Pesan Sang Imam (bagian3)

Pesan Sang Imam (bagian3)0%

Pesan Sang Imam (bagian3) pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Sejarah & Biografi

  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 10 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 2981 / Download: 2155
Ukuran Ukuran Ukuran
Pesan Sang Imam (bagian3)

Pesan Sang Imam (bagian3)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

PESAN SANG IMAM

(bagian 3)

Penerjemah : Tim AI-Jawad

Penerbit : AI-Jawad Publisher

Tahun Penerbitan : Shafar 1421 H/Mei 2000 M

Khomeini, Ruhullah al-Musawi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Ilahi Rabbi yang dengan izinnya, saya dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjunganku Rasulullah Saww beserta Ahlibaitnya yang disucikan, karena dengan bimbingan mereka telah memberikan jalan lurus kepada Sumber Pencipta.

Sebelumnya saya meminta maaf, karena buku ini hanyalah merupakan kumpulan khutbah-khutbah maupun tulisan Imam Khomeini yang dipilih dan dipilah dari beberapa buletin Islam, jurnal-jurnal lslam dan referensi-referensi lain. Dengan demikian, ini bukanlah karya utuh beliau. Akan tetapi, benang merah yang terjalin dalam pikiran-pikiran Sang Matahari Persia ini tetaplah akan memberikan citra beliau sebagai insan yang sempurna. Meskipun sedikit.

Besarnya kecintaan saya -untuk sekadar mewakili para pembela keadilan dan penegak kebenaran- kepada Imam Khomeini atas segala perjuangan dan pengorbanan yang dilakukannya dalam menegakkan Islam di tengah-tengah kezaliman abad ini memotivasi saya memberanikan diri menyusun buku ini. Sekadar mempublikasikan kepada khalayak ramai mengenai perjuangan Imam Khomeini agar kita dapat bercermin dan mengambil hikmah serta mengaplikasikannya dalam kehidupan kita untuk menegakkan Islam selaku umat Rasul dan para Imam suci.

Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada Yayasan AI-Jawad berkenaan dengan penerbitan buku ini; kepada ustadz Husein Alkaff, dan rekan-rekan staff AI-Jawad yang senantiasa membantu baik secara moral maupun spiritual. Khususnya terimakasih saya ucapkan sedalam-dalamnya kepada isteri dan anak saya tercinta Muhammad Mahdi Ruhullah, yang selalu memberikan dorongan untuk segera merampungkan buku ini.

Saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada para penerjemah dan beberapa penulis khutbah Imam Khomeini yang saya ambil dari beberapa buku, karena tidak meminta izin atau permohonan sebelumnya untuk memuat khutbah-khutbah Imam. Saya semata-mata ingin menampilkan sosok Imam Khomeini dari berbagai sudut pandang perjuangan dan pengorbanan dengan keterbatasan sumber pustaka yang saya miliki.

Harapan saya yang utama adalah mudah-mudahan buku ini bisa membuka wawasan baru kepada umat Islam, khususnya para pemuda, yang memiliki ghirah tinggi sehingga mampu mengambil hikmah dari sejarah yang baru saja terjadi di abad XX.

Imam Khomeini adalah sosok yang sesuai sekali dengan gambaran Imam ‘Ali as. yaitu sebagai: “Orang yang menarik dan menolak”. Di satu sisi dia disanjung dan dicinta karena dia berada pada satu jalan baik keyakinan maupun prinsip-prinsipnya. Namun di lain pihak juga ditolak oleh kelompok-kelompok yang tidak sesuai dengan pinsip dan keyakinannya. Imam Khomeini sangat mencintai kebenaran dan amat murka terhadap kezaliman. Hal ini dapat kita ketahui dari khutbah-khutbahnya.

Terakhir, saya mohon maaf atas ketidaksempurnaan buku ini dan berharap para pembaca budiman bisa menyempurnakannya dengan buku-buku sejenis. Semoga ikhtiar kecil ini mulia di hadapan Allah dan diridhai Hazhrat Shahibuzzaman afs.

Bandung, Muharram 1420 H/Mei 1999 M

Sandy Alison

SEKAPUR SIRIH

Oleh : Husein Alkaff

Imam Khomeini, Siapa dia?

Sejak runtuhnya khilafah (imperium) Otsmaniyah di Turki, tepatnya setelah perang dunia pertama tahun 1919. Negara Turki secara drastis menjadi negara sekuler pertama di negeri-negeri Islam dibawah pimpinan seorang budak Zionis-Yahudi, Mushthofa Kamal Attaturk. Konsekuensi dari tegaknya pemerintahan sekuler adalah jilbab diharamkan, huruf Arab diganti dengan huruf latin, kumandang adzan yang berpahasa Arab dirubah dengan bahasa Turki dan kebijakan-kebiajakan lainnya uhtuk menghilangkan ciri-ciri Islami dari dataran pantai Meditarian dan pesisir Kaspia. Seorang orientalis kontemporer, John L. Esposito berkata, “Semenjak tahun 1924 sampai kepada wafatnya pada tahun 1938, Mustafa Kemal melaksanakan rangkaian pembaharuan yang bersifat sekuler, yang secara tuntas menciptakan negara bercirikan pemisahan agama dan politik sepanjang kelembagaan. (Islam dan Politik, hal. 133)

Sejak itu, nasib kaum muslimin makin terpuruk. Karena tidak ada imperium Islam yang kuat setelah itu. Wilayah kaum muslimin yang terbentang dari Tanja (Maroko) sampai Jakarta (Indonesia) yang meliputi benua hitam Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah dan beberapa dataran Eropa, seperti Albania, Bosnia, Sayajevo dan Ciprus, sampai Timur Jauh (negara-negara Asia Tenggara) menjadi wilayah kolonial bangsa Eropa. Negara-negara mereka bak kue lezat yang diperebutkan dan dibagi-dibagi oleh bangsa-bangsa Eropa yang telah lama menyimpan rasa dendam dan kebencian terhadap Islam. Saya teringat dengan ucapan guru saya yang sangat saya cintai, almarhum ustadz Husein bin Abubakar Alhabsyi, dihadapan beberapa santrinya, “Lihatlah benua Afrika (sambil menunjukkan benua Afrika dalam peta dunia) yang berwarna warni dan compang-camping. Itu adalah peninggalan kaum kolonialis Eropa”. Maksud beliau, negara-negara di Afrika yang tadinya satu dibawah dominasi Turki kemudian dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa (Inggris, Italia dan Perancis) terpecah menjadi negara-negara yang kecil.

