• Mulai
  • Sebelumnya
  • 14 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 3740 / Download: 1768
Ukuran Ukuran Ukuran
Pesan Sang Imam (bagian9)

Pesan Sang Imam (bagian9)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Wanita Muslimah Pilar Revolusi Islam

Saya mengucapkan selamat hari Wanita kepada segenap rakyat Iran, terutama kaum wanita. Hari Wanita adalah hari yang penuh cahaya, hari yang mengilhami nilai-nilai keutamaan manusia sebagai khalifatullah di muka bumi. Saya ucapkan selamat yang lebih dalam lagi atas pilihan tanggal 20 Jumadil Akhir, hari kelahiran manusia yang merupakan mukjizat sejarah alam semesta, yaitu Syaidah Fatimah Az-Zahra’ ash., sebagai hari Wanita.

Kelahiran Az-Zahra’ ash. adalah kelahiran yang penuh arti. Dari rumahnya yang sangat sederhana, dari kamarnya yang sempit, lahir manusia-manusia besar, yang cahaya mereka menembus alam malakut dan menerjang jagad raya. Shalawat dan salam Allah kepada rumah dan kamar yang sangat bersahaja ini, yang merupakan penjelmaan nur kebesaran Ilahi dan pusat pembinaan manusia-manusia pilihan.

Wanita memang mempunyai peran yang sangat istimewa dalam kehidupan ini. Kesejahteraan dan keburukan umat manusia tergantung pada mereka. Wanita adalah satu-satunya wujud yang mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang dapat membawa umat manusia pada nilai-nilai tinggi kemanusiaan, atau malah sebaliknya.

Apa yang dialami bangsa ini, terutama kaum wanitanya selama 50 tahun masa kegelapan rezim penuh dosa, Pahlevi, merupakan bagian dari rencana busuk para penjahat dunia. Reza Khan dan anaknya telah melakukan tindakan kejahatan yang tiada taranya sepanjang sejarah negeri ini.

Para penjahat dunia itu, yang memandang keberlangsungan hidup mereka pada penjajahan bangsa-bangsa, terutama terhadap bangsa-bangsa Islam, dan selama beberapa dasawarsa terakhir ini telah menemukan akses ke dunia Islam, menangkap bahwa penghalang utama mereka adalah lapisan ruhaniawan Islam. Mereka menyaksikan betapa kuatnya pengaruh seorang marja’, pemimpin agama, yang dicintai rakyatnya. Hanya dengan beberapa kata saja mampu membuat Inggris dan penguasa Qajar mundur.

Mereka juga menyaksikan betapawanita telah memainkan peran yang besar pada pergolakan masa itu. Wanitalah, terutama lapisan menengah yang terabaikan, telah menarik kaum laki-laki terjun ke medan juang, baik pada masa Pergolakan Konstitusional maupun sesudahnya. Mereka juga menangkap makna bahwa selama faktor-faktor ini tidak dihancurkan, seluruh rencanamereka akan berantakan. Maka supaya negeri-negeri ini dan kekayaannya dapat mereka kuasai, pilar-pilar agama dan kepemimpinan agama lapisan ruhaniawan harus digoyahkan. Sejak saat itu mereka terus memikirkan upaya-upaya ini dan menerapkannya dan mereka cukup berhasil. Mereka angkat Reza Khan untuk melaksanakan rencana-rencana mereka dan Reza Khan dengan sengit memerangi ketiga unsur di atas.

Orang-orang yang masih mengingat zaman itu tahu persis betapa Kejinya perlakuan pengkhianat Reza Khan, dan antek-anteknya terhadap Ketiga unsur di atas. Betapa mereka berupaya penyimpangkan dan merusak Kaum wanita.

Bagi generasi sekarang yang tidak mengalami pahitnya kehidupan masa itu, dengan mudah dapat mengetahuinya melalui kitab, syair, tulisan, karangan, pertunjukan, koran, majalah, dan bahkan melalui tempat-tempat pelacuran, perjudian, minuman dan bioskop yang merupakan ciri khas masa itu atau bertanya kepada orang-orang yang hidup pada masa itu.

Mereka juga perlu bertanya, kejahatan-kejahatan apa saja yang telah dilakukan pengkhianat-pengkhianat itu terhadap wanita, dengan berselimutkan selogan-selogan kemajuan wanita.

Tapi wanita-wanita Muslimah, terutama lapisan yang terabaikan, telah memberikan perlawanan yang gigih. Namun sarang, sebagian mereka, terutama kelas berduit, berhasil dikelabui sehingga memperlebar jalan bagi para pengkhianat dan penjajah itu. Bahkan sampai hari ini pun, di mana berkat pertolongan Allah Swt rakyat Iran, terutama kaum wanitanya berhasil memotong tangan kolonialisme. Masih ada sekelompok kecil yang tidak berarti, yang terbuai oleh rayuan para kolonialis itu. Tapi mudah-mudahan mereka segera sadar dan dapat menangkal rayuan setan, yang besar maupun yang kecil, sehingga mereka tidak terjerumus.

Pada hari wanita ini, dan betul-betul merupakan hari wan ita di Iran. Kita mesti bangga kepada mereka. Adakah kebanggaan yang lebih besar kepada wanita-wanita besar ini, bahwa mereka telah berdiri kokoh di garis terdepan memberikan perlawanan yang gigih terhadap rezim yang telah tersingkir, dan sesudah revolusi menunjukkan perlawanan yang tak henti-hentinya kepada para penguasa dunia dan antek-anteknya.

Sejarah belum pernah mencatat, sekalipun dari kaum lelaki, suatu keberanian dan perlawanan gigih seperti yang ditunjukan wanita-wanita Muslimah itu. Perlawanan dan kepahlawanan mereka dalam perang yang dipaksakan begitu menakjubkan sehingga tidak dapat dilukiskan oleh pena maupun kata-kata. Bahkan malu rasanya diri ini menceritakan hal tersebut.

Saya tidak yakin ada suatu pengorbanan dan kepahlawanan dalam sejarah manapun sebesar yang telah ditunjukkan oleh ibu-ibu, kaum wanita, dan istri-istri syuhada selama perang ini.

Saya tidak dapat melupakan semua kepahlawanan wanita-wanita Muslimah itu. Tidak dapat saya lupakan peristiwa pernikahan seorang gadis belia dengan seorang pasdaran(tentara garda iran) yang telah kehilangan dua tangannya, sementara kedua matanya cacat akibat perang. Gadis belia yang pemberani itu dengan segenap kebesaran jiwa dan ketulusan hati berkata: “Karena aku tidak dapat pergi berperang, aku berharap perkawinanku dengan pemuda ini dapat membayar hutangku pada Revolusi dan Islam”.

Kebesaran jiwa dan nilai-nilai kemanusiaan serta bisikan Ilahi yang dimiliki wanita-wanita ini, terus terang tidak dapat dilukiskan oleh siapa pun. Tidak oleh penulis, penyair, penceramah, pelukis, seniman, ‘urafa, filosof, fukaha atau siapa saja yang dapat kalian sebutkan. Mereka tidak akan mampu melukiskannya. Pengorbanan dan keikhlasan serta kebesaran gadis belia ini, siapapun tidak dapat melukiskannya dengan ukuran nilai-nilai yang berkembang saat ini. Di tangan wanita-wanita muslimah inilah Tuhan memberikan rahmat-Nya bagi kebesaran Islam dan Iran.

