ada pilihan lain kecuali harus dijual, kamu harus terima tawaran pemuda itu." Tapi ia berkata lagi, sebentar, pembeliku akan segera datang. Lalu engkau maju ke depan berikan surat itu kepadanya, katakan " Jika wanita ini berhasrat kepada orang yang mengirim surat ini, aku akan membelinya." Setelah membaca surat yang disodorkan padanya, wanita itu merasa senang lalu engkau bayar dengan uang ini, serahkan pada tuannya dan bawa wanita itu kemari."
Busher berkata : " Aku kerjakan apa yang diperintahkan Imam kepadaku, aku beli wanita itu dari tuannya. Dalam perjalanan ia menceritakan kepadaku sebuah cerita yang mengejutkan, katanya : " Aku adalah putri Raja Roma. Datukku adalah sahabat dekat Nabi 'Isâ. Ayahku menginginkan aku menikah dengan keponakannya. Suatu hari, ia mengadakan sebuah pertemuan akbar di istana dan meminta kemenakannya duduk bersanding denganku di singgasana. Seluruh bangsawan Nasrani dan para punggawa kerajaan berkumpul untuk menikahkan aku dengannya.
Tiba-tiba istana berguncang, yang membuat segala sesuatunya berserakan dan saudara sepupuku itu terjatuh dari singgasana. Dengan adanya kejadian itu, mereka tetap tidak menyerah untuk menikahkan aku dengannya. Mereka kembali mengadakan pertemuan itu, namun kejadian yang sama juga kembali terjadi. Para bangsawan Nasrani menganggapnya sebagai sebuah pertanda buruk dan mereka semuanya bergegas meninggalkan istana.
Pada malam yang sama, aku tertidur dalam keadaan sedih dan pilu. Aku bermimpi seorang pria dengan cahaya yang memancar dari tubuhnya datang ke istana. Beberapa orang berkata bahwa pria itu adalah Nabi 'Isâ As dan yang lainnya berkata bahwa pria itu adalah Rasulullâh Saw. Rasulullâh Saw berhadapan dengan Nabi 'Isâ As, beliau berkata " Aku meminang cucumu untuk cucuku.
Nabi 'Isâ As sangat bergembira dengan pinangan itu. Beliau menerima pinangan Rasulullâh Saw.
Aku bangkit dari tempat tidurku dan tidak mengatakan perihal mimpi itu kepada siapa pun. Hingga suatu hari aku jatuh sakit dan ayahku memanggil seluruh tabib untuk melihat keadaanku. Namun tidak satu pun dari mereka yang dapat menyembuhkan sakitku. Aku memohon kepada ayahku untuk membebaskan orang-orang Muslim yang ada dalam penjara ketika itu.
Ia mengabulkan permohonanku. Ia membebaskan tawanan itu dan setelah orang-orang muslim itu dibebaskan, aku pun sembuh dari sakitku.
Pada malam yang sama, aku sekali lagi melihat dua orang wanita yang penuh dengan cahaya. Mereka berkata bahwa wanita itu adalah ibunda Nabi Allah 'Isâ As dan Fâtimah putri Rasulullâh Saw. Fâtimah maju ke depan dan berkata kepadaku : " Jika engkau ingin menjadi istri dari putraku, engkau harus menjadi muslim."
Aku menerima Islam melalui tangan beliau dalam mimpi itu. Lalu ia membawaku menjumpai anaknya Imam Hasan 'Askarî.
Cintanya menawan hatiku dengan kuat dan seluruh badanku lemas siang dan malam hingga suatu malam, aku melihat Imam Hasan 'Askarî dalam mimpi. Aku bertanya padanya, " Bagaimana aku dapat menjadi istrimu? Beliau berkata : " Ayahmu dalam waktu dekat ini akan mengirim serdadunya untuk berperang melawan serdadu muslim dan engkau akan berada di barisan belakang serdadu itu. Serdadu muslim akan memenangkan perang itu dan engkau akan di tahan sebagai tawanan perang dan akan dibawa ke Baghdad untuk dijual. Engkau akan dibawa ke Baghdad dengan kapal yang melintasi Sungai Eufrat. Kapal itu akan berlabuh di Sungai Eufrat dan mereka akan membawamu keluar dari kapal itu untuk dijual.
Para pembeli akan datang untuk membelimu. Namun, tunggulah, hingga seseorang (utusan) datang untuk membelimu. Ia akan datang dengan membawa surat dari ayahku. Dialah yang akan menjadi pembelimu dan membawamu pergi.
Aku terjaga dari mimpi dan merasa gembira. Dan setelah beberapa waktu berlalu, apa yang diceritakan oleh Imam Hasan dalam mimpi itu terjadi. Wahai Busher! Hingga saat ini tidak ada seorang pun yang tahu akan cerita ini dan mengenali aku. Berhati-hatilah, jangan engkau ceritakan kisahh ini kepada siapapun. Simpanlah cerita ini untukmu saja.
Busher berkata ketika Narjis menukilkan kisah itu kepadaku, gemetar seluruh tubuhku. Sejak saat itu, aku menghormatinya dan menemaninya seakan-akan aku ini adalah budaknya. Aku membawa beliau ke hadirat tuanku Imam Hâdî As. Beliau bertanya kepada wanita itu, bagaimana ceritanya engkau memeluk Islam? Dia menjawab : " Anda bertanya sesuatu yang anda lebih paham ketimbang aku."
Beliau lalu berkata : " Berita gembira untukmu tentang seorang anak yang akan memenuhi semesta ini dengan keadilan dan hukum, seorang anak yang dinanti-nantikan oleh seluruh umat manusia.
Kemudian beliau memalingkan wajahnya ke saudarinya Hakîma " Wahai ukhti! Inilah wanita yang kau nanti-nantikan selama ini. Bawalah ia bersamamu dan ajarkan Islam padanya." Hakîma memeluknya erat dan dengan penuh pengormatan ia membawanya pergi."