Terdapat usaha-usaha dari kaum muslimin untuk bangkit menghadapi dominasi Eropa. Sayyid Jamaluddin Asad Abadi (atau AI-Afghani) dengan semangat Pan-Islaminya berkeliling ke negeri-negeri Islam dan berupaya menggugah para pemimpin dan ulama Islam untuk bersatu melawan barat dan para pemimpin Islam yang terbaratkan. Kesadaran kebangkitan Islam juga muncul dari tokoh-tokoh lain seperti Abula’la al-Maududi, Hasan al-Banna, Iqbal Lahore dan yang lainnya. Mereka menjadi kekuatan yang cukup ditakuti oleh para lawan. Meski, mereka tidak berhasil menegakkan pemerintahan Islam yang independen. Apalagi gerakan-gerakan yang mereka pimpin itu surut setelah ditinggalkan oleh para pendirinya.

Memang hampir di setiap zaman dan negeri Islam terdapat gerakan-gerakan yang ber-amar makruf - nahi munkar. Namun semua itu tidak banyak merubah penetrasi Barat di negeri mereka. Sebagian darinya terbatas dengan teritorial negeri mereka, yang lain sebatas penyadaran spirit Islami dan yang lain lagi hanya merubah kedewasaan berpikir saja. Dunia Islam secara umum dirundung rasa frustasi. Harapan untuk bangkit menampakkan identitas diri makin jauh dan kabur.

Di tengah kelesuan dan pudarnya harapan, dunia Islam dikejutkan dengan revolusi Islam Iran pada tahun 1979, yang secara radikal dan total merubah tatanan politik Iran, dalam maupun luar negeri Iran. Dominasi Barat (baca: Amerika) yang begitu kuat hilang serta merta tanpa bekas sama sekali. Sistem pemerintahan Pahlevi yang monarkis tumbang. Imam Khomeini ra. dengan revolusi yang spektakuler ingin menyatakan kepada dunia bahwa Iran yang Islami bisa hidup tanpa bersandar pada dua kekuatan besar dunia, Amerika Serikat dan Uni Soviet (laa syarqiyyah laa gharbiyyah). Dia menganggap Amerika Serikat sebagai si Setan Akbar, yang rakus dalam menguasai dunia dengan cara-cara yang licik dari jahat. Yang lebih menarik adalah sistem pemerintahan Iran sangat unik bagi Barat dan kebanyakan politisi dunia. Sistem pemerintahan wilayatul faqih tidak ada dalam kamus politik mereka. Jadi, Imam Khomeini benar-benar merubah sebuah pemerintahan yang tadinya sangat tergantung pada Barat, menjadi sebuah pemerintahan yang secara total lepas dari Barat. Hal itu memberikan wacana baru bagi dunia Islam, dan bahwa di dunia yang mungkin ini tidak ada yang tidak mungkin. Bagi kebanyakan manusia, termasuk di negeri kita juga, bahwa tidak mungkin sebuah bangsa berkembang dan maju tanpa mendekati Barat. Ternyata itu hanya perasaan bangsa yang inferior dan rendah diri. Imam Khomeini ingin menyatakan bahwa kemajuan sebuah negera tergantung kepada Barat itu hanya sekedar mitos yang mengada-ada, dan beliau ingin menghancurkan mitos tersebut. Beliau berkali-kali mengatakan ingin menegakkan Islam Muhammadi yang orisinil. Islam yang belum terkontaminasi dan terkooptasi oleh pemikiran-pemikiran yang membuat Islam kerdil dan tidak relevan dengan dunia modern.

Imam Khomeini ra., sebagai Man of The Year pada tahun 1979, berhasil menumbangkan boneka Amerika, Syah Reza Pahlevi, dan memotong tangan Amerika. Orangpun memujinya dengan menyebutnya sebagai seorang politikus ulung, seorang ulama fakih, seorang filosof dan seorang a’rif (baca: sufi).

Lantas apa yang melatar belakangi keberhasilan Imam Khomeini ra.?

Beliau berhasil menumbangkan rezim yang zalim dan menegakkan pemerintahan Islam bukan karena dia seorang politikus, karena banyak politikus lain yang lebih hebat darinya. Juga bukan karena beliau seorang ulama fakih karena banyak ulama yang barangkali lebih afqah darinya. Juga bukan karena dia seorang filosof dan a’rif, karena banyak filosof dan a’rif tetapi tidak seperti beliau.

Imam Khomeini ra. adalah, seperti yang sering dia katakan olehnya sendiri, hanya seorang santri kecil yang melaksanakan taklif-nya terhadap Allah Swt. B.eliau dalam menjalankan kehidupannya tidak punya cita-cita dan program yang muluk dan shofisticated. Beliau hanya menjalankan perintah Allah Swt. sebaik mungkin dan itu, menurutnya, sebuah keberhasilan. Adapun beliau telah berhasil menegakkan pemerintahan Islam, itu hanya karunia Allah Swt. semata. Beliau tidak pernah mengatakan atau beranggapan, bahwa revolusi Islam berhasil karena usahanya semata. Keberhasilan beliau terletak pada penyerahan dirinya secara total kepada Allah Swt. Sahabat dekatnya dan juga seorang ulama fakih besar, Ayatullah Sayyid Muhammad Baqir Shadr, yang mati syahid, beberapa bulan setelah revolusi Islam di Iran dibunuh oleh rezim Ba’ath di Iraq, pernah memerintahkan kepada para pengikutnya, “Meleburlah kalian di dalam Khomeini sebagaimana dia telah melebur di dalam Islam”.

Keberhasilan dalam pandangan Islam bukan ditilik dari sejauh mana seseorang telah menarik massa yang banyak, membangun sekolah, menduduki pemerintahan dan meraih materi, walaupun memperoleh semacam itu tidak selalu tercela. Karena andaikan itu yang dijadikan sebagai ukuran, maka perjuangan para nabi dan rasul terdahulu dianggap tidak berhasil. Dan Adolf Hitler, Stalin, Lenin dan yang lain berhasil dalam menegakkan pemerintahan dan menarik massa. Keberhasilan dalam pandangan Islam dilihat dari sisi sejauh mana seseorang mengabdikan dan menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Dan itulah tugas manusia. Imam ‘Ali as. disaat kepala sucinya ditebas secara spontanitas berkata, “Demi Tuhannya Ka’bah, aku sungguh telah beruntung”. Mati syahid di atas kebenaran merupakan keberuntungan dan keberhasilan.

Para nabi, rasul, imam dan orang saleh hanya melihat Allah Swt. sebagai target dan tujuan. Mereka terilhami wahyu Ilabi yang berbunyi “Sesungguhnya kepada Tuhanmu perjalanan berujung”. (QS. an-Najm, 53: 42), dan ayat yang lainnya. Keberhasilan dalam bidang materi tidak begitu berarti bagi mereka, dan kegagalan di dalam bidang yang sama juga tidak membuat mereka kecewa. Karena materi tidak lain dari esensi itu sendiri (al-Mahiyyah) yang, dengan meminjam istilah filsafat Transendental (al-Hikmah Muta’aliyah)-nya Mulla Sadra ra., ada dan tidak ada baginya sama” (Iihat, Bidayah al-Hikmah, Allamah Thaba’thabai ra.). Yang mereka cari adalah haqiqat sebagai haqiqat. Keterkaitan mereka dengan materi hanya karena mereka diciptakan di alam materi an sich. Hubungan mereka dengan alam materi sebatas hubungan bagian wujud mereka yang materil. Sedangkan bagian yang non materi tidak bersentuhan dengan materi. Tentang mereka, Imam ‘Ali as. berkata, “Jasad mereka berada di alam dunia, tetapi ruh mereka bergelantungan di tempat yang sangat tinggi”. (al-Hikamah 143, Syarah Nahj al-Balaqhah).

