Pesan Sang Imam (bagian2)

Pesan Sang Imam (bagian2)0%

Pesan Sang Imam (bagian2) pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Sejarah & Biografi

  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 11 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 2768 / Download: 2422
Ukuran Ukuran Ukuran
Pesan Sang Imam (bagian2)

Pesan Sang Imam (bagian2)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

PESAN SANG IMAM

Penerjemah : Tim AI-Jawad

Penerbit : AI-Jawad Publisher

Tahun Penerbitan : Shafar 1421 H/Mei 2000 M

Khomeini, Ruhullah al-Musawi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Ilahi Rabbi yang dengan izinnya, saya dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjunganku Rasulullah Saww beserta Ahlibaitnya yang disucikan, karena dengan bimbingan mereka telah memberikan jalan lurus kepada Sumber Pencipta.

Sebelumnya saya meminta maaf, karena buku ini hanyalah merupakan kumpulan khutbah-khutbah maupun tulisan Imam Khomeini yang dipilih dan dipilah dari beberapa buletin Islam, jurnal-jurnal lslam dan referensi-referensi lain. Dengan demikian, ini bukanlah karya utuh beliau. Akan tetapi, benang merah yang terjalin dalam pikiran-pikiran Sang Matahari Persia ini tetaplah akan memberikan citra beliau sebagai insan yang sempurna. Meskipun sedikit.

Besarnya kecintaan saya -untuk sekadar mewakili para pembela keadilan dan penegak kebenaran- kepada Imam Khomeini atas segala perjuangan dan pengorbanan yang dilakukannya dalam menegakkan Islam di tengah-tengah kezaliman abad ini memotivasi saya memberanikan diri menyusun buku ini. Sekadar mempublikasikan kepada khalayak ramai mengenai perjuangan Imam Khomeini agar kita dapat bercermin dan mengambil hikmah serta mengaplikasikannya dalam kehidupan kita untuk menegakkan Islam selaku umat Rasul dan para Imam suci.

Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada Yayasan AI-Jawad berkenaan dengan penerbitan buku ini; kepada ustadz Husein Alkaff, dan rekan-rekan staff AI-Jawad yang senantiasa membantu baik secara moral maupun spiritual. Khususnya terimakasih saya ucapkan sedalam-dalamnya kepada isteri dan anak saya tercinta Muhammad Mahdi Ruhullah, yang selalu memberikan dorongan untuk segera merampungkan buku ini.

Saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada para penerjemah dan beberapa penulis khutbah Imam Khomeini yang saya ambil dari beberapa buku, karena tidak meminta izin atau permohonan sebelumnya untuk memuat khutbah-khutbah Imam. Saya semata-mata ingin menampilkan sosok Imam Khomeini dari berbagai sudut pandang perjuangan dan pengorbanan dengan keterbatasan sumber pustaka yang saya miliki.

Harapan saya yang utama adalah mudah-mudahan buku ini bisa membuka wawasan baru kepada umat Islam, khususnya para pemuda, yang memiliki ghirah tinggi sehingga mampu mengambil hikmah dari sejarah yang baru saja terjadi di abad XX.

Imam Khomeini adalah sosok yang sesuai sekali dengan gambaran Imam ‘Ali as. yaitu sebagai: “Orang yang menarik dan menolak”. Di satu sisi dia disanjung dan dicinta karena dia berada pada satu jalan baik keyakinan maupun prinsip-prinsipnya. Namun di lain pihak juga ditolak oleh kelompok-kelompok yang tidak sesuai dengan pinsip dan keyakinannya. Imam Khomeini sangat mencintai kebenaran dan amat murka terhadap kezaliman. Hal ini dapat kita ketahui dari khutbah-khutbahnya.

Terakhir, saya mohon maaf atas ketidaksempurnaan buku ini dan berharap para pembaca budiman bisa menyempurnakannya dengan buku-buku sejenis. Semoga ikhtiar kecil ini mulia di hadapan Allah dan diridhai Hazhrat Shahibuzzaman afs.

Bandung, Muharram 1420 H/Mei 1999 M

Sandy Alison

SEKAPUR SIRIH

Oleh : Husein Alkaff

Imam Khomeini, Siapa dia?

Sejak runtuhnya khilafah (imperium) Otsmaniyah di Turki, tepatnya setelah perang dunia pertama tahun 1919. Negara Turki secara drastis menjadi negara sekuler pertama di negeri-negeri Islam dibawah pimpinan seorang budak Zionis-Yahudi, Mushthofa Kamal Attaturk. Konsekuensi dari tegaknya pemerintahan sekuler adalah jilbab diharamkan, huruf Arab diganti dengan huruf latin, kumandang adzan yang berpahasa Arab dirubah dengan bahasa Turki dan kebijakan-kebiajakan lainnya uhtuk menghilangkan ciri-ciri Islami dari dataran pantai Meditarian dan pesisir Kaspia. Seorang orientalis kontemporer, John L. Esposito berkata, “Semenjak tahun 1924 sampai kepada wafatnya pada tahun 1938, Mustafa Kemal melaksanakan rangkaian pembaharuan yang bersifat sekuler, yang secara tuntas menciptakan negara bercirikan pemisahan agama dan politik sepanjang kelembagaan. (Islam dan Politik, hal. 133)

Sejak itu, nasib kaum muslimin makin terpuruk. Karena tidak ada imperium Islam yang kuat setelah itu. Wilayah kaum muslimin yang terbentang dari Tanja (Maroko) sampai Jakarta (Indonesia) yang meliputi benua hitam Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah dan beberapa dataran Eropa, seperti Albania, Bosnia, Sayajevo dan Ciprus, sampai Timur Jauh (negara-negara Asia Tenggara) menjadi wilayah kolonial bangsa Eropa. Negara-negara mereka bak kue lezat yang diperebutkan dan dibagi-dibagi oleh bangsa-bangsa Eropa yang telah lama menyimpan rasa dendam dan kebencian terhadap Islam. Saya teringat dengan ucapan guru saya yang sangat saya cintai, almarhum ustadz Husein bin Abubakar Alhabsyi, dihadapan beberapa santrinya, “Lihatlah benua Afrika (sambil menunjukkan benua Afrika dalam peta dunia) yang berwarna warni dan compang-camping. Itu adalah peninggalan kaum kolonialis Eropa”. Maksud beliau, negara-negara di Afrika yang tadinya satu dibawah dominasi Turki kemudian dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa (Inggris, Italia dan Perancis) terpecah menjadi negara-negara yang kecil.

Terdapat usaha-usaha dari kaum muslimin untuk bangkit menghadapi dominasi Eropa. Sayyid Jamaluddin Asad Abadi (atau AI-Afghani) dengan semangat Pan-Islaminya berkeliling ke negeri-negeri Islam dan berupaya menggugah para pemimpin dan ulama Islam untuk bersatu melawan barat dan para pemimpin Islam yang terbaratkan. Kesadaran kebangkitan Islam juga muncul dari tokoh-tokoh lain seperti Abula’la al-Maududi, Hasan al-Banna, Iqbal Lahore dan yang lainnya. Mereka menjadi kekuatan yang cukup ditakuti oleh para lawan. Meski, mereka tidak berhasil menegakkan pemerintahan Islam yang independen. Apalagi gerakan-gerakan yang mereka pimpin itu surut setelah ditinggalkan oleh para pendirinya.