Periode kehidupan Sang Imam
Periode kehidupan Imam dapat dibagi menjadi tiga bagian :

1. Sejak lahir hingga syahadah ayahanda beliau. Ketika itu beliau berusia tiga tahun. Selama periode ini banyak sahabat-sahabat Imam dan fuqaha terkemuka datang dari berbagai penjuru dunia menjumpai Imam Hasan 'Askarî telah bertemu dengan anaknya dan meminta jawaban atas berbagai masalah yang mereka hadapi kepada Imam 'Askarî As. Imam As menunjukkan putranya kepada mereka dan memberikan saran-saran beliau tentang putranya itu.

2. Masa Ghâib Sughra (kecil) yang dimulai pada waktu beliau berusia enam tahun dan terus berlanjut hingga usia tujuh puluh enam tahun. Selama periode ini, aparat pemerintahan dan agen-agennya tidak dapat bertemu dengan beliau. Akan tetapi, sahabat-sahabat beliau tetap memiliki kesempatan untuk bertemu dengan beliau dan meminta jalan keluar atas masalah-masalah yang mereka hadapi.
Selama masa Ghâib Sughra ini, ada empat orang yang menjadi sahabat khusus Imam dan mereka menjadi perantara antara Imam dan pengikutnya. Mereka membawa dan mengirim surat-surat dan uang pengikut Imam itu dan menyampaikannya kepada Imam dan mengirim kepada mereka jawaban yang diberikan oleh Imam.

Empat orang sahabat Imam itu adalah :

1. 'Utsmân bin Sa'id
2. Muhammad bin 'Utsmân
3. Husain bin Raoh
4. 'Alî bin Muhammad Sumari

Keempat sahabat Imam ini adalah orang-orang kepercayaan Imam dan mereka menjalankan tugas-tugas yang dibebankan dengan baik.
Ketiga periode kehidupan Imam ini bermula sejak tahun 329 Hijriah. Masa ini disebut dengan masa Ghâîb Kubrâ dan hingga kini tetap berlangsung. Beliau - selama masa Ghâîb Kubrâ, yang hanya Allah Swt hingga kapan - menghadiri perhelatan dan acara perkumpulan yang diadakan oleh pengikut beliau. Beliau hadir dengan menyamar, tanpa diketahui oleh seorang pun. Tidak ada satu orang pun yang mengenali beliau. Mereka menganggapnya sebagai orang asing. Setelah Imam meninggalkan tempat itu , dengan melihat tanda-tanda yang ada, barulah mereka tahu dan sadar bahwa Imam telah datang ke tempat mereka.

