• Mulai
  • Sebelumnya
  • 13 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 3729 / Download: 2209
Ukuran Ukuran Ukuran
Pesan Sang Imam (bagian4)

Pesan Sang Imam (bagian4)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

PESAN SANG IMAM

(Bagian 4)

Penerjemah : Tim AI-Jawad

Penerbit : AI-Jawad Publisher

Tahun Penerbitan : Shafar 1421 H/Mei 2000 M

Khomeini, Ruhullah al-Musawi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Ilahi Rabbi yang dengan izinnya, saya dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjunganku Rasulullah Saww beserta Ahlibaitnya yang disucikan, karena dengan bimbingan mereka telah memberikan jalan lurus kepada Sumber Pencipta.

Sebelumnya saya meminta maaf, karena buku ini hanyalah merupakan kumpulan khutbah-khutbah maupun tulisan Imam Khomeini yang dipilih dan dipilah dari beberapa buletin Islam, jurnal-jurnal lslam dan referensi-referensi lain. Dengan demikian, ini bukanlah karya utuh beliau. Akan tetapi, benang merah yang terjalin dalam pikiran-pikiran Sang Matahari Persia ini tetaplah akan memberikan citra beliau sebagai insan yang sempurna. Meskipun sedikit.

Besarnya kecintaan saya -untuk sekadar mewakili para pembela keadilan dan penegak kebenaran- kepada Imam Khomeini atas segala perjuangan dan pengorbanan yang dilakukannya dalam menegakkan Islam di tengah-tengah kezaliman abad ini memotivasi saya memberanikan diri menyusun buku ini. Sekadar mempublikasikan kepada khalayak ramai mengenai perjuangan Imam Khomeini agar kita dapat bercermin dan mengambil hikmah serta mengaplikasikannya dalam kehidupan kita untuk menegakkan Islam selaku umat Rasul dan para Imam suci.

Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada Yayasan AI-Jawad berkenaan dengan penerbitan buku ini; kepada ustadz Husein Alkaff, dan rekan-rekan staff AI-Jawad yang senantiasa membantu baik secara moral maupun spiritual. Khususnya terimakasih saya ucapkan sedalam-dalamnya kepada isteri dan anak saya tercinta Muhammad Mahdi Ruhullah, yang selalu memberikan dorongan untuk segera merampungkan buku ini.

Saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada para penerjemah dan beberapa penulis khutbah Imam Khomeini yang saya ambil dari beberapa buku, karena tidak meminta izin atau permohonan sebelumnya untuk memuat khutbah-khutbah Imam. Saya semata-mata ingin menampilkan sosok Imam Khomeini dari berbagai sudut pandang perjuangan dan pengorbanan dengan keterbatasan sumber pustaka yang saya miliki.

Harapan saya yang utama adalah mudah-mudahan buku ini bisa membuka wawasan baru kepada umat Islam, khususnya para pemuda, yang memiliki ghirah tinggi sehingga mampu mengambil hikmah dari sejarah yang baru saja terjadi di abad XX.

Imam Khomeini adalah sosok yang sesuai sekali dengan gambaran Imam ‘Ali as. yaitu sebagai: “Orang yang menarik dan menolak”. Di satu sisi dia disanjung dan dicinta karena dia berada pada satu jalan baik keyakinan maupun prinsip-prinsipnya. Namun di lain pihak juga ditolak oleh kelompok-kelompok yang tidak sesuai dengan pinsip dan keyakinannya. Imam Khomeini sangat mencintai kebenaran dan amat murka terhadap kezaliman. Hal ini dapat kita ketahui dari khutbah-khutbahnya.

Terakhir, saya mohon maaf atas ketidaksempurnaan buku ini dan berharap para pembaca budiman bisa menyempurnakannya dengan buku-buku sejenis. Semoga ikhtiar kecil ini mulia di hadapan Allah dan diridhai Hazhrat Shahibuzzaman afs.

Bandung, Muharram 1420 H/Mei 1999 M

Sandy Alison

SEKAPUR SIRIH

Oleh : Husein Alkaff

Imam Khomeini, Siapa dia?