Ibu-ibu dan perempuan-perempuan muda yang suami mereka telah menghadap Allah Swt. Izinkanlah saya memberikan nasehat yang tulus dan kebapakan kepada kalian semua. Perkawinan adalah sunnah Ilahi yang sangat mulia. Janganlah ada di antara kalian yang berfikir tidak mau menikah lagi. Dengan perkawinan, lestarikanlah manusia-manusia yang memiliki kebesaran dan kekuatan jiwa seperti kalian. Jangan tergoda oleh rayuan sekelompok orang yang tidak memberi perhatian pada nilai-nilai akhlak dan kebaikan.

Kepada segenap pasdaran, tentara, dan pemuda-pemuda, saya ingatkan, hendaklah kalian sadar bahwa suatu kehormatan besar bagi kalian mendapatkan istri-istri seperti mereka. Pergunakanlah kesempatan berharga ini untuk membina keluarga yang terhormat. Tuhan akan membantu kalian semua.

Selamat tak terhingga kepada semua wanita. Selamat atas hari yang luar biasa ini. Semoga Allah selalu melindungi kita semua.

Cobaan dan Penderitaan Seorang Mukmin

Muhammad ibn Ya’qub AI-Kulayni (semoga Allah meridhainya) meriwayatkan dari ‘Ali bin Ibrahim, dari Ayahnya, dari Ibn Mahbub, bahwasanya Abu ‘Abdillah as, (Imam Ja’far ash-Shadiq) berkata: “Sesungguhnya disebutkan dalam Kitab ‘Ali bahwa yang paling berat cobaannya di antara semua manusia adalah para nabi, don setelah mereka adalah para washy, dan setelah mereka adalah orang-orang pilihan yang seperti mereka. Sungguh, orang Mukmin pasti mengalami cobaan sesuai kadar amal baiknya. Maka. orang yang baik agamanya dan baik pula amalnya, akan lebih berat cobaannya. Hal itu disebabkan Allah Swt. tidak menjadikan dunia ini sebagai tempat memberikan pahala bagi orang Mukmin dan tempat menyiksa orang kafir. Dan orang yang lemah imannya dan buruk amalnya, akan lebih ringan cobaannya. Sesungguhnya, cobaan itu menimpa orang beriman lebih cepat daripada air hujan yang turun ke bumi”

Sebagian orang mengataka bahwa nas (manusia) dalam hadisini dan sejenisnya berarti manusia yang sempurna (kamilun) seperti para nabi dan para washy, dan kenyataannya merekalah nas itu; sementara manusia lain adalah li aI-nas (untuk manusia), sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis. Bagaimana juga, sesungguhnya pengertian itu tidak tepat di sini dan tampak lebih tepat bahwa manusia dan orang secara umum yang diterapkan disitu. Ini terbukti dari hadis-hadis lain dalam Al-Kafi tentang masalah ini, dan bila dikatakan dalam beberapa hadis bahwa yang dimaksud dengan nas adalah kamilun, tidaklah berarti bahwa kata tersebut bermakna seperti itu di mana pun ia muncul. Lagi pula, bala berarti ujian dan cobaan, itu dapat terjadi pada manusia yang baik maupun jahat, para penyusun kamus telah menyatakan hal ini dengan tegas. AI-Jawhari, dalam AI-Shihah, mengatakan tentang hal ini dan Allah berfirman:

“Dan agar Dia menguji orang-orang Mukmin dengan ujian yang baik”. (QS. al-Anfaal, 8: 17)

Setiap cobaan Allah Swt. terhadap hamba-harnba-Nya adalah bala dan ibtila, apakah itu berupa penyakit berat atau ringan, atau kesengsaraan seperti kemiskinan, penghinaan, dan kehilangan keuntungan-keuntungan duniawi; atau yang berlawanan dengan itu, seperti kekuasaan dan kebesaran, kekayaan, ketinggian status, kehormatan, dan lain sebagainya. Tetapi, dalam konteks di atas, bilaman bala, baliyyah atau ibtila dan yang seperti itu disebutkan, maka jenis pertamalah yang dimaksudkan.

Amtsal artinya “Iebih mulia dan lebih baik”. Maka dalam frase berarti bahwa orang yang lebih baik dan lebih mulia setelah para nabi dan para washiy pasti menghadapi tingkatan ujian yang lebih keras. Derajat kerasnya bala adalah sejajar dengan derajat amal salehnya. Pernyataan seperti ini tidak ada dalam bahasa Persia.

Sukhf berarti “kelemahan fakultairasional” atau “kebodohan”, seperti disebutkan AI-Shihah dan karya-karya leksikografi lainnya. Qarar artinya “tempat yang tenang”, seperti disebutkan dalam kamus-kamus, analogi itu maksudnya adalah sebagaimana bumi adalah tempat tinggal bagi penderitaan dan kesengsaraan, yang menerpanya dengan cepat, menetap dalam dirinya, dan tak lepas darinya. Insya Allah, akan kami jelaskan beberapa hal penting untuk menjelaskan hadis mulia ini dalam beberapa bagian di bawah.

Makna Coba’an

Ketahuilah bahwa jiwa manusia berada pada tingkat potensialitasnya sejak awal mulanya. sejak awal keterikatannya dengan badannya, dan penurunannya ke alam fisik (mulk), dalam hubungannya dengan segala sesuatu termasuk pengetahuan, sifat-sifat baik dan buruk serta segala macam fakultas pemahaman dan perilaku. Secara bertahap, ia bergerak dari potensialitas ke aktualitas dengan rahmat Allah Yang Mahakuasa dan Mahamulia. Pada awalnya, kesan yang lemah yang berkaitan dengan hal-hal partikular (sebagai lawan dari universal) muncul dalam jiwa, seperti kesan sentuhan dan indera luar lainnya. bergerak dari rendah ke tinggi. Berikutnya, persepsi batiniah muncul pula padanya. Tetapi, semua fakultas itu hanya berada pada tingkat potensialitas, dan tak dapat tumbuh tanpa rangsangan yang cukup. Misalnya, bila sejenis fakultas rendah mendominasinya, ia cenderung pada keburukan dan kejahatan, karena kekuatannya dalamnya seperti Syahwah (syahwat), ghadhah (kemarahan), dan lain-lain mendorongnya Kepada dosa, Kebobrokan, agresi, dan tirani. Setelah berjalan selama beberapa waktu, ia berkembang menjadi monster yang asing dan iblis yang sangat aneh.

Namun, karena Kasih sarang dan rahmat Allah Swt. mengiringi anak Adam sejak azali, Dia menganugerahi mereka dua guru dan pendidikan yang mirip dua sayap untuk terbang dari jurang kebodohan, kerusakan, keburukan, kejelekan menuju ketinggian pengetahuan, kesempurnaan, keindahan, kebahagiaan, dan mengantarkan diri mereka ke lembah alam yang sempit untuk mencapai cakrawala alam ruh (malakut) yang luas dan terbuka. Yang pertama adalah fakultas intelek manusia itu sendiri tidak dapat mengenali jalan kebahagian dan keburukan, maupun menemukan jalan menuju dunia yang tersembunyi dan dunia kemaujudan ukhrawi. Demikian pula, bimbingan fakultas intelek yang tajam.

