• Mulai
  • Sebelumnya
  • 17 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 1701 / Download: 1524
Ukuran Ukuran Ukuran
Peran dan Fungsi Masjid (bagian6)

Peran dan Fungsi Masjid (bagian6)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Fungsi dan Peran Masjid

Fungsi dan Peran Masjid (51)

Membangun dan memakmurkan masjid adalah bagian dari sunnah muakkadah dan memiliki pahala yang besar. Masyarakat Muslim sangat dianjurkan untuk meramaikan masjid dan mengikuti ritual-ritual keagamaan yang diselenggarakan di sana.

Allah Swt dalam menjelaskan sifat orang-orang yang memakmurkan masjid berfirman, "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka mereka-lah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: At-Taubah, ayat 18)

Menariknya, Allah Swt pada ayat 17 surat at-Taubah melarang orang-orang musyrik dari memakmurkan masjid dan mereka tidak memiliki kelayakan untuk melakukan perbuatan mulia itu.

Dengan melihat syarat dan sifat para pemakmur masjid, dapat dikatakan bahwa kegiatan memakmurkan masjid memiliki dua aspek individu dan sosial. Memakmurkan masjid bukan hanya membangun, memperbaiki, dan merawat rumah ibadah ini, tetapi juga meramaikannya dengan amal ibadah dan menjadi tempat untuk menghidupkan syiar-syiar agama. Oleh sebab itu, pemakmur masjid haruslah orang-orang yang beriman dan saleh sehingga masjid mampu memainkan perannya di masyarakat.

Ada banyak riwayat yang menyebutkan bahwa masjid adalah tempat yang menyeru manusia menuju Allah Swt dan mendorong pemanfaatan kelezatan dunia seperlunya saja, serta tidak bermegah-megahan. Sebab, sikap berlebihan bertentangan dengan filosofi pembangunan masjid.

Imam Ali as berkata, "Akan datang suatu masa di mana Islam itu hanya akan tinggal namanya saja, agama hanya bentuk saja, al-Quran hanya dijadikan bacaan saja, mereka mendirikan masjid, sedangkan masjid itu sunyi dari dzikir menyebut Asma Allah. Orang-orang yang paling buruk pada zaman itu ialah para ulama, dari mereka akan timbul fitnah dan fitnah itu akan kembali kepada mereka juga. Dan kesemuanya yang disebut adalah tanda-tanda hari kiamat."

Dalam sebuah riwayat, Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Di antara sesuatu yang mengadu kepada Allah di hari kiamat adalah masjid rusak dimana penduduk setempat tidak mendirikan shalat di dalamnya."

Jadi, memakmurkan masjid membutuhkan kehadiran aktif masyarakat di dalamnya dan meramaikan masjid dengan berbagai kegiatan yang sejalan dengan tuntunan agama.

Dalam buku al-Masajid wa Ahkamuha fi al-Tashri' al-Islami karya Ibrahim al-Janati disebutkan, "… Masjid bukanlah istana untuk kebanggaan, tetapi tempat untuk ketundukan, kekhusyukan, ibadah, menjelaskan adab-adab Islam, munajat, dan doa. Keagungan masjid terletak pada menghidupkannya dengan mengingat Allah, amar makruf dan nahi munkar, dan membimbing masyarakat ke jalan yang lurus, bukan karena dindingnya yang tinggi, kubah yang megah, pilar-pilar yang gagah, dan menara yang menjulang ke langit… Masjid Rasulullah di permulaan Islam meskipun sederhana, namun memiliki wibawa dan keagungan yang terkenal, kesederhanaan tidak mengurangi kedudukan dan keagungannya."

Masjid Jamek Kuala Lumpur

Masjid Jamek Kuala Lumpur merupakan salah satu dari masjid yang paling tua di Malaysia. Masjid ini dibangun pada tahun 1907 dan diresmikan oleh Sultan Selangor pada 23 Desember 1909. Shalat Jumat pertama di masjid ini dilaksanakan pada tahun yang sama atas perintah Sultan Selangor.

