• Mulai
  • Sebelumnya
  • 12 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 2100 / Download: 1725
Ukuran Ukuran Ukuran
Hak anak dalam Islam (Bagian3)

Hak anak dalam Islam (Bagian3)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Hak Anak Dalam Islam dan Dokumen Internasional,

17. Tentang Hukuman Anak

Beberapa orang tua menganggap hukuman sebagai elemen penting dalam membesarkan anak-anak. Jelas, salah satu cara untuk mengasuh anak adalah menggunakan tindakan hukuman selain memberikan dorongan. Dalam pengertian umum tentang hukuman adalah masalah penting bagi pendidikan. Tapi masalahnya di sini adalah tentang hukuman fisik. Apakah karena itu semata-mata untuk pendidikan maka wali hukum dan orang tua diboleh menghukum anak?

Jika ada cara lain untuk menghukum anak di dunia sekarang ini, haruskah kita masih membiarkan hukuman fisik? Beberapa psikolog percaya bahwa hukuman fisik tidak menghilangkan akar rasa sakit, tetapi meredakan gejala nyeri sementara.

Di dunia sekarang ini, sebagian orang percaya bahwa cara terbaik untuk mendidik adalah dengan kebebasan. Jean-Jacques Rousseau, berbeda dengan John Locke, percaya pada kebebasan dalam bukunya yang terkenal, Emile, yang merupakan salah satu buku paling penting di bidang ilmu pendidikan di Barat. Dalam buku Emile, Rousseau mengatakan, "Jika hukuman, khususnya hukuman keras sebagai dorongan sentif akan muncul bahaya lain seperti rasa takut dan gangguan kepribadian, yang akan menyebabkan kegugupan dan tekanan emosional."

Masalah ini masih mengarah pada pandangan teoritis di antara para ahli psikologi dan sains, apakah hukuman fisik secara umum dilarang atau, jika perlu, ditentukan dengan batas-batas tertentu. Dalam beberapa tradisi, hukuman dilarang terhadap anak.

Seorang pria mendatangni di Imam Kazhim as dan mengeluh tentang anaknya, Imam Kazhim as berkata, "Jangan memukul anak Anda dan untuk mengajarinya, coba untuk tidak memedulikannya. Tetapi berhati-hatilah untuk tidak lama membiarkannya begitu, dan segera berbaik kembali dengannya."

Poin pentingnya di sini sangat jelas bahwa perilaku Maksumin as tidak menggunakan hukuman fisik. Meskipun beberapa riwayat mungkin menunjukkan hukuman fisik pada kesalahan tertentu, tapi dalam praktinya mereka tidak pernah menggunakan cara ini. Sebagai contoh, di sini akan disinggung sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Ia telah melayani Rasulullah Saw sejak masa kecilnya. Anas mengatakan, "Saya melayani Nabi selama bertahun-tahun, tetapi tidak pernah menghina saya dan tidak menghukum saya."

Juga, dalam sebuah riwayat dari Ummu Salamah, ketika pelayan Nabi Muhammad Saw pergi bekerja dan terlambat, dia berkata, "Jika aku tidak takut pada qisas (tampaknya pembalasan di Hari Penghakiman), aku akan menghukummu dengan kayu miswak ini." Dalam pandangan fikih, ada sejumlah ahli fikih yang telah memberikan izin untuk menggunakan hukuman fisik fatwa dan menekankan masalah ini bahwa hukuman harus sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan pembayaran diyah. Level diyah yang harus dibayar adalah kulit yang dipukul memerah.

Dalam Konvensi Hak Anak, sesuai dengan Pasal 19 dan secara umum, semangat Konvensi menekankan bahwa negara-negara harus berusaha untuk mengubah dan meratifikasi undang-undang mereka sendiri sehingga kekerasan tidak dapat diterapkan untuk anak-anak di semua tingkatan. Komite Hak Anak secara khusus menekankan bahwa hukuman fisik di keluarga todal sesuai dengan sekolah, institusi lain atau dalam sistem peradilan. Misalnya, dalam Laporan Pendahuluan Swedia kepada Komite Hak Anak disebutkan, "Anak layak mendapat perawatan dan keselamatan, dan anak harus diperlakukan dengan hormat terkait kepribadian dan individunya dan tidak boleh dikenakan hukuman fisik atau perlakuan yang merendahkan."

Sebaliknya, dalam hukum di beberapa negara, istilah "hukuman fisik yang masuk akal atau rasional" telah ditafsirkan sebagai tidak diperbolehkan dalam level ini pada undang-undang. Karena itu menjadi sarana untuk disalahgunakan. Sebagai contoh, Pasal 154 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Spanyol menetapkan bahwa orang tua dapat menghukum anak-anak mereka dengan bijaksana dan lemah lembut. Perhatian yang diungkapkan oleh Komite Hak Anak di sini adalah bahwa hal itu dapat ditafsirkan sebagai makna bahwa tindakan yang bertentangan dengan Konvensi diperbolehkan.

Dalam laporan awal Inggris, konsep "hukuman rasional" telah dipertahankan. Menurut laporan tersebut, pemerintah berjanji untuk menghormati tanggung jawab orang tua untuk memberikan bimbingan yang memadai agar anak mendapat penghormatan atas hak-haknya sesuai dalam Konvensi ini. Pandangan pemerintah adalah bahwa bimbingan dan tuntunan yang tepat termasuk hukuman fisik yang lembut dan rasional terhadap anak oleh orang tua. Tentu saja, hukuman berat dianggap penyalah gunaan dan pelanggaran pidana.

Salah satu tugas penting yang diberikan kepada orang tua religius dalam ajaran agama adalah pendidikan agama anak. Dalam pembahasan hak-hak anak sebelum kelahiran, kami menjelaskan bahwa peran orang tua dalam pendidikan dan perkembangan kepribadian anak dimulai sebelum persalinan. Dalam perspektif ini, memilih suami dan istri yang tepat, kondisi untuk pembuahan, sperma dan kehamilan, dan seterusnya sangat penting. Mengingat bahwa kami telah membahas topik-topik ini dengan cara yang berbeda, berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan.