Perjalanan menuju Allah Swt, sebagaimana Imam Khomeini ra. lakukan, merupakan taklif setiap manusia. Amat sangat indah, filosof Ilahi Muhammad Shadruddin al-Syirazi atau yang lebih dikenal dengan Mulla Sadra dalam karya monumentalnya, al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al Asfaar al Aqliyyah al Arba’ah, menjabarkan perjalananmenuju Allah Swt. dalam empat tahapan. Beliau dalam kata pengantarnya mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya para pesuluk dari kalangan ‘urafa dan auliya’ mempunyai empat perjalanan: pertama, perjalanan dari makhluk menuju al-Haq. Kedua, perjalanan dengan al-Haq di dalam al-Haq. Ketiga, kebalikan dari yang pertama, perjalanan dari al-Haq menuju makhluk dengan al-Haq, dan keempat, kebalikan dari yang kedua, perjalanan dengan al-Haq di tengah makhluk”.

Yang dilakukan Imam Khomeini ra. hanya berjalan dan bergerak menuju Allah Swt.dan yang menjadi fokus perhatian beliau adalah perjalanan akal dan ruh, bukan materi, kekuasaan dan popularitas. Untuk mencari materi, kekuasaan dan popularitas tidak diperlukan menempuh perjalanan spiritual. Beliau tidak ingin materi, karena sampai akhir hayatnya pun beliau tidak meninggalkan kekayaan kecuali beberapa jilid buku, karpet yang kusam dan beberapa helai pakaian. Menjadi wali faqih pun bukan karena ambisi kekuasaan, melainkan karena panggilan tanggung jawab dan tugas di hadapan Allah Swt. Seperti halnya Nabi Yusuf as.:“Jadikanlah aku menguasai kekayaan-kekayaan bumi. Sesungguhnya aku orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf, 12: 55)

Menurut Ayatullah Jawadi Amuli, seperti yang dikutip oleh Sayyid Kamal al-Haydari dalam kuliah filsafat dan kalamnya di Qum, bahwa Imam Khomeini dalam perjalanan spiritualnya telah sampai di tahapan yang ketiga. Penilaian tersebut, tentu, berlaku bagi orang yang sekelas Imam Khomeini atau orang yang punya kompetensi di bidang ‘irfan.

Sekapur sirih ini tidak ingin lebih jauh menjelaskan tentang Imam Khomeini ra., karena beliau adalah cahaya. Cahaya (nur) itu jelas dengan dirinya sendiri tanpa bantuan yang lain. Untuk mengetahui cahaya hanya diperlukan membuka mata. Karya-karya tulisnya, muri,d-muridnya dan revolusi yang beliau pimpin adalah kredit point yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun, beliau besar bukan karena orang-orang yang membesarkannya, dan beliaupun tidak merasa besar dengan itu. Beliau besar dengan Sang Maha Besar. Beliau besar karena pengabdiannya kepada Sumber Kebesaran.

Bandung, 5 Shafar 1421 H/9 Mei 2000 M

Wassalam,

Husein Alkaff

PENGANTAR PENERBIT

Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini adalah sosok agung yang muncul pada abad XX dalam menegakkan agama Rasulullah Saww dan para Imam Suci -‘alaihimussalam- di tengah penindasan dan tirani yang kejam. Revolusi Islam Iran yang terjadi antara tahun 1978 sampai 1979 telah menumbangkan kekuasaan monarki absolut Dinasti Pahlevi, satu rezim terkuat di Dunia Ketiga yangsemuanya dibantu oleh Amerika Serikat dan Inggris. telah berhasil ditumbangkan oleh gerakan rakyat yang dipimpinnya.

Tidaklah mengherankan kalau hal ini menjadi pembicaraanyang banyakdan menyeluruh di seantero dunia, dan menjadi penelitian penting bagi pakar sosial politik karena sangatlah di luar dugaan, ulama yang sudah tua dan selalu berada di pengasingan dapat menumbangkan rezim yang sangat absolut dan totaliter, kemudian menggantinya dengan Republik Islam. Perbedaan yang sangat bertolak belakang di mana Iran prarevolusi bisa disebut sebagai negara sekuler. maka Iran pascarevolusi bisa disebut sebagai negara teo-demokrasi yang sangat didominasi oleh kaum Mullah (Ulama Syi’ah).

Revolusi Islam merupakan hasil dari proses akumulasi ketidakadilan rakyat Iran terhadap kebijakan-kebijakan Syah di segala bidang baik ekonomi, politik, agama, dan sosial budaya. Semua ketidakpuasan itu telah dialami oleh rakyat Iran selama beratus-ratus tahun. Kunci sukses dari Revolusi Islam Iran adalah : (i) di satu sisi terbentuknya persatuan di antara kelompok-kelompok penentang Syah, baik berpaham nasionalis dan Islamis; (ii) di sisi yang lain muncul Sang Imam yang dapat menyatukan mereka semua menjadi kekuatan besar dan tak dapat dibendung oleh penguasa tiran. Hal ini besar kemungkinan karena tradisi dan ideologi Syi’ah yang sangat kuat berakar di hati rakyat Iran.

Revolusi besar Iran dalam banyak hal memiliki perbedaan-perbedaan dengan beberapa revolusi yang terjadi di dunia. la berbeda dengan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang sangat menitikberatkan kepada pendidikan individu (perorangan), juga berbeda dengan gerakan Jami’ati Islam Pakistan yang menitikberatkan pada tantangan intelektual. Bahkan Revolusi Iran berbeda jauh dengan Revolusi Prancis serta Revolusi Rusia. Revolusi Islam Iran mempunyai sejumlah keistimewaan di antaranya adalah revolusi yang dilandasi pada dasar keagamaan, keyakinan Islamis serta tujuan-tujuan hidup agamais dan Qurani. Juga tidak terlepas dari partisipasi ulama yang sangat bertanggung jawab di seluruh negara yang bertujuan untuk membentuk suatu bangsa Islami.

Perjuangan Imam Khomeini secara umum bertujuan untuk merombak tatanan sosial, politik, dan ekonomi yang sudah berubah 180 derajat dari jalan kebenaran. Penggunaan sistem pemerintahan yang dilandasi oleh konsep Wilayat al-Faqih (perwalian fakih) yang dipublikasikan secara umum oleh Imam, merupakan konsep yang dikembangkan dari keyakinannya. Partisipasi dari kalangan ulama untuk menentukan arah politik di Iran berangkat dari keyakinan bahwa Islam tidak memisahkan antara agama dan politik. Kedua-duanya merupakan satu kesatuan, sehingga peran ulama di kalangan masyarakat tidak hanya sebagai pembimbing ruhani, namun juga sebagai tokoh politik yang menentukan arah bangsa.

