PERAN ULAMA
Tanggung Jawab Utama Para Ulama
Sesungguhnya saudara memikul beban tanggung jawab yang sangat berat dan sulit bila saudara tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab di madrasah atau di pesantren-pesantren Islam. Begitu juga sekiranya saudara hanya mengetahui setengah-setengah tentang masalah fiqh dan ushuludin, maka jika keadaannya demikian, niscaya di masa mendatang saudara akan menjadi anasir-anasir yang melumpuhkan dan membawa kemunduran umat Islam. Barangkali saudara menjadi faktor yang membawa kesesatan kepada mereka. Oleh karenanya, mintalah perlindungan dari Allah terhadap yang demikian itu. Seandainya seorang diantara umat ini telah menyeleweng disebabkan oleh saudara, tindakan dan kaidah yang saudara bawa, maka saudara akan menanggung dosa yang amat besar, jauh sekali taubat saudara diterima oleh Allah.
Sebaliknya, adalah lebih baik bagi saudara hanya seorang manusia yang mendapat petujuk dengan izin Allah karena usaha-usaha saudara sebagaimana terpancarnya seberkas cahaya matahari seperti telah dinyatakan dalam sebuah hadis Rasulullah Saww. Sebagaimana yang dimaklumi bahwa tanggung jawab saudara bukan seperti tanggung jawab manusia biasa atau orang awam. Hal ini disebabkan karena semua urusan yang jaiz (boleh dilakukan) oleh manusia biasa atau orang awam, haram untuk saudara lakukan.
Sesungguhnya manusia tidak suka melihat terlalu banyak urusan yang saudara lakukan, apalagi kalau amalan-amalan tersebut dianggap hina dan tidak diterima oleh syariat Islam. Keadaan semacam itu menyebabkan Allah tidak memberi kelapangan dan kekuatan kepada saudara, sehingga keadaan tersebut menimbulkan anggapan dan gambaran buruk terhadap Islam dan para ulamanya.
Di sini saya kemukakan suatu ibarat dan gagasan yang perlu mendapat perhatian. Bahwa sesungguhnya manusia, apabila melihat jalan dan cara hidup yang menyimpang, yang dilakukan hanya oleh seorang saja dari tingkat golongan orang yang berpendidikan agama, niscaya mereka akan menganggap buruk semua orang dalam golongan itu, mereka tidak membatasi anggapan buruk dan negatif itu hanya kepada pribadi tertentu tetapi lebih jauh lagi mereka menjatuhkan hukuman dan anggapan yang sama kepada semua golongan yang lain.
Sesungguhnya semua umat manusia tidak mempertimbangkan kedudukan saudara ketika mereka melihat suatu tindakan yang patut oleh seorang ulama yang memakai sorban dan dilakukan perbuatan yang sama oleh orang awam atau pegawai pemerintah yang menyeleweng. Mereka akan mengatakan bahwa ulama-ulama itu tidak mempunyai kepribadian yang baik serta menyeleweng, kemudian mereka akan mengatakan si Fulan itu menyeleweng atau tidak baik atau hanya seorang pedagang biasa, mereka hanya mengatakan bahwa pedagang itu tidak baik. Sebaliknya jika seorang ulama yang bersorban, yakni mereka melihat penyelewengan dilakukan oleh seorang ulama, maka mereka akan berkata bahwa semua ulama yang memakai sorban dan berjubah itu jelek dan jahat. Oleh karenanya tanggung jawab para alim ulama dan orang-orang yang mempelajari ilmu Islam itu sungguh berat, dan tanggung jawab mereka itu lebih banyak daripada tanggung jawab semua golongan manusia yang lain.