Sejak runtuhnya khilafah (imperium) Otsmaniyah di Turki, tepatnya setelah perang dunia pertama tahun 1919. Negara Turki secara drastis menjadi negara sekuler pertama di negeri-negeri Islam dibawah pimpinan seorang budak Zionis-Yahudi, Mushthofa Kamal Attaturk. Konsekuensi dari tegaknya pemerintahan sekuler adalah jilbab diharamkan, huruf Arab diganti dengan huruf latin, kumandang adzan yang berpahasa Arab dirubah dengan bahasa Turki dan kebijakan-kebiajakan lainnya uhtuk menghilangkan ciri-ciri Islami dari dataran pantai Meditarian dan pesisir Kaspia. Seorang orientalis kontemporer, John L. Esposito berkata, “Semenjak tahun 1924 sampai kepada wafatnya pada tahun 1938, Mustafa Kemal melaksanakan rangkaian pembaharuan yang bersifat sekuler, yang secara tuntas menciptakan negara bercirikan pemisahan agama dan politik sepanjang kelembagaan. (Islam dan Politik, hal. 133)

Sejak itu, nasib kaum muslimin makin terpuruk. Karena tidak ada imperium Islam yang kuat setelah itu. Wilayah kaum muslimin yang terbentang dari Tanja (Maroko) sampai Jakarta (Indonesia) yang meliputi benua hitam Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah dan beberapa dataran Eropa, seperti Albania, Bosnia, Sayajevo dan Ciprus, sampai Timur Jauh (negara-negara Asia Tenggara) menjadi wilayah kolonial bangsa Eropa. Negara-negara mereka bak kue lezat yang diperebutkan dan dibagi-dibagi oleh bangsa-bangsa Eropa yang telah lama menyimpan rasa dendam dan kebencian terhadap Islam. Saya teringat dengan ucapan guru saya yang sangat saya cintai, almarhum ustadz Husein bin Abubakar Alhabsyi, dihadapan beberapa santrinya, “Lihatlah benua Afrika (sambil menunjukkan benua Afrika dalam peta dunia) yang berwarna warni dan compang-camping. Itu adalah peninggalan kaum kolonialis Eropa”. Maksud beliau, negara-negara di Afrika yang tadinya satu dibawah dominasi Turki kemudian dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa (Inggris, Italia dan Perancis) terpecah menjadi negara-negara yang kecil.

Terdapat usaha-usaha dari kaum muslimin untuk bangkit menghadapi dominasi Eropa. Sayyid Jamaluddin Asad Abadi (atau AI-Afghani) dengan semangat Pan-Islaminya berkeliling ke negeri-negeri Islam dan berupaya menggugah para pemimpin dan ulama Islam untuk bersatu melawan barat dan para pemimpin Islam yang terbaratkan. Kesadaran kebangkitan Islam juga muncul dari tokoh-tokoh lain seperti Abula’la al-Maududi, Hasan al-Banna, Iqbal Lahore dan yang lainnya. Mereka menjadi kekuatan yang cukup ditakuti oleh para lawan. Meski, mereka tidak berhasil menegakkan pemerintahan Islam yang independen. Apalagi gerakan-gerakan yang mereka pimpin itu surut setelah ditinggalkan oleh para pendirinya.

Memang hampir di setiap zaman dan negeri Islam terdapat gerakan-gerakan yang ber-amar makruf - nahi munkar. Namun semua itu tidak banyak merubah penetrasi Barat di negeri mereka. Sebagian darinya terbatas dengan teritorial negeri mereka, yang lain sebatas penyadaran spirit Islami dan yang lain lagi hanya merubah kedewasaan berpikir saja. Dunia Islam secara umum dirundung rasa frustasi. Harapan untuk bangkit menampakkan identitas diri makin jauh dan kabur.

Di tengah kelesuan dan pudarnya harapan, dunia Islam dikejutkan dengan revolusi Islam Iran pada tahun 1979, yang secara radikal dan total merubah tatanan politik Iran, dalam maupun luar negeri Iran. Dominasi Barat (baca: Amerika) yang begitu kuat hilang serta merta tanpa bekas sama sekali. Sistem pemerintahan Pahlevi yang monarkis tumbang. Imam Khomeini ra. dengan revolusi yang spektakuler ingin menyatakan kepada dunia bahwa Iran yang Islami bisa hidup tanpa bersandar pada dua kekuatan besar dunia, Amerika Serikat dan Uni Soviet (laa syarqiyyah laa gharbiyyah). Dia menganggap Amerika Serikat sebagai si Setan Akbar, yang rakus dalam menguasai dunia dengan cara-cara yang licik dari jahat. Yang lebih menarik adalah sistem pemerintahan Iran sangat unik bagi Barat dan kebanyakan politisi dunia. Sistem pemerintahan wilayatul faqih tidak ada dalam kamus politik mereka. Jadi, Imam Khomeini benar-benar merubah sebuah pemerintahan yang tadinya sangat tergantung pada Barat, menjadi sebuah pemerintahan yang secara total lepas dari Barat. Hal itu memberikan wacana baru bagi dunia Islam, dan bahwa di dunia yang mungkin ini tidak ada yang tidak mungkin. Bagi kebanyakan manusia, termasuk di negeri kita juga, bahwa tidak mungkin sebuah bangsa berkembang dan maju tanpa mendekati Barat. Ternyata itu hanya perasaan bangsa yang inferior dan rendah diri. Imam Khomeini ingin menyatakan bahwa kemajuan sebuah negera tergantung kepada Barat itu hanya sekedar mitos yang mengada-ada, dan beliau ingin menghancurkan mitos tersebut. Beliau berkali-kali mengatakan ingin menegakkan Islam Muhammadi yang orisinil. Islam yang belum terkontaminasi dan terkooptasi oleh pemikiran-pemikiran yang membuat Islam kerdil dan tidak relevan dengan dunia modern.