Masjid Jamek Kuala Lumpur didesain oleh seorang arsitek Inggris, Arthur Benison Hubback dan mengadopsi gaya arsitektur Moorish atau Mughal India. Oleh karena itu, struktur masjid memiliki banyak gerbang melengkung yang menjadi ciri khas arsitektur Moorish.

Masjid ini memiliki 2 menara utama dengan warna merah bata dan putih, serta 3 kubah berwarna putih dan berdinding batu bata. Tinggi kubah utama mencapai 21,3 meter dan termasuk kubah terbesar di masjid itu. Kubah ini dibangun kembali setelah runtuh pada tahun 1990.

Kata Jamek adalah bahasa Melayu yang setara dengan kata Arab, Jami' yang berarti tempat berkumpul untuk beribadah. Ia juga disebut sebagai Masjid Jumat oleh penduduk setempat. Pada 1965, masjid ini dinyatakan secara resmi menjadi Masjid Nasional.

Masjid Putra di Putrajaya

Masjid Putra adalah sebuah masjid yang terletak di Putrajaya, Malaysia. Masjid ini merupakan simbol dan landmark kota Putrajaya, pusat pemerintahan administratif Malaysia. Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1997 dan diresmikan dua tahun kemudian.

Masjid Putra bisa menampung 15.000 jamaah dan merupakan salah satu masjid yang paling modern di dunia. Sebuah karya tentang bagaimana desain masjid telah berevolusi di Malaysia, arsitektur Masjid Putra secara artistik memadukan desain tradisional dan gaya Melayu.

Masjid ini juga mengadopsi gaya arsitektur Islam Persia periode Safawi dan Jembatan Putra yang dibangun di komplek ini terinspirasi dari Jembatan Khaju yang terkenal di Isfahan, Iran. Dengan menggabungkan desain arsitektur Malaysia, Persia dan Arab-Islami, pintu masuk ke masjid dibuat menyerupai gerbang bangunan yang umum di masjid-masjid Iran.

Menara setinggi 116 meter dipengaruhi oleh desain Masjid Sheikh Omar di Baghdad. Inilah salah satu menara masjid tertinggi di kawasan ini dan memiliki lima tingkatan yang mencerminkan lima rukun Islam. Sementara dinding basement masjid menyerupai Masjid Raja Hassan di Casablanca, Maroko.

Masjid ini terdiri dari tiga struktur utama yaitu; aula shalat, halaman, dan berbagai ruang kegiatan dan fasilitas belajar. Ruang shalatnya sederhana namun elegan, ditopang oleh 12 pilar untuk menahan beban kubah utama yang berdiameter 36 meter. Kompleks masjid dapat digunakan untuk menggelar konferensi, seminar, dan simposium.

Halaman yang dihias dengan berbagai dekorasi air dan dipagari oleh jajaran pilar, menyediakan ruang shalat yang luas dengan pemandangan yang indah dan sejuk.

Desain sound system selaras dengan arsitektur masjid, sehingga hanya dengan menggunakan dua pengeras suara di atas mihrab, bunyinya akan didistribusikan ke seluruh ruangan dengan kualitas yang sama.

Para turis menyebutnya sebagai masjid pink karena bangunannya didominasi warna merah muda. Turis yang ingin berkunjung harus berpakaian sopan untuk memasuki kawasan wisata ini. Siapa pun boleh masuk ke kawasan ini dan pengurus masjid juga menyediakan konter peminjaman jubah di area masuk.

Masjid Kristal Terengganu (Crystal Mosque)

Masjid Kristal adalah salah satu masjid yang indah di Malaysia. Masjid dibangun pada tahun 2006 atas perintah Sultan Mizan Zainul Abidin dan memakan waktu selama dua tahun. Masjid yang terletak di Taman Warisan Islam di Pulau Wan Man ini diresmikan pada 8 Februari 2008.