Banyak tokoh dunia yang angkat topi dengan Imam, baik itu dari golongan Islam sendiri, Sunni maupun Syi’ah, Bahkan juga rasa kagum dan hormat dari orang-orang luar Islam. Tak terkecuali kalangan orientalis pun kagum atas kepribadian beliau. Kepribadian yang dimiliki Imam begitu bersahaja. Kesederhanaannya telah melekat mendarah daging. Namun keteguhan sikap serta ketegarannya dalam menentang kezaliman merupakanteladan yang patut dicontoh bagi semua tokoh Islam yang menginginkan kebebasan bangsanya dari penindasan dan ketidakadilan. Orang mengira dengan menguasai Iran secara keseluruhan Imam Khomeini mendapat keuntungan materi, tetapi semua itu sirna bila kita mengetahui lebih mendalam lagi mengenai sosok beliau. Banyak tokoh tercengang dan seakan tidak percaya ketika melihat kediamannya di Jamaran, Teheran. Rumah sederhana yang luasnya tidak lebih dari 100 m2 dan hanya dilengkapi perabot sederhana untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Itupun bukan rumah pribadi melainkan rumah kontrakan.

Begitu banyak teladan mulia dari kepribadian beliau yang tidak dapat kami gambarkan di sini. Akan tetapi pembaca dapat merenungkan kepribadian beliau dari beberapa khutbahnya di buku ini yang bisa Anda tarik sebagai pelajaran yang bermanfaat dalam kehidupan. Walaupun sekarang sudah tidak bersama kita lagi, namun perjuangan dan pengorbanan beliau untuk menegakkan Islam, sangatlah inspiratif dalam memperkukuh semangat juang kaum muslimin selama kita tetap berpegang kepada AI-Quran, Rasulullah dan Ahlibaitnya yang suci.

Begitu banyak cerita yang dapat kita ambil hikmahnya dan manfaatnya dari perjalanan orang-orang suci. Khususnya Rasulullah dan para Imam, juga para wali Allah baik perjuangan dan pengorbanannya. Namun tokoh sejarah yang sudah dicatat yang dekat dengan kita adalah sejarah Imam Khomeini yang masih membekas dalam ingatan kita. Artinya perjuangan seorang hamba Allah, pengikut setia Rasulullah dan Imam Suci dapat menghasilkan pribadi yang agung dan perubahan yang begitu memukau umat manusia. Apalagi sesuatu yang dihasilkan oleh guru sekaligus pembimbing utamanya yaitu RasuJullah dan para Imam Suci, tentulah jauh lebih besar lagi dari apa yang kita lihat pada sosok Imam Khomeini.

Buku ini berisi beberapa khutbah dan wasiat-wasiat Imam Khomeini menjelang wafatnya, yang akan memberikan hikmah kepada kita dalam melaksanakan kebenaran dan menentang kezaliman.

Akhir kata, kami tutup buku ini dengan Bibiografi Imam Khomeini tentang kehidupan dan perjuangannya. Semoga kontribusi kecil ini mampu menggairahkan kembali semangat ber-lslam yang benar di saat bangsa kita dilanda berbagai krisis untuk diteladani perjuangannya dalam menengakkan panji-panji Islam. Amin.

Bandung, Shafar 1421 H/Mei 2000 M

AI-Jawad Publisher

TAUHID DAN KENABIAN

Pertolongan Ilahi

Di antara pertolongan Allah Swt. terhadap hamba-hambanya adalah dengan dikaruniai akal dan pikiran kepada mereka. Di sam ping itu mereka dikaruniai pula dengan upaya untuk membersihkan dan memperbaiki diri mereka sendiri. Bersamaan itu Allah telah mengutus para anbiya’ as. dan pemberi peringatan untuk membawa hidayah kepada mereka guna memperbaiki dan membebaskan mereka dari azab neraka jahanam.

Manakala semua jalan untuk memberi mendatangkan kesan, lalu Allah mengaruniakan kepada mereka jalan-jalan yang lain pula, yaitu berupa cobaan-cobaan. Antara lain ialah dengan bencana kemiskinan, kepapaan dan penyakit. Kesemuanya, seperti dokter yang berusaha mengobati penyakit, juga seperti seorang perawat penyakit yang berkemampuan menyembuhkan penyakit dengan pengobatan yang tepat.

Apabila seorang hamba Allah mengehal tentang pertolongan Allah, hal ini disebabkan ia diuji dengan berbagai macam dugaan sehingga ia mengenal Penciptanya. Keadaan ini dapat mendidik dirinya, dan inilah satu-satunya jalan tarbiyah dan tak ada jalan lain lagi. Apabila seseorang tidak memperbaiki dirinya dengan jalan ini dan menghasilkan kesimpulan yang dikehendakinya, berarti tidak layak untuk menikmati kelezatan surga. Sesungguhnya Allah mengujinya dengan berbagai kesulitan supaya ia selalu mengingat dan menyebut nama-Nya.

Kalau semua ini tidak mendatangkan sedikit pun manfaat kepada dirinya dan terhadap perubahan dirinya. kemudian datangalah kepadanya azab kubur dan alam barzakh setelah ia mati. Semua ini merupakan peringatan dan nasehat kepada manusia supaya ia terhindar dari terjatuh ke dalam naraka jahanam.

Kalau seseorang tidak berubah dan mendapat kesan baik dari peringatan dan ancaman, maka apakah akibat buruk yang akan menimpanya? Di sini tidak ada pilihan lagi bagi insan tersebut melainkan memberi peringatan kepadanya dengan azab neraka. Sesungguhnya seseorang yang tidak dapat menerima pengaruh dan faedah dari semua jalan ini, maka harus diluruskan dengan api neraka seperti juga logam yang hanya dapat ditukar dan dibentuk dengan menggunakan api. Dalam pembahasan ayat AI-Quran berikut dapat dilihat dalam tafsir Tabrisi. Ayat tersebut adalah:

“mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya”. (QS. an-Naba’, 78: 23)

AI-lsyasyi meriwayatkan dengan sanad dari Hamran berkata, “Aku telah bertanya kepada Abu Ja’far as. tentang ayat ini. Lalu katanya ayat ini adalah berkenaan dengan mereka yang keluar dari nereka.” Sesungguhnya keadaan ini bisa menimpa saya dan saudara betapa lamanya setiap abad itu? Allah Maha Mengetahui beribu-ribu tahun berkenaan dengan hal itu. Yang penting adalah wajib atas kita untuk beramal sedemikian rupa sehingga kita tidak sampai kepada suatu tahap, tidak kembali abad-abad yang cukup untuk membebaskan kita dari dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Inilah peringatan yang harus kita perhatikan supaya kita tidak ditimpa sebagaimana golongan yang tidak layak masuk surga, yakni golongan yang masuk neraka selama-selamanya.