Imam Khomeini ra., sebagai Man of The Year pada tahun 1979, berhasil menumbangkan boneka Amerika, Syah Reza Pahlevi, dan memotong tangan Amerika. Orangpun memujinya dengan menyebutnya sebagai seorang politikus ulung, seorang ulama fakih, seorang filosof dan seorang a’rif (baca: sufi).

Lantas apa yang melatar belakangi keberhasilan Imam Khomeini ra.?

Beliau berhasil menumbangkan rezim yang zalim dan menegakkan pemerintahan Islam bukan karena dia seorang politikus, karena banyak politikus lain yang lebih hebat darinya. Juga bukan karena beliau seorang ulama fakih karena banyak ulama yang barangkali lebih afqah darinya. Juga bukan karena dia seorang filosof dan a’rif, karena banyak filosof dan a’rif tetapi tidak seperti beliau.

Imam Khomeini ra. adalah, seperti yang sering dia katakan olehnya sendiri, hanya seorang santri kecil yang melaksanakan taklif-nya terhadap Allah Swt. B.eliau dalam menjalankan kehidupannya tidak punya cita-cita dan program yang muluk dan shofisticated. Beliau hanya menjalankan perintah Allah Swt. sebaik mungkin dan itu, menurutnya, sebuah keberhasilan. Adapun beliau telah berhasil menegakkan pemerintahan Islam, itu hanya karunia Allah Swt. semata. Beliau tidak pernah mengatakan atau beranggapan, bahwa revolusi Islam berhasil karena usahanya semata. Keberhasilan beliau terletak pada penyerahan dirinya secara total kepada Allah Swt. Sahabat dekatnya dan juga seorang ulama fakih besar, Ayatullah Sayyid Muhammad Baqir Shadr, yang mati syahid, beberapa bulan setelah revolusi Islam di Iran dibunuh oleh rezim Ba’ath di Iraq, pernah memerintahkan kepada para pengikutnya, “Meleburlah kalian di dalam Khomeini sebagaimana dia telah melebur di dalam Islam”.

Keberhasilan dalam pandangan Islam bukan ditilik dari sejauh mana seseorang telah menarik massa yang banyak, membangun sekolah, menduduki pemerintahan dan meraih materi, walaupun memperoleh semacam itu tidak selalu tercela. Karena andaikan itu yang dijadikan sebagai ukuran, maka perjuangan para nabi dan rasul terdahulu dianggap tidak berhasil. Dan Adolf Hitler, Stalin, Lenin dan yang lain berhasil dalam menegakkan pemerintahan dan menarik massa. Keberhasilan dalam pandangan Islam dilihat dari sisi sejauh mana seseorang mengabdikan dan menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Dan itulah tugas manusia. Imam ‘Ali as. disaat kepala sucinya ditebas secara spontanitas berkata, “Demi Tuhannya Ka’bah, aku sungguh telah beruntung”. Mati syahid di atas kebenaran merupakan keberuntungan dan keberhasilan.

Para nabi, rasul, imam dan orang saleh hanya melihat Allah Swt. sebagai target dan tujuan. Mereka terilhami wahyu Ilabi yang berbunyi “Sesungguhnya kepada Tuhanmu perjalanan berujung”. (QS. an-Najm, 53: 42), dan ayat yang lainnya. Keberhasilan dalam bidang materi tidak begitu berarti bagi mereka, dan kegagalan di dalam bidang yang sama juga tidak membuat mereka kecewa. Karena materi tidak lain dari esensi itu sendiri (al-Mahiyyah) yang, dengan meminjam istilah filsafat Transendental (al-Hikmah Muta’aliyah)-nya Mulla Sadra ra., ada dan tidak ada baginya sama” (Iihat, Bidayah al-Hikmah, Allamah Thaba’thabai ra.). Yang mereka cari adalah haqiqat sebagai haqiqat. Keterkaitan mereka dengan materi hanya karena mereka diciptakan di alam materi an sich. Hubungan mereka dengan alam materi sebatas hubungan bagian wujud mereka yang materil. Sedangkan bagian yang non materi tidak bersentuhan dengan materi. Tentang mereka, Imam ‘Ali as. berkata, “Jasad mereka berada di alam dunia, tetapi ruh mereka bergelantungan di tempat yang sangat tinggi”. (al-Hikamah 143, Syarah Nahj al-Balaqhah).

