Bagaimanakah Tarawih Rasulullah saw ?
Perawi: Zainal Abidin yang sejak awal asyik mendengarkan penjelasan pak ustadz, kini tiba-tiba suaranya memecahkan keheningan dan kekhusyuan rekan-rekannya. Sedari tadi, ia merasa bahwa pak ustadz hanya menyuguhkan hadis-hadis dan riwayatriwayat Ahlulbait as melulu. Hatinya berontak dan iapun berkata.
Zainal : Maaf pak ustadz, hadis-hadis atau riwayat yang Bapak sampaikan barusan adalah ucapan para Imam Ahlulbait as. Bapak belum menyampaikan hadishadis yang datang dari Rasulullah saw yang menyinggung ketidak bolehan melakukan shalat Tarawih secara berjamaah, baik hadis yang keluar dari lisan suci beliau secara langsung, ataupun yang berupa ketetapan atau perbuatan beliau saw. Jadi, untuk memperjelas masalah di atas, alangkah baiknya jika Pak ustadz juga menyinggung hadis-hadis Rasulullah saw mengenai larangan berjamaah dalam shalatshalat sunat atau Tarawih, baik hadis-hadis itu datangnya dari kitab-kitab Sunni maupun dari kitab-kitab Syi'ah. Dengan kata lain, bagaimana sebenarnya Rasulullah saw sendiri melakukan shalat Tarawih atau shalat nawafil pada bulan suci Ramadhan, baik menurut madzhab Sunni maupun Syi'ah?
Ustadz: Begini Zainal, hadis-hadis atau riwayat-riwayat yang disampaikan oleh para Imam Ahlulbait as -sehubungan dengan masalah ini- memang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh para perawi Ahli Sunnah. Hadis-hadis yang bersumber dari kitab-kitab Syi'ah memang dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa Rasulullah saw melarang shalat-shalat nawafil itu dilakukan secara berjamaah pada bulan suci
Ramadhan. Jika kamu membaca hadis-hadis mereka tentang masalah itu, kamu dapat menyimpulkan bahwa pada sebagian malam di bulan suci Ramadhan, Rasulullah saw keluar ke masjid dan melakukan shalat nafilah sendirian. Kemudian kaum muslimin mengikutinya di belakang beliau. Tetapi kemudian beliau melarang mereka. Ketika mereka memaksa beliau terus untuk menjadi imam shalat, akhirnya beliau tidak lagi melakukannya di masjid. Kemudian beliau melakukannya di rumah.
Beberapa orang perawi hadis Syi'ah, seperti Zurarah, Muhammad bin Muslim dan Fudhail pernah bertanya kepada Imam Abu Ja'far al-Baqir as dan Imam Abu Abdillah as-Shadiq as mengenai shalat nafilah lail secara berjamaah pada bulan suci Ramadhan? Kedua Imam maksum itu menjawab: "Sesungguhnya Nabi saw apabila usai melakukan shalat (di masjid) pada akhir isya' (menjelang tengah malam), pulang ke rumahnya. Kemudian beliau keluar lagi ke masjid pada akhir malam untuk melakukan shalat sunat. Pada malam pertama bulan suci Ramadhan, beliau saw pernah keluar (ke masjid) untuk melakukan shalat sunat seperti yang biasa beliau lakukan sebelumnya. Ketika itu kaum muslimin berdiri berbaris di belakang beliau (menjadi makmum). Mengetahui hal itu, beliau keluar meninggalkan mereka dan melanjutkan shalatnya di rumah beliau. Hal semacam itu (menjadi makmum) mereka lakukan selama tiga malam. Pada malam keempat beliau saw naik ke mimbar. Setelah memuji Allah Swt beliau saw berkata: "Wahai kaum muslimin, sesungguhnya shalat sunat pada malam Ramadhan, jika dilakukan secara berjamaah adalah bid'ah, shalat Dhuha juga bid'ah. Janganlah kalian melakukan shalat nafilah secara berjamaah pada malam bulan Ramadhan, jangan pula kalian melakukan shalat Dhuha. Karena hal itu merupakan maksiat. Ketahuilah sesungguhnya setiap bid'ah itu adalah sesat. Dan setiap kesesatan jalannya ke neraka".
