Perempuan dalam alquran ketiga

Perempuan dalam alquran ketiga0%

Perempuan dalam alquran ketiga pengarang:
: Tanpa Nama
: Tanpa Nama
Kategori: Wanita

  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 13 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 2273 / Download: 2099
Ukuran Ukuran Ukuran
Perempuan dalam alquran ketiga

Perempuan dalam alquran ketiga

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Shafura (Istri Nabi Musa as)

Salah satu pribadi perempuan yang berpengaruh dalam kehidupan Nabi Musa as adalah Shafura, putri Nabi Syu'aib as. Pada kesempatan ini kita akan mengulas kisah kehidupan Shafura, istri Nabi Musa as.

Nabi Musa as setelah pertumbuhan dan kedewasaan fisik, ia menjadi pria yang kuat. Suatu hari, tiba-tiba, ia mendengar seseorang berteriak minta tolong. Ia kemudian pergi mencari sumber suara dan melihat salah satu petugas Firaun sedang mengintimidasi manusia yang tidak punya tempat berlindung. Musa terlibat konflik ketika berusaha mendukung orang yang tertindas dengan petugas tiran itu dan memukul dengan tinjunya. Terkena pukulan Musa, orang itu mati seketika.

Setelah kejadian tersebut, banyak peristiwa yang terjadi pada Musa. Seperti ada seseorang dari titik terjauh dari kota mendatanginya dengan tergesa-tesa dan berkata bahwa kepala-kepala suku sedang bermusyawarah dan mereka ingin membunuhmu. Karenanya, engkau harus segera keluar dari kota. Musa yang menanti bakal terjadi hal yang seperti ini, merasa khawatir dan takut, sehingga ia terpaksa meninggal Mesir lalu pergi ke arah Madyan yang terletak di barat laut Arab Saudi.

Ketika Musa melihat bayangan kota dan pemandangan sekitar kota tersebut, ia mulai berharap dengan pertolongan Allah dapat menyiapkan kehidupan yang lebih aman buat dirinya. Al-Quran surat al-Qashash ayat 22 menyebutkan, "Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi), "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar."

Di sekitar kota, ada sebuah sumur atau sumber air, dimana beberapa gembala tengah sibum memberi minum kepada domba mereka, sementara di sisi lain, ia melihat dua anak perempuan gembala sedang menunggu sampai sumur itu sepi dari para gembala. Musa menemui keduanya dan dalam percakapan singkat ia memahami bahwa mereka adalah putri seorang tua bernama Syu'aib yang harus menunggu gembala terakhir menyelesaikan pekerjaannya karena ketidaktahuan mereka atau rasa malu pada gembala lainnya. Mendengar situasi yang dihadapi kedua gadis itu, Musa membawa kawanan domba mereka ke sumur dan membantu mereka memberi air domba mereka tanpa takut diganggu oleh para lelaki. Pekerjaan memberi minum kawanan domba telah selesai dan para gadis kembali ke rumah dengan gembira, sementara Musa beristirahat di bawah naungan pohon.

Al-Quran dalam ayat 23-24 surat al-Qashash menjelaskan peristiwa itu demikian, "Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?" Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya." Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku."

Ketika ayah melihat dua anak gadisnya dengan penuh takjub bertanya, "Mengapa hari ini kalian cepat kembali?" Mereka menjawab, "Ada pria baik di dekat sumur yang membantu kami memberi minum domba-domba." Syu'aib as segera meminta Shafura, salah satu putrinya untuk pergi menemui Musa dan mengajaknya ke rumah. Allah dalam ayat 25 surat al-Qashash menjelaskan kejadian ini, "Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata, "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami." Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata, "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu."

Waktu itu, seorang dari anak gadisnya (Shafura) berkata, "Wahai ayah! Pekerjakan orang ini untuk pekerjaan Anda karena dia adalah orang terbaik yang dapat Anda pilih untuk melakukan pekerjaan ini. Karena ia adalah orang yang cakap dan dapat dipercaya." Syu'aib kemudian berkata kepada Musa, "Saya ingin menikahkan kamu dengan salah satu dari dua putri saya, asalkan Anda bekerja untuk saya selama delapan tahun, dan jika Anda memperpanjang waktu itu menjadi sepuluh tahun, itu menunjukkan kebaikan Anda. Saya tidak ingin menyusahkan Anda."

Musa akhirnya menerima tawaran tersebut dan hidup dalam lingkungan spiritual yang sederhana dan penuh dengan spiritual sekaligu menjadi menantu Nabi Syu'aibas. Bukan saja ia memiliki seorang istri yang setia, dimana tetap bersama utusan Allah, ia juga belajar banyak hal dari Nabi Syu'aib as. Shafura bersama Musa ketika memutuskan untuk kembali ke Mesir dan sampai diangkat sebagai nabi. Ia selalu membantu suarinya dalam kondisi paling sulit sekalipun dan berhasil membuktikan perannya sebagai perempuan teladan dan sangat berperan.

Kisah ini menggambarkan kehadiran wanita yang berguna di luar rumah dan dalam konteks menjaga kehormatan dan berhijab. Para cendekiawan dan psikolog berpendapat bahwa sepanjang sejarah -seorang perempuan berdasarkan inspirasi bawaan untuk mempertahankan posisinya- ia telah berusaha menjauhkan diri dari jangkauan pria. Jilbab dan rasa malu, yang merupakan salah satu ciri alami perempuan telah menjadi cara penciptaan untuk melindungi esensi batin perempuan dan untuk mempertahankan statusnya dihadapan pria. Seorang perempuan terhormat dan bermartabat tidak akan memperlihatkan anggota tubuhnya kepada orang lain demi meningkatkan penghormatan kepadanya.

Pada prinsipnya, kesucian dan kehormatan adalah instrumen yang selalu digunakan oleh perempuan untuk mempertahankan status dan nilai mereka di depan pria. Jenis perilaku dan cara bersikap antara perempuan dan laki-laki di tengah masyarakat sangat penting. Rasa malu dalam berucap merupakan penekanan oleh Allah kepada istri-sitri Nabi Muhammad Saw, ketika berfirman, "... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik."