Maka Tuhan memberi manusia dua guru ini untuk merealisasi dan mengaktualisasi seluruh potensialitas serta Kapasitas dan fakultas yang tersembunyi, yang laten dalam jiwa manusia. Allah Swt. menganugerahi dua anugerah besar ini untuk menguji dan mencoba manusia, karena Kedua anugerah inilah yang memisahkan manusia menjadi yang bahagia, dan yang sengsara, yang taat dan yang membangkang, yang sempurna dan yang tak sempurna. Dan demikianlah merujuk kepada hal-hal di atas Wali Allah yang agung berkata.

“Demi Allah Yang mengutus Nabi Saww. dengan kebenaran, kamu benar-benar akan dicampurbaurkan dan kemudian dipisahkan dalam saringan (ujian dan penderitaan Tuhan).”

Di dalam kitab AI-Kafi, dalam bab tentang ujian dan penderitaat (bab al-tambish wa al-imtihan), lbn Abi Ya’fur meriwayatkan bahwa Imam ash-Shadiq as. pernah berkata, “Tak dapat dihindari bahwa umat manusia mesti dibersihkan, dipisahkan dan disaring sehingga sejumlah besar dikeluarkan dari saringan itu.”

AI-Kulayni juga meriwayatkan hadis berikut ini dengan isnadnya dari Manshur:

Imam ash-Shadiq as. berkata,“Hai Manshur! Sungguh masalah ini (yakni munculnya al-Mahdi as.) tak akan datang kepadamu kecuali setelah adanya keputusasaan, dan demi Allah, tak akan datang kepadamu sampai engkau disisihkan, dan demi Allah, sampai engkau disucikan dan demi Allah, sampai orang yang sengsara memperoleh kesengsaraannya dan orang yang bahagia memperoleh kebahagiaannya”.

Dalam hadis lain, Abu al-Hasan as. diriwayatkan berkata,

“Engkau akan disepuh seperti disepuhnya emas.”

Dalam AI-Kafi, Bab al-lbtila wa al-lkhtibar, hadis berikut ini diriwayatkan dengan isnad dari Imam ash-Shadiq as.

Beliau berkata:

“Tidak ada qabdh (kesempitan) dan batsh (kelonggaran) kecuali di situ ada maksud Tuhan, titah, dan cobaan Tuhan.”

Dalam hadis lain diriwayatkan beliau berkata:

“Sungguh tak ada kesempitan dan kelonggaran yang diperintahkan dan dilarang Allah kecuali disitu ada penderitaan dan ujian dari-Nya.”

Qabdh berarti imsak (penahanan), man’ (pencegahan, halangan) dan akhdz (penyitaan). Basth adalah nasyr (pembeberan, penyebaran, pengeluaran), ‘atha’ (pemberian, anugerah). Karenanya, setiap pemberian, kelonggaran dan gangguan, dan setiap perintah, larangan dan tugas adalah dimaksudkan sebagai cobaan.

Dengan demikian, kita tahu bahwa diutusnya para nabi pewahyuan Kitab samawi semuanya dimaksudkan untuk memisahkan manusia, untuk memisahkan antara yang celaka dan yang bahagia, antara yang taat dan pendosa. Dan makna cobaan dan ujian Tuhan adalah pemisahan ini sendiri, bukan pengetahuan tentang keterpisahan itu, karena pengetahuan Allah Swt. Bersifat azali, yakni meliputi segala sesuatu, sebelum semuanya itu diciptakan. Para hukama’ telah membahas secara panjang lebar hakikat penderitaan dan ibtila’ adalah di luar lingkup tulisan ini untuk menyebutkan pendapat-pendapat mereka.

Hasil dari cobaan dan ujian ini adalah pemisahan antara orang yang beruntung dari orang-orang yang celaka. Selama berlangsungnya cobaan itulah hujjah Allah dikukuhkan terhadap semua makhluk. Lalu, kehidupan mereka, kebahagian dan keselamatan mereka, atau kesusahan dan kecelakaan mereka terjadi setelah kukuhnya hujjah dan kesaksian (bayyinah), dan tak ada ruang untuk penolakan bagi siapa pun. Kebahagiaan dan kehidupan ukhrawi seseorang diperoleh melalui pertolongan dan bimbingan Tuhan, karena Tuhan telah menganugerahkan semua alat untuk memperolehnya. Juga, seseorang yang memperoleh keburukan dan jatuh ke dalam kerusakan, mengikuti setan dan nafsunya; semuanya itu juga diperoleh kehendak bebasnya sendiri, karena dia tetap berbuat demikian meskipun telah ada semua sarana menuju petunjuk dan kebahagiaan. Hujjah akhir Allah telah dikukuhkan terhadap dan tak ada ruang untuk dalih apa pun. Karenanya AI-Quran berkata:

“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya don ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. al-Baqarah, 2: 286)

Para Nabi dan Cobaan Allah

Telah disebutkan di atas bahwa setiap perilaku manusia, atau bahkan setiapperistiwa yang terjadi di alam lahiriah dan yang berkaitan dengan persepsi jiwa, meninggalkan semacam bekas di dalam diri. Ini berlaku baik pada amal buruk maupun amal baik (yang kesannya terhadap jiwa telah disebutkan dalam hadis, masing-masing sebagai munculnya “titik putih” dan “titik hitam”) demikian pula kesenangan dan kepedihan. Misalnya, setiap pengalaman yang menyenangkan, yang berasal baik dari makanan, minuman nafsu syahwat, atau sesuatu yang lain, meninggalkan bekas pada jiwa dan menciptakan atau meningkatkan cinta dan kesukaan terhadap jenis kenikmatan itu di dalam jiwa. Makin jauh seseorang terjun ke dalam kenikmatan dan nafsu itu, makin besarlah kecintaan dan kesukaan terhadap dunia ini serta kebergantungannya padanya. Demikianlah, jiwa itu disuapi dengan kecintaan terhadap dunia dan dididik sesuai dengannya. Makin besar kenikmatan lahiriah yang diperolehnya, makin kuatlah akar kecintaan ini, dan makin banyak sarana yang tersedia untuk kesenangan dan kemewahan, makin kukuhlah akar kecintaan terhadap dunia. Makin besar perhatian jiwa diarahkan kepada dunia, makin besar pula kelalaian terhadap Tuhan dan alam akhirat. Maka ketika kebergantungan terhadap dunia ini sempuma, jiwa itu mengambil bentuk duniawi dan materialistik, dan ketiadaan perhatian akan Allah Swt. serta rahmat dan anugerah-Nya juga menjadi lengkap dan sempurna. Jiwa seperti inilah yang dikatakan oleh AI-Quran:

...ia condong terhadap dunia dan mengikuti hawa nafsunya. (QS. al-A’raaf, 7: 176)

Akibat yang tak terelakkan dari ketenggelaman batiniah ke dalam samudera kenikmatan dan nafsu ini adalah cinta dunia, dan cinta dunia menciptakan sikap menolak segala yang selainnya, perhatian akan dunia (mulk) membawa kelalaian akan dunia spiritual (malakut).