Dalam Islam, mencari rezeki yang halal bagi anak-anak dan pasangan selama hidup di masa kehamilan, dan seterusnya, sangat penting. Dalam ayat 168 dari surat al-Baqarah, disebutkan, "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." Akibatnya, nutrisi orang tua dari makanan halal dan bersih selama kehamilan sangat efektif dalam membentuk karakter dan masa depan bayi. Juga, pada masa bayi dan laktasi, Islam menganggap jenis susu sangat efektif dalam mendidik anak.

Kebanyakan psikolog setuju bahwa pengasuhan harus dimulai sejak kecil. Masalah ini juga penting dalam sistem agama Islam. Psikoanalisis telah menunjukkan bahwa anak-anak mengalami sensasi religius pada usia empat tahun. Bahkan, keingintahuan anak-anak tentang keberadaan Tuhan dan penciptaan dunia dimulai pada usia ini. Masalah psikologis ini juga terlihat di antara hadis para pemimpin agama Islam.

Imam Shadiq as mengatakan, "Ketika anak berusia tiga tahun, ajari dia Laa Ilaaha Illa Allah dan biarkan dia (ini sudah cukup). Ketika tujuh bulan berikutnya berlalu, ajarkan dia Muhammad Rasulullah dan kemudian biarkan dia hingga berusia empat tahun, dan waktu itu ajarkan kepadanya mengucapkan shalawat. Pada usia lima tahun, ajari dia sisi kanan dan kiri, tunjukkan padanya kiblat dan melakukan sujud mengarah kepadanya. Kemudian biarkan dia hingga usia enam tahun. Ketika melakukan shalat usahanya berada di dekatnya dan ajarkan dia bagaimana ruku dan sujud, hingga dia berusia tujuh tahun selesai. Ketika dia berusia tujuh tahun, ajari dia wudhu dan katakan padanya untuk melakukan shalat, sehingga ketika dia sampai berumur sembilan tahun, dia telah belajar wudhu dan shalat dengan baik. Dan ketika dia belajar dua hal itu dengan baik, Tuhan akan mengampuni orang tuanya untuk pendidikan ini."

Psikolog mengatakan bahwa seiring bertambahnya usia anak, ada tiga jenis perasaan religius. Tahap pertama adalah pengembangan rasa religius, tahap kedua munculnya keraguan dalam ajaran agama, dan tahap ketiga, munculnya pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari keraguan ini. Mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan ini dan mengenali karakteristik emosional dan intelektual anak-anak sangat penting pada tahap ini. Kadang-kadang reaksi orang tua dan guru yang tidak tepat terhadap pertanyaan agama anak-anak akan menjauhkan mereka dari agama selamanya. Ini bisa menjadi salah satu kerusakan pendidikan agama.

Melihat pandangan dan perilaku Imam Ali as, menjadi jelas bahwa dalam sistem pendidikan Islam tujuan akhir pendidikan adalah agar anak mencapai ketaatan dan penghambaan ilahi, dimana tujuan utamanya adalah untuk menumbuhkan seseorang yang taat kepada Tuhan dan menyerah kepada-Nya. Imam Ali as dalam sebuah ungkapannya secara tidak langsung menyatakan tujuan akhir pendidikan dan memang beliau memenuhi tujuan pendidikan dan mendidik anak-anaknya demi mencapai tujuan tersebut.

Almarhum Ibn Shahr Ashub dengan sanadnya meriwayatkan dari Imam Ali as , "Aku tidak memohon kepada Tuhanku dari anak-anak yang rupawan dan baik, tetapi aku telah meminta Tuhanku agar anak-anaku taat kepada-Nya dan takut kepada-Nya. Selama melihat mereka dengan sifat-sifat ini, saya menjadi gembira."

18. Hak atas Kesehatan bagi Anak

Hak atas kesehatan, kesejahteraan dan jaminan sosial adalah hak lain dari anak. Memiliki kesehatan dan kesejahteraan yang baik dan jaminan sosial bagi anak-anak adalah masalah yang tak terbantahkan.

Pasal 24 Konvensi Hak Anak menyatakan, "Negara-negara anggota Konvensi mengakui hak anak untuk menikmati standar tertinggi kesehatan dan fasilitas yang diperlukan untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Mereka akan berusaha memastikan bahwa tidak ada anak yang ditolak akses ke hak ini dan akses ke layanan kesehatan."

Gizi buruk menyumbang menyumbang setengah dari kematian anak-anak. Makanan yang tidak sesuai, penyakit berulang dan perawatan serta perhatian yang tidak memadai adalah salah satu penyebab paling penting kekurangan gizi pada anak-anak. Jika seorang ibu menderita gizi buruk selama kehamilan dan tidak memiliki perawatan kesehatan penuh atau anak menderita kekurangan gizi dalam dua tahun pertama kehidupannya, perkembangan fisik dan mental anak akan tertunda dan akan menghadapi banyak masalah sepanjang hidupnya. Setiap anak berhak memiliki gizi yang baik, lingkungan yang sesuai dan perawatan kesehatan dasar untuk melindunginya dan memperoleh manfaat dari pertumbuhan dan perkembangan yang tepat. Namun, pertumbuhan fisik anak adalah salah satu gejala perkembangannya dan harus ditinjau secara teratur dalam hal kesehatan dan perhatian.