Masa Penantian
Pada masa Imam menghabiskan masa hidup beliau dalam masa Ghâîb Kubrâ, beliau tidak memperkenalkan dirinya kepada fuqaha yang cakap, berbakat, dan terbekali dalam masalah-masalah keagamaan untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dan masyarakat Islam selama ghâîbnya. Namun mereka menyediakan lahan untuk menyongsong revolusi yang akan diusung oleh Imam Ma'sûm ini.
Orang-orang di masa kini, menantikan kedatangannya. Penantian ini tidak berarti hanya duduk tanpa ada perbuatan yang berarti sama sekali, passif, acuh tak acuh, tidak berusaha, dan berupaya membuka jalan bagi kedatangan Imam As. Sebaliknya, orang yang menanti adalah orang yang penuh pengharapan, berusaha, bekerja, bergerak, sadar dan cerdas, memiliki keyakinan yang teguh kepada Imam dan akhirnya meratakan dan membangun jalan bagi kemunculan dan kedatangan Imam Zamân Ajf.
Seorang penanti sejati persis ibarat pendaki gunung, yang menantikan waktu untuk menaklukkan puncak gunung dan berjuang dan berusaha untuk mencapai maksud yang ditujunya. Ia senantiasa siap-sedia untuk melakukan apa saja yang diperlukan untuk mencapai puncak. Tak pelak lagi, ia harus memiliki perencanaan yang matang untuk mencapai puncak kesuksesan dan sadar bahwa duduk diam berpangku tangan tidak akan membawanya kepada tujuan.
Dengan demikian, penantian bernuansa pergerakan, usaha, upaya, pikiran yang teguh, berkarya dan mencipta untuk kemaslahatan umat manusia. Jika prinsip dasar ini tidak disikapi secara matang dalam masyarakat, umat manusia akan beku, kaku, rikuh, putus asa dan kecewa, dan tidak lagi berpandangan optimistis menatap masa depan yang gemilang.
Prinsip penantian dalam Islam adalah sebuah prinsip yang tidak dapat dipisahkan dari agama yang memberikan kabar gembira tentang masa depan yang gemilang dan pelaksanaan totalitas keadilan sosial bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, ia menggembleng dirinya untuk mewujudkan cita-cita luhur ini sedemikian rupa sehingga ia mampu memerangi dan menghilangkan kegelapan, menyingkirkan kaum yang bersikap antagonis terhadap Imam Mahdi dan para sufi gadungan. Dan dengan keutamaan pergerakannya yang tak tertahankan itu menciptakan sebuah lingkungan yang siap membentuk pemerintahan tunggal alam semesta. Sehingga, ketika tiba masa kemunculan insan yang telah diciptakan Allah Swt dengan pesona kepribadian yang luhur ini, seluruh maksud dan tujuan Islam akan mencapai bentuknya. Insya Allah

Mukjizat Imam Mahdi As
Walaupun Imam memiliki banyak mukjizat, namun di sini kita akan menyebutkan dua saja dari sekian mukjizat yang dimiliki oleh beliau. Mukjizat itu antara lain :

1. Syaîkh Tûsi menukil riwayat dari seseorang yang bernama Rashiq, yang merupakan antek dari Khalifah Abbasîyah, Mu'tazid. Suatu hari Mutazid memanggilku dan berkata : " Aku telah dengar kabar bahwa di kediaman Hasan 'Askarî ada seorang anak. Ia menemaniku beserta dua orang anteknya yang lain, ia berkata : " Bergegaslah pergi ke Samarrah dan terobos rumah Hasan 'Askarî. Jika engkau temukan seorang anak muda di sana, bunuh dan bawa kepalanya kemari. Kami pun bergegas menuju ke Samarra. Kami tiba di depan pintu Imam Hasan 'Askarî tanpa menjumpai sedikit pun rintangan di jalan. Kami melihat seorang budak sedang duduk di depan pintu. Kami masuk ke rumah dan tidak mengindahkan si budak di depan pintu rumah itu. Kami lihat sebuah rumah yang indah dan sebuah kamar di pojok rumah itu yang menarik perhatian kami. Kami singkap tirai yang menghalangi , kami temukan sebuah kamar besar yang penuh dengan air dan di kamar itu ada sebuah karpet yang menghampar dan seorang anak muda sedang sibuk mengerjakan salât. Salah seorang dari utusan Khalifah itu mencoba untuk memasuki kamar itu, namun dengan seketika ia tenggelam. Kami berusaha dengan susah payah untuk menyelamatkannya. Si utusan itu pingsan akibat ulahnya itu.
Utusan yang lainnya juga mencoba untuk memasuki kamar itu, dan seperti utusan yang pertama, ia pun tenggelam dalam air itu. Kami menyeretnya keluar. Ia juga ikut pingsang. Beberapa saat berlalu kedua utusan itu siuman kembali. Dalam keadaan gemetar karena takut, kami menunggangi kuda dan beranjak meninggalkan tempat itu menuju ke istana Khalifah.
Kami menemuinya pada tengah malam. Ia dengan sengaja berjaga-jaga dan sedang menantikan kedatangan kami. Kami ceritakan kisah yang baru saja kami alami, ia pun ikut ketakutan sebagaimana kami. Ia berkata : " Tidak seorang pun yang boleh tahu kejadian ini. "Simpan baik-baik rahasia ini dan jangan katakan kepada siapa pun. Jika aku sampai tahu bahwa kalian membocorkan rahasia ini kepada orang lain, aku tidak akan segan-segan untuk membunuh kalian. Hingga akhir hayatnya, Mutazid sedikit pun tidak memiliki keberanian untuk bercerita perihal kejadian itu.