Memang hampir di setiap zaman dan negeri Islam terdapat gerakan-gerakan yang ber-amar makruf - nahi munkar. Namun semua itu tidak banyak merubah penetrasi Barat di negeri mereka. Sebagian darinya terbatas dengan teritorial negeri mereka, yang lain sebatas penyadaran spirit Islami dan yang lain lagi hanya merubah kedewasaan berpikir saja. Dunia Islam secara umum dirundung rasa frustasi. Harapan untuk bangkit menampakkan identitas diri makin jauh dan kabur.

Di tengah kelesuan dan pudarnya harapan, dunia Islam dikejutkan dengan revolusi Islam Iran pada tahun 1979, yang secara radikal dan total merubah tatanan politik Iran, dalam maupun luar negeri Iran. Dominasi Barat (baca: Amerika) yang begitu kuat hilang serta merta tanpa bekas sama sekali. Sistem pemerintahan Pahlevi yang monarkis tumbang. Imam Khomeini ra. dengan revolusi yang spektakuler ingin menyatakan kepada dunia bahwa Iran yang Islami bisa hidup tanpa bersandar pada dua kekuatan besar dunia, Amerika Serikat dan Uni Soviet (laa syarqiyyah laa gharbiyyah). Dia menganggap Amerika Serikat sebagai si Setan Akbar, yang rakus dalam menguasai dunia dengan cara-cara yang licik dari jahat. Yang lebih menarik adalah sistem pemerintahan Iran sangat unik bagi Barat dan kebanyakan politisi dunia. Sistem pemerintahan wilayatul faqih tidak ada dalam kamus politik mereka. Jadi, Imam Khomeini benar-benar merubah sebuah pemerintahan yang tadinya sangat tergantung pada Barat, menjadi sebuah pemerintahan yang secara total lepas dari Barat. Hal itu memberikan wacana baru bagi dunia Islam, dan bahwa di dunia yang mungkin ini tidak ada yang tidak mungkin. Bagi kebanyakan manusia, termasuk di negeri kita juga, bahwa tidak mungkin sebuah bangsa berkembang dan maju tanpa mendekati Barat. Ternyata itu hanya perasaan bangsa yang inferior dan rendah diri. Imam Khomeini ingin menyatakan bahwa kemajuan sebuah negera tergantung kepada Barat itu hanya sekedar mitos yang mengada-ada, dan beliau ingin menghancurkan mitos tersebut. Beliau berkali-kali mengatakan ingin menegakkan Islam Muhammadi yang orisinil. Islam yang belum terkontaminasi dan terkooptasi oleh pemikiran-pemikiran yang membuat Islam kerdil dan tidak relevan dengan dunia modern.

Imam Khomeini ra., sebagai Man of The Year pada tahun 1979, berhasil menumbangkan boneka Amerika, Syah Reza Pahlevi, dan memotong tangan Amerika. Orangpun memujinya dengan menyebutnya sebagai seorang politikus ulung, seorang ulama fakih, seorang filosof dan seorang a’rif (baca: sufi).

Lantas apa yang melatar belakangi keberhasilan Imam Khomeini ra.?

Beliau berhasil menumbangkan rezim yang zalim dan menegakkan pemerintahan Islam bukan karena dia seorang politikus, karena banyak politikus lain yang lebih hebat darinya. Juga bukan karena beliau seorang ulama fakih karena banyak ulama yang barangkali lebih afqah darinya. Juga bukan karena dia seorang filosof dan a’rif, karena banyak filosof dan a’rif tetapi tidak seperti beliau.

Imam Khomeini ra. adalah, seperti yang sering dia katakan olehnya sendiri, hanya seorang santri kecil yang melaksanakan taklif-nya terhadap Allah Swt. B.eliau dalam menjalankan kehidupannya tidak punya cita-cita dan program yang muluk dan shofisticated. Beliau hanya menjalankan perintah Allah Swt. sebaik mungkin dan itu, menurutnya, sebuah keberhasilan. Adapun beliau telah berhasil menegakkan pemerintahan Islam, itu hanya karunia Allah Swt. semata. Beliau tidak pernah mengatakan atau beranggapan, bahwa revolusi Islam berhasil karena usahanya semata. Keberhasilan beliau terletak pada penyerahan dirinya secara total kepada Allah Swt. Sahabat dekatnya dan juga seorang ulama fakih besar, Ayatullah Sayyid Muhammad Baqir Shadr, yang mati syahid, beberapa bulan setelah revolusi Islam di Iran dibunuh oleh rezim Ba’ath di Iraq, pernah memerintahkan kepada para pengikutnya, “Meleburlah kalian di dalam Khomeini sebagaimana dia telah melebur di dalam Islam”.

Keberhasilan dalam pandangan Islam bukan ditilik dari sejauh mana seseorang telah menarik massa yang banyak, membangun sekolah, menduduki pemerintahan dan meraih materi, walaupun memperoleh semacam itu tidak selalu tercela. Karena andaikan itu yang dijadikan sebagai ukuran, maka perjuangan para nabi dan rasul terdahulu dianggap tidak berhasil. Dan Adolf Hitler, Stalin, Lenin dan yang lain berhasil dalam menegakkan pemerintahan dan menarik massa. Keberhasilan dalam pandangan Islam dilihat dari sisi sejauh mana seseorang mengabdikan dan menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Dan itulah tugas manusia. Imam ‘Ali as. disaat kepala sucinya ditebas secara spontanitas berkata, “Demi Tuhannya Ka’bah, aku sungguh telah beruntung”. Mati syahid di atas kebenaran merupakan keberuntungan dan keberhasilan.

Para nabi, rasul, imam dan orang saleh hanya melihat Allah Swt. sebagai target dan tujuan. Mereka terilhami wahyu Ilabi yang berbunyi “Sesungguhnya kepada Tuhanmu perjalanan berujung”. (QS. an-Najm, 53: 42), dan ayat yang lainnya. Keberhasilan dalam bidang materi tidak begitu berarti bagi mereka, dan kegagalan di dalam bidang yang sama juga tidak membuat mereka kecewa. Karena materi tidak lain dari esensi itu sendiri (al-Mahiyyah) yang, dengan meminjam istilah filsafat Transendental (al-Hikmah Muta’aliyah)-nya Mulla Sadra ra., ada dan tidak ada baginya sama” (Iihat, Bidayah al-Hikmah, Allamah Thaba’thabai ra.). Yang mereka cari adalah haqiqat sebagai haqiqat. Keterkaitan mereka dengan materi hanya karena mereka diciptakan di alam materi an sich. Hubungan mereka dengan alam materi sebatas hubungan bagian wujud mereka yang materil. Sedangkan bagian yang non materi tidak bersentuhan dengan materi. Tentang mereka, Imam ‘Ali as. berkata, “Jasad mereka berada di alam dunia, tetapi ruh mereka bergelantungan di tempat yang sangat tinggi”. (al-Hikamah 143, Syarah Nahj al-Balaqhah).