Meskipun yang disebutkan langsung oleh ayat ini adalah istri Nabi, itu tidak bisa dikatakan eksklusif bagi mereka, tetapi untuk semua perempuan Muslim. Rasa malu menuntut agar kualitas bicara sedemikian rupa sehingga tidak merangsang pria yang bukan muhrim. Oleh karena itu, para ahli hukum dan otoritas agama tidak mengizinkan perempuan berbicara kepada non muhrim atau menyampaikan suaranya sehingga merangsang non muhrim.

Di sisi lain, perilaku dua putri Syu'aib menunjukkan bahwa interaksi sosial antara anak laki dan perempuan, perilaku, cara pandang, berpakaian dan percakapan mereka harus berlandaskan "rasa malu". Sebagaimana Allah ketika mendeskripsikan cara berjalan putri Syu'aib bagaimana ia berjalan dengan penuh martabat dan rasa malu. Karena cara bergerak, berbicara dan bagaimana berpakaian memiliki pesannya sendiri-sendiri. Dengan menjadikan kisah ini sebagai teladan, anak gadis hendaknya dalam berinteraksi dengan jenis kelamin berbeda, bila ia kemudian merasa menyukainya, hendaknya menyampaikannya kepada orang tuanya atau kepada konsultan yang dapat dipercaya, sehingga dapat memanfaatkan pengalaman ilmiah dan nyata mereka. Dengan begitu, sebelum melangkah ia dapat mengambil keputusan yang rasional.

Jika anak laki-laki dan perempuan mengajukan masalah ini dengan orang-orang yang berpengalaman, keluarga atau konsultan, dapat diharapkan untuk menghindari banyak hubungan yang tidak sehat. Poin lain adalah bahwa dalam hubungan dengan lawan jenis seseorang harus menghindari mata keranjang yang diungkapan dalam al-Quran dengan "Ghadd al-Bashar" yang berarti menundukkan pandangan.

Teladan yang disampaikan oleh al-Quran adalah anak laki-laki dan perempuan tidak memandang dengan cara pandang mata keranjang, penuh syahwat dan tidak terkontrol. Sebagaimana Nabi Musa as ketika bergerak menuju rumah Nabi Syu'aib berkata kepada putri Syu'aib, "Saya berjalan di depan dan engkau berjalan di belakang sambil memberi petunjuk." Shafura, putri Nabi Syu'aib yang kemudian menjadi istri Nabi Musa as menjadi teladan rasa malu dan bagaimana memilih suami yang baik. Al-Quran dalam kisah itu juga menyinggung tentang rasa malu. Pada hakikatnya, rasa malu dan menjaga kehormatan, khususnya bagi perempuan merupakan tanda iman, kesempurnaan dan kezaliman semangat menyembah Allah.

Sayidah Khadijah as

Sayidah Khadijah as adalah seorang perempuan yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pribadi penuh pengorbanan. Mengkaji sejarah kehidupan Sayidah Khadijah as menunjukkan dirinya baik dalam periode Jahiliah dan setelah pengutusan nabi telah memiliki keutamaan akhlak dan kesempurnaan spiritual. Sekalipun namanya tidak disebutkan langsung dalam al-Quran, tapi banyak ayat al-Quran yang menyinggung dirinya.

Sayidah Khadijah binti Khuwailid, seorang bangsawan Quraisy dan keluarga besar, memiliki martabat keluarga yang unik pada zamannya, dengan pemikiran panjang dan wawasan mendalam. Dia adalah wanita paling mulia dan terkaya di Quraisy, sehingga ketika karavan bisnisnya pergi ke kota Syam, biasanya seluruh karavan berbagai keluarga Quraisy sama banyak jumlahnya dengan yang dimiliki Sayidah Khadijah.

Karena itu, semua lelaki suku Quraisy ingin menikah dengannya, dan jika Khadijah menerimanya, ia akan memiliki kekayaan yang luar biasa. Tetapi ketika ia berkenalan dengan Muhammad al-Amin Saw bisnisnya dan melihat kualitasnya sangat berbeda dari orang-orang lain, ia pun melamarnya. Khadijah yang menolak para aristokrat dan para tokoh Hijaz, justru menyatakan keinginannya yang besar untuk menikahi Muhammad dan berkata, "Wahai Muhammad! Saya tertarik dengan Anda karena kemuliaan, amanah, akhlak yang baik dan kejujuranmu." Khadijah setelah menikah dengan Nabi Muhammad Saw menyerahkan seluruh harta dan budak-budaknya kepada beliau, sehingga dapat digunakan sesuai keinginannya.

Khadijah as adalah perempuan pertama yang menerima ajakan Nabi untuk menyembah Tuhan Yang Esa dan membenarkan ucapan dan perilaku sang pembawa pesan kebenaran dan hakikat dengan mengorbankan jiwa dan harta benda. Afif, seorang pengusaha terkenal mengatakan, "Ketika saya pergi ke Masjidul Haram, saya dikejutkan oleh pemandangan yang menakjubkan. Saya melihat tiga orang membungkuk dan berdiri. Saya bertanya kepada Abbas tentang mereka. Ia mengatakan, 'Orang pertama adalah sepupu saya yang mengakui kenabian. Pria yang berada di belakangnya adalah Ali, anak pamannya dan perempuan itu adalah istri Muhammad, yakni Khadijah.' Selain mereka saya tidak tahu kalau ada yang memeluk agama ini." Ali as mendeskripsikan hari-hari itu, "Di hari-hari itu selain Rasulullah Saw dan Khadijah as, tidak ada yang memeluk Islam dan saya adalah orang ketiga. Saya menyaksikan cahaya wahyu dan merasakan aroma kenabian dengan penciuman batin."