Sekiranya dirujuk kepada kitab-kitab hadis, hal ini akan memberikan kepada kita fikrah atau pemikiran yang jelas tentang jawaban ini dan juga kepentingan-kepentingannya:
1. Dari Abu Basir, katanya: Aku telah mendengar Abu Abdullah berkata: Adalah Amirul Mukminin as. berkata: “Wahai penuntut (pencari ilmu) sesungguhnya ilmu pengetahuan itu mempunyai keutamaan-keutamaan yang banyak: sehingga kepalanya akan menunjukkan tawadhu, matanya terlepas dari perasaan dengki, ia menjaga percakapannya, hatinya mempunyai niat yang baik, akalnya dapat mengenali perkara dan urusan, tangannya senantiasa bersifat pemurah, kakinya senantiasa menziarahi para alim ulama, dadanya senantiasa berfikir tentang keselamatan, hidupnya wara’, keteguhan pribadinya senantiasa memohon kepada Allah, kepemimpinannya baik dan setia, senjatanya adalah kerelaan, atas kakinya senantiasa bergerak, kekuatannya adalah perilaku ulama, hartanya adalah menjauhi dosa, bekalnya adalah perkara yang ma’ruf; air mukanya jernih, pernyataanya adalah petunjuk, persahabatannya adalah kasih sarang.” (al-Kafi jil.4 hIm. 48)
2. Dari Abu Abdullah rh.,beliau berkata:Rasulullah Saww. bersabda: “Para Fuqaha (alim ulama) adalah pewaris para rasul, mereka sekali-kali tidak cenderung pada dunia”. Dikatakan, “wahai Rasulullah Saww, apakah yang dimaksud tidak cenderung kepada dunia?” Sabdanya: “Mengikuti penguasa: apabila mereka berbuat demikian, maka mereka menyimpang dari agamaku”. (al-Kafi, hlm. 46)
3. Dari Abu Abdullah rh. berkata, “Sesungguhnya kami menyukai seseorang yang berakal, faham, mendalami agama, lapang dada, sabar, jujur dan setia. Sesungguhnya Allah mengkhususkan kepada para Nabi as. dengan sifat-sifat akhlak yang mulia, maka barangsiapa yang mempunyai sifat-sifat itu hendaklah ia memuji Allah (bersyukur) atas hal yang demikian. Sebaliknya, sekiranya seseorang tidak memilikinya, maka hendaklah berusaha dan memohon kepada Allah. Apakah sifat-sifat kemuliaan akhlak itu? la adalah wara’, bersifat qana’ah (sabar, bersyukur, lemah lembut, malu, pemurah, berani, bercita-cita tinggi, baik, perkataannya benar, dan menunaikan amanah).” (al-Wasil, hlm. 155)
4. Amirul Mukminin ‘Ali kw. berkata: “Apa yang diperhitungkan oleh Allah atas ulama ialah bahwa mereka tidak bersama tindakan orang-orang yang zalim dan tidak pula ia membawa kesulitan kepada pihak yang dizalimi.”
5. Dari Jamil bin Darraj katanya: “Aku mendengar Abu Abdullah rh., berkata: “Apabila nyawa telah sampai di sini, lalu ia mengisyaratkan ke tenggorokkanya, seorang ulama tidak bisa lagi bertaubat. Kemudian ia membaca ayat yang artinya :Adapun taubat kepada Allah itu hanya bagi orang-orang yang berbuat kejahatan dalam keadaan jahil (tidak tahu).””
(QS. an-Nisaa’, 4: 17)
6. Dari Hafs bin Qiyas dari Abu Abdullah rh. katanya: “Wahai Hafs, Seorang yang jahil diampuni dosanya sehinga ia melakukan tujuh perkara dosa sebelum seorang yang berilmu memperoleh ampunan atas dosanya, walaupun satu dosa.” (al-Wafi, hlm. 52)
7. Rasulullah Saww. bersabda: “Dua golongan dari umatku apabila mereka baik, maka umatmu akan menjadi baik dan apabila mereka itu rusak, maka rusaklah umatku, dikatakan: Siapakah mereka itu? Sabda Rasulullah Saww: Alim Ulama dan para penguasa.”
8. Dari Salim bin Qais al-Hilali, katanya: “Aku telah mendengar Amirul Mukminin ‘Ali kw. menceritakan dari Nabi Saww., bersabda: “Maksudnya Alim ulama itu terbagi dua golongan, yaitu seorang laki-laki yang mempunyai ilmu pengetahuan dan menjadikan ilmunya sebagai mahkota. Satu lagi ialah seorang yang alim tetapi meninggalkan ilmunya, yang ini akan membinasakannya. Dan sesungguhnya ahli mendapat kehinaan dari himbauan-himbauan seorang alim yang meninggalkan ilmunya. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam terdapat perbedaan besar antara seorang yang alim dengan seorang jahil berkenaan dengan perkara member manfaat dan membawa kerusakan.