Masjid yang terbuat dari kristal murni ini adalah masjid terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal Jakarta dan bisa menampung 15.000 jamaah.

Keunikan masjid ini menjadikannya salah satu tempat wisata paling populer di Malaysia. Masjid ini dilapisi dengan baja, kaca, dan kristal yang merupakan tiga material utama dalam pembangunan arsitektur megah ini.

Tampilannya yang ramping dan modern tercermin dari sungai di sekitar masjid. Iluminasi dari dalam masjid juga membuatnya tampak seperti kubah kaca bersinar.

Desain masjid terpengaruh oleh gaya arsitektur Moor dan Gothic, sementara kaca dan baja telah menambah tampilan modern bagi masjid tersebut. Masjid ini dipercantik dengan empat menara, yang merupakan fitur yang paling tradisional yang dimilikinya.

Fungsi dan Peran Masjid (52)

Masjid sebagai sebuah institusi sosial dibangun langsung oleh Rasulullah Saw sejak awal berdirinya pemerintahan Islam di Madinah.

Rumah ibadah ini kemudian mengalami banyak perubahan dari segi arsitekturnya selama 1400 tahun terakhir. Keindahan masjid terkadang telah dibuat begitu memukau sehingga mengalahkan istana. Meski demikian, masjid tidak pernah kehilangan jati dirinya sebagai tempat untuk beribadah dan menyembah Allah Swt.

Islam tidak menentang keindahan dan kemegahan yang wajar, tetapi petunjuk agama mengenai pola konsumsi seperti, pakaian, tempat tinggal, alat transportasi, dan makanan, semuanya menekankan pada nilai-nilai luhur Islam yaitu kesederhanaan dan jauh dari gemerlap dunia.

Kesederhanaan ini dan meninggalkan kemegahan yang berlebihan telah membantu mempercepat penyebaran jumlah masjid di berbagai wilayah. Masjid pada awalnya dibangun sangat sederhana dan biasanya beratapkan daun kurma/rumbia. Masjid kemudian mulai dilengkapi dengan serambi dan halaman, namun material bangunan masih menggunakan tanah liat dan tiang-tiang yang sederhana.

Struktur masjid secara perlahan mulai dipercantik dengan motif ukiran, ubin mosaik, dan kaligrafi dengan beragam khat. Para penguasa/raja mulai membangun masjid yang megah dengan kubah yang besar dan menara-menara yang menjulang tinggi untuk mempertegas kekuasaannya. Penggunaan ubin mosaik, ubin motif bunga, berbagai lengkungan dan pahatan, serta paduan warna mulai menghiasa bangunan masjid. Ia telah menjadi sebuah objek untuk menampilkan karya para seniman Muslim.

Saat ini arsitektur masjid telah menjadi bagian dari seni Islam, sebuah seni yang di dalamnya juga mencerminkan semangat spirituali, iman, dan nilai-nilai al-Quran. Para seniman Muslim telah menampilkan seni Islami dalam karya-karya mereka.

Mereka menganggap alam sebagai manifestasi dari kekuasaan Tuhan yang memadukan seni dan keindahan. Mereka selalu berusaha mendesain masjid yang selaras dengan keperluan ibadah dan munajat. Oleh sebab itu, bentuk masjid dibangun atas empat sudut (bentuk kubus).

Imam Jakfar Shadiq as dalam sebuah riwayat berkata, "Ka'bah berbentuk kubus karena posisi geografisnya sejajar dengan Baitulmakmur, Baitulmakmur berbentuk kubus karena posisinya sejajar dengan ‘Arsy, dan 'Arsy juga berbentuk kubus karena Islam dibangun atas empat pilar yaitu al-Tasbihat al-Arba'a (Subhanallah, Alhamdulillah, La Ilaha Illallah, dan Allahu Akbar)."