Perjalanan menuju Allah Swt, sebagaimana Imam Khomeini ra. lakukan, merupakan taklif setiap manusia. Amat sangat indah, filosof Ilahi Muhammad Shadruddin al-Syirazi atau yang lebih dikenal dengan Mulla Sadra dalam karya monumentalnya, al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al Asfaar al Aqliyyah al Arba’ah, menjabarkan perjalananmenuju Allah Swt. dalam empat tahapan. Beliau dalam kata pengantarnya mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya para pesuluk dari kalangan ‘urafa dan auliya’ mempunyai empat perjalanan: pertama, perjalanan dari makhluk menuju al-Haq. Kedua, perjalanan dengan al-Haq di dalam al-Haq. Ketiga, kebalikan dari yang pertama, perjalanan dari al-Haq menuju makhluk dengan al-Haq, dan keempat, kebalikan dari yang kedua, perjalanan dengan al-Haq di tengah makhluk”.

Yang dilakukan Imam Khomeini ra. hanya berjalan dan bergerak menuju Allah Swt.dan yang menjadi fokus perhatian beliau adalah perjalanan akal dan ruh, bukan materi, kekuasaan dan popularitas. Untuk mencari materi, kekuasaan dan popularitas tidak diperlukan menempuh perjalanan spiritual. Beliau tidak ingin materi, karena sampai akhir hayatnya pun beliau tidak meninggalkan kekayaan kecuali beberapa jilid buku, karpet yang kusam dan beberapa helai pakaian. Menjadi wali faqih pun bukan karena ambisi kekuasaan, melainkan karena panggilan tanggung jawab dan tugas di hadapan Allah Swt. Seperti halnya Nabi Yusuf as.:“Jadikanlah aku menguasai kekayaan-kekayaan bumi. Sesungguhnya aku orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf, 12: 55)

Menurut Ayatullah Jawadi Amuli, seperti yang dikutip oleh Sayyid Kamal al-Haydari dalam kuliah filsafat dan kalamnya di Qum, bahwa Imam Khomeini dalam perjalanan spiritualnya telah sampai di tahapan yang ketiga. Penilaian tersebut, tentu, berlaku bagi orang yang sekelas Imam Khomeini atau orang yang punya kompetensi di bidang ‘irfan.

Sekapur sirih ini tidak ingin lebih jauh menjelaskan tentang Imam Khomeini ra., karena beliau adalah cahaya. Cahaya (nur) itu jelas dengan dirinya sendiri tanpa bantuan yang lain. Untuk mengetahui cahaya hanya diperlukan membuka mata. Karya-karya tulisnya, muri,d-muridnya dan revolusi yang beliau pimpin adalah kredit point yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun, beliau besar bukan karena orang-orang yang membesarkannya, dan beliaupun tidak merasa besar dengan itu. Beliau besar dengan Sang Maha Besar. Beliau besar karena pengabdiannya kepada Sumber Kebesaran.

Bandung, 5 Shafar 1421 H/9 Mei 2000 M

Wassalam,

Husein Alkaff

PENGANTAR PENERBIT

Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini adalah sosok agung yang muncul pada abad XX dalam menegakkan agama Rasulullah Saww dan para Imam Suci -‘alaihimussalam- di tengah penindasan dan tirani yang kejam. Revolusi Islam Iran yang terjadi antara tahun 1978 sampai 1979 telah menumbangkan kekuasaan monarki absolut Dinasti Pahlevi, satu rezim terkuat di Dunia Ketiga yangsemuanya dibantu oleh Amerika Serikat dan Inggris. telah berhasil ditumbangkan oleh gerakan rakyat yang dipimpinnya.

Tidaklah mengherankan kalau hal ini menjadi pembicaraanyang banyakdan menyeluruh di seantero dunia, dan menjadi penelitian penting bagi pakar sosial politik karena sangatlah di luar dugaan, ulama yang sudah tua dan selalu berada di pengasingan dapat menumbangkan rezim yang sangat absolut dan totaliter, kemudian menggantinya dengan Republik Islam. Perbedaan yang sangat bertolak belakang di mana Iran prarevolusi bisa disebut sebagai negara sekuler. maka Iran pascarevolusi bisa disebut sebagai negara teo-demokrasi yang sangat didominasi oleh kaum Mullah (Ulama Syi’ah).