Perjalanan menuju Allah Swt, sebagaimana Imam Khomeini ra. lakukan, merupakan taklif setiap manusia. Amat sangat indah, filosof Ilahi Muhammad Shadruddin al-Syirazi atau yang lebih dikenal dengan Mulla Sadra dalam karya monumentalnya, al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al Asfaar al Aqliyyah al Arba’ah, menjabarkan perjalananmenuju Allah Swt. dalam empat tahapan. Beliau dalam kata pengantarnya mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya para pesuluk dari kalangan ‘urafa dan auliya’ mempunyai empat perjalanan: pertama, perjalanan dari makhluk menuju al-Haq. Kedua, perjalanan dengan al-Haq di dalam al-Haq. Ketiga, kebalikan dari yang pertama, perjalanan dari al-Haq menuju makhluk dengan al-Haq, dan keempat, kebalikan dari yang kedua, perjalanan dengan al-Haq di tengah makhluk”.

Yang dilakukan Imam Khomeini ra. hanya berjalan dan bergerak menuju Allah Swt.dan yang menjadi fokus perhatian beliau adalah perjalanan akal dan ruh, bukan materi, kekuasaan dan popularitas. Untuk mencari materi, kekuasaan dan popularitas tidak diperlukan menempuh perjalanan spiritual. Beliau tidak ingin materi, karena sampai akhir hayatnya pun beliau tidak meninggalkan kekayaan kecuali beberapa jilid buku, karpet yang kusam dan beberapa helai pakaian. Menjadi wali faqih pun bukan karena ambisi kekuasaan, melainkan karena panggilan tanggung jawab dan tugas di hadapan Allah Swt. Seperti halnya Nabi Yusuf as.:“Jadikanlah aku menguasai kekayaan-kekayaan bumi. Sesungguhnya aku orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf, 12: 55)

Menurut Ayatullah Jawadi Amuli, seperti yang dikutip oleh Sayyid Kamal al-Haydari dalam kuliah filsafat dan kalamnya di Qum, bahwa Imam Khomeini dalam perjalanan spiritualnya telah sampai di tahapan yang ketiga. Penilaian tersebut, tentu, berlaku bagi orang yang sekelas Imam Khomeini atau orang yang punya kompetensi di bidang ‘irfan.

Sekapur sirih ini tidak ingin lebih jauh menjelaskan tentang Imam Khomeini ra., karena beliau adalah cahaya. Cahaya (nur) itu jelas dengan dirinya sendiri tanpa bantuan yang lain. Untuk mengetahui cahaya hanya diperlukan membuka mata. Karya-karya tulisnya, muri,d-muridnya dan revolusi yang beliau pimpin adalah kredit point yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun, beliau besar bukan karena orang-orang yang membesarkannya, dan beliaupun tidak merasa besar dengan itu. Beliau besar dengan Sang Maha Besar. Beliau besar karena pengabdiannya kepada Sumber Kebesaran.

Bandung, 5 Shafar 1421 H/9 Mei 2000 M

Wassalam,

Husein Alkaff

PENGANTAR PENERBIT

Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini adalah sosok agung yang muncul pada abad XX dalam menegakkan agama Rasulullah Saww dan para Imam Suci -‘alaihimussalam- di tengah penindasan dan tirani yang kejam. Revolusi Islam Iran yang terjadi antara tahun 1978 sampai 1979 telah menumbangkan kekuasaan monarki absolut Dinasti Pahlevi, satu rezim terkuat di Dunia Ketiga yangsemuanya dibantu oleh Amerika Serikat dan Inggris. telah berhasil ditumbangkan oleh gerakan rakyat yang dipimpinnya.

Tidaklah mengherankan kalau hal ini menjadi pembicaraanyang banyakdan menyeluruh di seantero dunia, dan menjadi penelitian penting bagi pakar sosial politik karena sangatlah di luar dugaan, ulama yang sudah tua dan selalu berada di pengasingan dapat menumbangkan rezim yang sangat absolut dan totaliter, kemudian menggantinya dengan Republik Islam. Perbedaan yang sangat bertolak belakang di mana Iran prarevolusi bisa disebut sebagai negara sekuler. maka Iran pascarevolusi bisa disebut sebagai negara teo-demokrasi yang sangat didominasi oleh kaum Mullah (Ulama Syi’ah).

Revolusi Islam merupakan hasil dari proses akumulasi ketidakadilan rakyat Iran terhadap kebijakan-kebijakan Syah di segala bidang baik ekonomi, politik, agama, dan sosial budaya. Semua ketidakpuasan itu telah dialami oleh rakyat Iran selama beratus-ratus tahun. Kunci sukses dari Revolusi Islam Iran adalah : (i) di satu sisi terbentuknya persatuan di antara kelompok-kelompok penentang Syah, baik berpaham nasionalis dan Islamis; (ii) di sisi yang lain muncul Sang Imam yang dapat menyatukan mereka semua menjadi kekuatan besar dan tak dapat dibendung oleh penguasa tiran. Hal ini besar kemungkinan karena tradisi dan ideologi Syi’ah yang sangat kuat berakar di hati rakyat Iran.

Revolusi besar Iran dalam banyak hal memiliki perbedaan-perbedaan dengan beberapa revolusi yang terjadi di dunia. la berbeda dengan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang sangat menitikberatkan kepada pendidikan individu (perorangan), juga berbeda dengan gerakan Jami’ati Islam Pakistan yang menitikberatkan pada tantangan intelektual. Bahkan Revolusi Iran berbeda jauh dengan Revolusi Prancis serta Revolusi Rusia. Revolusi Islam Iran mempunyai sejumlah keistimewaan di antaranya adalah revolusi yang dilandasi pada dasar keagamaan, keyakinan Islamis serta tujuan-tujuan hidup agamais dan Qurani. Juga tidak terlepas dari partisipasi ulama yang sangat bertanggung jawab di seluruh negara yang bertujuan untuk membentuk suatu bangsa Islami.

Perjuangan Imam Khomeini secara umum bertujuan untuk merombak tatanan sosial, politik, dan ekonomi yang sudah berubah 180 derajat dari jalan kebenaran. Penggunaan sistem pemerintahan yang dilandasi oleh konsep Wilayat al-Faqih (perwalian fakih) yang dipublikasikan secara umum oleh Imam, merupakan konsep yang dikembangkan dari keyakinannya. Partisipasi dari kalangan ulama untuk menentukan arah politik di Iran berangkat dari keyakinan bahwa Islam tidak memisahkan antara agama dan politik. Kedua-duanya merupakan satu kesatuan, sehingga peran ulama di kalangan masyarakat tidak hanya sebagai pembimbing ruhani, namun juga sebagai tokoh politik yang menentukan arah bangsa.