Ya, sesungguhnya ayat ini menerangkan tentang mereka yang tidak banyak bermaksiat dan tidak sampai ke tahap yang menghalangi dirinya dari mendapat rahmat Allah dan melindunginya dari mendapat ampunan dan rahmat-Nya. Ayat ini juga menerangkan tentang orang-orang yang berhak masuk surga, walau bagaimana pun keadaannya. Marilah kita berdoa kepada Allah agar kita tidak termasuk dalam golongan untuk tidak layak mendapat rahmat Allah, kita berlindung untuk mendapat keampunan-Nya dan lebih jauh dari itu kita berlindung kepada-Nya agar tidak menjadi golongan yang hanya layak masuk neraka jahanam.

Ingatlah akan diri saudara agar jangan sampai kepada amal-amal yang menuju ke suatu tahap yang sedemikian rupa. Kalau saudara menuju ke tahap ini, niscaya akan mendapat kemurkaan Allah yang tidak lagi ada upaya untuk membebaskan diri. Takutilah azab neraka. Oleh karenanya. jauhkanlah segala usaha untuk menjadikan pusat-pusat pengkajian Islam kita sebagai tempat bertengkar dan berselisih faham yang merugikan Islam. Bersihkanlah diri dari perasaan munafik dengan memperbaiki jalan hidup melalui beribadah kepada Allah Swt. dan lihatlah kepada sahabat seperjuangan serta pandangan kasih sarang dan lemah lembut.

Hendaklah saudara mengambil sikap yang baik terhadap mereka dengan menyuruh dalam perkara yang baik serta melarang mereka dalam perkara yang munkar. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, akan menghormati orang-orang yang melalui jalan petunjuk serta beramal saleh dengan menjadikan mereka orang yang paling dikasihi (dicintai), dan pergaulilah mereka sebagai sahabat di dunia dan akhirat.

Didiklah diri sendiri sekiranya saudara ingin membawa hidayah kepada ummah dan membimbing mereka. Pribadi yang tidak mampu mendidik dirinya sendiri kepada orang lain dan tidak akan mampu memperbaiki kemauan mereka.

Kita yang sedang melalui bulan Sya’ban. hendaklah saudara bersungguh-sungguh berjihad untuk mendapat kemampuan dari Allah melalui taubat. sehingga saudara mempunyai persiapan untuk menyambut bulan Ramadhan yang berkat itu dengan jiwa yang bersih dan hati yang sejahtera.

Menjadi Tamu Allah di Bulan-Nya

Bertepatan dengan riwayat-riwayat dari Rasulullah Saww. yang agung bahwa seluruh hamba-hamba Allah Swt. akan menjadi tamu Allah pada bulan Ramadhan yang berkah itu.

Rasulullah Saww. bersabda:

“Wahai manusia sesungguhnya akan datang kepada kamu bulan Allah dan sesungguhnya kamu diseru kepadanya menjadi tamu Allah”. (Wasail Jilid 2, hIm. 227)

Apakah yang saudara lakukan dalam hari-hari pada bulan ini seperti yang telah diterangkan, berfikir dan memperbaiki diri dengan menghadap sepenuhnya kepada Allah yang menjadi Penciptamu. Hendaklah saudara meminta ampunan dari Allah dari kesalahan yang saudara lakukan dan sekiranya saudara dapati bahwa diri saudara telah melakukan dosa besar, maka tidak ada pilihan lain melainkan bertaubat kepada Allah, niscaya Allah akan melapangkan kepada saudara. Terpulanglah kepada saudara kalau ingin melahirkan sifat dendam, mengumpat, menuduh. Mengadu domba atau perbuatan dosa apapun pada bulan yang mulia ini. Tetapi seandainya saudara berbuat demikian berarti saudara telah melakukan kejahatan dan kesalahan sebagai tamu. Dan sekiranya saudara mencemaskan diri dengan maksiat yang keji berarti telah mencemarkan kedudukan sebagai tamu Allah Swt.

Oleh sebab itu, sekiranya saudara diseru untuk menjadi tamu Allah, maka hendaklah saudara mempersiapkan diri menghadapi undangan yang agung ini. Mestilah saudara menghiasai diri dengan adab kesopanan, sekurang-kurangnya dari segi gambaran lahiriah. Tetapi adab kesopanan yang hakiki adalah dengan sungguh-sungguh melalui kelelahan dan kesulitan.

Berpuasa bukanlah berarti menahan diri dari makan dan minum semata-mata. Apa yang menjadi kewajiban juga dalam berpuasa ini adalah menjauhi segal a maksiat. Ini merupakan adab sopan yang utama dalam melaksanakan perintah berpuasa yang dikatakan pada perintah awal tadi, yaitu melakukan pendidikan ruhani. Adapun sudah tentu mereka harus memiliki peradaban yang lebih tinggi lagi.

Karena sekurang-kurangnya saudara berpegang dan beramal dengan adab yang utama ini, yaitu menahan diri dari melakukan maksiat dengan menjaga lidah dari mengumpat, kekejian, menuduh, dusta dan berkata-kata tentang perkara-perkara yang buruk serta sekaligus mengeluarkan dari hati sifat dengki dan dendam serta sifat keji yang lain.

Di samping itu hendaklah saudara tidak mengambil keputusan yang benar-benar selain daripada Allah, yaitu dengan membersihkan amal dari sifat riya’ atau menampakkan kelebihan. Hendaklah saudara musnahkan sama sekali sifat-sifat untuk mencari keuntungan dan bermuka kepada yang lain selain dari Allah, seperti syaitan, jin dan manusia.

Tetapi kita nampaknya terlalu jauh untuk menjadi golongan yang sampai ke tahap keimanan yang tertinggi, mencapai tahap berpuasanya seorang yang menjauhkan diri dari dosa. Sekiranya keadaan seperti ini tidak bisa, niscaya puasanya tidak diterima oleh Allah dan tidak terangkat ke hadirat-Nya. Sebab amal yang diterima oleh Allah adalah bukan sekedar sahnya saja dari segi syariat, tetapi lebih jauh dari itu.

Jika saudara telah melalul bulan Ramadhan tetapi tingkah laku dan perjalanan hidup tidak jauh berubah seperti sebelum kedatangan bulan Ramadhan, maka ketahuilah bahwa saudara belum menerima seruan dakwah seperti yang dikehendaki dan belum memenuhi tuntutan menjadi tamu Allah Yang Maha Agung. Ketahuilah bahwa bulan Ramadhan adalah bulan Allah, yaitu ketika pintu-pintu rahmat Allah terbuka lebar dan manakala syaitan yang terkutuk itu dipasung dan diikat terbelenggu.

