Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan
Saya tidak pernah mengatakan “Janganlah belajar dan mencurahkan segala perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebaliknya, sekiranya saudara berkeinginan menjadi anggota masyarakat yang berguna dan berperan serta ingin memimpin umat dan membimbing mereka dengan ajaran Islam, menjadi kewajiban saudara untuk mengorbankan waktu dan tenaga dalam bidang ini. Demikian juga, sekiranya saudara ingin mempertahankan Islam dan menegakkan ajarannya, maka menjadi tanggung jawab saudara untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi orang yang berkemampuan mengeluarkan pandangan dan pikiran dalam bidang fikih.
Oleh karena itu, sekiranya saudara tidak mau belajar, dan hanya berdiam diri di madrasah atau pusat-pusat pengkajian agama, maka hal itu haram hukumnya bagi saudara. Bahkan tidak layak bagi saudara untuk menghalangi orang-orang yang bergelimang dalam ilmu-ilmu agama guna menjalankan huk.um-hukum syariat Islam. Tegasnya, pengkajian ilmu fikih dan ushul merupakan aspek penting dalam kehidupan Islam.
Menjadi tujuan saya di sini, untuk mengingatkan bahwa, usaha perbaikan diri dan ruhani memerlukan pengorbanan dan kesulitan yang terus menerus. Oleh karena itu, hendaklah saudara beramal dan menerjunkan diri dalam bidang yang suci ini. Janganlah saudara hanya berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan yang terpisah dari agama. Sementara saudara-saudara juga bertanggung jawab dalam langkah pembersihan dan pendidikan diri dan ruhani, serta menghapuskan pengaruh hawa nafsu yang keji.
Selanjutnya, hendaklah rnenyuburkan kekuatan ruhani dan berusaha mencapai kedudukan kemuliaan akhlak yang membawa kepada sifat-sifat ketakwaan.
Sesungguhnya ilmu-ilmu yang saudara pelajari itu adalah tidak lebih dari mukadimah atau langkah awal untuk mencapai kedudukan nakhlaulia
. Oleh karenanya, janganlah saudara hanya menghabiskan usia saudara dalam perangkat mukadimah ini, tetapi teruskan usaha mencapai kesimpulan yang terakhir dalam bidang ini. Saudara-saudara yang mendalami ilmu ini mempunyai tujuan yang tinggi, yaitu ma’rifatullah atau mengenal Allah dan membersihkan diri saudara. Oleh karena itu saudara mempunyai kewajiban utama untuk menghasilkan kesimpulan dan buah dari usaha ini dengan sungguh-sungguh berusaha demi mencapai tujuan asasi dan suci.
Ketika saudara mulai memasuki pusat pengkajian Islam adalah agar pada peringkat yang paling awal untuk membersihkan kepribadian saudara dan memperbaikinya. Hendaklah saudara bersungguh-sungguh memusatkan perhatian dalam bidang ini, sehingga umat manusia dapat mengambil faedah dari kemuliaan akhlak yang menghiasi diri saudara bilamana saudara sudah terjun ke masyarakat.
Oleh karenanya, hendaklah saudara berhati-hati ketika terjun ke tengah masyarakat dengan melakukan ,perbaikan terhadap diri terlebih dahulu. Mengapa saudara tidak mendidik diri dan ruhani saudara ketika saudara masih mempunyai waktu yang begitu luas dan berusaha dalam kemudahan serta kelapangan ini? Oleh sebab itu bagaimana saudara dapat menyelesaikan masalah ini jika saudara telah punya banyak masalah yang bertumpuk-tumpuk? Dalam keadaan semacam ini,saudara akan hanyut dan tenggelam dalam kesibukan dengan urusan hidup yang tiada habis-habisnya.
Perlu saya ingatkan, ketika dunia menguasai diri saudara niscaya saudara tidak akan mampu untuk bertindak memperbaiki diri dan kepribadian saudara. Terlalu banyak urusan kehidupan telah menyulitkan bagi seseorang untuk membersihkan diri dan mendidik ruhaninya. Sehingga jika sorban sebagian dari kamu sekalipun, dan janggut menjadi begitu panjang, adalah terlalu sulit bagi saudara untuk mendidik dan membenahi kondisi ruhani serta akhlak saudara pada waktu itu. Maka, ketika saudara masih berada di madrasah dan pusat-pusat pengkajian agama (institusi, pesantren). merupakan waktu yang paling memungkinkan untuk membenahi kepribadian dan akhlak. Adalah terlalu sulit bagi saudara untuk kembali lagi ke madrasah dan ke luar terjun ke masyarakat.