Kemudian beliau saw turun dari mimbarnya dan berkata: "Perbuatan yang sedikit tetapi sesuai dengan Sunnah, lebih baik dari perbuatan banyak dalam ke-bid'ahan".
Hadis-hadis yang senada dengan itu, juga diriwayatkan oleh para perawi Syi'ah lainnya di dalam kitab-kitab Syi'ah. Di dalam hadis-hadis tersebut dengan jelas dan tegas Rasulullah saw melarang kaum muslimin untuk melakukan shalat nafilah atau Tarawih secara berjamaah. Dan larangan itu beliau sampaikan pada malam keempatnya.
Beberapa kitab hadis Sunni pun
mencatat berbagai riwayat mengenai shalat nafilah yang dilakukan oleh Rasulullah saw pada sebagian malam-malam bulan Ramadhan. Dan silsilah hadis-hadis Sunni tersebut kebanyakan berujung kepada A'isyah ummul mukminin. Informasi yang disampaikan oleh A'isyah di dalam beberapa hadis itu begini, bahwa pada suatu tengah malam Rasulullah saw keluar untuk melakukan shalat sunat di masjid. Kemudian orang-orang ikut shalat di belakang beliau. Pada pagi harinya mereka bercerita, sehingga pada malam kedua jamaah bertambah banyak. Pada malam ketiga lebih banyak lagi dan pada malam keempat masjid tidak bisa menampung jamaah lagi karena saking banyaknya. Tetapi pada malam keempat ini, beliau saw tidak lagi datang ke masjid, kecuali untuk melakukan shalat subuh. Setelah shalat subuh beliau berpidato, di antaranya beliau berkata:
"Aku tahu kondisi kalian tadi malam. Tetapi aku khawatir shalat sunat itu akan diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak mampu melakukannya
("ولکنی خشيت أن تفرض عليکم فتعجزوا عنها )
Kemudian sampai Rasulullah saw wafat, shalat-shalat sunat tersebut tetap tidak dilakukan secara berjamaah.
Apabila hadis-hadis di atas dan yang lainnya kamu perhatikan dengan baik, maka dapat kamu pahami bahwa di antara perbedaan antara hadis-hadis Syi'ah dengan hadis-hadis Sunni adalah, bahwa di dalam hadis-hadis Syi'ah dengan tegas Rasulullah saw melarang shalat nafilah itu dilakukan secara berjamaah, bahkan beliau menilainya sebagai bid'ah. Tetapi di dalam hadis-hadis Sunni, beliau tidak mau melakukannya secara berjamaah karena khawatir hal itu akan menjadi wajib bagi umatnya yang lemah, dan nantinya mereka tidak mampu untuk melakukannya. Dan yang cukup menarik adalah jika kamu baca hadis lainnya di dalam kitab Sunni
,
yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit. Di dalam hadis tersebut Zaid bercerita bahwa ketika Rasulullah saw tidak lagi datang ke masjid, jamaah shalat itu berteriak-teriak dan melempar pintu rumah Rasulullah saw dengan kerikil. Barangkali maksud mereka ingin membangunkan beliau, karena mereka menduga, barangkali beliau ketiduran atau lupa. Mengetahui mereka berbuat biadab seperti itu, beliau saw kelaur dengan sangat marah dan berkata kepada mereka: "Masih saja kalian ingin melakukan shalat nafilah berjamaah, sehingga aku menduga nantinya akan diwajibkan kepada kalian. Lakukanlah shalat nafilah itu di rumah-rumah kalian. Karena sesungguhnya sebaik-baik shalat seseorang adalah jika dilakukan di dalam rumahnya, kecuali shalat fardhu".
Di dalam riwayat ini dengan jelas dan tegas, Rasulullah saw menyuruh mereka agar melakukan shalat Tarawih atau nafilah itu di dalam rumah-rumah mereka, tentunya tanpa berjamaah.