Seandainya saudara tidak berusaha mendidik diri dan ruhani pada bulan ini dan jika tidak menolak tuntutan-tuntutan hawa nafsu yang menyeleweng itu. Maka betapa sulitnya membiarkan kesempatan yang terbuka itu niscaya tidak akan mengambil faedah-faedah yang tertinggi dari wadah keimanan yang agung dan melimpah ruah itu.

Oleh karena itu, persiapkanlah diri dengan melawan desakan syaitan sebelum kedatangan bulan Ramadhan, karena apabila berada pada bulan tersebut dalam keadaan syaitan terikat dan terbelenggu, sedangkan saudara masih melakukan perangai dan tindakan buruk, niaka tidak akan ada peluang sebaik itu lagi bagi saudara.

Sesungguhnya manusia telah sampai ke suatu tahap memiliki dosa dan maksiat yang banyak adalah akibat dari kebiasaan yang senantiasa mengikuti bisikan dan keraguan yang dibawa oleh syaitan. Selanjutnya, mereka yang bersikap demikian adalah karena terlalu dikuasai oleh kesesatan dan kejahilan yang meliputi hatinya. Boleh dikatakan bahwa celupan (sibghah) syaitan telah menyerap segenap jalan hidup dan tindak-tanduknya.

Sesungguhnya sibghah syaitan itu bertentangan dengan sibghah Allah. Akibat tiadanya celupan Allah membawa mereka mengikuti hawa nafsu yang serakah, oleh sebab itu sekurang-kurangnya menjadi kewajiban terhadap diri sendiri untuk memperhatikan diri sendiri dengan sungguh-sungguh pada bulan ini. Dalam waktu yang sama menjadi kewajiban atas saudara untuk menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak diridhai Allah Swt.

Pada hari ini, dalam majelis ini hendaknya kita berikrar kepada Allah dan mengambil keputusan dari janji untuk tidak mengumpat, tidak menggunjing dan tidak memburuk-burukkan atau menyinggung perasaan salah seorang dari kita. Pada bulan ini hendaklah saudara menguasai lidah, mata, tangan dan telinga saudara serta membimbingnya. Perhatikanlah amalan dan perkataan saudara. Mudah-mudahan dengan kesungguhan perhatian ini menjadi faktor terpenting untuk mendapatkan pertolongan rahmat dan kasih sarang Allah.

Semoga hasil dari pelaksanaan amalan suci sepanjang bulan Ramadhan dan sepanjang terbelenggunya syaitan, dapat membentuk diri menjadi orang yang saleh dan syaitan tidak dapat lupa memperdaya dan menimbulkan keraguan sedikit pun terhadap saudara. Sungguh saya menekankan titik persoalan yang penting ini. Bersungguh-sungguh beramal dengan tujuan hendak melaksanakannya, serta memperhatikan perkataan yang memang ingin saudara katakan atau sesuatu yang ingin saudara dengar berdasarkan hukum Islam.

Semua ini merupakan adab sopan berpuasa yang utama dan hendaklah menghiasi diri dengannya. Jika saudara melihat seseorang yang mencoba membuat fitnah di antara satu dengan yang lain, maka damaikanlah di antara keduanya dan katakanlah kepadanya, “Kita diperintahkan agar menjauhkan diri dari perkara-perkara yang haram pada bulan ini”, sekiranya saudara tidak mampu mencegahnya, maka tinggalkan mereka. Sebab umat Islam harus meluruskan apa yang terjadi di sekeliling mereka.

Barangsiapa yang tidak memperbaiki umat Islam dengan tangan, lidah dan matanya, hal ini menunjukkan ia bukan lagi seorang muslim yang sebenarnya, tidak lebih hanyalah dari segi lahirnya saja tetapi tidak secara keseluruhannya. Dia hanya berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah....” tanpa berpegang teguh memenuhi tuntutan LA ILAHA ILLALLAH. Imam Ja’far ash-Shadiq as. Berkata, “Rasullah Saww. bersabda yang artinya: Ketahuilah, akan aku kabarkan kepadamu bagaimana seorang mukmin itu dapat disebut mukmin yaitu dengan memperbaiki keadaan masyarakat dengan diri dan harta mereka.

Ketahuilah, akan aku kabarkan kepadamu tentang seorang muslim? Adalah siapa saja yang membawa keselamatan kepada manusia dengan tangan dan lidahnya.” (Sanatul Bihar)

Oleh karenanya, jika saudara mencoba untuk menjatuhkan harga diri atau memburuk-burukkan seseorang di antara kaum muslimin, niscaya Allah tidak akan memberi kelowongan dan kemudahan kepada saudara. Adalah sangat tidak baik apabila mengumpat atau menodai kehormatannya, karena semestinya saudara mengetahui bahwa saudara sedang berada di perantauan menuju Allah Swt. dan sedang berhadapan dengan hidangannya yang suci, Sadarlah bahwa saudara sedang menjadi tamu Allah dan dalam waktu yang sama saudara tidak sopan kepada hamba-hamba-Nya di hadapan Allah. Karena dengan menghina hamba-hamba Allah itu sebenarnya sama dengan menghina Allah (Yang Menciptakannya),

Sebenarnya orang-orang tersebut adalah hamba-hamba Allah, terutama apabila mereka berada di atas jalan keimanan, ilmu pengetahuan dan takwa. Janganlah saudara membiarkan dosa itu bertambah. Karena akibatnya terlalu berbahaya. Sebab manusia sering membiarkan dirinya melakukan dosa-dosa akan ditimpa akibat buruk, kelak ketika menghadapi kematian, ia akan mendustakan Allah dan mengingkari ayat-ayat-Nya.

Allah berfirman:

“Kemudian, kejahatan akibat yang menimpa orang-orang yang mengerjakan kejahatan. lantaran mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka memperolok-olokkanya”. (QS. ar-Ruum. 30: 10)

Inilah natijah (kesimpulan) buruk dan membiasakannya tidak saja menimbulkan kerusakan, tetapi membawa kehancuran seluruhnya. Prasangka buruk, mengumpat, mencela, dan menghina seorang muslim adalah bertolak belakang dengan garis ini. Inilah maksiat yang meliputi hati seseorang sehingga ia berkembang, menguasainya dan akhirnya menjadikan kepekatan hati hingga kejam. Keadaan ini akan menghalangi untuk mengenal Allah dengan penuh keimanan. Sehingga akhirnya dia akan mengingkari Allah, kebenaran, iman serta mendustakan ayat-ayat Allah Swt.

Dipetik dari sebagian riwayat yang mengatakan bahwa amalan-amalan kita kelak akan dibeberkan dihadapan Rasulullah Saww.