Seorang alim yang menyeleweng mungkin akan menyesatkan umatnya dalam kepemimpinannya. Sementara seorang ulama yang mempunyai jiwa istiqamah serta menghias dirinya dengan akhlak terpuji, yang men-sucikan ruhaninya dan berpegang teguh dengan akhlak Islam, akan berupaya membenahi dan mendidik umatnya dengan kepemimpinannya. Sesungguhnya sepanjang pengamatan saya, di sebagian kota-kota besar yang pernah saya kunjungi, saya dapati bahwa sekiranya terdapat manusia yang berakhlak dan mempunyai kebersihan jiwa niscaya di sana terdapat seorang alim, insan yang bertakwa dan beramal saleh. Keberadaan seorang ulama yang bertakwa di suatu daerah atau wilayah itu, sebenarnya telah mencukupi untuk menyampaikan bimbingan kepada manusia serta mempengaruhi mereka dengan ajaran agama serta nasehat yang berguna.””
9. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Fadhl bin Abu Marrah dari Abu Abdullah rh. berkata: “Bahwa Rasulullah Saww. bersabda: “Orang-oranghawariyyun (pengikut Nabi Isa) berkata kepada Isa bin Maryam as.: Wahai Rasulullah, siapakah yang duduk itu? Kata Nabi Isa dia seorang yang mengerjakan amalan akhirat dan melipatgandakan amalan salehnya.””
10. Dan dari Abu Yakfur, berkata Abu Abdullah rh.: “jadilah kamu penyeru kepada manusia walaupun dengan bahasa yang lain, niscaya kamu akan melihat golongan yang wara’, berjihad, shalat dan baik dan sesungguhnya yang demikian itu suatu seruan dakwah.”
Dan sesungguhnya kita melihat begitu penting adanya seorang ulama berkepribadian yang senatiasa mengingat Allah dan menjadi panutan bagi seluruh umat manusia. Seperti yang kita maklumi sekarang ini bahwa sekiranya wilayah Teheran mempunyai ulama yang wara’ dan bertakwa, akan berbeda dengan apabila wilayah tersebut terdapat ulama yang bersorban tetapi menyeleweng dan rusak. Pada bagian yang pertama itu kita akan melihat manusia yang beriman dan beramal saleh, sedangkan pada bagian yang kedua manusia-manusia yang menyeleweng dan jauh dari ajaran Islam. Ini disebabkan orang-orang ‘alim mereka menjadikan masjid sebagai kedai perdagangan.
Sesungguhnya menjual agama dan ilmu tanpa amal adalah sarana menuju neraka jahanam. Demikian itu adalah amal-amal jahat yang dilakukan oleh ulama jahat di dunia ini, mendorong akibat buruk yang menghinakan di akhirat kelak. Bahkan bukan hanya sekedar itu saja, seorang yang berilmu telah mengakibatkan para pengikutnya di azab neraka bersamanya, tetapi lebih jauh dari itu, seorang ulama yang tidak beramal dengan pengetahuan agamanya dan tidak memiliki akhlak Islam akan berakibat buruk bagi seluruh makhluk di muka bumi ini.
Kesimpulan dari itu, seorang ulama yang berkelakuan buruk serta berfikir tentang tindakan-tindakan yang menyeleweng, akan menjadi bahaya yang sangat hebat. Sementara manusia biasa atau orang awam tidak akan sampai membawa keadaan yang sedemikian rupa, karena mereka tidak menjadi sebab setiap penyimpangan orang lain, sebagaimana yang telah dilakukan oleh seorang ulama yang bersorban dan berjubah. Orang awam tidak berupaya untuk mendakwahkan dirinya sebagai pemimpin,memberi petunjuk, mempunyai martabat kenabian dan ketuhanan.
Seorang ulama yang fasik dan rusak akan bertanggung jawab dalam membawa kerusakan dunia. Oleh karena itu, apabila alim ulamanya rusak, maka akan rusak pula dunia ini seluruhnya.