Revolusi Islam merupakan hasil dari proses akumulasi ketidakadilan rakyat Iran terhadap kebijakan-kebijakan Syah di segala bidang baik ekonomi, politik, agama, dan sosial budaya. Semua ketidakpuasan itu telah dialami oleh rakyat Iran selama beratus-ratus tahun. Kunci sukses dari Revolusi Islam Iran adalah : (i) di satu sisi terbentuknya persatuan di antara kelompok-kelompok penentang Syah, baik berpaham nasionalis dan Islamis; (ii) di sisi yang lain muncul Sang Imam yang dapat menyatukan mereka semua menjadi kekuatan besar dan tak dapat dibendung oleh penguasa tiran. Hal ini besar kemungkinan karena tradisi dan ideologi Syi’ah yang sangat kuat berakar di hati rakyat Iran.

Revolusi besar Iran dalam banyak hal memiliki perbedaan-perbedaan dengan beberapa revolusi yang terjadi di dunia. la berbeda dengan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang sangat menitikberatkan kepada pendidikan individu (perorangan), juga berbeda dengan gerakan Jami’ati Islam Pakistan yang menitikberatkan pada tantangan intelektual. Bahkan Revolusi Iran berbeda jauh dengan Revolusi Prancis serta Revolusi Rusia. Revolusi Islam Iran mempunyai sejumlah keistimewaan di antaranya adalah revolusi yang dilandasi pada dasar keagamaan, keyakinan Islamis serta tujuan-tujuan hidup agamais dan Qurani. Juga tidak terlepas dari partisipasi ulama yang sangat bertanggung jawab di seluruh negara yang bertujuan untuk membentuk suatu bangsa Islami.

Perjuangan Imam Khomeini secara umum bertujuan untuk merombak tatanan sosial, politik, dan ekonomi yang sudah berubah 180 derajat dari jalan kebenaran. Penggunaan sistem pemerintahan yang dilandasi oleh konsep Wilayat al-Faqih (perwalian fakih) yang dipublikasikan secara umum oleh Imam, merupakan konsep yang dikembangkan dari keyakinannya. Partisipasi dari kalangan ulama untuk menentukan arah politik di Iran berangkat dari keyakinan bahwa Islam tidak memisahkan antara agama dan politik. Kedua-duanya merupakan satu kesatuan, sehingga peran ulama di kalangan masyarakat tidak hanya sebagai pembimbing ruhani, namun juga sebagai tokoh politik yang menentukan arah bangsa.

Banyak tokoh dunia yang angkat topi dengan Imam, baik itu dari golongan Islam sendiri, Sunni maupun Syi’ah, Bahkan juga rasa kagum dan hormat dari orang-orang luar Islam. Tak terkecuali kalangan orientalis pun kagum atas kepribadian beliau. Kepribadian yang dimiliki Imam begitu bersahaja. Kesederhanaannya telah melekat mendarah daging. Namun keteguhan sikap serta ketegarannya dalam menentang kezaliman merupakanteladan yang patut dicontoh bagi semua tokoh Islam yang menginginkan kebebasan bangsanya dari penindasan dan ketidakadilan. Orang mengira dengan menguasai Iran secara keseluruhan Imam Khomeini mendapat keuntungan materi, tetapi semua itu sirna bila kita mengetahui lebih mendalam lagi mengenai sosok beliau. Banyak tokoh tercengang dan seakan tidak percaya ketika melihat kediamannya di Jamaran, Teheran. Rumah sederhana yang luasnya tidak lebih dari 100 m2 dan hanya dilengkapi perabot sederhana untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Itupun bukan rumah pribadi melainkan rumah kontrakan.

Begitu banyak teladan mulia dari kepribadian beliau yang tidak dapat kami gambarkan di sini. Akan tetapi pembaca dapat merenungkan kepribadian beliau dari beberapa khutbahnya di buku ini yang bisa Anda tarik sebagai pelajaran yang bermanfaat dalam kehidupan. Walaupun sekarang sudah tidak bersama kita lagi, namun perjuangan dan pengorbanan beliau untuk menegakkan Islam, sangatlah inspiratif dalam memperkukuh semangat juang kaum muslimin selama kita tetap berpegang kepada AI-Quran, Rasulullah dan Ahlibaitnya yang suci.

Begitu banyak cerita yang dapat kita ambil hikmahnya dan manfaatnya dari perjalanan orang-orang suci. Khususnya Rasulullah dan para Imam, juga para wali Allah baik perjuangan dan pengorbanannya. Namun tokoh sejarah yang sudah dicatat yang dekat dengan kita adalah sejarah Imam Khomeini yang masih membekas dalam ingatan kita. Artinya perjuangan seorang hamba Allah, pengikut setia Rasulullah dan Imam Suci dapat menghasilkan pribadi yang agung dan perubahan yang begitu memukau umat manusia. Apalagi sesuatu yang dihasilkan oleh guru sekaligus pembimbing utamanya yaitu RasuJullah dan para Imam Suci, tentulah jauh lebih besar lagi dari apa yang kita lihat pada sosok Imam Khomeini.