Sebaliknya bila seseorang memiliki pengalaman buruk dan pahit cahaya batiniah mereka dan pengalaman ruhaniah mereka yakin bahwa Allah Swt. tak punya perhatian terhadap dunia ini sertaperhiasaanya dan bahwa segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah rendah dan hina di mata-Nya yang Suci, dan karena alasan inilah mereka mengutamakan kemiskinan daripada kekayaan. Kesengsaraan daripada kesenangan dan kemudahan, serta kepedihan daripada sesuatu yang berlawanan dengannya. Beberapa hadis mulia juga mendukung pandangan ini.

Disebutkan dalam hadis bahwa Jibril memberikan kunci perbendaharaan bumi kepada Nabi terakhir Saww. dan ia berkata kepada beliau bahwa meskipun beliau menerimanya tak ada yang akan mengurangi kedudukan ukhrawinya. Tetapi Rasul tidak menerimanya demi kerendahannya di hadapan Allah Swt. dan ia lebih memilih kemiskinan.

Dalam AI-Kafi, AI-Kulayni. dengan sanad yang bersambung kepada Imam ash-Shadiq as., meriwayatkan bahwa Imam pernah berkata,

“Sesungguhnya Allah memiliki perhatian yang begitu kecil terhadap orang kafir sehingga jika ia meminta dunia beserta isinya. Dia akan memberikannya kepadanya.”

Dan hal ini disebabkan karena ketidakberhargaan dunia di mata Allah Swt. Disebutkan dalam hadis bahwa sejak pertama Allah menciptakan dunia ini, Dia tidak pernah memandangnya dengan rasa suka.

Hal lain yang berkaitan dengan kerasnya penderitaan orang Mukmin yang telah disebutkan dalam hadis adalah bahwa ada maqam-maqam tertentu bagi orang-orang Mukmin yang tidak dapat mereka capai tanpa mengalami kesengsaraan, kepedihan, dan bencana. Mungkin saja bencana-bencana ini merupakan bentuk lahiriah dari tingkat-tingkat penolakan terhadap dunia dan ketaatan kepada Allah, dan boleh jadi pula bahwa Kesengsaraan ini mempunyai bentuk samawi (shuwar al-malakuti) yang dapat diwujudkan tanpa kemunculannya di dunia fisik dan bencana-bencana di dalamnya. Imam ash-Shadiq as. dalam sebuah hadis dari AI-Kafi dengan sanad yang bersambung kepadanya, mengatakan,

“Sungguh, para hamba memiliki maqam-maqam tertentu di sisi Allah yang tak dapat diwujudkan tanpa dua ciri ini: kehilangan harta atau penderitaan pada tubuhnya.”

Dalam sebuah hadis tentang syahidnya Penghulu para Syurada (Imam al-Husain as.), disebutkan bahwa beliau melihat Rasulullah di dalam mimpi. Rasul berkata kepada mazhlum (orang yang dizalimi) itu, “Engkau memiliki kedudukan di surga yang dapat kau capai kecuali lewat kesyahidan.” Bentuk samawi kesyahidan tak dapat diperoleh tanpa kemunculannya di alam fisik, seperti ditunjukkan dalam ilmu-ilmu yang lebih tinggi. Disebutkan dalam hadis-hadis muntawatir bahwa setiap perbuatan memiliki bentuknya sendiri di alam lain, dan Imam ash-Shadiq as. diriwayatkan pernah berkata,

“Besarnya pahala seseorang sebanding dengan besarnya penderitaannya, dan tidaklah Allah mencintai seorang hamba kecuali Dia menghadapkannya dengan penderitaan.”

Terdapat banyak hadis yang memuat masalah ini.

Penderitaan Nabi Saww

Muhaddis agung AI-Majlisi (semoga Allah merahmatinya) berkata,

Hadis-hadis yang berkenaan del1gan penderitaan para nabi ini, yang diriwayatkan baik lewat rantai periwayatan (thuruq) dari Sunni maupun Syi’ah, jelas menunjukkan bahwa para nabi dan para wali berbeda yang lain berkenaan dengan penyakit dan bencana fisik. Namun, mereka mempunyai hak lebih besar daripada yang lain untuk menderita disebabkan pahala mereka yang lebih besar. karena kemuliaan kedudukan mereka, penderitaan ini bahkan menjadi peneguhnya. Jika saja mereka tidak mengalami bencana, terlepas dari manifestasi mukjizat; dan hal-hal luar biasa di tangan mereka, orang akan berkata tetang mereka sama seperti orang-orang Nasrani terhadap nabi mereka. Penjelasan ini juga disebutkan dalam hadis-hadis.

Peneliti yang cermat dan filosofi yang agung dan suci AI-Thusi (semoga Allah mengharumkan kubumya) menyatakan dalam AI-Tajrid, “Hal-hal yang harus terhindar dari para nabi adalah apa yang dipandang sebagai sesuatu yang menjijikkan.” Dan seorang ulama yang Allamah AI-Majlisi, semoga Allah meridhainya, menambahkan dalam Syarh AI-Tajrid bahwa para nabi harus bebas dari penyakit-penyakit yang menjijikkan itu, seperti tidak terkontrolnya air kencing, penyakit kusta, dan eksim, karena sifat menjijikkan itu bertentangan dengan tujuan kenabian.

Khomeini berkata: Kedudukan kenabian adalah berkenaan dengan tingkatan dan keunggulan spiritual dan tak berkaitan dengan alam badaniah. Karenanya, penyakit-penyakit dan kerusakan fisik tidak membahayakan bagi kedudukan spiritual para nabi dan bencana dengan penyakit-penyakit yang menjijikkan tidak mengurangi kemuliaan dan keagungan mereka, meskipun mungkin hal itu tidak memperkuat kedudukan dan derajat keunggulan mereka (yang sudah ditentukan). Tapi, apa yang dikatakan dua ulama di atas juga bukannya tidak benar. Hal ini karena orang awam tidak dapat membedakan antara dua kedudukan para nabi yang tinggi dan mulia. Maka, rahmat Allah menunjukkan bahwa para nabi yang merupakan pembawa risalah dan penyampai syariat Allah seharusnya tidak ditimpa penyakit-penyakit seperti itu yang dipandang sebagai menjijikkan dan dibenci masyarakat. Jadi, tidak adanya bencana seperti ini bukan karena ia berbahaya bagi kedudukan kenabian, tetapi untuk memaksimalkan Keefektifan misi kenabian dalam menyampaikan ajaran-ajaran llahi(tabliqh). Oleh karenanya, tidak salah jika beberapa nabi tanpa syariat, para wali agung, dan orang takwa ditimpa bencana semacam ini, sebagaimana terjadi pada Nabi Ayyub dan Habib ai-Najjar. Ada banyak hadis tentang bencana Nabi Ayyub as. di antaranya dua hadis berikut, ‘Ali bin Ibrahim, dalam sebuah hadis panjang, meriwayatkan dari Abu Bashir bahwa Imam ash-Shadiq as. berkata:

“...lalu seluruh tubuhnya, kecuali akal dan matanya, terkena penyakit. Lalu lblis meniupkan sesuatu kepadanya dan ia menjadi luka sepenuhnya yang menjalar dari kepala hingga kaki. Dia (Ayyub) tetap dalam keadaan demikian untuk beberapa lama, memuji dan bersyukur kepada Allah, sampai tubuhnya penuh dengan ulat. Seringkali seekor ulat jatuh dari tubuhnya, ia mengembalikan ke tempatnya, seraya berkata kepadanya, ‘kembali ke tempatmu, dari situ Allah menciptakanmu.’ Dan ia mengeluarkan bau busuk sampai masyarakat desa mengusir dia dari desanya dan makanannya berasal dari sampah yang dibuang ke luar desa itu.”