Masalah kesehatan, kesejahteraan dan jaminan sosial telah secara khusus dibahas dalam dokumen internasional secara umum dan dalam Konvensi Hak Anak. Misalnya, Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tentang hak untuk mendapatkan perawatan medis untuk kesehatan dan kesejahteraan semua orang, dan Pasal 12 dari Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya juga mengharuskan negara agar setiap orang memiliki tingkat kesehatan fisik dan mental yang paling tepat. Piagam Organisasi Kesehatan Dunia yang diadopsi oleh Konferensi Kesehatan Dunia di New York pada tahun 1946 juga memperkenalkan definisi baru tentang kesehatan, "Kesehatan adalah kondisi fisik, mental, dan sosial yang lengkap, dan bukan hanya tidak memiliki penyakit atau cacat. Ini adalah salah satu hak dasar manusia dan mencapai tingkat kesehatan setinggi mungkin adalah salah satu tujuan sosial paling penting di seluruh dunia, yang, di samping sektor kesehatan, membutuhkan penerapan banyak sektor sosial dan ekonomi lainnya."

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tentang Kelangsungan Perlindungan dan Pengembangan Anak dan Rencana Aksi untuk Implementasinya, yang diadopsi oleh World Summit for Children pada tahun 1990, menetapkan kewajiban umum dan khusus untuk kesehatan anak dalam kaitannya dengan standar Konvensi Hak-hak Anak. Penjelasan yang disebutkan dalam paragraf 6 dari deklarasi ini adalah bahwa 40.000 anak meninggal setiap hari karena kekurangan gizi dan penyakit, termasuk AIDS, kekurangan air bersih dan sanitasi serta obat-obatan yang memadai. Untuk alasan ini, pernyataan itu menyebutkan bahwa "kemajuan kesehatan anak dan gizi adalah tugas utama, serta kewajiban yang saat ini ada akses untuk solusi." Setiap hari, puluhan ribu anak perempuan dan anak laki-laki dapat diselamatkan, karena penyebab kematian mereka dapat dicegah."

Salah satu metode yang paling tepat dan efektif dalam pendidikan manusia adalah metode menghormati dan "menghormati kepribadian". Metode ini sebenarnya adalah tulang punggung kesehatan mental manusia dan salah satu faktor terpenting dalam pertumbuhan kepribadiannya. Allah Swt telah memuji Bani Adam dalam al-Quran, dan tidak menciptakan mahluk yang lebih tinggi darinya, "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."

Kami menyimpulkan dari ayat ini bahwa Allah menganugerahkan kepada manusia dan memberinya dua hal; satu martabat dan kemurahan hati serta keunggulan atas makhluk lain. Penghormatan berarti memberinya karakteristik yang tidak ada dalam mahluk dan fenomena lain dan keunggulan manusia dibanding makhluk lain dengan memberikan kekhususan kepada manusia, dimana manusiia dan makhluk yang lain memilikinya, tapi manusia memilikinya dalam level tertinggi. Mengingat bahwa manusia menikmati dua keuntungan besar dan fitri ini, penghormatan dan martabatnya merupakan kewajiban mendasat, yang tidak boleh diguncang oleh faktor apapun.

Hak untuk menghormati kepribadian anak adalah salah satu hak anak yang paling penting dan paling menonjol. Mempertimbangkan kebutuhan spiritual dan psikologis anak adalah salah satu masalah penting anak. Para psikolog telah menekankan pentingnya masalah ini selama masa kanak-kanak untuk pertumbuhan anak. Dalam setiap situasi, baik tua maupun muda, ia tertarik dengan kepribadiannya dan selalu ingin dihormati di lingkungan lain seperti rumah dan sekolah. Tidak memperhatikan masalah penting ini mengarah pada melemahnya kepribadian, yang merupakan salah satu masalah paling rumit di masyarakat.

Ajaran agama menekankan perlunya menghormati kepribadian anak dan menempatkan rasa hormat dan menghormati mereka dalam setiap situasi kehidupan. Imam Sajjad as dalam Risalah Huquq mengatakan, "Hak anak adalah bersikap baik padanya, mendidiknya, memaafkannya, menutupi kesalahannya, bersikap lembut kepadanya, membantunya dan menyembunyikan kesalahan-kesalahan masa remaja-nya yang membuatnya kemudian bertaubat dan bersikap lapang dada kepadanya serta tidak bersitegang, karena akan memperlambant pertumbuhannya.

Begitu juga dalam sabda Nabi Saw, "Muliakan anak-anak, perlaku mereka seperti orang besar, ajarkan tata krama kepadanya, sehingga kalian mendapat ampunan Allah Swt." Nabi Saw juga memperingatkan semua pengikutnya, " Orang yang tidak memiliki belas kasihan kepada anak-anak Muslim dan tidak menghormati orang-orang besar, maka ia bukan dari kita."

Dalam teks-teks riwayat ada penekanan dan perhatian khusus kepada anak-anak perempuan dan ini mungkin karena status sosial mereka di masa-masa awal Islam. Misalnya, dalam sebuah riwayat yang dikutip oleh Ibnu Abbas, "Setiap keluarga yang memiliki anak perempuan dan tidak mengganggu dan tidak melecehkannya serta tidak mendahulukan anak laki-lakinya dari anak perempuannya, maka Allah Swt akan memasukkannya ke dalam surga."

Aspek terpenting dalam menghormati kepribadian anak dalam rekomendasi Maksumin as adalah berbicara dengan baik kepada anak-anak, mengucapkan salam, harapan yang sesuai dari mereka, memenuhi janji kepada mereka dan tidak mencari kesalahan mereka. Pembahasan bagian ini akan diakhiri dengan menjelaskan sebuah hadis sangat informatif dari perilaku Nabi Muhammad Saw.

"Imam Sadiq as mengatakan bahwa Nabi Saw melaksanakan shalat Zuhur berjamaah dan dua rakaat terakhir dilakukannya dengan cepat, tanpa melakukan amalan mustahab. Usai melaksanakan shalat, para makmum bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah ada yang terjadi ketika shalat?" Beliau justru bertanya, "Apakah ada sesuatu yang terjadi?" Mereka berkata, "Anda melaksanakan dua rakaat terakhir dengan cepat." Beliau menjawab, "Apakah kalian tidak mendengar suara dan tangisan anak?"