Asy-Syeikh at-Tusi rh. kembali ke bangku sekolah dan melanjutkan pendidikan menjadi siswa untuk yang kedua kalinya, sehingga usianya mencapai lima puluh tahun. Dalam waktu itu beliau terus mengarang kitab yang bernilai tinggi. Hasil karyanya sekitar dua puluh hingga tiga puluh kitab. Ketika beliau sedang menulis kitab al-Tahdzib (pembenahan diri), beliau masih juga menghadiri majelis ilmu yang disampaikan oleh al-Sayyid Murthadla rh. ketika beliau berusia 52 tahun. Oleh karena itu beliau mampu sampai ke tahap pengajian ilmu ilham yang sungguh terh.rmat.
Sesungguhnya kemampuan seorang ulama memberi pengetahuan dan taufik tidak diukur dari segi berapa besar sorbannya, berapa panjang janggutnya, tetapi dilihat dari segi usahanya mencapai tahap akhlak yang terpuji dan mulia. Karena hanya dalam keadaan demikian ia dapat menyampaikan ilmu Allah dengan berkesan dan bermanfaat. Dengan demikian, hendaklah saudara mengambil kesempatan selagi masih berada dibidang pengkajian, memusatkan perhatian dalam bidang ini sebelum kepala saudara dipenuhi oleh rambut putih.
Hendaklah saudara memperhitungkan diri saudara terlebih dahulu sebelum manusia memandang kedudukan saudara, Berdo’alah dan memohonlah kepada Allah untuk memperkokoh diri dengan tarbiyah dan pembentukan kepribadian sebagai ulama Islam, sebelum saudara berkecimpung di tengah-tengah masyarakat. Kalau saudara tidak melalui peringkat dan tahap ini, pastilah saudara akan ditimpa kerugian dan jatuh kelembah kesesatan.
Kesimpulannya, saudara dituntut untuk membenahi syakhsyiyah (kepribadian) dan memperbaikinya sebelum menghadapi kesulitan di masa depan. Hendaklah menghias diri dan kepribadian dengan akhlak yang terpuji menurut syariat Islam.
Dalam waktu yang sama, hendaklah saudara membersihkan diri dari tingkah laku yang keji. Dengan keikhlasan tersebut akan berupaya melalui alam pengkajian dan penyelidikan ilmu pengetahuan sehingga mendekatkan diri saudara kepada Allah Swt. Apabila seseorang tidak mempunyai niat yang ikhlas dalam perbuatannya, niscaya akan menjauhkannya dari pintu rahmat Allah.
Hendaklah diingat bahwa sekiranya di antara saudara ada yang menghabiskan usiannya selama 70 tahun dalam kehidupan dunia ini dalam keadaan tidak ikhlas, niscaya ia akan jauh dari Allah dengan kadar 70 tahun juga.
Oleh karenanya, hendaklah saudara memohon perlindungan Allah dari hal yang demikian itu. Pernahkah saudara mendengar kisah seorang yang dicampakkan ke dalam jahanam selama 70 tahun, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Rasulullah Saww., yakni seorang lelaki tua yang telah mencapai usia 70 tahun tetapi menghabiskan usianya itu dengan sia-sia, maka tetap ia akan menuju ke neraka jahanam.
Ingatlah akan akibat yang akan menimpa kita yang menghabiskan waktu di pusat-pusat pengkajian Islam selama 50 tahun lebih atau kurang, akan tetapi kesimpulan dari kesemuanya itu ialah tersiksa dalam neraka jahanam dan tidak lebih dari itu, pikirkanlah!
Dari yang demikian itu, hendaklah saudara menyusun rencana untuk melakukan penyucian dan pembersihan diri, ruhani serta membenahi segala kerusakan akhlak. Kemudian bersungguh-sungguhlah dalam membentuk akhlak dan kepribadian. Selain itu hendaklah mengadakan majelis bimbingan dan taushiyah (nasehat) untuk membantu hal ini. Sebab berlengah-lengah dan meringankan itu adalah jalan yang tidak mungkin menyampaikan kita kepada kesimpulan yang diridhai oleh Allah.
Sekiranya pusat-pusat pengkajian Islam tidak mempunyai program taushiyah, pengajaran serta guru-guru yang menitikberatkan pada pendidikan akhlak dan jiwa, niscaya pusat pengkajian Islam tersebut akan menemui kehancuran.
Adakah kita berkeyakinan bahwa ilmu fikih dan ushul itu memang memerlukan pendidik dan ustadz yang mampu dalam bidang itu?
Setiap bidang ilmu pengetahuan di dunia ini tidak memerlukan kepada pembimbing dan pengajar. Demikian juga memerlukan seorang manusia yang melalui jalan pengkajian tanpa petunjuk dan langkah-langkah tertentu, tidak mungkin akan menguasai bidang ilmu pengetahuan tertentu. Sebab, bagaimana kita percaya dalam waktu yang sama ilmu akhlak menjadi tujuan pertama diutusnya para nabi as. dan merupakan ilmu yang sedalam-dalamnya tidak memerlukan kepada ta’alum dan ta’alim, yaitu pengkajian dan pengajaran?