Banyak tokoh dunia yang angkat topi dengan Imam, baik itu dari golongan Islam sendiri, Sunni maupun Syi’ah, Bahkan juga rasa kagum dan hormat dari orang-orang luar Islam. Tak terkecuali kalangan orientalis pun kagum atas kepribadian beliau. Kepribadian yang dimiliki Imam begitu bersahaja. Kesederhanaannya telah melekat mendarah daging. Namun keteguhan sikap serta ketegarannya dalam menentang kezaliman merupakanteladan yang patut dicontoh bagi semua tokoh Islam yang menginginkan kebebasan bangsanya dari penindasan dan ketidakadilan. Orang mengira dengan menguasai Iran secara keseluruhan Imam Khomeini mendapat keuntungan materi, tetapi semua itu sirna bila kita mengetahui lebih mendalam lagi mengenai sosok beliau. Banyak tokoh tercengang dan seakan tidak percaya ketika melihat kediamannya di Jamaran, Teheran. Rumah sederhana yang luasnya tidak lebih dari 100 m2 dan hanya dilengkapi perabot sederhana untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Itupun bukan rumah pribadi melainkan rumah kontrakan.

Begitu banyak teladan mulia dari kepribadian beliau yang tidak dapat kami gambarkan di sini. Akan tetapi pembaca dapat merenungkan kepribadian beliau dari beberapa khutbahnya di buku ini yang bisa Anda tarik sebagai pelajaran yang bermanfaat dalam kehidupan. Walaupun sekarang sudah tidak bersama kita lagi, namun perjuangan dan pengorbanan beliau untuk menegakkan Islam, sangatlah inspiratif dalam memperkukuh semangat juang kaum muslimin selama kita tetap berpegang kepada AI-Quran, Rasulullah dan Ahlibaitnya yang suci.

Begitu banyak cerita yang dapat kita ambil hikmahnya dan manfaatnya dari perjalanan orang-orang suci. Khususnya Rasulullah dan para Imam, juga para wali Allah baik perjuangan dan pengorbanannya. Namun tokoh sejarah yang sudah dicatat yang dekat dengan kita adalah sejarah Imam Khomeini yang masih membekas dalam ingatan kita. Artinya perjuangan seorang hamba Allah, pengikut setia Rasulullah dan Imam Suci dapat menghasilkan pribadi yang agung dan perubahan yang begitu memukau umat manusia. Apalagi sesuatu yang dihasilkan oleh guru sekaligus pembimbing utamanya yaitu RasuJullah dan para Imam Suci, tentulah jauh lebih besar lagi dari apa yang kita lihat pada sosok Imam Khomeini.

Buku ini berisi beberapa khutbah dan wasiat-wasiat Imam Khomeini menjelang wafatnya, yang akan memberikan hikmah kepada kita dalam melaksanakan kebenaran dan menentang kezaliman.

Akhir kata, kami tutup buku ini dengan Bibiografi Imam Khomeini tentang kehidupan dan perjuangannya. Semoga kontribusi kecil ini mampu menggairahkan kembali semangat ber-lslam yang benar di saat bangsa kita dilanda berbagai krisis untuk diteladani perjuangannya dalam menengakkan panji-panji Islam. Amin.

Bandung, Shafar 1421 H/Mei 2000 M

AI-Jawad Publisher

PERAN AGAMA DALAM PENDIDIKAN

Pembersihan Diri Pemuda Penuntut Ilmu

Hari ini usia kita telah bertambah. Saudara para pemuda, Anda sedang menuju ke usia yang lebih Ianjut, dewasa dan kemudian tua. Sedangkan generasi kami sedang menuju kematian. Anda dapat mengukur ilmu pengetahuan yang Anda capai di pusat studi tahun ini. Betapapun dalam ilmu pengetahuan yang Anda peroleh hingga ke suatu tahap di mana Anda dapat mencapainya dalam bidang akhlak atau pembentukan kaidah pendidikan Islam, pembersihan dan pendidikan ruhani.

Sudah sejauh mana telah Anda lakukan?

Langkah positif apakah yang telah Anda lakukan?

Apakah Saudara telah berusaha melakukan pembersihan diri dan ruhani serta memperbaikinya?

Atau sudahkah Saudara membuat beberapa program dalam bidang ini, apa yang saya Iihat dan amati, sehingga memungkinkan saya untuk mengatakan; Sesungguhnya Saudara belum beramal dengan bersungguh- sungguh dalam hal itu dan tidak membuat keputusan untuk melangkah ke arah itu.

Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan

Saya tidak pernah mengatakan “Janganlah belajar dan mencurahkan segala perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebaliknya, sekiranya saudara berkeinginan menjadi anggota masyarakat yang berguna dan berperan serta ingin memimpin umat dan membimbing mereka dengan ajaran Islam, menjadi kewajiban saudara untuk mengorbankan waktu dan tenaga dalam bidang ini. Demikian juga, sekiranya saudara ingin mempertahankan Islam dan menegakkan ajarannya, maka menjadi tanggung jawab saudara untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi orang yang berkemampuan mengeluarkan pandangan dan pikiran dalam bidang fikih.

Oleh karena itu, sekiranya saudara tidak mau belajar, dan hanya berdiam diri di madrasah atau pusat-pusat pengkajian agama, maka hal itu haram hukumnya bagi saudara. Bahkan tidak layak bagi saudara untuk menghalangi orang-orang yang bergelimang dalam ilmu-ilmu agama guna menjalankan huk.um-hukum syariat Islam. Tegasnya, pengkajian ilmu fikih dan ushul merupakan aspek penting dalam kehidupan Islam.

Menjadi tujuan saya di sini, untuk mengingatkan bahwa, usaha perbaikan diri dan ruhani memerlukan pengorbanan dan kesulitan yang terus menerus. Oleh karena itu, hendaklah saudara beramal dan menerjunkan diri dalam bidang yang suci ini. Janganlah saudara hanya berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan yang terpisah dari agama. Sementara saudara-saudara juga bertanggung jawab dalam langkah pembersihan dan pendidikan diri dan ruhani, serta menghapuskan pengaruh hawa nafsu yang keji.

Selanjutnya, hendaklah rnenyuburkan kekuatan ruhani dan berusaha mencapai kedudukan kemuliaan akhlak yang membawa kepada sifat-sifat ketakwaan.

Sesungguhnya ilmu-ilmu yang saudara pelajari itu adalah tidak lebih dari mukadimah atau langkah awal untuk mencapai kedudukan nakhlaulia[1] . Oleh karenanya, janganlah saudara hanya menghabiskan usia saudara dalam perangkat mukadimah ini, tetapi teruskan usaha mencapai kesimpulan yang terakhir dalam bidang ini. Saudara-saudara yang mendalami ilmu ini mempunyai tujuan yang tinggi, yaitu ma’rifatullah atau mengenal Allah dan membersihkan diri saudara. Oleh karena itu saudara mempunyai kewajiban utama untuk menghasilkan kesimpulan dan buah dari usaha ini dengan sungguh-sungguh berusaha demi mencapai tujuan asasi dan suci.