Saat memasuki masjid, bentuk kubus dan batasan-batasan sudutnya akan mengingatkan seseorang bahwa kehidupan di dunia ini sangat terbatas. Ketika menatap mihrab, lengkungan dan muqarnas (dekorasi sarang lebah) secara perlahan akan memisahkannya dari dunia materi dan menuntunnya ke alam maknawi. Jadi, arsitektur masjid secara tidak langsung mengingatkan seseorang pada bangunan 'Arsy Ilahi.

Sejarah Masjid Jama Delhi

Masjid Jama Delhi atau Masjid Jahan Numa merupakan rumah ibadah terpenting bagi kaum Muslim di India dan menjadi masjid terbesar dunia sampai akhir abad ke-20. Pelancong terkenal Muslim, Ibnu Battuta di salah satu catatan safarnya menyebut Masjid Jama Delhi sebagai masjid terbesar di dunia.

Batu bata merah, pasir, dan marmer dipakai untuk membangun bangunan yang indah ini, dan kombinasi dari ketiga unsur ini memberikan efek khusus pada struktur masjid. Ia juga disebut masjid jamik karena shalat Jumat terbesar India dipusatkan di masjid ini. Masjid Jama sendiri terletak di sisi jalan raya yang sangat ramai di Old Delhi yaitu Jalan Chadni Chowk.

Menurut buku "Persian Inscriptions on Indian Monuments", Masjid Jama dibangun pada 1650-1656 Masehi oleh penguasa Dinasti Mughal, Sultan Shah Jahan, yang juga pembangun Taj Mahal di Agra. Keseluruhan proses pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1656 M/1066 H dan diresmikan bertepatan dengan hari raya Idul Fitri.

Masjid ini terletak di bagian Old Delhi dan merupakan salah satu situs religi yang paling banyak dikunjungi di India. Pembangunannya melibatkan setidaknya 5.000 orang pekerja selama enam tahun. Sebagian besar dari struktur masjid ini ditambahkan kemudian karena Shah Jahan telah menyiapkan ukuran pondasi yang cukup luas.

Menara-menara yang tinggi dan kubah yang besar merupakan ciri khas dari Masjid Jama. Ini mencerminkan gaya arsitektur Mughal dengan pengaruh Islam, India, dan Persia.

Shah Jahan, yang berkuasa di India selama 31 tahun, sangat menyukai seni, arsitektur, puisi, dan sastra Persia. Dalam sejarah kerajaan India, Shah Jahan adalah satu-satunya penguasa yang meninggalkan karya seni dan arsitektur yang luar biasa. Penguasa yang mencintai arsitektur ini telah membangun banyak gedung selama masa pemerintahannya, sehingga secara luas dianggap sebagai zaman keemasan arsitektur Mughal.

Selain Taj Mahal yang populer di dunia, Shah Jahan juga membangun Benteng Merah di Delhi, sebagian besar dari Benteng Agra, Masjid Wazir Khan di Lahore, dan Masjid Shah Jahan di Thatta, Pakistan.

Masjid Jama menghadap ke kota suci Mekah yang terletak di bagian barat. Di ketiga sisi masjid terdapat tiga gerbang, di mana setiap gerbang memiliki sebuah menara. Masjid ini dipercantik dengan sebuah halaman terbuka berukuran 1.200 meter persegi yang mampu menampung sekitar 100 ribu jamaah. Di pelataran ini juga terdapat kolam air sebagai tempat berwudhu.

Panjang Masjid Jama adalah 80 meter dan lebarnya 27 meter. Di atapnya dibangun tiga buah kubah dari bahan marmer hitam dan putih dengan bagian atasnya berhiaskan emas. Tiga kubah ini benar-benar dibangun dalam bentuk kubah bawang utuh.