Dalam kondisi paling sensitif dari kehidupan Nabi, Khadijah selalu berada di sisinya, baik ketika kehadirannya berada menjelang diturunkan wahyu atau ketika telah menjadi seorang Nabi, ia selalu bersamanya. Perempuan penuh pengorbanan ini mengetahui keagungan risalah Nabi, sehingga seluruh kemampuannya digunakan untuk mengkonsolidasikan dan memperluas Islam. Sejauh yang dikatakan Nabi Saw dalam konteks ini, "Islam tidak tegak kecuali dengan pedang Ali dan kekayaan Khadijah." Terlepas dari status sosial yang istimewa dan kekayaannya yang luar biasa, Khadijah tidak menunjukkan sikap sekecil apa pun terhadap Nabi, yang merupakan tanda keunggulan.

Sayidah Khadijah as adalah manifestasi dari kebaikan, kesucian dan kesempurnaan seorang wanita Muslim. Dia menunjukkan bahwa bahkan dalam lingkungan yang dekaden dan bodoh, seseorang dapat hidup dengan suci dan hidup sehat dan dapat menyibak tirai takhayul dan kebodohan. Pesan Khadijah adalah bahwa untuk mencapai kebahagiaan dan keberuntungan, seseorang harus memikirkan tujuan-tujuan penting dan menanggung kesulitan jalan. Ia menghangatkan kehidupan Rasul Allah dan menemaninya dalam kesulitan. Sayidah Khadijah telah bersama Nabi selama 25 tahun dalam periode paling kritis dari Islam dan memberikan semua miliknya kepada Nabi.

Menurut tradisi Islam, Nabi Saw menggunakan harta Khadijah untuk membantu membebaskan para pengutang, anak yatim dan orang miskin. Kedermawanan Khadijah begitu besar dan tulus sehingga Tuhan menghormatinya, dan menyebutkan pekerjaan Khadijah yang luar biasa ini menyebutnyadalam barisan nikmat-nikmat besar-Nya yang diberikan kepada hamba pilihannya, Muhammad. Dalam ayat 8 surat al-Dhuha Allah Swt berfirman, "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan." Yakni, harta Khadijah as adalah milik Allah dan pekerjaan Khadijah diterima di sisi Allah.

Wanita itu tidak hanya dirampas hak-haknya di hari-hari Jahiliah dan sebelum pengutusan Nabi, tetapi hidup dalam kondisi yang paling menyedihkan. Di beberapa suku mereka dikubur hidup-hidup sebagai aib. Khadijah, pada waktu itu, dengan menganut agama Islam, membuktikan bahwa seorang wanita tidak hanya memiliki hak untuk hidup dan harus mengklaim hak-haknya, tetapi ia dapat mencapai tahap yang dapat dilakukan oleh Nabi Saw dengan kebajikan dan usaha. Sayidah Khadijah termasuk salah satu dari empat wanita terpilih di alam semesta dan Tuhan telah berulang kali memberikan salam dan penekanan khusus lewat malaikat Jibril as.

Seperti yang dikatakan Rasulullah Saw, "Malam ketika aku melakukan Mikraj dan ketika akan kembali, Jibril kembali menemuiku. Kepadanya aku berkata, "Wahai Jibril! Apakah engkau ada keperluan?" Jibril menjawab, "Keperluan saya untuk menyampaikan salam dari Allah kepada Khadijah as yang harus engkau sampaikan kepadanya. Ketika Rasulullah menyampaikan pesan Jibril kepada Khadijah, dengan segera Khadijah menjawab, "Demikianlah Allah adalah Salam, dan Salam adalah keselamatan berasal dari-Nya dan Salam menuju kepada-Nya dan Salam kepada Jibril."

Keutamaan lain dari Sayidah Khadijah adalah posisi di surga yang dijanjikan kepadanya oleh Tuhan. Nabi Saw juga telah berulang kali memberi kabar gembira kepada Khadijah as dan mengatakan, "Di surga, Anda memiliki rumah di mana Anda tidak akan melihat penderitaan." Khadijah as dalam komunitasnya menjadi teladan perempuan yang unggul dan memiliki dampak signifikan pada pengembangan sifat-sifat manusia yang baik. Kedermawanan, martabat, pengorbanan, ketekunan, tinjauan ke masa depan, kebijaksanaan, perhatian pada yang membutuhkan, kasih sayang, dan ketekunan adalah di antara kebajikan-kebajikan baik yang menghiasi sejarah hidup wanita yang terkasih ini. Karena itulah, dia adalah mitra yang paling cocok untuk Nabi Muhammad. Tentu saja, Sayidah Khadijah memiliki peran penting dalam kehidupan Nabi Saw.

Pernikahan adalah perjanjian sakral dan sarana pertumbuhan dan transenden. Islam menekankan pembentukan lembaga yang berharga ini dan Nabi Saw tidak menemukan dasar yang lebih menguntungkan bagi Allah daripada pernikahan. Sambil mendesak orang untuk menikah, memberikan rasa aman kepada masyarakat dan berkontribusi pada kelangsungan hidup generasi yang bersih, ia menekankan mempertahankan dan memperkuat pusat keluarga.

Rasulullah Saw merekomendasikan agar pasangan menjaga lingkungan hidup yang hangat dan akrab. Karena keluarga adalah sekolah pertama yang membesarkan anak-anak yang sehat dan kompeten, salah satu keutamaan Khadijah adalah bahwa dia adalah ibu dari perempuan yang mulia dan terhormat seperti Fathimah. Kedua perempuan besar ini sangat dekat satu sama lain. Sebelum kelahirannya, Fathimah berbicara kepada ibunya dan ketika semua wanita Quraisy meninggalkan Khadijah sendirian, dia menghibur hatinya dan menghiburnya dalam kesulitan. Khadijah juga mencintai Fathimah karena dia sadar akan status putrinya.

Khadijah selalu mencintai Nabi dan tidak menyesal bahkan menikahi Muhammad Saw, bahkan selama masa-masa paling sulit (selama di Syi'ib Abi Talib). Nabi juga selalu setia kepada Khadijah, sehingga dia banyak menangis setelah kematian Khadijah. Sampai saat-saat terakhir hidupnya, dia selalu mengingat Khadijah dan selalu mengingat pengorbanannya untuk dirinya sendiri.