Beliau terkadang memanjangkan sujud untuk menghormati anak-anak, tapi kadang-kadang beliau justru mempercepat shalat karena menghormati anak-anak juga. Dalam kedua kasus itu, beliau menghormati anak-anak dan secara praktis mengajarkan orang-orang bagaimana mendidik anak. Pada dasarnya, Nabi Muhammad Saw menyatakan kepada semua untuk menghormati anak-anak, baik itu anaknya sendiri atau anak orang lain.

Islam dengan cermat telah memprediksi kebutuhan spiritual dan penyediaan kebutuhan psikologis bagi anak. Inilah mengapa sangat ditekankan rasa hormat dan penghormatan kepada anak sebagai hak mutlak kepada orang tua dan orang lain. Karena masa kecil adalah periode paling penting dari kehidupan manusia dan periode pembentukan karakter dan dipengaruhi.

Para psikolog percaya bahwa dalam periode ini, faktor terpenting yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak adalah lingkungan, orang tua dan orang lain di sekitarnya. Juga, psikolog mempertimbangkan salah satu penyebab masalah psikologis adalah kurangnya seseorang mendapat penghormatan orang lain.

Menghormati anak adalah salah satu cara untuk mencegah munculnya penyakit mental semacam itu. Selain itu, penghargaan dan penghormatan terhadap anak memperkuat rasa harga diri dan percaya diri mereka, yang sangat penting dalam komunikasi sosial. Oleh karena itu, rasa hormat dan menghormati kepribadian anak dapat diperkenalkan sebagai sarana dan metode pendidikan. Itulah mengapa al-Quran dan Nahj al-Balaghah telah menekankan masalah penting ini.

19. Dilarang Menggunakan Tenaga Kerja Anak untuk Kerja Sulit

Anak-anak termasuk yang paling rentan di masyarakat. Mereka menghadapi banyak kesulitan. Kerja ekstrem, kekerasan fisik dan psikologis, pemerkosaan dan pelecehan seksual serta kurangnya akses ke pendidikan adalah salah satu masalah utama anak-anak. Melindungi anak adalah salah satu tanggung jawab orang tua dan pemerintah dan salah satu hak anak adalah hak melarang untuk menggunakan anak dalam pekerjaan-pekerjaan sulit dan keras.

Anak-anak perlu berkenalan dengan pekerjaan mereka dan belajar keterampilan untuk melanjutkan hidup mereka selama masa remaja. Ini adalah hak anak untuk belajar menguasai ketrampilan dan untuk mempersiapkan kemandirian serta untuk memasuki komunitas dengan sukses. Tetapi, di sisi lain, dilarang untuk memaksa anak-anak untuk melakukan kerja keras dan kegiatan yang membahayakan tubuh dan jiwa mereka, dan itu tidak diperbolehkan di bawah Konvensi Hak Anak.

Buruh anak dikatakan sebagai anak yang bekerja terus menerus dan stabil, dimana sering mencegah mereka pergi ke sekolah dan menjalani masa kecilnya serta mengancam kesehatan mental dan fisik mereka. Pekerja anak dianggap sebagai kegiatan eksploitatif oleh banyak negara dan organisasi internasional. Namun terlepas dari itu, pekerja anak sangat umum dan termasuk pekerjaan di pabrik, pertambangan, prostitusi, pertanian, membantu kerja orang tua, memiliki kerja pribadi (seperti menjual makanan) atau tenaga kerja di luar kebiasaan. Bentuk-bentuk pekerjaan anak yang paling tidak pantas adalah pelecehan anak dan prostitusi anak. Yang kurang kontroversial dan biasanya legal (dengan beberapa pembatasan) adalah pekerjaan pertanian selama liburan sekolah (kerja musiman), bekerja di luar jam sekolah serta berakting atau menyanyi anak-anak.

Pekerja anak sudah ada dalam berbagai tingkatan sepanjang sejarah, tetapi dengan dimulainya upaya pemberantasan buta huruf dan perubahan yang terjadi selama industrialisasi, munculnya konsep hak-hak buruh dan hak-hak anak dikritik dan diperdebatkan secara terbuka. Pekerja anak juga lazim di tempat-tempat dimana angka putus sekolah tinggi.

Buruh anak di berbagai negara di dunia, dikatakan kepada mereka karena tidak adanya aturan atau ambiguitas dan kurangnya dukungan sosial pemerintah dalam situasi yang tidak menguntungkan dari kehidupan ekonomi dan sosial Anak-anak ini terpaksa bekerja di tempat dan kawasan yang tidak layak dengan jam kerja panjang dan gaji yang sangat sedikit. Menurut statistik Organisasi Buruh Internasional, sekitar 250 juta anak usia 5 hingga 14 tahun bekerja di seluruh dunia, dimana 120 juta anak-anak bekerja penuh waktu. 41 persen dari anak-anak ini bekerja di Afrika Utara, dan 21 persen berada di Asia dan Amerika Latin, tetapi ada statistik lain tentang pekerja anak.

Buruh anak bekerja dalam kondisi ekstre dalam hal gizi, kesehatan dan pekerjaan berbahaya dan berisiko. Anak-anak ini dapat dengan mudah menjadi pesuruh pelaku kejahatan profesional, seperti perampok atau kelompok distribusi narkoba, dan menjadi faktor dibukanya rumah-rumah yang berisi kejahatan. Begitu juga mereka kurang akses ke pendidikan, sains dan teknologi, kemampuan untuk bersaing dengan anak-anak lain dalam menciptakan gaya hidup yang sehat.

Secara umum, buruh anak lebih rentan daripada anak-anak seusia mereka karena kondisi emosional mereka yang tidak stabil, kondisi khusus kehidupan dan memiliki emosi yang sensitif. Oleh karena itu mengabaikan anak-anak ini telah menyebabkan pelembagaan amarah tersembunyi di alam bawah sadar mereka, Di masa dewasa, hal itu menyebabkan banyak kelainan di masyarakat.

