Dusta Dilarang Agama
Secara eksplisit Al-Quran mengkategorikan para pendusta sebagai orang-orang kafir:
"Hanya mereka yang berdusta yang tidak percaya kepada firman-firman Allah, dan inilah para pendusta"
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang beriman tidak menjadikan dirinya sebagai limbah kepalsuan.
Rasulullah Saw. menyatakan:
Ikutilah kebenaran, karena kebenaran membimbing ke Surga. Sesungguhnya manusia itu selalu berkata benar dan mencarinya hingga ia dicatat sebagai orang yang benar di sisi Allah. Dan hindarilah kebatilan, karena kebatilan membimbing ke neraka, Manusia selalu berdusta hingga ia dicatat sebagai seorang pendusta di sisi Allah.
(Nahj Al-Fashahah, hal. 418)
Di antara ciri-ciri pendusta adalah bahwa mereka hanya percaya setelah benar-benar sangat terdesak. Rasulullah Saw. berkata:
Sesungguhnya orang-orang yang paling sering dipercayai manusia adalah yang paling sering berkata benar; dan orang-orang yang paling ragu adalah orang-orang yang paling sering berdusta
".
Dr. Samuel Smiles menulis:
Beberapa orang menganggap bahwa watak mereka yang rendah itu wajar dibandingkan dengan watakwatak lainnya, sedangkan sebenarnya kita tahu bahwa manusia adalah cerminan dari tingkah laku mereka masing-masing. Oleh karenanya, baik dan buruk yang kita lihat pada diri orang lain tidak lain kecuali suatu cerminan dari apa yang ada dalam kesadaran kita.
Orang-orang yang memiliki keberanian atau keteguhan hati dengan akhlak dan tingkah Laku yang baik tidak dapat menerima kebatilan, mereka juga tidak ingin dikotori oleh kotoran semacam ini. Para pendusta itu menderita gangguan mental yang selaju menjauhkan diri mereka dari berkata benar. Orang-orang yang terpaksa berdusta dalam hari kecilnya merasa lemah dan hina, karena dusta berada di muka orang-orang yang lemah dan pengecut.
Sebagaimana dikutip, Imam Ali a.s. mengatakan:
jika kemanunggalan wujud (entity) itu terwujud, sesungguhnya kebenaran akan berdiri bersama keberanian; kekecutan akan berdiri bersama dusta.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 605)
Dr. Raymond Peach berkata:
Dusta adalah senjata pertahanan terbaik dari orang yang lemah dan jalan tercepat untuk menghindari bahaya. Dalam banyak hal dusta merupakan suatu reaksi terhadap kelemahan dan kegagalan. Jika anda bertanya kepada seorang anak, 'Apakah kamu menyentuh gula-gula ini?' atau 'Apakah kamu yang memecahkan vas bunga ini?' Jika si anak mengetahui bahwa dengan mengakui kesalahan ia akan terkena hukuman, maka nalurinya berkata padanya untuk menyangkalnya.
Imam Ali a.s. menyatakan tentang berbagai manfaat yang jelas dari kebenaran, dalam suatu riwayat yang jelas:
Orang yang berkata benar memperoleh tiga hal: kepercayaan, kecintaan dan martabat (dari orang lain). Janganlah disesatkan oleh shalat dan puasa mereka, karena seseorang bisa saja kuat dalam shalat dan puasa sehingga jika ia akan meninggalkannya, ia merasa kesepian. Sebaiknya, cobalah mereka ketika hendak berkata benar dan memenuhi kepercayaan (amanah).
(Ushul Al-Kafi, jilid I, hal. 460)
Berkenaan dengan ini Imam Ali a.s. berkata:
Dusta adalah sifat yang paling buruk.
(Ghurar AI-Hikam. hal. 175)
Dr. Samuel Smiles menulis:
Di antara semua watak yang lemah. dusta adalah sifat yang paling buruk dan paling menjijikkan. Adalah penting bila manusia bercita-cita untuk menjadi benar dan jujur di seluruh tahap-tahap kehidupannya, dan bagaimana pun hal ini tidak meninggalkan maksud atau tujuan lainnya. Islam melandaskan semua proses perilaku dan koreksi pada iman dan menjadikannya sebagai dasar bagi kebahagiaan manusia.