Istri-Istri Nabi Saw

Dalam artikel sebelumnya, kita telah membicarakan tentang pribadi Sayidah Khadijah as dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw. Pada kesempatan kali ini, kita akan memasuki pembahasan tentang istri-istri Nabi Saw. Mereka yang disebutkan dalam al-Quran bahwa mereka tidak seperti perempuan lain dan memiliki kondisi dan hukum yang khusus. Tentu harus diingat bawa Nabi Saw tidak melakukan perbuatan ekstrim kiri dan kanan atau penyimpangan. Pernikahan yang dilakukannya atas perintah Allah.

Setelah kematian istrinya yang terhormat dan penuh pengorbanan, Sayidah Khadijah, Nabi Saw kemudian menikahi Saudah. Saudah pertama kali menikah dengan sepupunya, Sakran, dan bepergian bersamanya bersama dengan Muslim lainnya yang bermigrasi ke Habasyah untuk kedua kalinya. Sakran meninggal setelah kembali dari Habasyah di Mekah, meninggalkan Saudah yang sendirian dan tidak memiliki rumah. Setelah Sayidah Khadijah wafat, Rasulullah Saw kemudian menikahi Saudah. Saat itu, sesuai yang disebutkan dalam riwayat, Saudah berusia 50 tahun dan ia lebih banyak mengurusi anak-anak Nabi Muhammad Saw, sekalian mengurusi rumah.

Salah satu istri Nabi Saw yang lain adalah Zainab, putri Jahsy. Kebiasaan pada waktu itu adalah bahwa para bangsawan dan pejabat tidak akan menikahi orang-orang yang "budak" atau "dibebaskan". Zainab adalah anak bibi atau sepupu Nabi Saw dan cucu Abdul Mutthalib. Gadis-gadis seperti itu adalah bangsawan, dan Zaid bin Harithah adalah budak yang telah dibebaskan dan putra angkat Nabi. Adat istiadat pada waktu itu tidak mengizinkan pemuda seperti itu untuk menikah.

Misi utama Nabi adalah untuk membimbing orang-orang ke jalan Tuhan dan untuk menghapus tradisi dan adat istiadat Jahiliah pada waktu itu. Nabi Muhammad secara pribadi pergi ke rumah putri bibinya dan memintanya untuk menikahi Zaid. Ketika Nabi menyampaikan masalah lamaran, pada mulanya Zainab dan saudara lelakinya berpikir bahwa Nabi menginginkannya sendiri dan mereka berdua puas, tetapi ketika mereka mengetahui bahwa beliau sedang meminta untuk Zaid bin Harithah, mereka dengan setuju dengan tidak suka hanya untuk tidak menolak upaya Nabi Saw yang berusaha menengahi pernikahan ini.

Dengan demikian, salah satu tradisi Jahiliah dan batil pada masa itu dibantah oleh pernikahan ini, dan orang-orang menyadari bahwa tidaklah salah bagi Islam untuk seorang bangsawan menikah dengan budak yang telah dibebaskan. Namun pernikahan itu tidak berlangsung lama dan berujung perceraian. Nabi Saw berulang kali melarang Zaid untuk menceraikan istrinya, tetapi keduanya gagal hidup bersama dan akhirnya berpisah. Perpisahan ini sangat berat bagi putri bibi Nabi karena lelaki yang diceraikannya itu tampaknya adalah budak yang dibebaskan, bukan lelaki yang mulia, meskipun secara spiritual Zaid memiliki derajat yang tinggi, tetapi secara lahiriah ia tampaknya adalah budak yang dibebaskan.

Di sisi lain, salah satu tradisi yang masih diwarisi dari masa Jahiliah adalah bahwa tidak ada yang berhak menikahi perempuan yang pernah menjadi istri dari putra angkatnya. Mereka menganggap anak angkat sama seperti putra asli. Sekarang Nabi Muhammad Saw harus menghapuskan kebiasaan ini juga. Beliau ditugaskan oleh Allah untuk membawa Zainab, sepupunya, dan istri yang telah diceraikan oleh putra angkatnya untuk menghapus kebiasaan palsu itu. Dengan perintah Allah, Nabi Saw kemudian menikahi Zainab dan dengan demikian kebiasaan itu untuk selamanya dibatalkan.

Al-Quran dalam surat al-Ahzab ayat 37 menyebutkan, "Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya."

Istri-istri Nabi diberi status khusus setelah menikah dengan utusan Allah, sehingga ketika Allah memberi kabar gembira bahwa masing-masing dari mereka yang tunduk kepada Tuhan dan utusan-Nya serta berbuat baik, ia akan menerima ganjaran ganda dan setiap orang yang melakukan tindakan buruk akan mendapat hukuman dua kali lipat juga. Al-Quran dalam ayat-ayat surat al-Tahrim menyebutkan para istri Nabi Saw dan menyalahkan dua dari mereka karena mengungkapkan rahasia yang telah dibagikan Nabi kepada mereka. Dalam ayat-ayat ini mengetengahkan pentingnya kerahasiaan dengan pasangan dan menjelaskan sifat-sifat yang layak dimiliki seorang perempuan muslim.

Nabi memperlakukan keluarga dan istri-istrinya sedemikian rupa sehingga mereka kadang-kadang berani terhadap beliau dan begitu congkak, sehingga mengungkapkan rahasia batinnya. Karena alasan ini, ayat-ayat al-Quran diturunkan dalam mengancam dan menegur mereka. (Surat al-Tahrim ayat 3 sampai 5) Setelah perang dengan suku Bani Quraizhah, dimana pasukan Islam mendapat banyak harta rampasan perang, Hafshah dan dan Aisyah mengolah gagasan kehidupan aristokrat dan mewah dan menuntut perhiasan dari Nabi.

Nabi Saw menolak dan berkata, "Saya adalah pemimpin Islam dan Muslimin. Hidup saya sangat sederhana dan biasa sehingga orang miskin dan orang yang tidak memiliki apa-apa tidak merasa rendah diri." Tetapi keduanya bersikeras pada keinginan mereka dan membuat Nabi memikirkan masalah ini. Nabi Saw menahan diri untuk tidak merespons dengan keras. Umar bin Khattab, ayah Hafshah dan Abu Bakar, ayah Aisyah, dengan keras mencela putri mereka.