Dalam AI-Kafi, AI-Kulayni meriwayatkan dari Abu Bashir bahwa ia bertanya kepada Imam ash-Shadiq as. tentang ayat,

“Bila engkau membaca AI-Quran, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk, ia tidak punya kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan yang bertawakal kepada Tuhan mereka.” (QS. an-Nahl, 16: 98-99). Imam berkata, “Hai Abu Muhammad. demi Allah, Dia memberikan kekuasaan kepada setan atas tubuh orang Mukmin tetapi tidak atas keimanan (diri). Dia tidak memberikan kekuasaan atas keimanannya. Dan Dia memberikan kekuasaan kepadanya atas tubuh orang-orang yang takwa tetapi tidak atas keimanannya.”

Najiyyah berkata,

“Saya berkata kepada Abu Ja’far as. bahwa Al-Muhgirah berkata bahwa seorang Mukmin tak akan ditimpa penyakit kusta. leukoderma dan penyakit-penyakit seperti itu. (Benarkah itu?) Imam menjawab, “Tidakkah ia tahu bahwa Shahib Ya-Sin (Habib aI-Najjar. orang yang disebutkan dalam sural Ya-Sin) buntung (mukanna’)?” Beliau merapatkan jari-jarinya dan berkata, ‘Seolah-olah aku melihatnya pergi kepada kaumnya dan kembali lagi di hari berikutnya lalu mereka membunuhnya.’ Lalu beliau menambahkan. ‘Sesungguhnya, orang Mukmin akan mengalami segala macam bencana dan mati dengan berbagai cara selain bunuh diri’.”

Shahib Ya Sin adalah Habib ai-Najjar dan takkanu’ (kata ini dengan nun dalam kebanyakan tulisan), menurut al-Majlisi, artinya penyusutan atau pemotongan. la menambahkan bahwa itu mungkin berarti lepra yang menyebabkan putusnya jari beliau. Bagaimanapun, hadis ini, maupun banyak hadis lain, menunjukkan bahwa orang-orang Mukmin dan para Nabi Kadang-kadang ditimpa penyakit-penyakit yang menjijikkan disebabkan kebijaksanaan tertentu yang menolak rusaknya tubuh Hadhrat Ayyub dan kengeriannya, dan tidak terlalu bermanfaat untuk membahas lebih jauh hal ini. Secara keseluruhan, penyakit-penyakit seperti ini tidaklah berbahaya terhadap orang-orang yang beriman dan sama sekali tidak mengurangi kedudukan para nabi; bahkan ia membantu meninggikan kedudukan mereka, dan Allah Swt. yang paling mengetahui kebenaran.

Dunia Ini Bukanlah Tempat Pahala dan Siksa

Ketahuilah bahwa dunia ini, karena sifatnya yang tak sempuma, rendah, dan lemah, bukanlah merupakan tempat pahala Allah maupun tempat hukuman dan siksaan. Hal ini disebabkan karena kemurahan Allah ada dalam suatu alam yang rahmatnya bersifat murni, tidak dicampuri dengan siksaan, dan kenikmatannya tidak bercampur dengan kepedihan dan dukacita. Anugerah seperti itu tidak mungkin di dunia ini, yang merupakan tempat di mana hal-hal yang saling bertentangan itu bergulat bersama, dan kesenangannya bercampur dengan berbagai macam kepedihan, kesusahan, dan kesengsaraan. Bahkan, seperti dikatakan oleh para filosof, kenikmatan di dunia ini terletak dalam menghindari kepedihan. Dapat dikatakan bahwa kenikmatannya sekalipun dapat menyebabkan kepedihan dan setiap kenikmatan selalu diikuti oleh kepedihan dan kesusahan. Bahan-bahan pembentuk dunia ini sendiri tak memiliki kapasitas untuk menerima kebaikan absolut dan karunia yangmurni. Demikian pula, kepedihan dan kesusahannya membawa di dalam dirinya kebaikan dan anugerah, dan tak ada satu pun dari bencana dan malapetak:anya yang tidak bercampur. Bahan-bahan pembentuk dunia ini sendiri tak punya kapasitas untuk menerima hukuman yang murni dan absolut; kepedihan dan bencananya tidak seperti yang ada di dunia ini, yangsementara ia mengenai salah satu bagian tubuh tetapi tidak mengenai bagian tubuh yang lain. Sementara organ yang sehat sedang dalam kesenangan, anggota yang terkena penyakit merasakan sakit dan menderita. Sebagian hadis ini merujuk pada apa yang telah kami kemukakan di sini ketika berkata:

Yakni, alasan mengapa orang Mukmin ditimpa cobaan di dunia ini adalah bahwa Tuhan tidak menjadikan dunia ini sebagai tempat memberi pahala bagi mereka yang beriman dan siksaan bagi orang-orang kafir. Dunia ini adalah tempat melaksanakan tugas dan merupakan ladang bagi hari akhirat. la adalah tempat berniaga dan mendapat penghasilan, sementara akhirat tempat pahala dan siksaan, anugerah dan hukuman.

Mereka yang mengira bahwa Tuhan akan segera menghukum orang yang melakukan dosa atau kejahatan di dunia ini atau melakukan kezaliman dan agresi terhadap seseorang, dan memotong tangannya serta mencoretnya dari dunia kemaujudan, tidaklah menyadari bahwa anggapan mereka bertentangan tatanan dunia ini dan berlawanan dengan sunnatullah. Di sini adalah tempat ujian dan tempat pemisahan orang yang celaka dari yang beruntung, dan para pedosa dari yang taat. Di sini adalah alam perwujudan perbuatan, bukan tempat munculnya hasil-hasil amal dan kualitas pribadi. Bila kadang-kadang Allah menyiksa seorang penindas, dapat dikatakan bahwa itu terjadi karena kasih sarangAllah atas penindas itu (karena hal itu menghentikan ia untuk terus berbuat dosa). Karena, bila Allah Swt membiarkan para pedosa dan tiran, maka kemurkaan-Nya mengambil bentuk istidraj, menyaring secara bertahap. Karenanya Allah Swt berfirman:

(Dan mereka yang mendustakan ayat-ayat Kami). Kami akan menyaring mereka sedikit demi sedikit tanpa mereka sadari; dan Aku memberi mereka kelonggaran. Sungguhnya rencana-Ku sangat kukuh. (QS. al-A’raaf, 7: 182-183)

Dia juga berfirman:

Dan janganlah orang-orang kafir itu mengira bahwa kelonggaran yang kami berikan kepada mereka adalah baik bagi mereka, sesungguhnya Kami beri mereka kelonggaran agar mereka terus berbuat dosa; lalu bagi mereka azab yang menghinakan. (QS. Ali Imran, 3: 178)

Dalam Majmal al-Bayan, hadis berikut ini diriwayatkan dari Imam ash-Shadiq as.:

Imam as. berkata

“Bila seseorang melakukan dosa dan nikmat terus mengalir kepadanya, sementara dia tidak pernah beristiqhfar; maka ini adalah istidraj (sebagaimana disebutkan dalam AI-Quran (QS. aI-A’raaf, 7: 182).”