Ketika saudara mulai memasuki pusat pengkajian Islam adalah agar pada peringkat yang paling awal untuk membersihkan kepribadian saudara dan memperbaikinya. Hendaklah saudara bersungguh-sungguh memusatkan perhatian dalam bidang ini, sehingga umat manusia dapat mengambil faedah dari kemuliaan akhlak yang menghiasi diri saudara bilamana saudara sudah terjun ke masyarakat.

Oleh karenanya, hendaklah saudara berhati-hati ketika terjun ke tengah masyarakat dengan melakukan ,perbaikan terhadap diri terlebih dahulu. Mengapa saudara tidak mendidik diri dan ruhani saudara ketika saudara masih mempunyai waktu yang begitu luas dan berusaha dalam kemudahan serta kelapangan ini? Oleh sebab itu bagaimana saudara dapat menyelesaikan masalah ini jika saudara telah punya banyak masalah yang bertumpuk-tumpuk? Dalam keadaan semacam ini,saudara akan hanyut dan tenggelam dalam kesibukan dengan urusan hidup yang tiada habis-habisnya.

Perlu saya ingatkan, ketika dunia menguasai diri saudara niscaya saudara tidak akan mampu untuk bertindak memperbaiki diri dan kepribadian saudara. Terlalu banyak urusan kehidupan telah menyulitkan bagi seseorang untuk membersihkan diri dan mendidik ruhaninya. Sehingga jika sorban sebagian dari kamu sekalipun, dan janggut menjadi begitu panjang, adalah terlalu sulit bagi saudara untuk mendidik dan membenahi kondisi ruhani serta akhlak saudara pada waktu itu. Maka, ketika saudara masih berada di madrasah dan pusat-pusat pengkajian agama (institusi, pesantren). merupakan waktu yang paling memungkinkan untuk membenahi kepribadian dan akhlak. Adalah terlalu sulit bagi saudara untuk kembali lagi ke madrasah dan ke luar terjun ke masyarakat.

Asy-Syeikh at-Tusi rh. kembali ke bangku sekolah dan melanjutkan pendidikan menjadi siswa untuk yang kedua kalinya, sehingga usianya mencapai lima puluh tahun. Dalam waktu itu beliau terus mengarang kitab yang bernilai tinggi. Hasil karyanya sekitar dua puluh hingga tiga puluh kitab. Ketika beliau sedang menulis kitab al-Tahdzib (pembenahan diri), beliau masih juga menghadiri majelis ilmu yang disampaikan oleh al-Sayyid Murthadla rh. ketika beliau berusia 52 tahun. Oleh karena itu beliau mampu sampai ke tahap pengajian ilmu ilham yang sungguh terh.rmat.

Sesungguhnya kemampuan seorang ulama memberi pengetahuan dan taufik tidak diukur dari segi berapa besar sorbannya, berapa panjang janggutnya, tetapi dilihat dari segi usahanya mencapai tahap akhlak yang terpuji dan mulia. Karena hanya dalam keadaan demikian ia dapat menyampaikan ilmu Allah dengan berkesan dan bermanfaat. Dengan demikian, hendaklah saudara mengambil kesempatan selagi masih berada dibidang pengkajian, memusatkan perhatian dalam bidang ini sebelum kepala saudara dipenuhi oleh rambut putih.

Hendaklah saudara memperhitungkan diri saudara terlebih dahulu sebelum manusia memandang kedudukan saudara, Berdo’alah dan memohonlah kepada Allah untuk memperkokoh diri dengan tarbiyah dan pembentukan kepribadian sebagai ulama Islam, sebelum saudara berkecimpung di tengah-tengah masyarakat. Kalau saudara tidak melalui peringkat dan tahap ini, pastilah saudara akan ditimpa kerugian dan jatuh kelembah kesesatan.

Kesimpulannya, saudara dituntut untuk membenahi syakhsyiyah (kepribadian) dan memperbaikinya sebelum menghadapi kesulitan di masa depan. Hendaklah menghias diri dan kepribadian dengan akhlak yang terpuji menurut syariat Islam.

Dalam waktu yang sama, hendaklah saudara membersihkan diri dari tingkah laku yang keji. Dengan keikhlasan tersebut akan berupaya melalui alam pengkajian dan penyelidikan ilmu pengetahuan sehingga mendekatkan diri saudara kepada Allah Swt. Apabila seseorang tidak mempunyai niat yang ikhlas dalam perbuatannya, niscaya akan menjauhkannya dari pintu rahmat Allah.

Hendaklah diingat bahwa sekiranya di antara saudara ada yang menghabiskan usiannya selama 70 tahun dalam kehidupan dunia ini dalam keadaan tidak ikhlas, niscaya ia akan jauh dari Allah dengan kadar 70 tahun juga.

Oleh karenanya, hendaklah saudara memohon perlindungan Allah dari hal yang demikian itu. Pernahkah saudara mendengar kisah seorang yang dicampakkan ke dalam jahanam selama 70 tahun, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Rasulullah Saww., yakni seorang lelaki tua yang telah mencapai usia 70 tahun tetapi menghabiskan usianya itu dengan sia-sia, maka tetap ia akan menuju ke neraka jahanam.

Ingatlah akan akibat yang akan menimpa kita yang menghabiskan waktu di pusat-pusat pengkajian Islam selama 50 tahun lebih atau kurang, akan tetapi kesimpulan dari kesemuanya itu ialah tersiksa dalam neraka jahanam dan tidak lebih dari itu, pikirkanlah!

Dari yang demikian itu, hendaklah saudara menyusun rencana untuk melakukan penyucian dan pembersihan diri, ruhani serta membenahi segala kerusakan akhlak. Kemudian bersungguh-sungguhlah dalam membentuk akhlak dan kepribadian. Selain itu hendaklah mengadakan majelis bimbingan dan taushiyah (nasehat) untuk membantu hal ini. Sebab berlengah-lengah dan meringankan itu adalah jalan yang tidak mungkin menyampaikan kita kepada kesimpulan yang diridhai oleh Allah.

Sekiranya pusat-pusat pengkajian Islam tidak mempunyai program taushiyah, pengajaran serta guru-guru yang menitikberatkan pada pendidikan akhlak dan jiwa, niscaya pusat pengkajian Islam tersebut akan menemui kehancuran.

Adakah kita berkeyakinan bahwa ilmu fikih dan ushul itu memang memerlukan pendidik dan ustadz yang mampu dalam bidang itu?