Nabi tidak senang dengan perilaku ayah mereka dan meninggalkan tempat pertemuan. Setelah beberapa saat, Allah mewahyukan kepada Nabi Saw dalam ayat 28 dan 29 dari surat al-Ahzab, "

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar."

Dalam pandangan Nabi, keluarga adalah lembaga suci yang memberi empati pada pasangan. Dalam wahyunya, Nabi meminta laki-laki dan perempuan untuk berbuat seperti pakaian dan saling menutupi ketidaksempurnaan yang lain. Rasulullah juga merupakan contoh yang baik dalam tingkah lakunya dalam hal ini. Nabi, dengan keyakinan pada istrinya, mengungkapkan rahasia kepada salah satu dari mereka. Tetapi dengan terungkapnya rahasia itu lewat kerja sama dengan salah satu istri beliau yang lain, perbuatan itu sangat mengganggu jiwa Nabi.

Peristiwa ini memiliki efek negatif pada hati Nabi Saw) dan semangatnya yang besar bahwa Allah membelanya dan, meskipun cukup dalam kekuatannya, perlu ada pernyataan dukungan dari Jibril dan orang-orang beriman yang saleh serta para malaikat lainnya. Ceritanya adalah bahwa Nabi Saw mengatakan rahasia kepada salah satu istrinya (Hafshah) dan memerintahkan dia untuk tidak memberi tahu siapa pun. Tetapi Hafshah, bertentangan dengan perintah Nabi, mengatakan rahasia itu kepada yang lain dan mengungkapkan sebagian darinya.

"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal"." (QS. Al-Tahrim: 3)

Pada ayat selanjutnya Allah berfirman, "Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula."

Menjaga rahasia bukan hanya salah satu sifat dari orang mukmin sejati, dimana setiap orang dengan kepribadian harus menjaga rahasia. Ini bahkan lebih penting dalam kehidupan keluarga, karena pasangan adalah pendukung pasangan lainnya dalam semua tahap kehidupan mereka, dan kepercayaan satu sama lain dapat menyelamatkan kapal kehidupan yang ramai hingga selamat ke pantai.

Namun, kedua perempuan itu mengabaikan status Nabi yang tinggi dan keagungan spiritualnya. Allah meminta mereka untuk bertobat dan mereka diingatkan bahwa jika mereka mau, mereka dapat dipisahkan dari utusan Tuhan. Karena sangat layak dalam privadi suci dan spiritual Nabi ada istri-istri yang memiliki keutamaan. Istri yang diperkenalkan Allah sebagai perempuan muslim, mukmin, taat, bertaubat, ahli ibadah dan berpuasa.

Bahkan, pada hakikatnya Allah di sini menggambarkan sifat-sifat perempuan yang layak agar perempuan dapat menghiasi dirinya dengan keutamaan-keutamaan ini, sehingga meraih kebahagiaan dan keselamatan.

Rahmah (Istri Nabi Ayyub as)

Salah satu perempuan penuh pengorbanan yang menyerahkan hidupnya demi melindungi dan mempromosikan nilai-nilai ilahi adalah istri Nabi Ayyub as.

Perempuan bagian dari penciptaan Allah yang luar biasa, sama seperti pria yang harus melewati jalur transenden dan kesempurnaan. Menurut pandangan Islam, perempuan yang berada di setiap masyarakat manusia yang sehat, memiliki kemampuan yang dibutuhkan dan mereka harus diberi kesempatan untuk bertanggung jawab dalam kemajuan sains, sosial, pembangunan dan mengelola dunia ini. Tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Tujuan penciptaan setiap manusia, baik itu perempuan atau laki-laki adalah sampai pada kesempurnaan insani dan memanfaatkan kebajikan lebih banyak demi menghiasi dirinya.

Kita mengetahui bahwa al-Quran, ketika membuat contoh dari manusia yang baik dan buruk, keduanya dipilih dari perempan. Karena Islam ingin menentang segala bentuk pemahaman yang salah dan tidak benar sepanjang sejarah tentang perempuan dan memperkenalkan posisi insani seorang perempuan. Islam ingin pertumbuhan pemikiran, ilmu, sosial, politik dan lebih dari semua itu pertumbuhan keutamaan dan spiritual perempuan mencapai batas tertinggi dan keberadaan perempuan bagi keluarga dan masyarakat insani sebagai satu anggota memiliki manfaat dan hasil terbaik.

Salah satu perempuan yang penuh pengorbanan yang berkorban dalam keluarga demi mempertahankan dan meninggikan nilai-nilai ilahi adalan Rahmah, istri Nabi Ayyub, putri dari Nabi Syu'aib. Ia menghadapi kondisi dan peristiwa paling sulit dalam hidupnya. Nabi Ayyub as salah satu nabi Allah yang mendapat ujian sulit. Beliau kehilangan semua orang-orang terdekat dan kekayaannya dan hanya dengan badan yang lemah dan sakit-sakitan dan istri yang suci dari keluarga nabi. Kesabaran menghadapi segala kesulitan dan kebersamaannya menjaga suaminya menjadi teladan kebaikan bagi semua manusia sepanjang sejarah.

Setiap kali suara munajat dan ucapan syukur Ayyub terdengar di telinga para malaikat, mereka memujinya dan mengingatnya sebagai hamba Allah terbaik. Setan tidak dapat melihat begitu saja keagungan seorang manusia dan segera menghadap Allah dan mengatakan, "Ya Allah! Syukur Ayyub menunjukkan ia tidak membutuhkan dan tidak ada yang dipikirkannya. Ia memiliki semua nikmat, juga seorang nabi dan memiliki harta dan kekayaan yang cukup, begitu pula anak-anak yang banyak dan istri yang penyayang. Bila Engkau menghilangkan nikmat-nikmatnya dan biarkan ia dalam cobaan yang berat, Engkau akan melihat betapa ia tidak akan mensyukuri-Mu seperti ini."