Buku ini berisi beberapa khutbah dan wasiat-wasiat Imam Khomeini menjelang wafatnya, yang akan memberikan hikmah kepada kita dalam melaksanakan kebenaran dan menentang kezaliman.

Akhir kata, kami tutup buku ini dengan Bibiografi Imam Khomeini tentang kehidupan dan perjuangannya. Semoga kontribusi kecil ini mampu menggairahkan kembali semangat ber-lslam yang benar di saat bangsa kita dilanda berbagai krisis untuk diteladani perjuangannya dalam menengakkan panji-panji Islam. Amin.

Bandung, Shafar 1421 H/Mei 2000 M

AI-Jawad Publisher

DO’A DAN PENYUCIAN JIWA

Do’a di Bulan Sya’ban Cermin Persiapan Jihad

Dalam hadis-hadis yang mulia memberikan perintah supaya membaca do’a ini pada setiap hari bulan Sya’ban. adakah saudara melakukannya?

Dan adakah saudara mengambil faedah dari peringatan yang penuh nilai keimanan dan kesucian itu? !

Do’a Amirul Mukminin ‘Ali kw. ini juga merupakan do’a Ahlibait yang dibaca pada bulan Sya’ban (riwayat Ibnu Khaluwih). Kita dapatkan dalam riwayat-riwayat yang lain bahwa Amirul Mukminin ‘Ali kw. dan para ulama sesudahnya senantiasa membaca do’a ini untuk tujuan yang khusus. Oleh sebab itu mereka mendapat kesejahteraan di sisi Allah karena mereka senantiasa membaca do’a ini. Mereka membaca do’a ini dengan suara yang mengharukan.

Sesungguhnya do’a ini pada hakikatnya mendorong dan menggerakkan manusia untuk bangun dan beramal pada bulan ,Ramadhan yang penuh dengan berkat itu. Faktor inilah yang menjadi sebab tumpuan utama do’a ini. Dengan tujuan menjadikan seseorang melakukan persiapan dan persediaan untuk mengambil faedah yang besar dari kewajiban berpuasa. Oleh karena itu, para ulama Ahlibait rh. menjelaskan berbagai masalah-masalah yang berhubungan dengan do’a ini. Cara-cara berdo’a dengan cara menerangkan hukum-hukum.

Masalah-masalah keimanan, kaidah dan semua masalah yang mendalam memang mempunyai ikatan dalam usaha mengenal dan mendekatkan kepada Allah Swt. Mereka menerangkan do’a-do’a dan cara-cara melaksanakannya. Adalah menyedihkan kalau kita membaca do’a-do’a ini tanpa mengetahui apakah dikehendaki oleh ulama Ahlibait keluarga Rasulullah Saww. itu.

Cobalah kita perhatikan do’a berikut ini: "

“Tuhanku, karuniakanlah kepadaku kesempurnaan memutuskan (dengan yang lain dari-Mu) hanya kepada-Mu dan pancarkanlah kepada penglihatan hati kami dengan cahaya yang menuju kepada-Mu. sehingga penglihatan kami sampai kepada perbendaharaan yang agung. Dan kembalikanlah ruh-ruh kami bergantung kepada kebesaran dan kesucian-Mu”.

Sesungguhnya seorang mukmin yang sadar wajib menerima kedatangan bulan Ramadhan yang berkah itu dengan menjauhkan diri dari kelezatan dunia (usaha menjauhkan diri sampai ke puncaknya. setelah memutuskan hubungan dengan yang lain daripada Allah Swt.). Persediaan dan persiapan diri sampai ke tahap kesempurnaan dengan membekali iman yang kokoh pada bulan Ramadhan. Sesungguhnya usaha memutuskan hubungan dengan selain dari Allah Swt. tidak akan tercapai dengan mudah. la memerlukan latihan ruhani dan pengerahan tenaga dan sikap istiqamah serta melaksanakannya. Tanpa usaha-usaha sedemikian rupa, adalah mustahil bagi seseorang untuk memutuskan hubungan dengan yang lain selain daripada Allah Swt.