2. 'Ali bin Sinan bercerita, sekelompok orang dari Qum - datang dengan membawa uang - bergerak menuju Samarra ingin menjumpai Imam Hasan 'Askarî Ketika mereka tiba di Samarra, mereka baru tahu bahwa Imam Hasan 'Askarî telah wafat. Mereka tetap tidak percaya dan memikirkan apa yang seharusnya dilakukan. Hingga beberapa waktu, mereka diperkenalkan dengan seseorang yang bernama Ja'far saudara Imam Hasan 'Askarî As. Ketika mereka menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan mereka, Ja'far berkata, " Serahkan uang yang kalian bawa itu kepadaku, karena akulah pengganti Imam Hasan. Mereka berkata, " Imam harus mengatakan kepada kami berapa banyak uang yang kami bawa dan menyebutkan pemilik dari setiap kantung uang itu?"
Kisah ini pernah terjadi sebelumnya (kebiasaan Imam, bertanya). Oleh karena itu, " Ja'far merasa malu dan berkata, " Kalian berdusta kalau saudaraku biasa menanyakan hal-hal seperti itu. Karena apa yang kalian tanyakan itu hanya dapat diketahui oleh Allah Swt, Sang Mahatahu, Sang Mahahadir di setiap tempat. Tidak satu pun orang yang dapat mengetahui hal itu selain-Nya.
Kafilah dari Qum itu tetap bersikeras dengan sikap mereka, sehingga membuat Ja'far mengadukan mereka kepada Khalifah. Khalifah memanggil mereka dan memerintahkan untuk menyerahkan uang itu kepada Ja'far. Mereka memohon kepada Khalifah," Uang ini bukan milik kami. Uang itu adalah simpanan umat. Kami tidak pilihan lain kecuali menyerahkan uang ini kepada seseorang yang menjadi pengganti Imam dan jika tidak, kami akan mengembalikan uang ini kepada pemiliknya.
Khalifah menerima permohonan mereka dan membiarkan mereka pergi. Ketika kafilah itu memutuskan untuk meninggalkan kota itu, seorang pemuda datang mendekat dan berkata, " Imam memanggil kalian semua untuk berjumpa dengan beliau."
Mendengar undangan itu, mereka sangat bersuka cita dan mengikuti pemuda itu menuju rumah Imam Hasan 'Askarî. Di rumah itu, kafilah itu menjumpai seorang pemuda, tanda-tanda dan aura Imamah nampak dari wajahnya. Mereka mengulangi pertanyaan sebagaimana pertanyaan kepada Ja'far.
Imam tersenyum dan berkata, " Duduklah, sehinggah aku dapat memberitahu kepada kalian tentang isi setiap kantung ini berikut pemiliknya. Lalu, Imam menyebutkan satu persatu pemilik kantung uang itu dan jumlahnya.
Kami sangat bergembira dan bersuka cita melihat kenyataan bahwa kami telah menemukan apa yang selama ini kami cari. Kami mengambil kantung uang itu dan menyerahkannya kepada Imam As. Perjumpaan dengan Imam adalah sebuah kesempatan emas untuk menanyakan masalah-masalah yang kami hadapi. Kami pun mengutarakan permasalahan-permasalahan yang kami hadapi yang dijawab oleh beliau dengan gamblang. Beliau memerintahkan kepada kami untuk tidak lagi membawa uang ke Hâdîrat beliau, dan meminta untuk menyerahkannya kepada wakil yang akan ditunjuk oleh beliau. Bilamana kami memiliki pertanyaan, kami mengirimnya kepada beliau dan beliau mengirim jawaban pertanyaan itu.
Kami pun pamit dari hadirat beliau. Kami bersyukur kepada Allah Swt atas nikmat dan anugrah yang besar ini, dapat berjumpa dengan beliau.