Masjid Jama juga memiliki dua menara dengan tinggi 41 meter dan terdiri dari 130 anak tangga yang dihiasi oleh marmer hitam dan batu bata merah. Sedangkan di bagian belakang masjid masih terdapat lagi empat menara kecil sama seperti di bagian depan.

Sebuah aula besar terletak di bawah kubah utama dengan tujuh lengkungan pintu masuk, dan dinding masjid ditutupi dengan marmer sampai ke pinggang. Aula lain di masjid ini berukuran 60x27 meter persegi dan memiliki tujuh pintu masuk dengan lengkungan. Prasasti dari marmer putih terpasang di atas lengkungan dan berisi tentang sejarah pembangunan masjid dan pemerintahan dan kebajikan Shah Jahan.

Ornamenen lain dengan motif bunga atau prasasti kaligrafi juga menghiasi lengkungan, dinding, bawah lengkungan, bawah kubah, dan lantai masjid.

Lantai masjid yang dilapisi dengan batu marmer dengan ornamen bergaris menyerupai sajadah masing-masing berukuran 95x45 cm, telah memudahkan jamaah meluruskan shaf shalat. Setidaknya ada 899 ornamen sajadah yang sama di lantai dalam masjid.

Sisi timur, selatan, dan utara masjid semuanya memiliki pintu masuk yang sangat besar, sementara sisi barat menghadap ke Mekah yang merupakan arah kiblat. Gerbang timur adalah yang terbesar dan digunakan oleh keluarga kerajaan.

Sama seperti masjid-masjid lain di India, Masjid Jama juga memiliki sejumlah prasasti dalam bahasa Persia. Setidaknya ada 10 prasasti dalam bahasa Persia yang menghiasi lengkungan di beranda masuk ke masjid.

Fungsi dan Peran Masjid (53)

Masjid adalah tempat untuk bersujud dan meletakkan dahi di atas tanah sebagai lambang ketundukan mutlak di hadapan Allah Swt. Masjid bagi seorang Muslim adalah tempat untuk menyingkirkan keburukan akhlak, kesombongan dan egoisme, serta membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu.

Masyarakat Muslim dibentuk atas dasar kerja sama, solidaritas, gotong royong, dan saling peduli. Oleh sebab itu, maslahat (sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, dan sebagainya) anggota masyarakat saling terkait satu sama lain. Ikatan persatuan dan persaudaraan ini terlihat jelas dalam barisan shalat di masjid-masjid. Mereka ibarat benteng yang kokoh di mana semua bertugas untuk melindungi satu sama lain dan saling membantu.

Masyarakat Muslim adalah sebuah komunitas yang saling terkait dan para anggotanya berasal dari satu tubuh. Baik dan buruk yang datang dari seorang anggotanya akan mempengaruhi anggota lain, dan untuk bisa selamat dari setiap badai, mereka harus memikul tanggung jawab timbal-balik dan rasa kepedulian sosial.

Setiap individu di masyarakat selain bertugas menjaga dirinya, juga bertanggung jawab di hadapan orang lain dan hidup senasib sepenanggungan; senang-susah ditanggung bersama.

Salah satu fungsi masjid adalah untuk memupuk kepedulian sosial dan mengatasi persoalan orang-orang yang tidak mampu. Rasa peduli dan jalinan kasih sayang di antara para jamaah akan dengan mudah terbentuk di masjid. Sejak permulaan Islam, masjid menjadi basis untuk perkumpulan sosial dan tempat memberikan pelayanan kepada sesama.

Di zaman Rasulullah Saw, orang miskin dan membutuhkan akan mendatangi masjid untuk memenuhi hajat mereka. Dikisahkan bahwa seorang fakir masuk ke masjid dan meminta-minta kepada orang yang ada di sana. Namun tak seorang pun memberikan sesuatu kepadanya. Waktu itu, Imam Ali as sedang melakukan shalat dan ketika sedang ruku', beliau memberikan cincin-nya kepada si fakir tersebut. Allah Swt kemudian menurunkan ayat 55 surat al-Maidah kepada Nabi Saw sebagai pujian atas perbuatan tersebut.

