Ciri-ciri Seorang Pemimpin
Agar jawaban di atas dapat dipahami dengan baik dan jelas, barangkali perlu saya berikan suatu gambaran mengenai peranan akal dan pengetahuan dalam menentukan sebuah pilihan. Perhatikanlah baik-baik! Gunakanlah akal pikiranmu semaksimal mungkin untuk memahami apa yang saya ucapkan berikut ini dan buanglah jauh-jauh prasangka buruk, hindari bisikan setan, fanatik buta dan hawa nafsu yang menyesatkan!
Apabila –misalnya- kamu diuji oleh Allah Swt dengan suatu penyakit, misalnya kamu terkena sakit paru-paru atau jantung atau mag atau lainnya, tentunya kamu berpikir dahulu sebelum bertindak untuk melakukan pengobatan. Langkah pertama – sebagaimana biasanya yang dilakukan orang-orang pada umumnya- adalah kamu bermusyawarah dengan orang-orang dekatmu atau orang-orang yang kamu kenal dan berusaha mencari informasi tentang penyakitmu itu dan bagaimana cara mengobatinya. Misalnya mereka menyarankanmu agar pergi ke dokter spesialis penyakit tersebut untuk berkonsultasi dan berobat kepadanya dan mereka juga mengatakan bahwa telah banyak orang-orang yang menderita seperti penyakitmu itu telah sembuh (telah disembuhkan oleh Allah) berkat konsultasi dengan dokter spesialis. Tetapi ada juga orang yang menyarankanmu agar pergi ke dukun saja untuk dibacakan jampe-jampe atau mantera-mantera yang biasanya tidak dipahami hatta oleh dukun itu sendiri. Nah dalam hal ini yang logis dan menurut akalmu yang sehat, saran manakah yang mesti kamu terima kemudian saran itu kamu lakukan? Apakah kamu memilih jalan yang kedua? Apa kata orang dan tetanggamu, jika kamu sebagai mahasiswa dan berpendidikan tinggi pergi ke dukun yang tingkat SD saja tidak tamat? Sebagai orang yang berpendidikan, maka untuk menentukan pilihan tersebut tidaklah sulit. Sebagai orang yang berakal sehat dan berpengetahuan luas, dengan mudah kamu dapat menolak saran dan pandangan yang tidak logis bahkan akan membahayakan ruh dan akidahmu. Dokter dan dukun, kedua-duanya sama-sama membuka praktek pengobatan dan memberikan bimbingan kesehatan. Cuma, yang satu mempunyai pengetahuan yang luas, berpengalaman, mendapat mandat secara resmi, melakukan prakteknya berdasarkan kaidah-kaidah kesehatan yang logis dan telah diakui keberhasilannya. Sementara yang satu lagi, tidak mempunyai pengetahuan yang cukup, tidak berpengalaman, tidak mendapatkan mandat secara resmi, bahkan secara sembunyi-sembunyi, melakukan prakteknya tidak berdasarkan kaidah-kaidah yang jelas dan tidak logis dan masih diragukan keberhasilannya. Tentu saja setiap orang yang berakal sehat pasti akan memilih jalan yang pertama. Yang penting adalah kamu harus mengetahui terlebih dahulu tentang ciri-ciri orang-orang yang alim, jujur, ikhlas dan memiliki sifat-sifat mulia melalui informasi yang meyakinkan.
Contoh lain misalnya, jika kamu ingin melakukan safar dan perjalanan jarak jauh, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Setelah melewati masa musyawarah dan persiapan bekal yang cukup serta pengetahun yang diperlukan, pasti kamu akan memilih kendaraan dan alat transportasi yang kamu yakini dapat menyampaikanmu ke tempat tujuan tersebut dengan lancar dan selamat. Dalam hal ini kamu dihadapkan kepada beberapa pilihan untuk menentukan kendaraan; mobil, bus atau pesawat. Apabila ada seorang sopir mobil yang menawarkanmu dan siap menyampaikanmu ke tempat tujuanmu, sementara itu kamu tidak merasa yakin bahwa dia adalah sopir yang berpengalaman mengemudi, mobilnya sangat sederhana dan ongkosnyapun sangat tinggi, apakah kamu langsung saja menerima tawarannya dan segera menjadi penumpangnya tanpa berpikir, meneliti dan mempertimbangkan terlebih dahulu? Ataukah kamu menolaknya dan segera pergi menuju ke agen bus yang resmi, memilih bus yang terbagus, ber AC, ongkosnya sesuai dengan tarif dan kamu juga yakin sopirnya berpengalaman dan pasti akan dapat menyampaikanmu ke tempat tujuan dengan izin-Nya? Orang yang sangat awam dan berpendidikan rendahpun pasti akan memilih cara yang kedua. Karena cara itulah yang logis, sesuai dengan fitrah insaninya dan yakin tetangga dan masyarakat sekitarnya tidak akan menyalahkan dan mengecamnya, bahkan akan mendukung pendapatnya. Disinilah pentingnya peranan akal dan pengetahuan seseorang dalam menentukan pilihan. Akal dan pengetahuan seseorang yang bersih dari sifat fanatik buta, pasti akan memilih dokter, sopir, pilot, guru, kiyai, presiden, pemimpin, imam shalat, imam madzhab, wali dan khalifah yang jelas-jelas mempunyai pengetahuan yang luas, memiliki ciriciri yang mulia, menyandang sifat-sifat yang terpuji dan mempunyai bukti-bukti yang kuat dan akurat. Akal dan pengetahuan yang bersih itu, pasti akan menolak dan menjauhkan mereka yang kotor, korup, curang, jahat, biadab dan tidak mempunyai bukti-bukti yang menopang kebaikan dan kejujurannya. Nah, jika mukaddimah sederhana ini dapat kamu tangkap dengan baik, yang sengaja saya sampaikan hanya untuk sekedar memudahkan kamu untuk menangkap pemikiran berikut ini. Sekarang perhatikanlah dan pahami baik-baik jawaban ini ! Menurut kesaksian ayat-ayat Al-Qur'an, bahwa Imam Ali as termasuk salah seorang Ahlubait nabi saw yang telah Allah Swt sucikan dari segala rijs dan kenistaan
, sehingga beliau mencapai maqam 'ishmah dan terpelihara dari kesalahan, dosa, kelupaan dan kekeliruan. Adakah ayat Al-Qur'an yang sama ditujukan kepada Khalifah Abu Bakar, Umar atau para sahabat nabi yang lainnya? Jawabnya tentu tidak ada!