Maka ketika beliau melihat amalan-amalan saudara, beliau mendapati bahwa kesalahan-kesalahan dan dosa lebih menonjol. Alangkah keadaan ini sangat membingungkan beliau. Sesungguhnya ketika Rasulullah melihat daftar kegiatan amalan-amalan yang dipenuhi dengan umpatan, tuduhan, memburuk-burukkan umat Islam serta melihat bagaimana beratnya kecenderungan terhadap dunia juga kebendaan.

Kemudian beliau juga melihat bagaimana keadaan hati saudara yang melukiskan permusuhan, hasut, dengki, khianat dan prasangka buruk. Betapa malunya beliau, karena umatnya tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah.

Sesungguhnya seorang yang mempunyai ikatan dengan saudara walaupun mungkin hanya khadam atau orang suruhan (pelayan) saudara sekalipun, bila dia melakukan dosa atau amalan yang tercela, niscaya akan membawa aib kepada saudara.

Begitu juga dengan saudara, yang mempunyai hubungan dengan Rasulullah. Seandainya saudara memasuki pusar pengkajian Islam, sudah tentu saudara mempunyai hubungan erat dengan pengetahuan Islam, AI-Quran al-Karim dan Rasulullah Saww. Oleh karenanya, seandainya saudara melakukan amalan buruk dan dosa, sudah barang tentu akan menyangkut hubungan dengan Rasulullah, dan tentunya saudara akan dilaknat Allah. Ingatlah, agar sekali-kali janganlah saudara menjadi sebab yang menjatuhkan dan menjerumuskan Rasulullah dan keluarganya yang suci itu.

Sesungguhnya hati manusia itu ibarat cermin yang bersih dan berkilau, karena ia menerima bias dari keadaan dunia serta dosa yang banyak. Oleh karena itu, apabila seseorang mampu melakukan ibadah puasa sekurang-kurangnya dengan niat yang ikhlas dan bersih dari riya’ atau pamer (saya tidak mengatakan tentang semua ibadah yang mensyaratkan keikhlasan dalam melaksanakannya), maka ia telah berhasil mengambil faedah dari bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.

Dia telah melakukan ibadah puasa dengan menjauhi keinginan nafsu syahwat dan menjauhkan diri dari kepentingan lain selain dari Allah. Dengan demikian, ia telah melakukan ibadah puasa sebagaimana yang dituntut oleh Islam. Seseorang yang telah berbuat demikian, akan mendapat pertolongan dari Allah, karena ia telah berhasil menolak segala kecemaran dunia dan kegelapan dosa. Mudah-mudahan dengan ini menjadi sebab seseorang terhindar dari dunia dan kelezatannya yang melalaikan, lebih-lebih lagi dengan datangnya malam Lailatul Qadar, menyebabkan ia akan menjadi hamba pilihan Allah yang terpancar dalam dirinya cahaya hidayah yang hanya dapat dicapai oleh para wali dan orang-orang berimap serta suci.

Sesungguhnya ganjaran hakiki dari ibadah puasa adalah sebagaimana firman Allah (dalam hadis Qudsi) yang artinya:

Berpuasa itu adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi ganjarannya.

Adapun apabila seseorang ingin menjadikan nilai puasanya hanyalah sekedar mulutnya tidak kemasukan makanan, padahal mulut masih terbuka dalam mempuat fitnah dan mengumpat. Sementara malam-malam Ramadhan hanya untuk memenuhi perut dengan makanan dan melakukan perbuatan hina dengan mengumpat dan memfitnah sepanjang waktu serta melakukan penghinaan terhadap orang-orang beriman, niscaya sia-sialah puasanya dan tak mendapat faedah sama sekali. Malahan dia telah tercemar sebagai tamu Allah dan hilanglah haknya untuk menikmati rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia.

Allah telah memberikan karunia-Nya kepada umat manusia sebelumnya dengan berbagai jalan dan hal-hal yang memberi faedah kepada manusia. Allah telah menyediakan jalan untuk mencapai kesempuranaan dengan mengutus para anbiya’ as. serta menurunkan kitab-kitab suci (samawi) yang bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada martabat yang agung dan cahaya yang bersinar. Allah juga telah mengaruniakan upaya kemanusiaan, akal, pencapaian dan berbagai kemuliaan kepada Bani Adam.

Baiklah, bila Allah Maha Agung yang telah mengaruniakan kepada kita nikmat-nikmat dan menyerukan kita menjadi tamu-Nya pada bulan penuh berkah ini, sementara kita menerima amalan-amalan yang buruk? Adakah benar sementara kita menghadapi dan menikmati hidangan Allah yang disediakan itu kemudian kita ingkar dan berlaku curang.

Logiskah jika kita bersikap demikian sementara berbagai persiapan disediakan kepada kita untuk menerima hidayah Allah?

Amalan-amalan anda akan dibentangkan. Ketika ia melihat sesuatu perbuatan maksiat, itulah hal yang menjelek-jelekkannya. Maka, janganlah menjelek-jelekkan Rasulullah Saww. dengan berbuat buruk, maksiat kepada-Nya!

Tidak bolehkah seseorang disebut kafrun ni’mah apabila seseorang melakukan perbuatan kriminal, perbuatan jahat dan kekejian, sementara ia berada dalam majelis dan hidangan Allah? Semestinya seorang tamu mengetahui benar-benar, sekurang-kurangnya kedudukan tuan rumah atau yang mengundangnya, dengan sopan santun sebagai para undangan kehormatan. Amat wajar baginya untuk berhati-hati agar tidak menimbulkan tindakan yang bertentangan dengan akhlak dan aturan-aturan. Karenanya tamu Allah wajib mengetahui maqam atau kedudukan Allah Yang Maha Besar, yang memiliki Kemuliaan dan Kebesaran. Kedudukan inilah yang menyebabkan para Nabi as. dan pengikutnya berusaha meningkatkan ma’rifat atau pengenalannya kepada Allah dengan pemahaman yang sempurna. Senantiasa mereka berharap agar sampai kepada perbendaharaan yang agung, seperti permohonan berikut ini:

“Dan sinarilah penglihatan hati kami dengan cahaya yang menuju kepada-Mu, sehingga penglihatan hati kami membakar penutup cahaya ini dan menyampaikan (kami) kepada perbendaharaan yang agung”.

Sesunguhnya tamu-tamu Allah akan memasuki perbendaharaan yang agung dan memanggil hamba-hamba serta para undangan-Nya untuk berusaha mencapai tahap pencapaian yang tinggi, dengan menyertai seruan ini dan menghadiri undangan-Nya sebagai hamba-hamba dan tamu-Nya yang baik. Allah senantiasa menyeru hamba-hamba-Nya untuk memperbanyak amalan kebaikan dan kelezatan ruhani, untuk itu jika hamba-hamba-Nya tidak mempunyai kepribadian dan sikap yang sedemikian, walau ia turut serta dalam kancah kebenaran. Bagaimana mungkin dia dapat menghadiri undangan di hadapan Allah yang merupakan perbendaharaan yang agung.