Terdengar suara, "Kami lebih mengetahui hamba Kami, tetapi Kami memberimu kesempatan, sehingga Ayyub teruji."

Hari itu, anak-anak Ayyub mendekati ayahnya dengan penuh kekhawatiran dan berkata, "Sepertinya ada api yang menyala di atas kehidupan ini. Semua menjadi musnah, bahkan untuk menyediakan makanan sehari-hari kita berada dalam kesulitan." Tanpa berkata apa-apa Ayyub dengan wajah yang tenah mengusap kepada mereka dan berkata, "Ya Allah, apa yang aku miliki hanyalah amanat dari-Mu dan saya akan tetap mensyukuri-Mu dalam segala keadaan. Bagaimana saya menjadi pensyukur nikmat-nikmat-Mu yang tidak ada batasnya, Apakah Engkau masih ragu?"

Setan yang kalan dalam ujian ini kembali berkata, "Ya Allah, beri kekuatan kepadaku untuk menguasasi anak-anak Ayyub, sehingga aku dapat membuktikan bahwa Ayyub bukan orang yang sabar." Beberapa hari berlalu, dua orang anaknya mendatangi Ayyub dengan perasaan tidak enak dan cemas. Ayyub bertanya, "Apa yang terjadi?" Apakah kalian ada kebutuhan?" Mereka menangis dan tidak bagaimana harus memulai pembicaraan. Pada akhirnya satu di antara mereka berkata, "Di kebun yang temboknya runtuh, semua anakmu meninggal." Ayyub meneteskan air mata, tetapi tidak berkata apapun. Setelah itu ia mengangkat kepalanya dengan sedih, tetapi penuh keikhlasan berkata, "Wahai yang Maha Pengasih, anak-anakku semuanya adalah nikmat-nikmat Engkau yang menjadi amanah dan diserahkan kepadaku. Ini kehendak-Mu yang mengambilnya sekaligus. Saya mensyukuri-Mu, karena saya tidak mampu mensyukuri nikmat-nikmat-Mu yang tidak terbatas."

Keikhlasan dan penghambaan Ayyub bagaikan palu godam yang menghantam kepala setan, tetapi ia telah bersumpah tidak akan meninggalkan walau sekejap pun untuk menggoda dan menipu manusia. Karenanya ia berusaha sekali dan berkata, "Ya Allah! Ayyub masih tetap bersyukur kepadamu karena menginginkan harta dan anaknya dikembalikan. Bila Engkau mengambil nikmat kesehatan dari Ayyub dan badannya menderita sakit yang sulit sembuh, Engkau akan melihat Ayyub tidak lagi bersyukur kepada-Mu."

Ayub jatuh sakit dan terbaring di tempat tidur dengan seluruh tubuhnya ada luka. Orang-orang mengira ia telah kehilangan status kedekatan ilahi dan memutuskan hubungan dengannya. Setan berpikir sudah mendekati tujuannya. Dia begitu gembira dan seperti lupa, tetapi dia mendengar suara Ayub yang samar dan lemah mengucapkan syukur kepada Allah, "Ya Tuhanku! Hamba Anda yang malang ini sebelumnya memiliki berkat kesehatan. Jika Anda mengambilnya kembali, saya mematuhi perintah Anda dengan jiwa saya. Bagaimana saya bisa berterima kasih atas berkat hidup dan berkat iman yang telah Anda berikan kepada saya!"

Beberapa hari, bulan dan tahun berlalu, Ayub masih di tempat tidur sampai tubuhnya melemah dan wajahnya menjadi kurus dan kuning. Karena penyakitnya terus berlangsung, para sahabat dan temanya kemudian meninggalkannya. Hanya istri Ayyub yang setia tetap bersamanya dan merawatnya sampai nafas terakhir serta menjaga cahaya hidupnya tetap menyala. Rahmah dengan hati penuh kasih menjaganya dan memperkuat harapan dalam dirinya serta bersama suaminya dalam memuji dan bersyukur kepada Allah. Rahmah dengan segala peristiwa pahit yang dialaminya tetap mempertahankan imannya.

Pada saat ini, setan benar-benar marah dan tidak berdaya, lalu memanggil bantuan. Para sahabat setan berkata, "Sampai saat ini istri Ayub masih menjadi teman setianya. Apakah kalian dapat membuat Ayyub bertekuk lutut lewat istrinya?" Setan senang dan dirinya berubah menjadi seorang pria. Ia pergi ke istri Ayub dan, dengan kata-kata menipu, ia menyalakan api kesedihan yang tersimpan dan membuatnya putus asa dari belas kasihan Tuhan. Istri Ayub mendatangi suaminya dan berkata, "Berapa lama lagi Tuhan akan mengazabmu? Mengapa Dia tidak menghilangkan kesedihanmu? Kekayaan, anak-anak, masa muda dan martabatmu telah pergi ke mana?"

Ayyub menjawab, "Sesungguhnya setan telah menipumu."

Dengan marah istrinya berkata, "Mengapa engkau tidak mau memohon kepada Allah agar menghilangkan kesedihanmu dan memusnahkan cobaanmu?"

Ayyub berkata, "Berapa lama engkau hidup dalam nikmat dan hidup dengan penuh kejayaan?"

Ia menjawab, "80 tahun."

Ayyub bertanya, "Sekarang bertapa tahun engkau hidup dalam kesulitan?"

Rahmah, "Tujuh tahun."

Nabi Ayyub kemudian berkata, "Saya malu memohon kepada Allah agar menjauhkan kesulitan dari diriku, sementara masa nikmat dan kesulitan yang aku alami sangat jauh jaraknya. Bila aku dapat bangkit dari tempat tidur dan mendapatkan kembali kekuatanku, aku akan mencambukmu seratus kali."