Penyebab utama anak-anak bekerja adalah kemiskinan, pengungsian, buta huruf, kematian atau ketiadaan permanen dari orang tua, perbedaan upah untuk anak-anak dan orang dewasa dan keterbelakangan beberapa desa, serta jumlah keluarga yang banyak. Investigasi Komisi Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa kelemahan ekonomi adalah salah satu alasan utama mengapa anak dipaksa bekerja. Sementara itu, sejumlah anak di kota sibuk dengan masalah ekonomi, perang, dan imigrasi sebagai alasan untuk beralih ke kerja paksa. Anak-anak ini mengatakan bahwa tidak adanya wali dalam keluarga atau ayah yang kemudia cacat memaksa mereka melakukan sesuatu. Sebagian besar anak-anak yang sibuk dengan pekerjaan tidak memiliki akses ke pendidikan dan beberapa dari mereka yang pergi ke sekolah setiap hari harus bekerja larut malam. Anak-anak ini terpapar pada bahaya serius dari pelecehan seksual dan perdagangan. Pekerja anak dalam jangka panjang tidak hanya tidak mengurangi kemiskinan dalam keluarga, tetapi juga membuat keluarga ini lebih miskin karena mereka percaya bahwa anak-anak ini akan kehilangan kesempatan pendidikan dan akan terus harus bekerja keras.

Definisi UNICEF tentang pekerja anak mencakup berbagai contoh ini; mulai dari pekerjaan yang merusak dan berbahaya hingga pekerjaan yang menyebabkan meningkatkan perkembangan fisik dan intelektualnya dan tidak membahayakan pendidikan dan rekreasi. UNICEF percaya bahwa ada wilayah abu-abu yang luas di antara dua kutub hitam ini, yang tidak selalu merupakan eksploitasi anak. Kerja penuh waktu di usia dini, jam kerja panjang per hari, bekerja dengan semangat dan stres fisik dan sosial yang tak tertahankan, pekerjaan jalanan dan tidur di jalan, gaji yang tidak memadai dan tidak proporsional, hambatan kerja untuk pendidikan, pekerjaan yang merusak nilai eksistensial dan Kepribadian anak, seperti perbudakan dan eksploitasi seksual, adalah salah satu tindakan terlarang bagi anak-anak.

Pasal 32 Konvensi tentang Hak Anak menetapkan, "Negara-Negara anggota Konvensi harus memiliki hak untuk melindungi anak dari eksploitasi ekonomi dan untuk terlibat dalam pekerjaan apa pun yang berbahaya atau terkait dengan pendidikannya atau untuk kesehatan fisik, mental, spiritual, moral dan perkembangannya.

Begitu juga negara-negara anggota Konvensi harus mengambil langkah-langkah hukum, administratif, sosial dan pendidikan yang diperlukan untuk memastikan pelaksanaan pasal ini. Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan materi yang relevan dalam instrumen internasional lainnya dari Konvensi, hal-hal berikut akan dipertimbangkan:

- Penentuan usia minimum atau usia minimum untuk melakukan pekerjaan

- Penentuan peraturan yang tepat dalam hal jam dan kondisi kerja

- Penentuan hukuman atau jaminan lain dari pelaksanaan yang tepat untuk memastikan pelaksanaan yang efektif dari pasal ini

Dalam pasal di atas telah diperhatikan terkait pekerja anak, usia dan kondisi pekerjaan anak dan dan pemerintah diminta untuk mencegah eksploitasi ekonomi anak dan pekerjaan apa pun yang membahayakan dirinya atau untuk menghentikan pendidikannya atau secara fisik, mental, moral dan sosial membahayakannya. Untuk tujuan ini, usia minimum dan jam kerja maksimum dan jaminan lain untuk pelaksanaannya disetujui dan dilaksanakan.

Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa negara-negara anggota harus memperhatikan ketentuan yang terkait dengan subjek diskusi dalam dokumen internasional lainnya.

Konvensi dan proposal ILO adalah dokumen yang paling penting tentang pelarangan buruh anak. Organisasi Perburuhan Internasional telah membentuk beberapa konvensi buruh anak sejak tahun 1919. Konvensi-konvensi ini adalah:

1. Konvensi Usia Minimum (Industri) No. 5 tahun 1919 melarang pekerja anak-anak di bawah usia 14 tahun di unit-unit industri.

2. Konvensi Kerja Malam Pemuda (Industri) No. 6, 1919: Dokumen ini mengakui mempekerjakan remaja di bawah usia 18 tahun di sektor industri sebagai tidak sah dan menyatakan bahwa dalam keadaan darurat dan dalam situasi khusus dan jika itu untuk kepentingan umum, remaja berusia 16 hingga 18 tahun dapat bekerja. Konvensi ini mulai berlaku pada tahun 1921.

3. Konvensi Usia Minimum (Laut) No. 7 disetujui tahun 1920: Dokumen ini menyetujui usia minimum untuk pekerja anak di laut dan mulai berlaku pada tahun 1921. Dalam hal ini, orang-orang di bawah usia 14 tahun dilarang bekerja di kapal laut.

4. Konvensi Usia Minimum (Pertanian) No. 10, 1921: Dokumen ini mulai berlaku pada tahun 1931, yang melarang mempekerjakan anak-anak di bawah usia 14 tahun di bidang pertanian, termasuk sektor publik dan swasta. Tentu saja, anak-anak dapat dilatih di luar jam sekolah untuk mendidik anak-anak tentang bertani.

Meskipun ada konvensi internasional dan dokumen internasional tentang pekerja anak dan perlindungan hak-hak mereka dan perjuangan melawan penyalahgunaan pekerja anak, masalah pekerja anak di beberapa negara sedang menghadapi situasi kritis.

20. Hak Asuh Anak

Di setiap masyarakat ditemukan anak-anak yang meskipun memiliki kesehatan fisik, tapi memiliki situasi dan status tertentu dan tidak hidup dengan cara yang normal dan alami. Dua faktor mungkin telah menciptakan situasi untuk anak-anak ini.