Pada akhir hadis suci ini, Imam as. berkata:

“Orang yang lemah imamnya dan akalnya, ringan pula cobaannya.”

Ini menunjukkan bahwa cobaan bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, karena orang yang lemah akalnya dan lemah perasaannya akan aman dari cobaan spiritual dan intelektual sesuai dengan kelemahan intelektual dan perasaannya. Sebaliknya, mereka yang memiliki akal yang sempurna dan perasaan yang lebih tajam harus merasakan cobaan intelektual lebih hebat sesuai dengan kesempurnaan dan ketajaman akal dan perasaasn mereka. Mungkin karena alasan inilah Nabi Saww. bersabda,

“Tak seorang nabi pun yang menderita seperti apa yang kuderita.”

Ucapan Nabi Saww. ini menunjuk kepada persoalan ini, karena orang yang memahami kebesaran dan keagungan Allah pada tingkat yang lebih tinggi dan mengetahui kedudukan suci Allah Swt. lebihdaripada yang lain, ia tentu akan mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih tinggi yang disebabkan dosa-dosa dan pelanggaran makhluk-makhluk lain terhadap kesucian Allah Swt. Juga, seorang yang memiliki kecintaan dan kasih sarang yang lebih tinggi kepada makhluk Allah akan menghadapi kesengsaraan yang lebih besar disebabkan keadaadn dan jalan makhluk-makhluk AIIah tersebut yang bengkok dan buruk. Dan, tentu saja, Nabi Saww. lebih sempurna dalam hal kedudukan ini dan lebih tinggi daripada semua nabi dan wali dalam hal tingkat keagungan dan kesempurnaannya. Karena itu, cobaan dan kesengsaraannya pun lebih besar daripada siapa pun di antara mereka. Juga terdapat penjelasan lain terhadap pernyataan Rasulullah ini, yang tidak tepat disebutkan di sini. Hanya Allah-lah Yang Mahatahu dan segala puji bagi-Nya.

“Saya Peringatkan Anda Akan Bahaya”

(Pidato bersejarah Imam Khomeini, 4 Aban 1334 H. Q. 1963 menentang RUU pemberian Hak-Hak Istimewa bagi warga negara Amerika di Iran, yang kemudian menyebabkan Imam Khomeini dibuang ke Turki)

Inna lillahi wa inna ilahi rajiun. Saya tidak dapat menyuarakan perasaan hati saya dan hati saya tertekan sejak mendengar permasalahan-permasalahan Iran. Tidur saya berkurang dan tidak tentram. Hati sedang tertekan, dengan tekanan yang amat berat. Saya sedang menghitung-hitung hari, kapankah maut akan datang menjemput. Iran tidak lagi mempunyai Hari Raya, karena mereka13 merubah Hari Raya Iran menjadi Hari Berkabung. Rakyat berkabung, tapi mereka bersenang-senang dan berpesta ria, di lain pihak mereka menjual kita dan menjual kemerdekaan kita. Jika saya jadi mereka, akan saya larang pesta pora ini dan saya perintahkan untuk memasang panji-panji hitam dan pengibaran bendera hitam di bubungan rumah-rumah penduduk serta di bubungan pasar.

Kebesaran kita diinjak-injak dan kebesaran Iran lenyap, juga mereka menginjak-injak kebesaran Angkatan Bersenjata Iran. Mereka membawa Rancangan Undang-Undang ke Majelis:

Pertama, bermaksud memasukkan kita dalam Perjanjian Wina.

Kedua, berupaya mengesahkan suatu Undang-Undang yang menjamin para penasehat militer Amerika berikut keluarganya, teknisi, administratif, pelayan, bahkan setiap orang yang mempunyai hubungan dengan mereka bebas dari tuntutan atas tindakan kejahatan yang dilakukan mereka. Jika pelayan Amerika, atau juru masak Amerika membunuh marja’ (ulama besar) panutan kalian di tengah pasar atau menginjak-nginjak di bawah kakinya. polisi Iran tidak berhak mencegah perbuatan itu dan pengadilan Iran tidak berhak mengadilinya. Namun perkara itu harus dibawa ke Amerika untuk diselesaikan oleh tuan-tuan di sana. Pemerintahan sebelum ini telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang, tetapi mereka menyembunyikannya.

Pemerintahan yang sekarang sedang berkuasa beberapa waktu lalu telah membawa RUU ini ke Majelis Senat. Dengan sekali ketuk, selesailah semua permasalahan. Belum lagi sempat istirahat, RUU yang telah disahkan ini dibawa Pemerintah ke Majelis, setelah terjadi sedikit pembahasan beberapa anggota Majelis menyatakan penentangannya, tapi tetap saja RUU itu disetujui.

Tanpa rasa malu mereka mengesahkan RUU dan tanpa rasa malu juga Pemerintah mendukung gagasan tersebut. Mereka menempatkan bangsa Iran bahkan lebih rendah dari seekor anjing Amerika. Jika seseorang menabrak anjing Amerika. Sekalipun yang melakukan itu seorang raja Iran, pastilah akan diadili. Tapi jika koki Amerika menginjak-injak seorang Iran yang paling dihormati maka tidak seorang pun boleh mengusiknya.

Mengapa bisa sampai terjadi demikian?

Itu karena mereka ingin mendapatkan pinjaman dari Amerika, sedangkan Amerika mengajukan syarat ini. Mereka mengajukan permohonan hutang sejumlah 200 juta dolar dan Amerika menyetujuinya, serta akan menyerahkannya kepada Pemerintah Iran dalam jangka lima tahun untuk belanja militer. Sementara itu Iran harus membayarnya (mengembalikan) dalam jangka waktu sepuluh tahun senilai 300 juta dolar. Artinya, Amerika mendapatkan keuntungan dari Iran sebanyak seratus juta dolar, atau 800 juta Toman Iran.

Sudah, begini, masih juga mereka mau menjual Iran dan menjual kemerdekaannya. Mereka menganggap kita sebagai negara jajahan dan kita diperkenalkan kepada dunia sebagai negara yang bahkan lebih terbelakang (primitif) dari manusia-manusia yang belum mengenal peradaban.

Apa yang dapat kita lakukan dengan bencana ini?