Menurut pengakuan Al-Qur'an, bahwa Imam Ali as pernah memberikan sedekahnya kepada seorang pengemis berupa sebuah cincin yang melekat di tangannya, sementara beliau sedang rukuk dalam shalatnya. Kemudian turunlah ayat yang menegaskan bahwa Allah Swt, Rasul-Nya dan beliau sebagai wali dan pemimpin kaum muslimin.
Pernahkan Khalifah Abu Bakar, Umar atau sahabat nabi yang lainnya melakukan hal seperti itu, kemudian turun ayat Al-Qur'an yang menegaskan bahwa mereka mendapatkan kedudukan yang begitu mulia dan tinggi? Jawabnya jelas tidak ada!
Al-Qur'an pernah menegaskan bahwa Imam Ali as dan para pengikut setianya adalah "Khairul Bariyyah" (sebaik-baik manusia). [3]
Karena mereka adalah orang orang yang beriman tinggi dan beramal saleh dengan penuh ikhlas. Apakah kamu pernah mendengar bahwa terdapat ayat Al-Qur'an yang seperti ini diturunkan kepada Khalifah Abu Bakar, Umar atau sahabat nabi yang lainnya? Saya sendiri hingga saat ini, tidak pernah mendengar dan juga tidak pernah membaca sama sekali!
Mungkin kamu bertanya mengapa Imam Ali as dan para pengikut setianya dikatakan sebagai "Khairul Bariyyah" (sebaik-baik manusia)?
Jawabnya adalah: Tidak ada sebab lain, karena beliau as dan para pengikut setianya mempunyai akidah dan iman yang mengakar, dan mereka melakukan amal saleh dengan penuh ikhlas sesuai dengan keyakinan dan iman mereka yang mengakar tersebut.
Dengan demikian, "Setiap orang yang mencari al-haq (kebenaran) dan setelah memperolehnya ia amalkan hanya karena mengharap ridha Allah Swt semata, pasti ia termasuk "Khairul Bariyyah".
Mungkin kamu bertanya lagi, jika Imam Ali as dikatakan sebagai "Khairul Bariyyah", lalu bagaimana dengan Rasulullah sendiri? Jawabnya saya temukan di dalam sebuah hadis Rasulullah saw sendiri. Beliau bersabda: "Aku lebih utama dari Jibril, Mikail, israfil dan dari semua Malaikat Muqarrabin. Dan aku adalah "Khairul Bariyyah" dan penghulu anak-anak Adam".
Dengan kata lain, gampangnya adalah bahwa Rasulullah pun "Khairul Bariyyah" juga. Tetapi ke-"Khairul Bariyyah"-an Rasul saw lebih tinggi dibanding ke-"Khairul Bariyyah"-an Imam Ali as. Dan begitulah seterusnya bagi orang-orang beriman dan para pengikut setianya. Karena segala sesuatu itu bergradsi, ber-tasykik atau bertangga-tangga, termasuk juga derajat "Khairul Bariyyah" setiap mukmin.
Al-Qur'an al-Karim menyatakan bahwa Rasulullah saw sebagai "Mundzir" (pemberi peringatan). Sementara Imam Ali as sebagai "Hady" (pemberi petunjuk)
Apakah selain beliau as, seperti Khalifah Abu Bakar, Umar atau yang lainnya, mendapat predikat yang mulia tersebut yang ditegaskan oleh Al-Qur'an al-Karim? Jawabnya juga tidak!
Satu-satunya orang yang pernah tidur di tempat tidur nabi ketika nabi berangkat hijrah, dan ia mempertaruhkan nyawanya demi membela nabi saw adalah Imam Ali as. Dan Al-Qur'an al-Karim dengan jelas dan tegas menyatakan hal itu.