Sesungguhnya semua sifat-sifat keimanan yang nyata dan setiap ketakwaan yang murni akan menjadi kokoh dan tetap dengan memutuskan ketergantungan dan pengharapan selain daripada Allah Swt. Dalam memperkokoh usaha untuk menyampaikan ke tahap ini, hendaklah seseorang sampai ke puncak kebahagian yang hakiki. Akan tetapi adalah mustahil bagi seseorang untuk mencapai tahap setinggi ini tanpa mengikis habis sedikit pun walau sebesar zarrah kecintaan kepada dunia. Seseorang yang ingin menjalankan amal-amal pada bulan Ramadhan sebagaimana yang dituntut hendaklah memastikan dirinya memutuskan ketergantungan dan hubungan kepada yang lain selain daripada Allah. Kalau tidak, seseorang tidak akan mencapai kebesaran Yang Menerima Tamu. Tidak mungkin ia dapat mencapai pengembaraan indah bersama-Nya dan mengambil juadah atau hidangan dari-Nya.

Do’a Sya’ban Membuka Tabir Kegelapan

Menghadapkan atau menyerahkan diri kepada selain Allah itu telah membuat tabir atau dinding yang menutup manusia dari cahaya (hidayah) kepada kegelapan (kesesatan). Sebagaimana dimaklumi bahwa urusan-urusan dunia akan menjadikan manusia lalai terhadap akhirat. Kerakusan terhadap dunia ini telah menimbulkan tabir gelap. Akan tetapi ketika dunia menjadi wasilah atau landasan untuk menghadapkan diri kepadaAllah dan mengantarkan kepadaakhirat, yang merupakan negeri taubat, maka tabir kegelapan itu akan menjadi cahaya hidayah.

Pemutusan hubungan yang sempurna kepada selain Allah, sebagaimana yang tercatat dalam do’a Sya’ban bahwa jika seseorang mampu menghapuskan kegelapan atau kesesatan akan memperoleh cahaya petunjuk. Selain itu, dia juga mempunyai kemampuan untuk sampai ke tahap menjadi tamu Allah yang merupakan suatu perbendaharaan yang agung. Dari sini kita dapat melihat bahwa doa ini menjadi tumpuan yang menerangkan mata hati (bashirah) dan cahaya hati, sehingga ia menjadi kokoh dan berwibawa dengan mendapat cahaya hidayah serta mencapai perbendaharaan yang agung. Mata hatinya telah membakar tabir yang menutupi cahaya hidayah dan menghantarkannya kepada perbendaharaan yang agung. Sebaliknya, manusia yang senatiasa menutupi hatinya dengan kegelapan atau tertutup oleh alam kebendaan tabi’i di sekelilingnya dari mengenal hidayah, na’udzubillah, adalah manusia yang menyimpang dari Allah. Dia tidak mengetahui sesuatu apa pun Kecuali alam kebendaan yang ada di sekelilingnya semata-mata.

Dia hanyalah cerminan dari alam sekeliling yang di lihat dan tidak lebih dari itu. Sementara teramat jauh dia dari kekuatan ruhani untuk menghapuskan debu-debu yang menyelaputi hatinya dari kegelapan dosa. Sesungguhnya manusia yang berada dalam keadaan seperti ini adalah di tempat yang paling rendah, yang menggambarkan betapa tebalnya tabir kegelapan yang menyelubungi seluruh kehidupannya. Firman Allah Swt.:

“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”. (QS. At-Tiin, 95: 5)

Martabat dan kedudukan ini telah menimpa manusia setelah Allah menciptakan manusia pada kedudukan yang tertinggi dengan firman-Nya:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tiin, 95: 4)

Ya, memang manusia yang mengikuti hawa nafsu tidak mempunyai tujuan untuk mengenal dirinyasendirinya melainkan hanya mengikuti alam sekeliling yang gelap gulita dengan kejahilan. Dia tidak berfikir sama sekali tentang alam yang lain daripada yang dilihatnya ini, ada atau tidak ada. Oleh karena itu, penglihatannya tenggelam pada alam duniawi yang dilihatnya saja. Manusia jenis ini telah dijelaskan oleh Allah:

“...dia cenderung kepada dunia dan menurunkan hawa nafsunya yang rendah ...”. (QS. al-A’raaf, 7: 176)

Sesungguhnya manusia seperti ini telah jauh dari Allah, karena hatinya diliputi oleh dosa-dosa dan diliputi oleh kegelapan yang menyesatkan. Dalam pada itu ruhnya telah berkarat akibat terlalu banyak melakukan maksiat. Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu, cinta dunia dan kedudukan, membuat akal pikiran dan mata. Dalam keadaan seperti ini tidak mungkin seseorang akan dapat membersihkan dirinya dari tabir kegelapan. Malah lebih sulit baginya untuk menghapus tabir yang menutupi bahaya dan hidayah serta tidak dapat menghasilkan suatu pencapaian memutuskandiri dari segala yang lain selain dari Allah Swt.