Setiap bidang ilmu pengetahuan di dunia ini tidak memerlukan kepada pembimbing dan pengajar. Demikian juga memerlukan seorang manusia yang melalui jalan pengkajian tanpa petunjuk dan langkah-langkah tertentu, tidak mungkin akan menguasai bidang ilmu pengetahuan tertentu. Sebab, bagaimana kita percaya dalam waktu yang sama ilmu akhlak menjadi tujuan pertama diutusnya para nabi as. dan merupakan ilmu yang sedalam-dalamnya tidak memerlukan kepada ta’alum dan ta’alim, yaitu pengkajian dan pengajaran?

Tanpa memasuki bidang pengkajian, mustahil seseorang dapat menjadi seorang fakih (ulama fikih). Oleh karena itu, adakah tanpa pendidikan dan pengkajian seseorang dapat menjadi seorang yang bertakwa dan berakhlak?

Berhubung dehgan hati, saya telah mendengar tentang seorang ulama yang terkemuka, yaitu asy-Syeikh al-Ansari rh. yang menjadi mahaguru dalam bidang fikih dan ushul. Sebelum beliau menjadi ulama, beliau pernah belajar dengan seorang pendidik ilmu akhlak.

Dengan demikian, jelaslah bahwa para nabi as. telah dibangkitkan untuk membina dan mendidik manusia serta menjauhkan mereka dari kekejian, kekurangan dan kehinaan. Sebaliknya, mendorong dan mendesak mereka kepada akhlak yang tinggi dan mulia sebagaimana sabda Rasulullah Saww :

“Aku dibangkitkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak” (al- Hadis).

Oleh karena itu, ketahuilah bahwa Allah Swt. menitikberatkan persoalan ini dan membangkitkan para anbiya’ as. untuk ini.

Malang, apa yang telah terjadi di pusat-pusat pengkajian kita sekarang ini sesuatu yang sebaliknya. Boleh dikatakan tidak ada seorang pun yang mengambil perhatian dalam masalah ini sesuai dengan apa yang dikatakan di atas. Banyak penghalang untuk melaksanakan kaidah pendidikan dan tarbiyah Islam yang berimbang dari berbagai aspeknya. Sebab dengan berkurangnya penekanan terhadap aspek akhlak ini, telah melahirkan berbagai masalah kebendaan (materi) dan duniawi. Karena keadaan itulah akhirnya menimbulkan banyak persoalan ruhaniah dan akhlak yang membawa kepada banyaknya golongan yang tidak mengetahui apakah maksud untuk melahirkan seorang insan yang alim dan tunduk kepada nilai keagamaan?

Apakah demikian tugas manusia?

Apakah program yang wajib diikuti oleh mereka?

Amal-amal apakah yang mesti mereka perbuat?

Sebenarnya sebagian dari kalangan kita hanya belajar beberapa kalimat atau pelajaran kemudian kembali ke tempat mereka atau ke tempat-tempat lain, yang bertujuan untuk mencari kemasyuran, kedudukan, serta untuk kepentingan diri, perumpamaan mereka seperti itu seperti orang yang berkata “Biarpun aku belajar sedikit tetapi dalam waktu yang singkat aku tahu,dimanakah kampung yang terpilih dan terbaik untukku.”

Terpulanglah kepada saudara, sekiranya belajar untuk mencari kedudukan tertentu atau ingin menjabatketua di suatu tempat, atau ingin menjadi tuan besar di sebuah perkantoran, barangkali akan dapat mencapainya tetapi tidak mungkin dapat memperoleh sesuatu yang berfaedah untuk diri dan Islam. Sebaliknya apa yang diperoleh adalah berlomba-lomba mengejar kebendaan dan bertikaian serta satu sama lain mengikuti keserakahan nafsu.

Memang menjadi kewajiban untuk mendidik dan membina diri sehingga apabila menduduki jabatan ketua atas segolongan manusia, maka saudara akan dapat membersihkan ruhani mereka serta bersungguh-sungguh membina dan meluruskan kepribadian mereka. Tujuannya tidak lain adalah untuk membaktikandiri kepada Islam dan umat-Nya semata.

Apabila menghabiskan tenaga karena Allah dan bersusah payah pada jalan-Nya, niscaya Allah Yang Maha Suci, Yang Maha Membalikkan hati, akan menjadikan manusia kasih kepada saudara. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan ke dalam hati mereka rasa kasih sarang”. (QS. Maryam. 19: 96)

Hendaklah berjihad di jalan Allah, berkorban dan menumpahkan tenaga. Sesungguhnya Allah tidak akan meninggalkan saudara tanpa mengaruniai ganjaran dan pahala. Sekiranya tidak mendapat ganjaran itu di dunia, niscaya akan memperolehnya di akhirat kelak. Adalah lebih baik apabila Allah tidak mengaruniakan pahalanya di dunia, karena dunia ini adalah sesuatu yang tak berharga dan akan musnah. Semuanya yang ada di hadapan saudara hari ini akan berlalu, oleh karenanya hendaklah menunggu barang beberapa waktu menuju akhirat. Apa yang terlihat di dunia ini hanyalah impian dan imbauan semata-mata, akan tetapi ganjaran akhirat lebih kekal, tidak ada kesudahan bagi akhir dan batasnya.

Peringkat Ilmu Pengetahuan dan Iman

Sekali lagi kita melihat manusia yang mengetahui tentang hakikat ini, tetapi malangnya dia tidak beriman dengannya. Sesungguhnya orang yang memandikan jenazah tidak akan takut terhadap mayat itu karena dia yakin bahwa mayat itu tidak berdaya sekalipun dia disiksa atau dicela. Karena mayat itu sebelum ia mati, ketika nyawa ada dalam badannya juga merasa lemah bila ada orang yang mencelanya. Oleh karena itu, bagaimana mungkin setelah ia mati, menjadi mayat yang terbujur kaku dan tidak dapat bergerak. Apa yang dapat ia lakukan?

Sesungguhnya orang-orang yang takut menghadapi kematian adalah golongan yang memang percaya terhadap wujud yang hakiki ini, akan tetapi mereka tidak beriman kepadanya.

Apabila saudara melihat dalam aspek keimanan, hanya saudara dapati satu bagian saja yang beriman kepadanya. Mereka mengetahui Allah dan dari perhitungan (hisab), tetapi mereka tidak meyakininya dan tidak beriman kepadanya. Hati mereka sebenarnya tidak beriman melainkan sekedar yang dicapai oleh akal. Mereka mengetahui tentang dalil yang membawa mereka beriman kepada Allah, janji hari kiamat, tetapi bukti-bukti ini bersifat akliah. Tidak ada seorang pun yang dapat mengubah keadaan seperti ini melainkan Allah Swt, dan Allah itu menjadi Wali (penolong) bagi orang-orang yang beriman, yang mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (petunjuk). Orang-orang yang menjadikan Allah sebagai walinya dan mengeluarkannya dari kegelapan, tidak melakukan dosa besar, tidak mengumpat, tidak mencerca, tidak hasut dan dengki terhadap saudara yang beriman; dia akan merasakan cahaya petunjuk itu memenuhi hatinya dan dia tidak tunduk dengan kepentingan dunia.