Ayub ditinggalkan sendirian dan penyakitnya semakin memburuk. Suatu hari dengan berseru kepada Tuhan untuk meminta bantuan ia berkata, "Ya Tuhan, setan telah menyiksaku dengan azab, tetapi Engkau paling pengasih dari yang mengasihi." Dengan mengadukan setan, Ayyub meminta kepada Allah agar menghilangkan kejahatannya. Hal ini disampaikank etika Ayyub berhasil melewati ujiannya dengan hasil bagus dan menunjukkan mampu menghadapi godaan setan dengan sabar dan menanggung semua ujian dengan baik. Karenanya Allah mengabulkan doa Ayyub dan mewahyukan kepadanya, "Ayyub, hentakkan kakimu ke atas tanah. Mata air yang jernih akan muncul dan dengan air itu engkau dapat minum dan mandi. Kesehatan akan kembali dan begitu juga engkau akan menjadi muda."

Meskipun Ayub memerintahkan istrinya untuk meninggalkannya, tetapi istrinya tidak merasa terancam oleh kemarahan Ayub dan tidak melepaskan bayang-bayang kasih sayangnya dari diri suaminya serta memutuskan untuk merawatnya. Ketika kehancuran yang menimpa Ayyub kembali baik semua, ia benar-benar terkejut mendapati Ayyub sebagai seorang pemuda yang segar, sehat dan aktif sedang berada di kebun yang menghijau. Pada awalnya ia tidak mengenal Ayyub. Ia mulai menangis dan pemuda itu kemudian bertanya mengapa ia menangis. Rahmah menjawab, "Segalanya di sini sudah rusak dan hancur, dimana ada seorang pria yang terbaring sakit. Sekarang saya tidak tahu apa yang terjadi padanya. Pemuda itu berkata, "Saya adalah Ayyub yang berdoa kepada Allah dan Allah mengembalikan semua nikmat-nikmat kita."

Rahmah begitu gembira mendengar itu dan bersyukur kepada Allah. Tetapi Ayyub telah bersumpah akan menghukumnya. Waktu itu Allah berfirman, "Ambil kayu yang sangat tipis dan tumpukkan menjadi seratus dan sekali engkau pukulkan kepada istrimu dengan perlahan, sehingga janjimu tetap dilakukan. Dalam ayat 43 dan 44 surat Shad disebutkan, "Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya)."

Sayidah Fathimah Zahra as (1)

Al-Quran sangat menganjurkan manusia untuk memperhatikan warisan sejarah kaum terdahulu dan dalam hal ini, membahas pribadi-pribadi menonjol lalu memperkenalkan mereka sesuai dengan bidangnya.

Artikel sebelum ini telah membawa kita mengenal sejumlah perempuan dalam al-Quran sebagai teladan qurani dan berhasil memperkenalkan kelebihan yang mereka miliki. Kita menghormati Maryam karena kesuciannya, takwa dan ibadahnya. Balqis, Ratu Saba' sebagai perempuan yang dikenal dengan kemampuan manajerial dan rasionalitasnya. Kami juga telah memperkenalkan beberapa perempuan yang semasa dengan Nabi Musa as di saat-saat yang sangat menentukan. Masih ingat akan keberanian Sarah mengikuti suaminya serta kesabaran dan istiqamah Hajar di hadapan kehendak ilahi.

Pada kesempatan kali ini, kita akan berbicara tentang seorang perempuan yang keagungannya dikarenakan memiliki semua sifat menonjol kemanusiaan. Dengan kata lain, kepribadiannya patut dipuji dan transenden di semua dimensi hidupnya. Sekalipun nama perempuan ini secara eksplisit tidak disebutkan dalam al-Quran, tetapi menurut pendapat mayoritas ahli tafsir dan ulama Islam, ada beberapa ayat al-Quran yang diturunkan mengenai dirinya. Usianya tidak panjang dan terbatas, tetapi sejarah kehidupannya memberikan poin baru, setiap kali kita mengkajinya. Perempuan ini adalah Fathimah as, putri suci dan mulia Rasulullah Saw.

Muhammad dan Khadijah adalah dua manusia teladan. Khadijah adalan perempuan yang benar-benar mengorbankan segalanya demi penyebaran tauhid dan agama Islam. Ia membantu Muhammad lewat hartanya dan membantu apa saja yang bisa dilakukannya untuk suaminya. Hasil dari pernikahan suci ini adalah dua putra bernama Abdullah dan Qasim dan empat putri; Zainab, Ummu Kultsum, Ruqayyah dan Fathimah. Namun tidak berapa lama, dua putra Rasulullah meninggal dunia. Kehilangan dua putranya ini sangat membuat Muhammad dan Khadijah sedih dan menggembirakan musuh-musuh mereka. Karena menurut mereka, keturunan Nabi Saw telah terputus.

Setelah pengutusan Muhammad sebagai Rasulullah, beliau kembali kepada Khadijah setelah melewati ibadah selama 40 hari dan memberi kabar gembira kepadanya bahwa Jibril memberi berita gembira bahwa Allah akan menganugerahkan seorang putri, dimana keturunannya penuh berkah dan suci. Allah Swt dengan segera akan menganugerahkan keturunanku lewat keberadaannya dan darinya akan muncul generasi yang menjadi Imam dan Khalifah Allah setelah terputusnya wahyu. Ketika Khadijah hamil, sejak itu pula ia merasa akrab dengan Fathimah yang berada dalam perutnya. Suatu hari Rasulullah memasuki kamar dan mendengar Khadijah sedang berbicara dengan seseorang. Beliau bertanya, "Wahai Khadijah! Engkau sedang berbicara dengan siapa?" Khadijah menjawab, "Anak yang berada dalam perutku berbicara denganku dan mengakrabiku serta membuatku merasa tenang."

Hari berlalu dan masa kelahiran anak yang dinanti ini semakin dekat. Waktu itu tidak ada perempuan Mekah yang akan membantu persalinan. Khadijah sangat sedih, tetapi tiba-tiba ada empat perempuan dengan tubuh tinggi memasuki ruangan. Ketika melihat mereka, Khadijah merasa takut. Seseorang dari mereka berkata, "Wahai Khadijah! Jangan bersedih. Kami diutus oleh Tuhanmu untuk menemuimu. Kami adalau saudarimu. Saya adalah Sarah. Perempuan yang duduk bersamamu di surga adalah Asiah binti Muzahim. Sementara yang satu ini adalah Maryam putri Imran dan yang itu adalah Kultsum, saudari Musa bin Imran. Allah mengutus kami kepadamu untuk melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan perempuan di waktu seperti ini."