Kemudian, dengan pengorbanan dan keikhlasan beliau yang tinggi itu, Al-Qur'an memuji dan mengabadikannya. Pernahkan kamu mendengar kisah semacam ini terjadi pada Khalifah Abu Bakar, Umar atau sahabat nabi yang lainnya? Tidak pernah!
Ketika Rasulullah saw pergi ke suatu lembah untuk melakukan "Mubahalah" dengan orang-orang Kristen Najran, beliau saw mengajak Imam Ali as dan Ahlubaitnya yang lain.
Akhirnya "Mubahalah" itu tidak jadi dilakukan, karena Pendeta Najran itu merasa gentar melihat Rasulullah saw membawa orang-orang yang suci dan mulia yang pasti doanya akan di-ijabah oleh Allah Swt. Nah, apakah kamu pernah mendengar kisah yang sama yang disampaikan oleh Al-Qur'an kepada Khalifah Abu Bakar, Umar atau sahabat nabi yang lainnya? Tidak!
Rasulullah saw, diperintahkan oleh Allah Swt agar tidak meminta upah apapun kepada umatnya dalam tabligh dan dakwahnya itu selain meminta agar mereka mencintai dan mengikuti "Al-Qurba" (kelaurga suci beliau yang diantaranya adalah Imam Ali as).
Jelas sekali bahwa tidak seorang ulamapun yang menyatakan bahwa Khalifah Abu Bakat, Umar atau yang lainnya, temasuk diantara "Al-Qurba" yang ditegaskan oleh Al-Qur'an untuk dicintai dan wajib diikuti.
Sebenarnya masih banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang menegaskan dan diturunkan untuk memuji Imam Ali as dan keluarga suci Rasulullah saw. Tentunya tidak mungkin saya sampaikan di sini semua. Beberapa ayat di atas saya kira sudah cukup sebagai bukti tentang ketegasan Al-Qur'an mengenai kemulian dan keutamaan Imam Ali as dan Ahlubait nabi saw. Bolehlah saya tambahkan satu ayat saja lagi mengenai keutamaan beliau as dan pujian yang disampaikan oleh Al-Qur'an al-Karim karena perbuatan dan pengorbanannya yang ikhlas yang tidak pernah ayat seperti itu ditujukan atau diturunkan kepada Khalifah Abu Bakar dan Umar serta sahabat nabi yang lainnya.
Singkatnya, ketika al-Hasan dan al-Husain sakit, Imam Ali as dan isteri tercintanya ber-nadzar akan melakukan puasa tiga hari jika penyakit kedua anaknya tersebut segera disembuhkan oleh Allah Swt. Allah Swt mengabulkan doa beliau, dan nadzar pun dilakukan. Bahkan al-Hasan dan al-Husain as pun ikut berpuasa nadzar. Pada hari pertama ketika mereka ingin berbuka, datanglah pengemis miskin, makanan pun (beberapa potong roti) diberikan kepadanya. Sementrara mereka hanya berbuka dengan air putih saja. Pada hari kedua datanglah anak yatim, mereka pun melakukan seperti kemarin. Pada hari ketiga datanglah tawanan perang yang telah dibebaskan dari penjara. Beberapa potong roti yang disiapkan untuk berbuka pun diberikan kepadanya. Sikap dan sifat mulia ini mendapat pujian yang tinggi dari Allah Saw sehingga diturunkanlah ayat Al-Qur'an yang memuji dan mengabadikan perbuatan terpuji mereka itu
. Kisah ini sangat masyhur di kalangan para sahabat nabi. Dan khalifah Abu Bakar, Umar atau yang lainnya, tidak pernah mendapat pujian sehingga diturunkan ayat semacam itu.
Nah itu sebagian kecil dari ayat-ayat Al-Qur'an yang Allah Swt turunkan khusus untuk memuji dan menegaskan kemulian Imam Ali dan keluarga suci nabi saw. Sementara, tidak ada satu ayat pun yang diturunkan oleh Allah Swt sehubungan dengan kemulian Khalifah Abu Bakar atau Umar atau sahabat nabi yang lainnya yang mengikuti jejak kedua orang Khalifah tersebut.
Adapun hadis-hadis nabi saw yang menegaskan kemuliaan, kehormatan, keberanian dan kedudukan tinggi Imam Ali as sangat banyak sekali. Dan hadis-hadis ini diakui oleh semua ulama dan madzhab. Bahkan banyak tercatat di dalam kitabkitab Sunni di sana-sini.
Allamah Syaikh Abbas al-Qummi berkata: "Tidak seorang ahli ilmu pun yang mengingkari bahwa keutamaan-keutamaan Amirul mukmini Ali as itu tidak mungkin dapat diungkapkan dengan bayan dan lisan. Dan tidak mungkin pula dijangkau oleh kitab dan tulisan. Bahkan para Malaikat langit pun tidak akan mampu mencapai ketinggian derajat beliau as. Dan sebenarnya, berbagai keutamaan beliau as yang dapat diungkap (di dalam berbagai kitab), tidak sampai melebihi seciduk air laut".