Secara prinsip, nilai-nilai Islami seperti bersedekah, berbuat baik, berifak, dan rela berkorban, semuanya bertujuan untuk menjaga semangat persaudaraan dan kasih sayang di antara orang-orang Muslim.

Islam menganggap usaha dan gerakan untuk mengentaskan kemiskinan dari masyarakat sebagai sebuah tugas sosial. Saat ini, salah satu program penting di masjid-masjid adalah membantu fakir-miskin, mengentaskan kemiskinan, dan memberdayakan masyarakat.

Bahkan ketika bencana alam datang, masjid selalu menyediakan tempat berteduh untuk masyarakat dan terdepan dalam menyalurkan bantuan kepada mereka. Masjid biasanya akan menjadi basis untuk menggalang bantuan sosial untuk disalurkan kepada orang-orang yang terdampak bencana.

Masjid juga dianggap sebagai pusat penting untuk penyebaran informasi Islam, karena ia adalah tempat kehidupan politik, sosial, budaya, dan keagamaan. Semua informasi yang berkaitan dengan isu-isu penting umat diumumkan di masjid dan hal ini juga untuk memastikan kontak langsung antara penyampai dan penerima pesan.

Ini dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif dan sukses dari dakwah dan penyampaian informasi. Adzan, misalnya, adalah informasi tentang waktu shalat dan pada saat yang sama juga merupakan sarana untuk dakwah Islam.

Sejarah Masjid Jami' Herat (The Great Mosque of Herat)

Masjid Jami' Herat adalah sebuah kombinasi lengkap dari sejarah, budaya, dan seni Afghanistan, dan dibangun dengan gaya arsitektur dari berbagai pemerintahan di sana. Menurut catatan sejarah, masjid ini dibangun di atas reruntuhan kuil para penyembah api (Zoroaster).

Ia merupakan salah satu masjid tua di Afganistan yang dibangun tahun 1200 Masehi atau 597 Hijriyah oleh penguasa Dinasti Ghurid, Ghiyath al-Din Muhammad, dan setelah kematiannya, pembangunan dilanjutkan oleh saudaranya Shihab al-Din. Masjid dengan kapasitas lebih dari 100 ribu jamaah ini dianggap sebagai mahakarya seni arsitektur Afghanistan dan salah satu kebanggaan negara itu.

Pada abad ke-13, Genghis Khan menjarah Provinsi Herat dan masjid itu hancur berantakan. Program renovasi kemudian dilakukan oleh para penguasa Kart pada 1306 M (706 H) dan sekali lagi setelah gempa dahsyat pada tahun 1364 M. Secara keseluruhan, pembangunan masjid ini melibatkan pemerintahan Dinasti Ghurid, Timurid, Safawi, Mughal, dan Uzbek.

Pada pertengahan abad ke-20, struktur Masjid Jami' Herat direkonstruksi dan diperluas sebagai bagian dari proyek perluasan kota. Masjid baru berbentuk persegi empat dengan empat iwan dan ruang berkubah di sekitar sebuah halaman. Dua menara besar mengapit iwan utama.

Hampir setiap bagian ditutupi ubin mosaik yang memukau dan diapit oleh ubin biru pirus. Ada lima pintu masuk sekunder di sepanjang dinding utara dan timur, termasuk sisa gerbang periode Ghurid di sudut tenggara kompleks masjid.

Dinding eksterior dan halamannya semuanya dihiasi dengan batu bata merah, yang dilapisi dengan plaster dan ubin warna biru dengan motif tumbuhan dan bunga. Sedangkan bangunan eksterior masjid sepenuhnya dipugar sebelum tahun 1970.

Saat ini kegiatan renovasi dan perbaikan bangunan bersejarah itu masih berlanjut. Warga Herat berkelakar bahwa pengerjaan Masjid Jami' Herat tidak ada habisnya dan jika suatu hari ini nanti renovasi masjid benar-benar selesai, maka hari kiamat sudah dekat!