Akhlak tanpa iman laksana sebuah istana yang dibangun di atas lumpur atau es. Atau sebagaimana pakar lainnya menjelaskan:
Akhlak tanpa iman laksana benih yang ditanam di atas batu atau di antara dedurian, pada akhirnya ia layu dan mati. Jika sifat-sifat mulia tidak dimotivasi oleh iman, ia laksana panen yang mati di dekat orang yang hidup.
Agama menguasai hati dan pikiran sekaligus! Ia adalah arena dalam membawa keharmonisan kepada mereka.
Perasaan-perasaan keagamaan mengurangi berbagai keinginan materi dan membangun sebuah tembok yang tidak dapat dilalui di antara iman dan kerendahan. Orang-orang yang mantap dengan keyakinannya selalu menetapkan berbagai tujuan dan perasaan dengan tenang.
"Sesungguhnya dengan mengingat Allah hati merasa tenang."
(Al-Quran)
Islam menetapkan watak manusia sesuai dengan tingkat keyakinan dan sifat-sifat baiknya, dan lslam secara gigih berjuang untuk menguatkan kedua faktor ini. Misalnya, Islam telah menjadikan iman sebagai suatu jaminan bagi keabsahan pernyataan-pernyataan seseorang ketika ia mengangkat sumpah. Menurut hukum lslam, dalam keadaankeadaan tertentu sumpah seorang Muslim dapat merupakan bukti, sehingga ia dianggap menentukan dalam menyelesaikan perselisihan. Islam juga telah menjadikan kesaksian (syahadah) manusia sebagai cara untuk membuktikan hak-haknya.
Jadi, jika dusta tampak dalam bentuk rasa takut yang sangat dalam segala hal yang tersebut di atas- maka jelaslah seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan akibat perilaku semacam ini.
Dalam Al-Quran dusta dianggap sebagai dosa yang tidak dapat diampuni.
"Dan tidak pernah menerima kesaksian dari mereka".
(Al-Quran)
Dasar dari besarnya dosa berdusta secara jelas berhubungan dengan seberapa banyak kerusakan yang timbul karena dosa semacam ini. Maka dari itu, karena dusta di bawah sumpah dan kesaksian itu lebih merusak, hukuman bagi dosa ini pun lebih keras.
Dusta adalah suatu perbuatan yang mengarah kepada segala sifat jahat lainnya.
Imam Hasan Al-Askari a.s. berkata:
Semua sifat dengki ditempatkan di dalam sebuah rumah dan kunci untuk rumah ini adalah dusta.
(Jami’ Sa'adat, jilid II, hal. 318)
Untuk menjelaskan apa yang Imam Al-Askari a.s. katakan, kami bawa perhatian anda kepada riwayat Nabi berikut ini.
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. dan meminta beberapa nasehat kepada beliau. Nabi Saw. menjawab:
"Jauhilah dusta dan lengkapilah dirimu dengan kebenaran (amanah)."
Lelaki itu, si pelaku berbagai macam dosa, mengikrarkan janji untuk tidak pernah lagi melakukan pelanggaran lainnya.
Sebenarnya, orang yang bersahabat dengan orang yang jujur dan terbiasa berlaku benar, baik secara lisan maupun tindakan, akan hidup bebas dari kesedihan dan deprivasi, pikiran dan rohani mereka akan bercahaya dengan keyakinan, mereka jauh dari kegoncangan dan ketakutan, dan dari pemikiran yang kabur.
Renungan sesaat tentang akibat berdusta, apakah yang berhubungan dengan agama atau pendapatan materi, akan memberikan suatu hikmah yang sangat bernilai bagi siapa saja yang ingin sekali membina kehidupan yang mulia dan luhur. Dampak-dampak dari berdusta tidak lain kecuali cambukan-cambukan peringatan.
Sifat amanah hanya dapat dicapai di bawah bayang-bayang akhlak dan keyakinan. Sehingga ketika syarat-syarat ini tak terpenuhi, kebahagiaan manusia tidak akan memiliki suatu kesempatan untuk tetap hidup.