Hamba-hamba Allah hendaklah berpartisipasi dalam undangan ini dengan segala upaya ruhaniah yang ada padanya. Mereka tidak boleh menghadiri undangan ini dengan berakhlak buruk dan hina serta melakukan maksiat, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Maka perintah Allah memerlukan kepada usaha untuk mempersiapkan rencana yang mantap. Tidak mungkin seseorang dapat mencapai pengertian ini jika masih diselimuti oleh dosa-dosa dan dengan hati yang masih dikuasai oleh maksiat serta kekejian. Karena seseorang yang bersikap demikian itu, kezaliman akan menutup di antara dia dan kebenaran itu sendiri.

Bi’tsah Rasul Saww

Sesungguhnya tujuan Bi’tsah Rasul adalah sebagaimana yang telah disebutkan Allah dalam surat ke 62: 2

“Dialah yang mengutus kepada ummiyin (orang-orang yang buta huruf) seorang Rasul dari mereka agar membacakan ayat-ayat-Nya dan membersihkan diri-diri mereka serta mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah”.

Maka tujuan Bi’tsah adalah penyucian dan pembekalan al-Kitab dan Hikmah sebagaimana yang tertera dalam ayat di atas.

Risalah Nabi mengandung beberapa tujuan, diantaranya adalah :

1) Membacakan ayat-ayat-Nya kepada seluruh manusia. Yang dimaksud dengan ayat-ayat Allah adalah AI-Quran. Maka tujuan Bi'tsah Rasul ialah menyampai- kan kitab ini dan membacakannya kepada sekalianumat man usia.

Walaupun seluruh .alam semesta serta isinya merupakan ayat-ayat (tanda-tanda) Allah Swt. dan mencakup seluruh tujuan Bi'tsah para Rasul dan Nabi. Juga AI-Quran adalah suatu hidangan yang disajikan untuk umat manusia melalui Rasulul'ah Saww. agar mereka dapat memanfaatkannya.

Kitab dan hidangan ini, yang telahmenyebar di Timur dan Barat sejak masa turunnya wahyu hingga hari akhir, merupakan sebuah kitab dimana seluruh manusia dapat mengambil manfaat darinya, baik ulama, filosof, arif, fakih maupun awam. Sebagaimana kitab ini turun dari alam gaib ke alam nyata (dunia), juga turun dari tempat yang tinggi (firman Allah) ke suatu tempat dimana seluruh manusia dapat mengamalkannya. Terdapat di dalamnya topik-topik yang sangat menarikuntuk dikaji. Tema-tema khusus yang menjadi bahan garapan ulama filosof, arif dan berbagai spesialis disiplin lain.

Sekalipun banyak dari tema-tema itu tidak dapat diinterpretasikan oleh selain para Nabi dan wali. Sebagian lagi hanya para arif, filosof dan para fakih, yang mampu memahami dan mencemanya (tentu dengan memahami ucapah para maksum dalam menjelaskan AI-Quran). Inilah hidangan yang tersedia untuk seluruh umat manusia.

Sebagaimana AI-Quran mengandung masalah-masalah keagamaan, juga terdapat masalah-masalah politik, sosial, kebudayaan. militer dan lain-lain. Maka tujuan dari penurunan kitab suci ini dan pengutusan Rasulullah Saww. ialah menjelaskannya dan menyempurnakan hujjahnya sesuai dengan apa yang yang telah diberikan kepada seluruh umat manusia dari kesucian fitrahnya.

Tetapi hal yang sangat disarangkan. Banyak orang, bahkan ulama belum dapat menjalankannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah Swt. Maka seluruh manusia memiliki tugas terpenting yaitu keharusan berusaha dengan akal fikiran dan kemampuan mereka untuk memahami dan mengamalkan kitab ini. Dari sini tampak AI-Quran diturunkan untuk seluruh tingkatan tanpa memandang aliran apapun. Sekali lagi bahwa AI-Quran tidak dapat dipahami kecuali para maksum dan brang-orang yang belajar dari mereka. Bertaadabbur[1] sangat membantu mengenal dan memahami AI-Quran. karena itu sebagian besar dari ayat-ayatnya dapat dipahami oleh seluruh manusia.

Jadi salah satu tujuan Bi’tsah Rasul ialah, penyampaian AI-Quran yang sebelumnya berbentuk gaib. ada dalam ilmu Allah Swt lewat perantara seorang mulia yang mempunyai hubungan dengan alam gaib karena usahanya yang sangat agung. Fitrah Tauhid yang hakiki dan kemampuan akal pikirannya luar biasa yang dimiliki Rasulullah dengan seluruh cara yang menghubungkan beliau dengan alam gaib, maka turunlah kitab suci ini kepada beliau Saww. Sekalipun tidak turun secara langsung.

2) Sisi lain dari tujuan Bi’tsah ialah menghamparkan hidangan ini sebagai lambang penyempurnaan aka! manusia dan penyadaran latar belakang mereka sejak masa turunnya hingga berakhirnya alam semesta. Dan ini termasuk tujuan agung dan pemenuhan fitrah seluruh insan. Mungkin salah satu tafsir kalimat “At-Tiwalah” ialah, beliau Saww. membacakan kepada mereka untuk membersihkan diri mereka dan mengajarkan mereka suatu pendidikan yang universal (kebahagian manusia).

Maka tujuan lain dari Bi'tsah ialah penurunan wahyu dan AI-Quran. Ada pun tujuan dari pembacaan AI-Quran atas manusia ialah “Tazkiyah an-Nafs” (penyucian diri), dan mengeluarkan jiwa manusia dari alam kegelapan yang menyelimutinya. Karena jika jiwa sudah bersih maka ia mempunyai potensi untuk mempelajari kitab dan hikmah, serta memiliki kesiapan untuk mendatangi AI-Quran dengan pasrah.

Tazkiyah an-Nafs satu-satunya cara memahami kitab dan hikmah. Karena tidak seluruh manusia dapat memahami cahaya AI-Quran yang turun dari alam gaib ke alam nyata. Seandainya tanpa Tazkiyah an-Nafs (penyucian atau pembersihan diri), maka ia tidak mendapatkan kemudahan untuk memahami kitab serta hikmah ini bahkan menjadi suatu bencana baginya. Yang paling penting adalah menjauhkan diri dari hawa nafsu.

Selama manusia tetap dalam hijabnya (dosa). Maka ia tidak akan memahami AI-Quran yang merupakan sebuah cahaya, sebagaimana yang telah disebutkan dalam AI-Quran. Maka hijab (dosa) menghalangi manusia dari pemahaman AI-Quran. Walaupun sekelompok manusia menganggap dirinya mampu memahaminya, namun sesungguhnya dirinya tidak memahaminya jika dia belum keluar dari hijab yang gelap gulita dan masih berada dalam penjara hawa nafsunya (ujub) dan seluruh penyakit-penyakit jiwa....maka dia tidak akan mendapat pantulan cahaya ini (AI-Quran) dalam hatinya.