Apa yang dapat dilakukan kaum ulama dengan malapetaka ini?

Ke negara mana mereka dapat menumpahkan perasaan mereka?

Bangsa lain mungkin berfikir bahwa rakyat Iran sendiri yang bersalah, yaitu mengapa sudi merendahkan martabat diri sendiri.

Mereka tidak tahu. Bukan rakyat yang melakukan ini, tapi hal ini dilakukan oleh pemerintah Iran dan Majelis Iran. Majelis yang tidak pernah punya kaitan dengan rakyat. Rakyat Iran tidak pernah memberi suara kepada anggota Majelis, karena para ulama tingkat satu serta para marja’ mengharamkan pemilihan dan rakyatpun patuh kepada mereka. Tapi tetap saja pemerintah menempatkan anggota majelis itu dengan paksa.

Mereka melihat bahwa dengan adanya pengaruh kaum ulama, pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa. Karenanya mereka berupaya menghancurkan pengaruh yang sudah melekat di hati rakyat. Mereka faham betul, jika masih ada pengaruh kaum ulama, tidak seharipun negara ini dibiarkan jatuh ke tangan Inggris atau Amerika, dan Israel tidak akan dibiarkan menguasai ekonomi Iran. Barang-barang Israel tidak akan dibiarkan masuk tanpa dikenakan bea. Pinjaman yang sangat membebankan rakyat itu tidak akan diloloskan. Keuangan negara tidak akan dibiarkan kacau. Pemerintah tidak akan dibiarkan melakukan apa saja yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. Majelis yang memalukan ini dan dipaksakan kepada rakyat, tidak akan dibiarkan hidup. Laki-laki dan perempuan tidak akan diizinkan bergulat bersama-sama, seperti yang terjadi di Syiraz. Wanita-wanita baik, tidak akan dibiarkan jatuh ke tangan pemuda-pemuda brandal. Anak laki-laki tidak akan dibiarkan pergi ke sekolah perempuan atau sebaliknya untuk melakukan kebejatan. Sejumlah orang tidak akan dibiarkan mengatasnamakan wakil rakyat atau pemerintah. Kaki tangan Amerika tidak akan dibiarkan membuat kesalahan-kesalahan fatal ini. Mereka akan mengusirnya dari Iran.

Ya, pengaruh kaum ulama memang merugikan kamu, wahai pengkhianat. Tapi tidaklah merugikan rakyat. Kamu tidak akan mampu memecah belah kaum ulama dengan permainan sandiwaramu.

Saya menghormati semua ulama dan akan mencium tangan semua ulama. Jika hari itu saya mencium tangan ulama, maka hari ini juga saya akan mencium tangan semua pekerja.

Tuan-tuan!, saya peringatkan Anda akan bahaya.

Tentara Iran!, saya peringatkan Anda akan bahaya.

Politisi Iran!, saya peringatkan Andaakan bahaya.

Ulama Iran dan pemimpin-pemimpin agama Islam!, saya peringatkan Anda akan bahaya.

Kaum ruhaniawan!, pelajar agama!, pusat-pusat pendidikan agama!, Najaf!, Qum!, Mashad!, Teheran!, Syiraz!, saya peringatkan Anda semua akan bahaya.

Keadaan berbahaya sekali!.

Nampaknya ada sesuatu di balik tabir yang kita tidak mengetahuinya. Di Majelis mereka mengatakan, jangan sampai tabir-tabir itu terkuak. Rupanya mereka merencanakan sesuatu terhadap kita.

Sesuatu yang lebih buruk apalagi yang akan mereka lakukan?

Adakah yang lebih buruk dari keterjajahan?

Apa lagi yang ingin mereka perbuat?

Ada apa semua ini?

Ya, apa perlunya militer dan penasehat militer Amerika bagi kamu, para penguasa. Jika negeri ini telah diduduki Amerika, mengapa kamu menyanyi begitu keras. Jika negeri ini diduduki, mengapa kamu banyak bicara tentang kemajuan. Jika para penasehat itu pelayan-pelayanmu, mengapa ditempatkan lebih tinggi dari tuanmu sendiri. Perlakukanlah mereka seperti pelayan-pelayan lainnya. Jika mereka itu pekerja, perlakukan mereka seperti pekerja-pekerja dari negara lain. Jika negeri ini memang diduduki Amerika, katakan kepada kami, sehingga kami atau mereka yang diusir dari negeri ini.

Apa yang ingin mereka lakukan?

Apa yang ingin dikatakan pemerintah ini kepada kita?

Apa yang telah diperbuat Majelis yang tidak sah ini terhadap kita?

Majelis yang penuh dengan dosa. Majelis yang dinyatakan haram oleh para ulama dan marja’. Majelis yang mengumbar kemerdekaan dan revolusi, dan mengaku berasal dari Revolusi Putih. Saya tidak tahu di mana Revolusi Putih yang di!gembor-gemborkan itu.

Tuhan sebagai saksi. Saya tahu apa yang sedang berlangsung, Karena itu saya menderita. Saya tahu apa yang terjadi di desa, kota-kota terpencil, dan di kota Qum yang terbelakang ini sendiri. Saya tahu betapa masyarakat kelaparan dan pertanian tidak pernah diurus.

Pikirkanlah negeri ini. Pikirkanlah bangsa ini. Jangan biarkan hutang kita bertumpuk serta tidak perlu jadi pelayan. Tentu saja dolar memerlukan pelayanan. Ambil dolar itu dan pergunakanlah dengan baik, biar kami yang mengerjakannya.

Jika orang Amerika menabrak kita, kita tidak boleh protes!. Tuan-tuan yang menyuruh kita bungkam itu, apakah menyuruh kita juga bungkam dalam kasus seperti ini?

Mereka menjual kita, apakah kita juga harus bungkam?

Mereka menjual kemerdekaan kita, apakah kita juga harus bungkam?

Demi Allah!, berdosa orang yang tidak mau protes.

Demi Allah!, berdosa besar orang yang tidak mau berteriak.

Wahai pemimpin-pemimpin Islam!, ulurkan tanganmu untuk menolong Islam.

Wahai ulama-ulama Najaf!, ulurkan tanganmu untuk menolong Islam, Wahai ulama-ulama Qum!, ulurkan tanganmu untuk menolong Islam!

Islam sekarang telah lenyap. Wahai bangsa-bangsa Islam!, wahai pemimpin-pemimpin Islam!, wahai presiden-presiden negeri Islam!, wahai raja-raja negeri Islam! ulurkan tanganmu untuk menolong Islam.

Wahai syah Iran! Ulurkan tanganmu untuk menolong dirimu sendiri. Dikarenakan kita lemah dan tidak punya dolar, haruskah kita diinjak-injak Amerika. Amerika lebih buruk dari Inggris, Inggris lebih buruk dari Amerika. Soviet lebih buruk dari keduanya dan masing-masing lebih buruk serta lebih kotor dari yang lain. Hanya saja saat ini kita sedang berurusan dengan Amerika. Presiden Amerika perlu tahu, bahwa ia adalah orang yang paling dibenci bangsa ini. la telah begitu kejam terhadap kita. Sekarang ini ia adalah musuh AI-Quran dan musuh rakyat ini. Pemerintah Amerika perlu tahu, ia akan dipermalukan di negeri ini.