2
Imam Mahdî As; Sang Pemimpin Keadilan

Orang-orang yang bertemu Imam
Walaupun Imam tidak menunjukkan diri beliau kepada siapa pun secara langsung dalam masa Ghâîb Kubrâ ini. Namun mereka yang memiliki jiwa yang suci dan bertaqwa, sewaktu-waktu dapat bersua dan berbicara dengan Imam. Di sini kami akan sebutkan beberapa kejadian yang menceritakan perjumpaan mereka dengan Sang Imam. Orang-orang itu antara lain :

1. Ismail bin Hirqili

Syamsuddin bercerita tentang ayahnya, "Suatu hari ayahku berkisah tentang kakinya yang terluka dan kemudian terobati. Ayahku ketika masa mudanya menderita luka dan infeksi pada bagian pahanya. Luka itu sungguh membuat ia tidak berdaya. Suatu hari beliau berkunjung kepada salah seorang sahabatnya "Sayyid Raziuddin Thaus " di Hilla Iraq. Sahabatnya itu membantunya dengan mengumpulkan para tabib untuk memeriksa dan mengobati luka infeksi itu. Akan tetapi setelah para tabib itu memeriksa luka itu, mereka memberikan jawaban negatif. Mereka berkesimpulan bahwa paha yang terinfeksi karena luka itu harus segera di operasi, resiko yang dapat terjadi adalah paha ayahku itu diamputasi atau ia akan mati.
Tahun berikutnya, Sayyid yang baik hati itu, mengajak ayahku pergi ke Baghdad dan membawa beliau untuk diperiksa oleh para tabib di kota itu. Jawaban mereka atas pemeriksaan itu sama dengan jawaban tabib sebelumnya.
Sedih, kecewa, berkecil hati menyelimuti perasaanya ketika itu. Beliau datang berziarah ke Haram Imam 'Askarî di Samarra. Di Haram Muqaddas Imam 'Askarî itu, beliau bermalam dan bertawassul untuk meminta pertolongan kepada Imam Zamân (Ajf). Tatkala fajar menyingsing, ia pergi ke arah Sungai Dajla untuk membasuh pakaiannya sekaligus mandi lalu kembali berziarah ke Haram Imam 'Askarî. Pada perjalananku kembali menuju Haram Imam 'Askarî, aku berjumpa dengan dua orang penunggang kuda. Aku semula berpikir mereka itu adalah orang-orang dari Suku Badui. Mereka memberikan salam kepadaku. Salah seorang dari mereka berkata: "Mari mendekat kepadaku." Karena aku telah membersihkan pakaianku, aku tidak mendekat kepada mereka. Memandang orang-orang Badui Arab itu kotor. Aku khawatir akan bajuku yang masih basah itu akan ternodai oleh tangan mereka. Selagi aku masih berpikir tentang mereka, tiba-tiba ia menyeretku untuk mendekat padanya. Ia menempelkan tangannya pada lukaku yang membuatku mengerang kesakitan. Setelah beberapa saat berlalu, ia mengangkat tangannya dari pahaku yang terluka itu seraya berkata: " Ismail engkau telah sembuh sekarang. Janganlah engkau bersedih dan berkeluh kesah lagi. Lukamu telah berlalu."
Aku terkejut betapa orang itu memanggil namaku. Ia pergi meninggalkan aku yang masih termangu dan sibuk dengan pikiranku sendiri. Aku yakinkan diriku bahwa orang itu adalah Imam Zamân. Aku membuntuti beliau dan memohon padanya untuk berhenti. Tiba-tiba ia berbalik dan berkata kepadaku: "Ismail pulanglah."
Aku tidak menghiraukan perkataannya itu. Aku tetap berlari mengejarnya. Orang yang beserta beliau dalam perjalanan itu turut berbicara: "Wahai Ismail pulanglah. Apakah engkau tidak merasa malu mengabaikan perintah Imam Zamân?"
Mendengar perkataan orang tersebut, dugaanku benar, bahwa beliau adalah Imam Zamân dan Sang Penjaga Umat.
Aku pun berhenti dan menatap beliau pergi, selang beberapa saat kemudian mereka telah menjauh dan menghilang dari pandanganku."
Syamsuddin menuturkan, "Sejak hari itu ayahku menjadi lebih sering ke Samarra namun sayang, beliau tidak melihat Imam lagi hingga akhir hayat beliau dengan asa dan kerinduan untuk bersua lagi dengan Imam Zamân.