Apa yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Ali kw. bahwa seseorang tidak bersedia untuk melakukan dosa besar yang mendekati kezaliman, sekiranya dia tidak menerima dunia ini dan apa yang ada di dalamnya, Sayyidina ‘Ali (kw.) berkata: “Demi Allah! Sekiranya dikaruniakan kepadaku tujuh daerah sekalipun dan apa yang ada di dalamnya, tidak akan aku durhakakan Allah dalam denyut nadi hidupku.”

Sesungguhnya sebagian saudara yang memperoleh segala sesuatu, telah mencerca ulama Islam, sementara yang lain sedang mencerca pemuka Islam yang lain. Mereka yang mencerca dan memfitnah para ulama Islam dan melontarkan berbagai tuduhan dan pengkhianatan kepada mereka adalah disebabkan keimanan yang semakin luput dari jiwa. Mereka tidak beriman, mereka akan dibalas oleh Allah sehingga lebih jauh dari keimanan, maka jauh pula mencapai kesempurnaan.

Tidak ada artinya pemeliharaan terhadap para Nabi as. dan para Imam as. sekiranya jibril as. membimbing tangan mereka dan menunjukkan kepada apa yang harus ditinggalkan. Tetapi dimaksud di sini adalah pemeliharaan kelahiran iman. Apabila seseorang beriman kepada Allah dengan pandangan mata hatinya sebagaimana dia melihat matahari dengan penglihatannya, dia tidak akan melakukan dosa atau maksiat.

Apakah saudara melihat, bahwa sepanjang yang saudara dengar dari seorang muslim bahwa berupaya untuk menghindarkan diri dari kejahatan. Sesungguhnya seseorang yang berpegang dan yakin bahwa Allah senantiasa mendengar dan memperhatikan dirinya setiap saat, niscaya ia akan merasa takut untuk melakukan apa yang tidak diridhai Allah. Orang-orang yang ma’shum, sesudah melakukan amalan yang suci, berjihad dan berusaha mencapai akhlak yang mulia.

Mereka merasakan rasa hadir di hadapan Allah Swt. Yang Maha Mengetahui segala sesuatu dan Pengetahuan-Nya meliputi segala yang ada. Merekalah orang-orang yang benar-benar beriman terhadap pengertian LA ILAHA ILLALLAH. Demikianlah pemahaman yang membawa keyakinan bahwa segala sesuatu dan setiap pribadi tidak akan dapat terlepas dari pengembalian mereka kepada Allah.

Firman Allah Swt:

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah”. (QS. al-Qashsah, 28: 88)

Apabila seseorang merasa yakin bahwa setiap yang zahir dan batin adalah di bawah pengawasan Allah dan Dia berada di semua tempat serta Maha Melihat, maka adalah mustahil baginya akan terhindar dari melakukan dosa dan setitik maksiat. Seseorang akan terhindar dari melakukan dosa-dosa besar seandainya terdapat garis pemisah yang membedakan ini. Dengan keadaan seperti ini, niscaya seseorang tidak akan membuka auratnya di hadapan Allah. Bagaimana orang dapat melihat aurat yang terbuka tanpa merasa malu dan aib di hadapan Allah Swt.

Yang demikian ini adalah karena keimanannya kepada Allah. Oleh karena itu, seseorang akan terhindar dari melakukan dosa di hadapan Allah. Tanpa keimanan akan wujud dan kehadiran Allah (atau tanpa ilmu tentang-Nya), maka akan membawanya kepada maksiat dan dosa. Apabila seseorang beriman kepada eksistensi Allah, niscaya ia menjauhi perbuatan dosa dan merasa malu untuk melakukan perkara yang diharamkan oleh Allah. Sesungguhnya banyaknya maksiat dan hitamnya hati adalah akibat dari tiadanya keimanan kepada kehadiran pengetahuan Allah terhadap amal-amal perbuatan.

Kesemuanya ini terjadi karena ketiadaan iman kepada Allah. Sekiranya seseorang tidak mempunyai pemahaman dan keyakinan terhadap apa yang dibawa oleh AI-Quran yang mulia dan tidak memperhatikan amalannya, niscaya ia melakukan sesuatu tanpa malu dan segan lagi.

Sekiranya saudara mendapati bahwa di pertengahan jalan yang saudara lalui oleh binatang buas yang mungkin akan menerkam atau menghambat perjalanan saudara, apakah saudara akan menjauhi jalan itu?

Bagaimanakah pendirian dan keputusan saudara dalam hal seperti ini?

Apakah logis jika saudara berfikir bahwa setelah jalan tersebut terhalang, saudara mengatakan tidak berbahaya?

Apakah pantas bagi saudara yang mengetahui adanya balasan neraka jahanam dan kekal di dalamnya sebagaimana yang diceritakan oleh AI-Quran al-Karim, sementara saudara terus-menerus melakukan amalan yang tidak diridhai oleh Allah?

Wajarkah bila seseorang yang mempunyai i’tikad bahwa Allah hadir memperhatikan dan mengawasi segala sesuatu di bawah perhatian-Nya masih terikat terus berbuat maksiat?

Pastilah Allah akan membalas dan memperhitungkan segala amal baik apa yang diucapkan atau setiap langkah yang dilakukan, atau setiap amalan yang dilaksanakan kesemuanya dicatat dan direkam oleh Allah Swt.

Allah berfirman:

“Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaaf, 50: 18)

Sesunguhnya Allah memperhatikan dan memastikan setiap amal dan perkatannya, maka pantaskah seseorang yang mempunyai i’tikad seperti ini tetapi tidak malu melakukan maksiat? Sesungguhnya merupakan suatu aib yang besar apabila seseorang yang yakin namun ia masih saja berkelakuan demik!an. Tiada sedikit pun manfaat dalam seluruh perjalanan hidupnya tanpa beriman dengan hakikat kekuasaan Allah.

Demikian juga kalau dia tidak mempercayai adanya alam yang lain selain dari alam kebendaan yang dilihat dengan panca inderanya, menjadikan dirinya meraba-raba dan senantiasa beramal dengan tindakan yang tercela.

Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan

Semoga tidak terdapat di kalangan kita tangan-tangan yang keji, yang tidak menitikberatkan terhadap pentingnya program pendidikan dan tarbiyah akhlak. Sebagaimana mereka mengaku bahwa berbicara di mimbar di depan khalayak ramai dengan tujuan memberi nasehat dan pengajaran itu tidak menepati kedudukan ilmu pengetahuan. Pengakuan yang kuno itu telah menyebabkan tokoh-tokoh ulama besar enggan untuk menghadapi masyarakat awam di mimbar pidato. Dengan demikian rencana jahat mereka untuk mengasingkan ulama yang berpengaruh serta menjauhkan mereka dari memberi kesadaran kepada siswa (santri) serta mendidik mereka dengan akhlak terpuji telah tercapai.