Pertama, kelahiran seorang anak mungkin karena hubungan yang tidak sah dan tidak diinginkan. Dalam hal ini, biasanya tidak ada pria dan wanita yang enggan untuk melahirkan bayi seperti itu dan mencoba untuk menghilangkannya (aborsi), atau jika anak itu lahir, mereka sering tidak mau menjaganya dan membiarkannya di suatu tempat. Anak-anak ini disebut sebagai "anak buangan" dan dalam istilah fikih "Laqit" yang berarti anak yang yang dibuang di suatu tempat agar orang lain menemukannya". Bahkan orang tua yang telah melahirkan anak yang sah lalu meninggalkannya dengan berbagai alasan seperti kemiskinan dan ketidakmampuan untuk memelihara. Namun, titik pentingnya yang perlu dicatat bahwa kelompok anak-anak ini juga harus memiliki fasilitas yang tepat untuk tumbuh dan berkembang.

Kedua, kasus-kasus seperti kematian orang tua dan bencana alam seperti banjir, gempa bumi dan perang. Beberapa anak menjadi "tidak memiliki orang tua dan wali" setelah insiden-insiden ini.

Selain kedua kelompok tersebut, perlu dicatat bahwa pertama "anak pelarian" yang lari dari rumah mereka karena berbagai alasan dan berakhir dalam situasi "anak jalanan". Kedua, "pekerja anak", yang memiliki orang tua atau wali terkadang harus kerja membantu mereka untuk menutupi kebutuhan. Kami telah berbicara tentang pekerjaan anak-anak pada topik sebelumnya. Kami akan berbicara tentang anak-anak pelarian di bawah judul yang lebih umum "anak-anak yang tidak didik dengan baik".

Pada awalnya kita membicarakan kondisi anak-anak tanpa pengasuh. Dalam ajaran agama dan pembahasan fikih, perhatian khusus telah diberikan kepada anak-anak terlantar. Meskipun dalam sistem hukum Islam, institusi adopsi anak tidak diterima, tapi ada perhatian yang cukup akan masalah ini dan telah diprediksi untuk untuk mendukung kelompok ini. Mengenai pengawasan dan pemeliharaan anak-anak ini secara umum, ada tiga pandangan yang diangkat oleh fikih.

Sekelompok ahli fikih telah memilih mendukung anak-anak ini atas dasar sejumlah alasan, seperti bantuan perbuatan baik, perlunya berbuat baik, perlunya menjaga kehidupan manusia, perlunya memberi makan orang yang benar-benar butuh dan kewajiban menolak bahaya. Sebaliknya, sejumlah ahli fikih lainnya, berdasarkan prinsip berlepas tangan dan dukungan dari perbuatan baik, memilih bahwa perbuatan ini hukumnya mustahab. Sementara kelompok ketiga telah memilih pendapat lebih detil antara wajib dan mustahab. Meskipun al-Quran telah memerintahkan untuk melakukan perbuatan baik, tapi terkadang melakukan kewajiban itu hukumnya wajib dan terkadang mustahab. Tentu saja, perlu dijelaskan bahwa pemeliharaan anak-anak seperti itu tergantung pada sejumlah kondisi khusus dan membutuhkan izin hakim syar;i.

Dalam dunia kontemporer, sejak awal abad kedua puluh, isu melindungi anak-anak tanpa pendamping telah meluas karena tekanan opini publik akibat banyaknya anak-anak yatim piatu dan terlantar. Jumlah anak-anak ini meningkat selama perang dan perlindungan mereka dianggap perlu. Untuk alasan ini, di banyak negara, peraturan diberlakukan untuk mendukung kelompok anak-anak ini dan memberi mereka peluang dan fasilitas untuk pertumbuhan mereka.

Pasal 20 Konvensi Hak Anak menyatakan, "Anak tidak boleh secara sementara atau selamanya dirampas dari lingkungan keluarganya sendiri dan pemerintah harus mendukung dan membantu masalah ini. Negara-negara anggota Konvensi sesuai dengan hukum nasional mereka, harus memastikan pengasuhan alternatif untuk anak-anak tersebut. Perawatan tersebut mencakup banyak contoh, termasuk pengangkatan seorang wali dalam hukum Islam, adopsi atau, jika perlu, mengirim anak ke tempat pengasuhan anak yang memenuhi syarat. Ketika meninjau solusi, harus ada kelanjutan yang tepat dalam memberikan perhatian khusus kepada anak, etnis, agama, budaya dan bahasa anak akan memberi perhatian khusus.

Topik selanjutnya adalah tentang anak-anak salah asuh. Anak-anak salah asuh anak anak yang memiliki wali atau seseorang yang peduli pada mereka dan peduli terhadap hak asuh mereka, tetapi dari berbagai segi tidak memiliki wewenang untuk mengasuh mereka atau dalam berbagai bentuk justru menciptakan masalah untuk anak-anak, berperilaku buruk dan melakukan kekerasan. Dari sudut pandang sosiologi, kelompok anak-anak ini dapat dianggap "anak yatim sosial". Hari ini dan secara global, masalah kekerasan fisik, psikologis, dan seksual terhadap anak-anak dalam keluarga merupakan masalah sosial yang menantang dan sulit. Menurut paragraf 47 Laporan Pencari Fakta Independen PBB tentang Kekerasan Terhadap Anak, "Diperkirakan, rata-rata, antara 133.000 dan 375.000 anak di seluruh dunia mengalami kekerasan dalam rumah tangga."

Anak-anak yang terkena paparan kekerasan terus menerus di rumah mereka, yang biasanya hasil dari sengketa orang tua atau ibu dengan pasangannya, dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan anak dan masa kanak-kanak dan pertumbuhan kepribadian serta interaksi sosialnya selama masa kanak-kanak dan dewasa. Kekerasan terhadap pasangan juga meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak-anak. Studi di Cina, Kolombia, Mesir, Meksiko, Filipina dan Afrika Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan terhadap anak-anak. Sebuah penelitian yang dilakukan di India menunjukkan bahwa kekerasan internal di rumah meningkatkan tingkat kekerasan terhadap anak-anak dua kali lipat.