2. Sayyid Muhammad Jabad Amili

Sayyid Muhammad Jabad Amili menuturkan perjalanannya kepada seorang sahabatnya. Ia berkata, " Setahun aku safar ke Masyhad dan karena tidak memiliki uang yang cukup, aku menjadi sangat susah dan kesulitan. Hingga pada suatu waktu, sebuah karavan bergerak. Namun karena aku tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan, aku pergi berziarah ke Haram (kuburan) Imam Ridâ di Masyhad dan mengadukan kesulitanku di hadirat beliau. Walaupun perut keroncongan karena lapar, aku tetap mengejar kafilah itu. Karena, jika aku berdiam diri di kampungku pada musim dingin, aku akan mati kedinginan.
Aku berusaha berlari mengejar kafilah itu, tetapi aku justru kehilangan arah. Aku tersesat jalan dan mendapati diriku di tengah padang sahara yang membakar dan terik. Karena rasa lapar, aku sedikit pun tidak dapat menggerakkan badanku. Aku berusaha mencari tumbuh-tumbuhan sahara dan rerumputan gurun pasir untuk mengganjal perutku yang kosong, namun aku sama sekali tidak dapat menggerakkan badanku apalagi untuk menemukannya. Hingga malam pun tiba dan kegelapan menyelimuti padang sahara itu. Raungan binatang buas, dengungan hewan-hewan padang pasir membuatku gentar dan takut. Aku menjerit menangis dan pasrah menanti maut yang sebentar lagi akan datang menjemputku. Tidak lama setelah purnama menampakkan dirinya dan suara bising kawanan hewan-hewan sahara itu berhenti, tiba-tiba aku menangkap bayangan sebuah bukit kecil, tumpukan bukit pasir, aku berusaha mengangkat kaki menuju tempat itu. Aku melihat ada sumur di tempat itu. Aku menimba air dari sumur itu untuk melepaskan dahagaku dan mengambil air wudu' untuk mengerjakan salât. Namun aku tidak berdaya sama sekali. Aku tidak memiliki tenaga sedikit pun untuk bergerak karena menahan rasa lapar. Aku merangkak ke tempat itu untuk tidur dan pasrah menantikan ajalku.
Tiba-tiba, aku melihat seseorang menunggang kuda, bergerak ke arahku. Aku berpikir, orang ini barangkali salah seorang dari kawanan rompak padang pasir. Aku tidak memiliki sesuatu apapun sehingga ia akan membunuhku dan membebaskanku dari rasa lapar. Ketika orang itu tiba di dekatku, ia menyampaikan salam kepadaku. Aku menjawab salamnya itu dan dengan salamnya itu, tertepis pula dugaanku bahwa ia bukanlah dari kawanan rompak padang pasir.
Ia bertanya : " Apa yang engkau cari?"
Aku berusaha menjawab pertanyaan itu dengan segala kekuatan yang tersisa yang aku miliki, aku berkata bahwa " Aku lapar dan tersesat jalan."
Ia berkata : " Engkau memiliki buah melon terletak di sampingmu, mengapa engkau tidak memakannya?"
Aku yang tadinya mencari kesana-kemari sesuatu yang dapat aku makan berpikir bahwa ia sedang bercanda. Aku berkata padanya : " Anda jangan bergurau. Tinggalkanlah aku sendirian menanti ajal kan tiba."
Ia berkata: "Aku tidak bercanda. Lihat di belakangmu."
Aku melihat ada tiga buah melon tergeletak di tempat itu.
Ia berkata : " Makanlah satu dari buah melon itu dan sisanya engkau simpan sebagai bekal perjalananmu dan tempuhlah jalan ini (Orang itu menunjukkan jalan kepadanya, penj.) Menjelang matahari tenggelam, engkau akan sampai di sebuah kemah, merekalah yang akan menuntun jalan untukmu sampai pada kafilah yang engkau ingin susul.
Setelah berkata-kata, orang itu pun menghilang. Seketika aku tersadar dan mengerti bahwa orang itu adalah Imam Zamân.
Sesuai dengan petunjuknya, aku memakan satu dari buah melon itu dan merasa sedikit pulih dan cukup untuk melanjutkan perjalanan. Pada hari berikutnya, aku makan lagi satu dari buah melon itu dan kembali melanjutkan perjalanan. Sebagaimana yang beliau katakan, sebelum Maghrib, aku berhasil tiba pada kemah yang dimaksudkan oleh beliau. Orang-orang yang berada di kemah itu mengajakku masuk ke dalam kemah dan mereka menjamuku dengan baik. Setelah menjamuku mereka menunjukkan jalan kepadaku untuk dapat menyusul kafilah itu.