Ketika Fathimah lahir ke dunia, muncul cahaya terang benderang di langit yang tidak pernah disaksikan sebelum ini oleh para malaikat. Empat perempuan itu mengatakan, "Khadijah ambil anakmu yang berada dalam keadaan suci, disucikan dan penuh berkah dan Allah menjadikannya dan keturunannya berkah."

Berita kelahiran putri Nabi Muhammad Saw sampai ke semua tempat. 'Ash bin Wail yang merupakan musuh lama Nabi Saw yang menurut pandangan Jahiliah, menilai anak perempuan sebagai kehinaan, menyebut Muhammad sebagai Abtar yang berarti keturunannya terputus.

Pada waktu itu Allah menurunkan surat al-Kautsar dan Allah memberikan kabar gembira kepada utusan-Nya seperti ini, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus."

Sejatinya, Allah menurunkan surat ini kepada Nabi Muhammad Saw sebagai hiburan kepada beliau, sekaligus menjelaskan satu hakikat bagi beliau dan bagi umat Islam. Karenanya Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak." Itu adalah hakikat agung, banyak dan terus bertambah.

Sebelum munculnya Islam, sejarah ditulis khusus untuk laki-laki dan pria menutupi kehidupan perempuan serta tidak memberi kesempatan kepada perempuan untuk memainkan peran. Keberadaan anak laki-laki dan pria dalam sebuah keluarga termasuk nilai dan memberi kebesaran tersendiri bagi keluarga tersebut. Laki-laki tidak memberi kesempatan kepada perempuan agar dapat mengaktualisasikan energinya yang tersimpan dan tersembunyi dalam dirinya. Di masa itu, perempuan hanya menjadi pemain peran pinggiran dan bagian dari laki-laki. Dalam perjalanan waktu, perempuan dipengaruhi masalah ini dan perlahan-lahan mereka tidak percara dirinya merupakan seorang perempuan yang independen.

Dengan kemunculan Islam dan keberadaan Sayidah Fathimah as serta peran yang dimainkannya dalam keluarga dan masyarakat berhasil menghancurkan kebiasaan ini. Sejak masih kecil, Fathimah telah menghapus pemikiran Jahiliah dan selalu bersama Nabi Saw dan menjadi pendukungnya ketika risalah dan tugas Nabi sedang sulit. Ia berhasil menunjukkan perempuan dan laki-laki memiliki tanggung jawab yang sesuai dengan dirinya dan peran keduanya berbeda sesuai dengan pribadi dalam dirinya dan elemen yang diperlukan dalam pertumbuhan dan kesempurnaan keduanya. Keduanya merupakan bagian dari penciptaan manusia dan tidak ada kelebihan satu dari keduanya. Karena keutamaan manusia bergerak pada makna akal, jiwa dan gerakannya, bukan pada jenis kelaminnya. Sekalipun Fathimah as tidak berusia panjang, tetapi berhasil menunjukkan hakikat ini dengan baik.

Sekaitan dengan tafsir surat al-Kautsar, Ayatullah Khamenei mengatakan, "Berbeda dengan yang dibayangkan musuh yang suka menyalahkan, putri Nabi Saw penuh berkah dan wujud yang dermawan, menjadi sumber tetapnya nama, memori, agama dan ajaran Nabi Saw, sehingga tidak pernah ada anak yang menonjol dan agung seperti ini. Pertama, keturunannya ada sebelas Imam dan sebelas mentari penuh cahaya yang menyebarkan ajaran Islam ke dalam hati setiap manusia, menghidupkan kembali Islam, menjelaskan al-Quran, menyebarkan ajaran Islam, menghapus perubahan dan tahfir dari Islam dan menutup jalan untuk menyalahgunakan Islam.

Salah satu dari sebelas Imam ini adalah Husein bin ali as yang sesuai dengan riwayat dari Nabi Saw, 'Saya berasal dari Husein dan Husein adalah bahtera penyelamat dan cahaya hidayah.' Semua warisan penuh berkah yang ada dalam pribadi tersebut memunculkan syahadah dan kebangkitan dalam sejarah Islam, ia adalah satu dari keturunan Fathimah Zahra as. Bukan hanya ajaran Syiah yang menjadi imam terkenal Ahli Sunnah, baik lewat perantara atau langsung telah memanfaatkan limpahan ilmu mereka.

Kautsar atau kebaikan yang banyak ini setiap hari semakin terang dan menyebarkan keturunan Nabi Saw di seluruh dunia Islam. Sekarang ribuan, bahkan ratusan ribu keluarga turunan Nabi yang telah dikenal jelas yang berada di pelbagai dunia Islam menunjukkan keturunan beliau tetap bertahan bak ribuan peliat di dunia yang menjadi bukti keberadaan spiritual ajaran dan pribadi sucinya. Kautsar ini adalah Fathimah Zahra as. Salam Allah kepadanya, salam seluruh para nabi dan wali, malaikat dan segala ciptaan Allah kepadanya hingga Hari Kiamat."

Al-Quran dengan diturunkannya surat al-Kautsar tentang pribadi Sayidah Fathimah Zahra as berhasil memperkenalkan teladan kebaikan kepada dunia dan Fathimah sebagai anugerah yang tiada akhir pewaris keutamaan dan kebaikan akhlak Nabi Saw. Dalam surat ini, telah diperintahkan kepada Nabi Saw agar mengucapkan syukur kepada Allah karena diberikan Kautsar ilahi yang abadi ini. Di sisi lain, Allah Swt dengan perubahan ini berhasil mengeluarkan perempuan dari penghinaan, khurafat dan penyimpangan. Di balik kebaikan banyak Fathimah as, Ahlul Bait Rasulullah Saw bak mutiara yang dihormati manusia dan menjadi jalan, hidayah dan pembimbing mereka menuju kebahagiaan.