Tanpa memasuki bidang pengkajian, mustahil seseorang dapat menjadi seorang fakih (ulama fikih). Oleh karena itu, adakah tanpa pendidikan dan pengkajian seseorang dapat menjadi seorang yang bertakwa dan berakhlak?
Berhubung dehgan hati, saya telah mendengar tentang seorang ulama yang terkemuka, yaitu asy-Syeikh al-Ansari rh. yang menjadi mahaguru dalam bidang fikih dan ushul. Sebelum beliau menjadi ulama, beliau pernah belajar dengan seorang pendidik ilmu akhlak.
Dengan demikian, jelaslah bahwa para nabi as. telah dibangkitkan untuk membina dan mendidik manusia serta menjauhkan mereka dari kekejian, kekurangan dan kehinaan. Sebaliknya, mendorong dan mendesak mereka kepada akhlak yang tinggi dan mulia sebagaimana sabda Rasulullah Saww :
“Aku dibangkitkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”
(al- Hadis).
Oleh karena itu, ketahuilah bahwa Allah Swt. menitikberatkan persoalan ini dan membangkitkan para anbiya’ as. untuk ini.
Malang, apa yang telah terjadi di pusat-pusat pengkajian kita sekarang ini sesuatu yang sebaliknya. Boleh dikatakan tidak ada seorang pun yang mengambil perhatian dalam masalah ini sesuai dengan apa yang dikatakan di atas. Banyak penghalang untuk melaksanakan kaidah pendidikan dan tarbiyah Islam yang berimbang dari berbagai aspeknya. Sebab dengan berkurangnya penekanan terhadap aspek akhlak ini, telah melahirkan berbagai masalah kebendaan (materi) dan duniawi. Karena keadaan itulah akhirnya menimbulkan banyak persoalan ruhaniah dan akhlak yang membawa kepada banyaknya golongan yang tidak mengetahui apakah maksud untuk melahirkan seorang insan yang alim dan tunduk kepada nilai keagamaan?
Apakah demikian tugas manusia?
Apakah program yang wajib diikuti oleh mereka?
Amal-amal apakah yang mesti mereka perbuat?
Sebenarnya sebagian dari kalangan kita hanya belajar beberapa kalimat atau pelajaran kemudian kembali ke tempat mereka atau ke tempat-tempat lain, yang bertujuan untuk mencari kemasyuran, kedudukan, serta untuk kepentingan diri, perumpamaan mereka seperti itu seperti orang yang berkata “Biarpun aku belajar sedikit tetapi dalam waktu yang singkat aku tahu,dimanakah kampung yang terpilih dan terbaik untukku.”
Terpulanglah kepada saudara, sekiranya belajar untuk mencari kedudukan tertentu atau ingin menjabatketua di suatu tempat, atau ingin menjadi tuan besar di sebuah perkantoran, barangkali akan dapat mencapainya tetapi tidak mungkin dapat memperoleh sesuatu yang berfaedah untuk diri dan Islam. Sebaliknya apa yang diperoleh adalah berlomba-lomba mengejar kebendaan dan bertikaian serta satu sama lain mengikuti keserakahan nafsu.
Memang menjadi kewajiban untuk mendidik dan membina diri sehingga apabila menduduki jabatan ketua atas segolongan manusia, maka saudara akan dapat membersihkan ruhani mereka serta bersungguh-sungguh membina dan meluruskan kepribadian mereka. Tujuannya tidak lain adalah untuk membaktikandiri kepada Islam dan umat-Nya semata.
Apabila menghabiskan tenaga karena Allah dan bersusah payah pada jalan-Nya, niscaya Allah Yang Maha Suci, Yang Maha Membalikkan hati, akan menjadikan manusia kasih kepada saudara. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan ke dalam hati mereka rasa kasih sarang”.
(QS. Maryam. 19: 96)
Hendaklah berjihad di jalan Allah, berkorban dan menumpahkan tenaga. Sesungguhnya Allah tidak akan meninggalkan saudara tanpa mengaruniai ganjaran dan pahala. Sekiranya tidak mendapat ganjaran itu di dunia, niscaya akan memperolehnya di akhirat kelak. Adalah lebih baik apabila Allah tidak mengaruniakan pahalanya di dunia, karena dunia ini adalah sesuatu yang tak berharga dan akan musnah. Semuanya yang ada di hadapan saudara hari ini akan berlalu, oleh karenanya hendaklah menunggu barang beberapa waktu menuju akhirat. Apa yang terlihat di dunia ini hanyalah impian dan imbauan semata-mata, akan tetapi ganjaran akhirat lebih kekal, tidak ada kesudahan bagi akhir dan batasnya.