Mungkinkah seorang manusia, berusia selama itu?
Pada dasarnya, ilmu pengetahuan fisiologi menegaskan tentang raga manusia yang tersusun dari miliaran sel dan jaringan. Dengan berlalunya waktu, sel-sel tua tersebut menjadi tua dan usang, punah digantikan oleh sel-sel yang lebih muda. Demikianlah bagaimana daur kehidupan berputar.
Sesuatu yang menjadikan manusia menjadi usang, menghentikan sel-sel itu dari aktifitasnya, beroperasi dan dapat membawa kematian kepada manusia adalah mikroba-mikroba yang berbahaya yang menerobos masuk ke dalam raga manusia dengan berbagai cara dan menyerang sel-sel aktif itu dan membinasakannya.
Ilmu kedokteran (pencegahan dan pengobatan penyakit) merupakan sebuah bukti bahwa jika manusia menguasai ilmu pengetahuan dengan sempurna dan mengenal dengan baik keadaan tubuhnya, diet, dan zat-zat yang berbahaya dan merawat kesehatannya dan selektif dalam memilih makanan (berhati-hati) maka hidupnya di dunia ini akan berlangsung lama. Ia tidak akan segera mengalami ketuaan.
Dari pandangan para cendikiawan dan ilmuwan, mereka telah mampu memperpanjang kehidupan beberapa hewan melalui beberapa eksperimen. Dengan cara seperti ini - manusia dapat - dengan manfaat ilmu pengetahuan yang semakin menyebar dan menerapkan pola dan aturan kesahatan yang ketat, mereka dapat hidup lebih lama hingga beberapa abad.
Seorang ilmuwan telah sekian tahun berusaha mencari dan menyingkap tirai rahasia ilmu pengetahuan, untuk sekedar mengenal sekelumit dari ilmu pengetahuan itu. Akan tetapi, Imam Zamân As seluruh khazanah ilmu pengetahuan telah dianugerahkan kepadanya. Dengan anugerah Ilahi itu, beliau tidak memerlukan untuk melintasi jalan-jalan yang ditempuh oleh para ilmuwan tersebut. Beliau dapat melakukan perjalanan sepanjang abad pada satu waktu.
Dengan cara seperti ini, tidak akan menjadi susah, dari sudut pandang ilmu pengetahuan bahwa Imam As dengan keluasan ilmu yang diberikan Allah Swt kepadanya, dapat menjalani hidupnya untuk ratusan tahun dengan kesehatan dan awet muda. Ketuaan dan kerentaan tidak ada padanya.
Di sisi lain, usia panjang Imam Zamân tidak begitu aneh dan ajaib dari pada memadamkan api (Namruz) terhadap Nabi Ibrâhim As, membuat cabang-cabang dan pembelahan sungai Nil yang diberikan kepada Musâ As dan melintasi dan mengubah beberapa orang menjadi ular, yang menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah Swt.
Al-Qur'ân dan sejarah umat manusia berkenaan dengan masalah ini memeberikan teladan dan contoh beberapa nabi yang berusia panjang termasuk orang-orang biasa. Sebagai contoh, Nabi Nuh As hidup selama 950 tahun dan Luqman As hidup selama 400 tahun.
Demikian juga " Bukht Nasr " tinggal 1507 tahun dan Nabi Sulaiman hidup selama 712 tahun dan Raja India, Firoze Rai hidup hampir selama 537 tahun.
Contoh-contoh yang tersebut di atas merupakan sebuah bukti dan dalil bahwa lamanya seseorang hidup di dunia tidak bertentangan dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan. Dan ini bisa saja terjadi di setiap zaman.