Hasil penelitian oleh psikolog dan studi terhadap anak-anak yang tidak memiliki pengasuh dan salah asuh menunjukkan bahwa masalah yang paling umum di antara anak-anak ini adalah depresi yang 40% lebih tinggi daripada anak-anak normal. Anak-anak yang tumbuh di pusat penitipan anak tidak diberi kesempatan secara alami untuk mengekspresikan kasih sayang mereka kepada orang lain dan dicintai. Tingkat kekecewaan remaja laki-laki yang tinggal di semi-keluarga, lebih tinggi dari remaja normal. Tingkat gangguan sikap keras kepala pada anak-anak salah asuh jauh lebih tinggi daripada mereka yang tumbuh di lingkungan keluarga besar.

Anak-anak yang tidak memiliki pengasuh atau salah sasuh yang telah kehilangan kasih sayang ibu dan cinta serta hubungan akrab orang tua sering menderita gangguan emosi, tidak sehat, bergantung atau terusir dan lari dari kelompok. Mereka serius membutuhkan komunikasi emosional.

Selain itu, para psikolog dengan melakukan observasi telah menyimpulkan bahwa dalam keluarga dimana ayah tidak hadir karena alasan apa pun, terlihat prestasi akademis yang buruk, tingkat bunuh diri yang tinggi pada remaja, penggunaan narkoba yang tinggi, kekerasan dan penyakit mental. Saluran telepon anak di Inggris menerima banyak laporan pahit tentang pelecehan fisik dan seksual pada malam hari dan keluarga alternatif. Beberapa dari anak-anak ini mengalami kasus pelecehan anak dan beberapa telah melaporkan beberapa kasus pelecehan seksual. Anak yang tidak memiliki pengasuh menderita tidak percaya diri karena masalah emosional mereka dan mereka memiliki sikap negatif terhadap diri mereka sendiri. Mereka selalu merasa kesepian dan persepsi negatif ini membuat komunikasi sosial anak menjadi sulit.

Mengingat hukum internal setiap negara dan dan pembahasan hak asasi manusia membuat diskusi ini dapat diperiksa dalam dua arah. Dari satu sisi adalah tindakan apa yang harus diambil dari masyarakat sipil dan negara mengenai hal ini? Dan dari sisi lain, sudahkah mereka mendefinisikan aturan untuk membela anak-anak salah asuh?

Dalam hal ini, perlindungan anak-anak juga penting dan mendasar melalui kegiatan pemerintah dan masyarakat sipil, begitu juga melalui hukum dan peraturan. Tentu saja, pada langkah pertama dalam melindungi anak, harus ditekankan bahwa status sosial yang paling penting untuk dukungan dan pengembangan anak adalah keluarga dan masalah ini telah diterima sebagai hal yang biasa di seluruh dunia.

Dalam dokumen-dokumen penting internasional dan regional, seperti Pasal 16 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 10 Kovenan Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pasal 23 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan pembukaan dan ayat 1 Pasal 2 dan Pasal 8 dan khususnya ayat 2 Konvensi Hak Anak di Islam menekankan bahwa upaya harus dilakukan untuk memperbaiki para pengasuh yang buruk dengan pelatihan yang diperlukan dan mengembalikan suasana tegang dan krisis keluarga bagi anak kembali normal, sehingga tujuan penting yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan pertumbuhan anak di masa depan dapat tercapai. Karena institusi keluarga memiliki potensi terbesar untuk melindungi anak-anak dan begitu juga untuk menjamin keamanan fisik dan emosional mereka.

21. Anak-Anak yang Lahir dari Hubungan Tidak Sah

Anak-anak dalam Islam memiliki hak khusus yang kami sebutkan dalam program sebelumnya. Namun, di samping hak-hak umum dan universal, beberapa anak memiliki hak tertentu karena keadaan dan karakteristik khusus mereka. Dalam program ini kami akan memeriksa topik anak-anak yang lahir dari hubungan tidak sah.

Dari sudut pandang agama Islam dan hukum disebutkan bahwa anak yang tidak sah adalah anak yang merupakan hasil dari hubungan terlarang dan ilegal antara pria dan wanita. Dari sudut pandang hukum, penisbatan hubungan darah adalah hubungan alami, kredit dan kontraktual antara dua individu, yang menurut beberapa ahli hukum, ada antara anak yang tidak sah dengan ayahnya dan anak-anak ini memiliki seluruh hak yang ada, kecuali warisan.

Di antara para ahli hukum Imamiyah, ada dua pendapat tentang anak yang lahir dari perzinahan; pertama adalah bahwa anak yang lahir dari perzinaan dapat dinisbatkan kepada orang tuanya yang tidak sah, hanya saja tidak saling mewarisi. Namun dalam kasus lain, ketentuan kerabat (kekerabatan) tetap terjaga di antara mereka. Misalnya, jika seorang pria melakukan hubungan tidak sah dengan seorang wanita dan wanita itu melahirkan seorang anak, maka ia termasuk muhrimnya.

Namun pendapat kedua menyebutkan anak itu tidak dapat dinisbatkan dengan pelaku zina baik itu perempuan maupun lakilaki. Tampaknya, hukum ini tidak berasaskan keadilan, dimaka secara umum kita mengatakan hubungan kekerabatan seorang anak yang lahir secara ilegal harus diputuskan dari ayah dan ibunya, padahal ia sendiri tidak punya kehendak dalam kelahirannya atau kita mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki yang melakukan kesalahan tidak memiliki tanggung jawab dan dapat meninggalkannya begitu saja, sehingga masyarakat yang harus bertanggung jawab.

Tentu saja, di beberapa negara Islam mengenai hak-hak sipil dan hukum pidana untuk orang-orang seperti ini, kecuali dalam beberapa kasus, mereka mendapatkan semua hak-haknya. Pengucualian ini dapat disimpulkan dalam masalah warisan. pengadilan, kesaksikan, imam shalat jamaah dan marji taklid. Di sini tepat untuk menyinggung sebuah hadis dari buku-buku Ahli Sunnah yang mengutip dari Nabi Muhammad Saw. Suyuthi dalam buku Durr al-Mantsur menukil, "Anak yang lahir dari perbuatan zina tidak menanggung dosa ayahnya."