Kasihan anggota majelis yang malang itu. Mereka berteriak: “Coba minta kepada ternan baik kita Amerika supaya tidak menekan mereka, tidak menjual kita, tidak menjadikan Iran negeri jajahan mereka”. Tetapi siapa yang mau memperdulikan teriakan tersebut?

Mereka tidak pernah mengungkapkan apa isi Perjanjian Wina, bahkan fasal 32 tidak pernah di sebut sama sekali. Saya tidak tahu fasal apa itu. Bukan hanya saya yang tidak tahu, bahkan ketua majelis dan anggota majelis pun tidak pernah tahu. Walaupun demikian mereka tetap menyetujui, menandatangani dan mengesahkan RUU itu. Betul ada diantara Majelis yang berterus terang tidak tahu apa isi fasal 32. Mereka adalah sekawanan orang-orang bodoh.

Mereka singkirkan satu persatu politisi dan pejabat-pejabat tinggi kita. Sekarang ini, negeri kita bukan lagi di tangan para politisi yang baik. Militer perlu sadar, sebentar lagi mereka pun satu persatu akan disingkirkan. Masih adakah harga diri tentara, jika pelayan atau koki Amerika lebih utama dari seorang jenderal. Jika saya tentara, saya akan minta berhenti. Saya tidak sanggup menerima malu ini.

Koki Amerika, mekanik, pekerja, karyawan, dan seluruh keluarganya dijamin keamanannya. Tetapi ulama Islam, muballigh, dan pengabdi Islam diusir dan dipenjarakan. Pecinta-pecinta Islam di Bandar Abbas disekap dalam penjara, hanya karena mereka ulama atau pecinta ulama.

Dalam buku sejarah yang mereka susun, mereka menyatakan bahwa kesejahteraan bangsa ini terletak pada penghapusan pengaruh ulama. Itu artinya, kesejahteraan bangsa ini terletak pada penghapusan pengaruh Rasulullah Saww. Ketahuilah, ulama tidak punya apa-apa karena semua yang mereka miliki adalah dari Rasulullah Saww. Tapi mengapa pengaruh Rasulullah Saww. harus dihapus dari bangsa ini? Ya, mereka menginginkan ini supaya Israel dan Amerika dapat berbuat sesuka hati di negeri ini.

Sekarang ini, segala kesulitan kita berasal dari Amerika dan Israel. Israel adalah Amerika itu sendiri. Anggota majelis dan para menteri semua berasal dari Amerika, semua adalah kaki tangan Amerika. Jika bukan Amerika, mengapa mereka tidak menentang dan diam saja.

Sekarang saya berada dalam kondisi prihatin, karena itu ingatan saya tidak bekerja baik dan tidak dapat mengemukakan masalah-masalah dengan sempurna.

Pada salah satu majelis tempo dulu, di mana Sayyid Hasan Mudarris salah seorang anggotanya, Pemerintah Rusia pernah mengancam Iran, jika tidak menyetujui rencana yang mereka tawarkan (saya tidak ingat rencana apa itu) mereka akan menyerang Teheran lewat jalur Qazwin. Pemerintahan waktu itu menekan majelis agar mengesahkan rencana itu. Seorang sejarahwan Amerika menulis; Seorang ulama dengan tongkat di tangan maju ke podium dan berkata, “Karena kita akan dihancurkan, mengapa kita harus menandatangani sendiri kehancuran kita?”. Karena sikapnya itu. Rusia tidak dapat berbuat apa-apa.

Ini baru yang dinamakan ulama. Dengan hanya satu jari, seorang ulama yang kurus dan lemah mampu membuat negara sekuat Rusia menarik ultimatumnya. Sekarang demikian juga, jika satu saja ada ulama di majelis yang tidak akan membiarkan hal ini terjadi maka akan terulang kembali kejadian dahulu. Karena itulah mereka berusaha menghapus pengaruh ulama supaya mereka bebas berkeliaran.

Ada sekian banyak masalah dan sekian banyak kebusukan yang terjadi di negeri ini, tetapi dengan kondisi pribadi saya seperti ini, tidak banyak masalah yang dapat saya kemukakan sebanyak yang saya ketahui. Tapi kewajiban Anda semua mengatakan hal ini kepada rekan-rekan Anda, kewajiban ulama menjelaskannya kepada rakyat. Kewajiban rakyat memprotes hal ini, memprotes majelis dan memprotes pemerintahan disebabkan mengapa mereka melakukan ini dan menjual kita?

Anda anggota majelis namun bukan wakil kami. Anggaplah Anda wakil kami tetapi karena Anda berkhianat, dengan sendirinya perwakilan itu hilang dan ini adalah pengkhianatan kepada negeri.

Ya Allah! mereka mengkhianati negeri kami, mengkhianati Islam dan mengkhianati AI-Quran.

Anggota majelis yang menyetujui RUU dan para orang tua yang duduk di majelis senat telah melakukan pengkhianatan. Anggota Majelis yang menyetujui RUU berkhianat kepada negara dan mereka bukan wakil rakyat. Dunia perlu tahu, mereka bukan wakil rakyat Iran.

Seandainya sebelum ini mereka adalah wakil rakyat, tapi saya telah memecat mereka. Mereka sudah bukan lagi wakil rakyat dan segala RUU yang disahkan mereka sudah tidak berlaku lagi.

Ini sesuai dengan pernyataan konstitusi berdasarkan Prinsip Kedua Amandemen Konstitusi; Selama majelis tidak di bawah pengawasan para mujtahid, ketetapan-ketetapannya tidak sah. Dari permulaan Masyrutah, Revolusi Konstitusi, sampai sekarang ini apa pernah ada majelis berada di bawah pengawasan mujtahid? jika ada lima mujtahid dalam majelis ini atau cukup satu saja, ia akan membungkam mulut-mulut mereka serta tidak akan membiarkan hal ini terjadi dan ia akan menggoncangkan majelis.

Saya juga protes kepada anggota Majelis yang secara lahiriah menentang RUU. Jika mereka betul-betul menentang RUU, mengapa mereka tidak melakukan sesuatu, mengapa mereka tidak bangkit mematahkan leher boneka ini. Apakah sikap penentangan itu cukup dengan mengatakan ‘tidak setuju’, namun tetap bertahan di tempat dan terus saja berbasa-basi.

Buatlah gaduh majelis, pergilah ke tengah-tengah majelis dan jangan biarkan majelis berjalan seperti ini serta umumkan adanya RUU. Apakah dengan mengatakan saya tidak setuju, persoalan selesai. Lihat sendiri hasilnya.

Kita tidak memandang peraturan yang menurut mereka telah disahkan itu sebagai peraturan. Kita tidak memandang majelis ini sebagai majelis. Kita tidak memandang pemerintahan ini sebagai pemerintah. Mereka adalah Pengkhianat. Pengkhianat negara.

Ya Allah! luruskanlah urusan kaum muslimin. Agungkanlah agama Islam yang suci ini dari yang mengkhianati Islam dan mengkhianati AI-Quran.