Bagaimana Imam akan meraih sukses dan menang melawan kekuatan dunia
Ketika para pemikir dan orang-orang pintar dunia sibuk dalam perlombaan perakitan senjata-senjata pemusnah massa, tidak ada tanda perdamaian dan dunia akan tetap akan membara dengan peperangan dan ketidakadilan. Kutub-kutub kekuatan terus berpikir untuk meluaskan pemerintahan dan wilayahnya melalui campur tangan perang dan terjang. Dengan keadaan dan kondisi yang memuakkan dan mengecewakan ini, akan merejalela dalam kehidupan umat manusia dan dosa, angkara-murka, dan kejahatan semakin meluas.
Dalam keadaan seperti ini, medan dan skenario penyambutan sebuah pemerintahan yang adil bebas dari perang dan agresi akan menjadi kenyataan. Seluruh bangsa-bangsa akan merasa jenuh dan muak dengan sikap egoistis dan tiranik (zâlim) pemerintahan mereka yang hanya memikirkan perluasan dan pengembangan kejahatan dan ketidakadilan yang membuat tatanan dunia runtuh. Persis sebagaimana kemunculan bintang cerlang Islam di daerah Hijaz, pun demikian setelah lima abad dalam kubangan tirani jahiliyyah, sebuah skenario yang patut dipersiapkan untuk menyambut kemunculan Nabi Islam Muhammad Saw.
Massa yang terpinggirkan bersiaga dan bersiap-siap menerima Islam dan panggilan Tauhîd (peng-Esaan Allah) dan Keadilan Nabi Saw. Sekelompok orang-orang akan menerima Islam sebagai manifesto pergerakan mereka.
Jika kita amati revolusi-revolusi yang meletus di seantero semesta, kita temukan dan dapati bahwa keberhasilan para pemimpin revolusi mengusung sebuah revolusi adalah berlandaskan pada perwujudan dan pengejewantahan skenario dalam sebuah masyarakat yang menyebabkan kekecewaan yang luar biasa dari masyarakat terhadap para penguasa zalim akibat dari pemerintahan mereka yang brutal. Skenario semacam ini mengantarkan para pemimpin kepada tampuk kekuasaan.
Berdasarkan pada teori revolusi Imam Mahdi yang akan terlaksana di atas lapangan yang alami seiring sejalan dengan munculnya skenario yang layak di tengah masyarakat. Karena revolusi agung Imam Mahdi akan bersifat global dan tidak terbatas pada suatu tempat. Oleh karena itu, seluruh masyarakat dunia harus bersedia untuk menerima revolusi agung itu dan bahkan mungkin sesuai dengan apa yang dinubuwwatkan oleh Rasulullâh Saw " kekejaman, kedurjanaan dan pengrusakan akan merajalela di seluruh dunia." Tekanan yang hebat dan kuat dari pemerintahan zalim akan meletakkan masyarakat-masyarakat bangsa pada hulu ledak yang tinggi, sehingga mereka akan saling bahu-membahu bergandeng tangan bersama menghadapinya. Dan masyarakat yang selama ini tidak diperlakukan secara layak dan beradab akan memenuhi panggilan nurani mereka. Ibarat sepotong buah yang matang di pohonnya dan hanya dengan sedikit goyangan akan jatuh ke tanah.
Dalam kondisi seperti ini, seluruh kekuatan dunia, betapapun mereka dibekali dengan persenjataan militer yang canggih, tidak dapat membendung dan menghentikan kebangkitan dan revolusi ini, meskipun dengan cara pembantaian massal.
Pada saat dunia menghadapi kekalahan, dan kepayahan jiwa, mereka membutuhkan seorang pemimpin yang luar biasa. Seorang pemimpin yang dibekali dengan pengetahuan, kesadaran sejarah, mengenal seluruh strata dan derajat kebudayaan manusia dengan baik dan bersentuhan secara langsung serta menjadi pengamat yang jeluk terhadap perubahan-perubahan sejarah dan seluruh kejahatan-kejahatan di masa lampau.
Dialah yang menjadi hujjah dan pelakon dustur Ilahi yang menyerukan slogan keadilan dan kemanusiaan, menghimpun orang-orang yang tertindas di seantero jagad semesta untuk mengakhiri pemerintahan-pemerintahan penindas. Persatuan akan menata masyarakat ini - yang meluangkan tenaga demi pemusnahan dan penghancuran satu sama lainnya - mendapatkan tenaga dan sumber-sumbernya demi kemakmuran dan kesejahteraan satu sama lainnya.
Dialah yang akan mewujudkan sebuah dunia yang bebas dari rasa takut, kecemasan dan menatanya dengan berkat dan rahmat.[]

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan cermat.

1. Mengapa Khalifah 'Abbâsiyah ingin mencari tahu keberadaan Imam As?
2. Mengapa kelahiran Imam berbeda dengan kelahiran Imam-Imam yang lain?
3. Bagaimana kisah ibundanya Narjis Khatûn As?
4. Ghâîb Sughra dan Ghâîb Kubrâ seperti apa yang dimiliki oleh Imam?
5. Bagiamanakah sifat yang harus dimiliki oleh seorang Imam?
6. Bagiamanakah seorang manusia dapat hidup selama itu?
7. Bagaimanakah Imam dapat meraih sukses dan kemenangan atas kekuatan-kekuatan dunia?


Riwayat Hidup Imam Mahdî As
Nama : Muhammad
Gelar : Hâdî dan Mahdî dan Qâîm
Julukan : Abul Qâsim
Ayah : Imam Hasan 'Askarî As
Ibu : Narjis Khatûn
Tanggal Lahir : 256 Hijriah




Seri Pemuka Manusia Suci

Muhammad bin 'Abdullâh
'Alî bin Abî Tâlîb
Fâtimah binti Muhammad
Hasan bin 'Alî bin Abî Tâlîb
Huseîn bin 'Alî bin Abî Tâlîb
'Alî bin Huseîn Zainal Abidin
Muhammad bin 'Alî al-Bâqir
Ja'far bin Muhammad Bâqir
Mûsâ bin Ja'far al-Kâzim
'Alî bin Mûsâ ar-Ridâ
Muhammad bin 'Alî al-Jawâd
'Alî bin Muhammad al-Hâdî
Hasan bin 'Alî al-'Askarî
Muhammad bin Hasan al-Mahdî


3