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah ayah kandung anak dan terkadang ibu bertanggung jawab mengasuh, memberi nafkah dan pendidikan anak. Para ahli fikih kontemporer juga memperhatikan masalah ini.

Hak-hak anak yang lahir dari hubungan tidak sah dalam dokumen internasional juga telah dipertimbangkan. Menurut Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, ibu dan anak memiliki hak untuk mendapatkan perawatan dan bantuan khusus. Anak-anak, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah, memiliki hak untuk menikmati semua jenis perlindungan sosial.

Juga, sesuai dengan Klausul 3 Pasal 10 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dalam perlindungan dan bantuan kepada seluruh anak sangat penting dan tanpa mengurangi diskriminasi apa pun berdasarkan ras atau alasan lain, langkah-langkah tertentu harus diambil. Anak-anak terlantar harus didukung dari eksploitasi ekonomi dan sosial.

Semua hak yang diabadikan dalam Konvensi Hak-Hak Anak dapat diperluas secara merata ke semua anak. Pasal 1, paragraf 2 Konvensi menyatakan, "Negara-negara anggota Konvensi, hak-hak yang telah dipertimbangkan dalam konvensi ini diperuntukkan kepada semua anak-anak, yang hidup di wilayah hukum akan dihormati dan dijamin tanpa diskriminasi mulai dari ras, warna kulit, agama, bahasa, pendapat politik, kebangsaan, status etnis atau sosial, properti, ketidakmampuan, kelahiran atau status pribadi lainnya dari orang tua atau wali yang sah."

Secara umum, anak-anak yang berada dalam situasi khusus memerlukan perhatian dan dukungan khusus dan semua warga masyarakat dan pemerintah wajib melakukannya. Dalam konteks ini, kita menghadapi tiga masalah utama; pertama, anak-anak yang orang tuanya ingin berpisah atau terlibat konflik satu sama lain. Kedua, anak-anak pengungsi dan terlantar. Ketiga, status anak-anak dalam konflik bersenjata dan kebutuhan untuk melindungi mereka dari semua bentuk kekerasan, seperti penggunaan mereka dalam perang (tentara anak-anak).

Yang dimaksud dari perpecahan keluarga (ketidaksepakatan dan ketidaksepahaman antara suami dan istri) adalah terjadinya perilaku dari seorang wanita atau suami atau keduanya, yang mengarah pada konflik, ribut, ketidakpuasan dan terkadang berujung pada perpisahan dan perceraian.

Ketidakcocokan pasangan dalam al-Quran disebut sebagai "Nusyuz". Dalam berbagai interpretasi dari ayat-ayat yang berkaitan dengan pria dan wanita, kata ini berarti pemberontakan, pembangkangan, penolakan dan menentang untuk melakukan tugas serta ketidakcocokan. Masalah ketidakcocokan laki-laki dan perempuan telah disebutkan dalam al-Quran dan riwayat-riwayat Ahlul Bait as. Ayat 34 dan 128 dari surat an-Nisa telah menjelaskan tentang ketidakcocokan pria dan wanita dan secara eksplisit menjelaskan solusi untuk masalah ini. Wanita yang membangkang dan pria yang memberontak adalah wanita dan pria yang tidak melakukan tugas agama dan hukum mereka dalam hubungannya dengan satu sama lain.

Banyak pasangan berdebat dan menganggapnya sebagai masalah biasa dan itu dilakukan sering tanpa memperhatikan kehadiran anak-anak yang berada dalam usia, dimana mereka belum mampu memahami apa yang terjadi di antara kedua orang tuanya. Mereka tidak memahami bahwa perselisihan yang terjadi, baik itu sepele atau serius bahkan berujung kekerasan, memiliki efek buruk pada pertumbuhan anak-anak.

Adalah wajar bahwa berapapun tingkat perselisihan dan cara orang tua menghadapi masalah semakin intens, yakni perselisihan akan semakin keras dan terkadang berujung pada saling pukul secara fisik. Dalam kondisi yang demikian, perselisihan kedua orang tua memiliki efek yang lebih negatif pada perkembangan normal anak-anak dan kadang-kadang pada periode usia yang lebih tua konsekuensi dari perselisihan ini menemukan pengaruhnya dalam banyak bentuk perilaku anak-anak.

Dalam situasi di mana perselisihan antara suami dan istri stabil dan orang tua menginginkan perpisahan, dalam lingkungan seperti itu kerentanan anak sangat tinggi karena berada dalam konflik yang mengerikan dan harus memutuskan untuk bersandar kepada satu dari mereka dan kehilangan kepercayaan yang lain. Selaini tu, harga yang harus dibayar sangat mahal. Kondisi ini bagi anak-anak akan menjadi malapetaka besar.

Ketika orang tua mengalami konflik dan telah datang ke pengadilan untuk hal-hal seperti proses perceraian, mereka telah mencampakkan anak dan dan karena tarik-menarik dan konflik orang tua, anak-anak mengalami kerugian yang tidak dapat diperbaiki. Oleh karenanya, tampaknya harus dipikirkan soal mekanisme pendukung untuk melindungi anak dalam peraturan.

Dalam undang-undang beberapa negara, penunjukan pengacara khusus untuk melindungi kepentingan anak telah diadopsi dalam dalam proses perceraian orang tua. Di beberapa negara bagian Amerika Serikat dan sesuai dengan hukum, dalam proses perceraian, penunjukan pengacara untuk melindungi kepentingan anak telah disebutkan. Misalnya, Bagian 310 UU Perceraian, yang telah disetujui di beberapa negara bagian Amerika Serikat, memberdayakan hakim untuk menunjuk seorang pengacara demi membela hak-hak anak.