Dengan demikian, kegiatan penyampaian pengajaran dan nasehat di mimbar, terutama di pusat pengkajian kita, tidak berjalan dengan baik. Mereka sebenarnya lupa bahwa pemimpin agung kita Rasulullah Saww., merupakan orang yang memainkan peranan besar di depan mimbar pidato dan senantiasa menyampikan nasehat-nasehat kepada umat Islam. Demikian juga yang dilakukan oleh para sahabat beliau.

Mudah-mudahan sebagian dari unsur yang merusak ini tidak menyebar dan berkembang di kalangan pemikir di pusat-pusat pengkajian Islam kita, karena bila pusat-pusat pengkajian Islam tersebut tidak lagi mengambil inisiatif terhadap usaha untuk meningkatkan pencapaian akhlak dan pembersihan jiwa.

Sekiranya keadaan ini terjadi, niscaya akan berkembanglah sifat munafik dan pura-pura di kalangan orang-orang yangberada di pusat-pusat pengkajian, dikuasai oleh perasaan ego dan keangkuhan, semakin semaraknya perpecahan dan perselisihan pendapat sehingga mereka tenggelam dalam suasana dalam pertikaian sesama mereka sendiri.

Kondisi seperti ini akan melahirkan suatu keadaan yang terkotak-kotak (bergolong-golongan) dan bersekutu di antara mereka, dengan masing-masing pihak yang saling tuduh menuduh serta mendustakan satu sama lain. Apa yang menyedihkan akhirnya ialah, hilangnya pengaruh pusat-pusat pengkajian Islam yang kokoh selama ini, yang menjadi pusat kepercayaan dan keyakinan umat Islam hingga mereka mempertahankan dan membantu perkembangannya. Dengan keadaan yang kacau balau ini, musuh-musuh Islam telah mengambil kesempatan dengan menggunakan segala yangtimbul di pusat-pusat pengkajian Islam tersebut dan terus menghancurkan nilai-nilai serta martabat pusat pengkajian Islam.

Sesungguhnya musuh-musuh Islam amat menyadari bahwa dengan dukungan umat Islam terhadap perkembangan pusat pengkajian Islam, telah menyebabkan mereka sulit untuk meruntuhkan dan melumpuhkannya. Yakni selagi dukungan umat ini masih kuat. Sebaliknya, ketika mereka mendapati bahwa proses pembenahan akhlak dan perjalanan Islam semakin hilang dari madrasah Islam, kita dan anggota-anggotanya sibuk dengan pertikaian antar sesama, menyebabkan musuh mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencana jahat mereka.

Apabila dekadensi moral menimpa mereka yang berada di pusat peng- kajian Islam dan terjadi perpecahan di antara mereka yang menyebabkan umat Islam mulai beranggapan buruk terhadap pusat pengkajian agama, maka mereka tidak lagi mau memberi dukungan kepadanya. Keadaan yang seperti ini telah membuka jalan yang seluas-luasnya kepada para musuh Islam untuk memukul habis-habisan kubu kekuatan umat Islam itu.

Hendaklah diketahui bahwa musuh-musuh Islam dan kekuatan besar dunia tidak begitu khawatir terhadap para ulama, dan ulama yang menjadi rujukan umat. Tetapi apa yang lebih mereka takuti dan khawatirkan, pada hakikatnya adalah terhadap umat Islam. Mereka sangat menyadari bahwa kekuatan umat Islam terletak pada dukungan umat dan kepercayaan mereka kepada ulama Islam itu.

Oleh karena itu, negara-negara dan kekuatan kafir mengetahui bahwa kejatuhan seorang ulama Islam saja akan membuat kesan buruk terhadap kejatuhan Islam. Lebih jauh lagi, apabila terjadi perpecahan dan perselisihan di kalangan umat Islam, akan menyebabkan mereka memandang buruk kepada golongan yang lain dan mereka tidak lagi mengikuti akhlak Islam. Dalam keadaan demikian ini, telah menyebabkan hilangnya amanah dan kepercayaan umat Islam terhadap mereka.

Amirul Mukminin Sayyidina ‘Ali kw. berkata: “Sekiranya ilmu pengetahuan itu dibawa oleh pembawanya dengan kebenaran, niscaya Allah akan mencintai mereka dan mereka disukai oleh para malaikat dan orang-orang yang taat di kalangan hamba Allah. Tetapi sekiranya pembawa ilmu pengetahuan itu menuntut kepentingan dunia, niscaya mereka akan menghadapi kemurkaan Allah dan mendapat kehinaan di kalangan umat manusia.”

Sesungguhnya umat Islam akan menerima saudara-saudara, wahai para ulama yang memakai sorban dan jubah, bila saudara memiliki akhlak Islam sejati dan benar-benar menjadi Hizbullah (golongan Allah). Selanjutnya tidak rakus terhadap kepentingan dunia dan perbendaharaannya, serta tidak bakhil untuk mengorbankan tenaga dan apa yang ada pada diri sendiri untuk meninggikan kalimat Allah “LA ILAHA ILLALLAH” serta melakukannya untuk mencapai keridhaan Allah serta karena-Nya semata.

Saudara melakukan pengorbanan itu tanpa mengharapkan langsung dari kepentingan dengan manusia atau akhlak. Apabila umat melihat saudara mencari kepentingan diri dan tidak untuk menegakkan Islam. Lebih jauh dari itu, jika saudara didapati begitu cenderung kepada dunia dan kepentingan pribadi sebagaimana yang dilakukan oleh orang lain. Apabila mereka melihat saudara bercakaran karena mengejar dunia dan permusuhan mengikuti hawa nafsu serta terpesona oleh kelezatan dunia yang dekat ini menjadikan agama sebagai sebuah pasar untuk perdagangan, niscaya umat akan menyeleweng. Malahan mereka mempunyai prasangka buruk terhadap saudara. Karena yang demikian itulah saudara bertanggung jawab sepenuhnya dengan keadaan yang sedemikian rupa.

Apabila sebagian ulama yang memakai sorban melakukan kekhilafan di pusat pengkajian agama dan menghadapi masalah krisis kepribadian dan mementingkan dunia, hal ini akan membawa kesan yang buruk kepada umat.

Apabila kalau ulama memfitnah antara satu dengan yang lain, melakukan kerusakan dan berakhlak kehewanan, niscaya mereka telah melakukan pengkhianatan amanah Allah yang wajib mereka pikul dan mereka pelihara. Sesungguhnya Islam yang suci itu merupakan amanah Ilahi yang dipikulkan di atas bahu kita.

AI-Quran yang mulia merupakan amanah Allah yang agung, dan para ulama merupakan pemegang amanah tersebut yang wajib mereka pelihara. dan tidak mengkhianatinya. Apapun perkara dan peristiwa yang membawa kepada perpecahan, pergeseran dan tindakan akhlak yang hina, merupakan pengkhianatan terhadap Islam, Nabi yang agung Saww. dan keluarganya.