Memang, manusia dalam bentuk ini berada dalam keadaan sesat dan bingung, dia bukan saja menafikan kedudukan wali-wali Allah tetapi lebih jauh dari itu, dia mengingkari Allah. Dia akan mengingkari shirat, alam barzakh (titian shirat, pent), jalan kembali kepada Allah, hari kiamat, perhitungan Allah dan AI-Quran. Malah tidak ada sama sekali baginya tertantang surga dan neraka, malah menganggapnya sebagai kepercayaan khurafat dan tahayul, tidak lebih dari itu.

Inilah manusia yang terlalu banyak maksiat kepada Allah. Pada saat yang sama dia terlalu terikat dengan kepentingan dunia, sehingga menafikan kebenaran dan menolaknya secara langsung. Sesungguhnya dia menafikan kedudukan penolong Allah dengan kedudukan mereka yang begitu jelas. lnilah kesimpulan atau rumusan dari apa yang disebutkan tadi.

Kesucian Akhlak Untuk Mencapai Makrifatullah

Sebenarnya bidang pengkajian ilmu pengetahuan Islam (Hauzah Ilmiah) sangat diperlukan untuk pengajaran ilmu-ilmu akhlak, pengkajian ruhaniah dan maknawiah. Pengkajian-pengkajian ini saling mengisi dalam bidang ilmu pengetahuan Islam yang lain dan yang telah ada. Karena begitu renting dan utama bimbingan akhlak, tarbiah dan pembentukan keimanan, majelis-majelis nasehat dan pengajaran.

Program pembentukan akhlak dan pengkajian yang bertujuan untuk membersihakan jiwa serta pelajaran tentang mengenal Allah merupakan tujuan pokok kebangkitan para Nabi as. Semua bidang ini hendaklah menjadi pokok bagi mata pelajaran para santri dan siswa.

Apa yang sangat mengharukan ialah tidak ada atau sedikitnya perhatian yang serius terhadap masalah pokok yang begitu penting untuk disampaikan. Sehingga ilmu-ilmu akhlak semakin pupus dan lenyap. Yang lebih mengkhawatirkan lagi ialah pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan kita tidak lagi bertumpu pada pendidik ruhani atau pembimbing kejiwaan. Pembahasan dan penekanan dalam bidang ini tidak pernah dipandang utama. Padahal masalah ini mestinya mendapat perhatian yang serius, karena ia merupakan masalah pokok dan asasi untuk disorot serta bentuk titik fokus pada AI-Quran dan Rasulullah Saww. Bahkan persoalan ini mendapat perhatian serius oleh para Nabi dan wali Allah.

Amatlah penting para ulama dan para pendidik yang memberi pangajaran berhasil memusatkan pada pendidikan akhlak di sepanjang pengajaran dan penelitian mereka, sehingga mereka dapat mencurahkan tenaga yang bersungguh-sungguh dalam bidang ini.

Para santri hendaklah mengorbankan tenaga mereka untuk berusaha mencapai akhlak yang mulia dan pembersihan ruhani. Walhasil, menjadi kewajiban bagi mereka untuk memikul tugas penting ini dalam bidang kajian yang sedang mereka tempuh. Wahai saudara-saudara yang hari ini sedang mengikuti studi di madrasah-madrasahdan pusat-pusat pengkajian Islam (pesantren), mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk menduduki pucuk pimpinan umat Islam demi masa depan. Janganlah saudara-saudara membayangkan bahwa semua kewajiban yang saudara pelihara dan pelajari hanya berkisar pada masalah sekumpulan istilah semata-mata, tetapi sesungguhnya saudara mempunyai kewajiban yang telah lebih jauh dari itu.

Menjadi kewajiban anda untuk membina kepribadian Anda sendiri, sekiranya Anda ingin membawa hidayah dan bimbingan kepada umat manusia di desa-desa atau di kota-kota yang Anda masuki; adalah menjadi suatu urusan yang perlu mendapat perhatian mendalam selagi saudara masih berada di pesantren atau madrasah, yakni berusahamendidik dah membina diri terlebih dahulu bila saudara berkeinginan untuk memberi tarbiah dan pendidikan kepada orang lain.

Semua usaha pembersihan akhlak dan pembentukan kepribadian itu hendaklah senantiasa berlandaskan hukum-hukum dan ajaran Islam. Sekiranya saudara tidak berusaha membina diri terlebih dahulu, niscaya Allah tidak melapangkan dan membuka jalan dalam mendapatkan pendidikan yang benar.

Demikian juga akhlak dan ruhani, niscaya saudara akan menyesatkan seluruh umat manusia dan jika hal ini terjadi, hendaklah saudara mohon perlindungan dari Allah. Dengan keadaan saudara yang demikian itu, saudara akan membawa bayangan dan gambaran yang buruk kepada orang lain tentang Islam dan ulama Islam.