Masjid Jami' Herat sama seperti masjid-masjid lain, bukan hanya sebagai tempat ibadah dan shalat, tetapi juga berfungsi sebagai madrasah dan pusat kegiatan agama di Afghanistan selama bertahun-tahun. Di masa lalu, para ulama dan sufi besar pernah mengajar atau belajar di madrasah tersebut, termasuk ahli tafsir dan sufi, Khwajah Abdullah Ansari yang populer dengan Pir Herat.

Fungsi dan Peran Masjid (54)

Masjid adalah tempat terbaik untuk memperkuat iman dan basis terpenting untuk kegiatan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan kesehatan mental orang-orang Muslim.

Hasil riset mencatat bahwa kehadiran aktif di masjid sangat berpengaruh dalam mengatasi sebagian gangguan seperti, rasa kesepian, kecemasan, kesedihan, dan kemalasan. Di antara dampak positif kehadiran ini adalah optimis menjalani hidup, tumbuhnya rasa percaya diri, merasa punya sandaran yang kokoh (Allah Swt), menarik perhatian dan kasih sayang Tuhan lewat kegiatan ibadah, serta memperkuat rasa peduli dan ukhuwah melalui interaksi dengan jamaah lain.

Secara prinsip, kehadiran di masjid serta hubungan emosional dan spiritual yang terjalin dengan jamaah lain akan menghadirkan ketenangan hati dan ketentraman batin seseorang.

Dewasa ini, ketenangan hati, ketentraman batin, dan kehidupan yang jauh dari rasa cemas telah menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia. Untuk memastikan kesehatan mental individu, para psikolog berusaha mempelajari kepercayaan, emosi, dan perilaku menyimpang yang menyebabkan penyakit dan kecemasan. Mereka berusaha mencari sebuah kaidah untuk kehidupan yang lebih baik.

Al-Quran dalam sebuah kalimat singkat dan penuh makna, menyebut zikir kepada Allah Swt sebagai cara mujarab meraih ketenangan hati. Allah berfirman, "Sesungguhnya dengan berzikir kepada Allah akan menenangkan hati." (Surat Ar Ra'ad ayat 28)

Ketenangan hati merupakan salah satu anugerah dari Allah kepada orang-orang mukmin. "Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)…" (Surat Al Fath ayat 4)

Jadi, cara yang paling ampuh untuk meraih ketenangan hati adalah berzikir dan mengingat Allah Swt, dan ketenangan itu sendiri juga berasal dari-Nya. Masjid bisa memainkan peran utama dalam menghadirkan ketenangan hati dan jiwa bagi orang-orang yang datang ke rumah Allah ini.

Masjid bisa menjadi tempat terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyingkirkan segala egoisme serta memperbaiki kekurangan. Menurut berbagai riwayat, ada banyak keutamaan bagi orang yang shalat berjamaah di masjid, di mana optimisme dan ketenangan akan tumbuh dalam diri manusia serta menjauhkannya dari pesimisme dan depresi.

Mereka selain memperoleh pahala di dunia, juga akan mendapatkan kabar gembira seperti, ketenangan di akhirat dan rumah di surga, dimuliakan oleh Allah Swt, diampuni dosa-dosanya, duduk bersanding dengan para malaikat, didoakan oleh para malaikat, dan lain-lain.

Nuansa spiritual dan ketenangan di masjid akan membawa pengaruh baik bagi jiwa dan hati manusia. Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang menjadikan masjid sebagai rumahnya, Allah akan menjamin ketenangan jiwa dan kelapangan."

Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh oleh ahli masjid yaitu; ketenangan hati dan jiwa di dunia serta pahala di akhirat. Oleh karena itu, interaksi dengan masjid harus selalu dijaga untuk meraih keberuntungan di dunia dan akhirat. Bahkan ada petuah yang mengatakan orang mukmin dalam masjid bagaikan ikan dalam air. Jelas kemalangan akan menimpa ikan jika ia berpisah dari air.

Di hadis lain, Rasulullah Saw bersabda, "Tidak duduk suatu golongan di sebuah masjid dari masjid-masjid Allah untuk membaca al-Quran dan mengajarkannya, kecuali ketenangan akan turun kepadanya dan rahmat Ilahi akan meliputinya."

Semua riwayat tersebut menunjukkan bahwa kehadiran di masjid akan mendatangkan ketenangan dan rahmat Allah Swt. Masjid adalah benteng untuk melawan segala tantangan hidup dan tempat untuk memperoleh ketenangan.

Sejarah Masjid Biru Mazar-i-Sharif, Afghanistan

Masjid Biru (Blue Mosque) di kota Mazar-i-Sharif adalah sebuah masjid yang dipercaya oleh sebagian warga Afghanistan sebagai makam Imam Ali bin Abi Thalib as. Tentu saja berdasarkan riwayat yang sahih, makam Imam Ali terletak di kota Najaf, Irak, sementara sosok yang dikuburkan di Mazar-i-Sharif (Makam Mulia) kemungkinan milik salah satu dari keturunannya.

Mazar-i-Sharif adalah kota terbesar keempat di Afghanistan dengan populasi lebih dari 300.000 jiwa. Ini adalah ibukota provinsi Balkh dan merupakan rumah bagi kelompok multi-etnis seperti Uzbek, Turkmen, Tajik, dan Hazara. Kota ini terhubung ke Kabul di tenggara, ke Herat di barat dan ke Uzbekistan di utara.

Menurut kisah penduduk Balkh, sebuah kubah kecil dengan pintu baja dan gembok perak ditemukan di sebuah bukit yang disebut "Tel Ali." Di dalam kubah ini, terdapat al-Quran dengan khat Kufi yang ditulis di atas kulit rusa bersama sebuah pedang besar dan potongan batu marmer. Di atas batu itu tertulis, "Ini adalah makam wali Allah, Ali Singa Tuhan."

Penduduk desa bersuka cita ketika mengetahui kabar tersebut. Berita ini pun sampai ke penguasa Khurasan, Sultan Ahmed Sanjar Seljuk, ia kemudian datang ke Balkh dan menyumbangkan 50.000 dinar kepada orang-orang di wilayah itu.

Sultan Ahmed Sanjar ingin memindahkan makam itu ke pusat pemerintahannya di Marv, tetapi para tokoh Balkh merasa keberatan dan meminta agar tidak dipindahkan. Dia kemudian mengurungkan niatnya itu dan membangun sebuah bangunan kecil sebagai makam dan masjid. Dia bahkan membangun sebuah kota di sekitar makam yang disebut Mazar-i-Sharif, di mana telah menarik ribuan orang untuk hijrah ke sana. Saat itu Mazar-i-Sharif menjadi kota yang besar dan penting.

Namun, Genghis Khan dan tentara Mongol menghancurkan bangunan itu pada 1220 Masehi dan nama daerah itu kembali dikenal sebagai Tel Ali. Sultan Husayn Mirza Bayqara (salah seorang raja Timurid) merenovasi kembali dengan arsitektur yang menawan dan khas warna biru pada 1481 M. Dia membangunnya dengan cara yang lebih megah, dalam bentuk masjid biru raksasa yang masih ada sampai hari ini.

Blue Mosque secara kasar berbentuk persegi panjang, dengan sebuah makam keramat berada di tengahnya. Dua kubah biru yang megah menghiasi masjid serta sejumlah menara besar dan kecil, dan dua lengkungan di pintu masuk di sisi timur dan barat kompleks.

Seluruh bangunan ditutupi dengan ubin mosaik polikrom yang disusun dalam pola geometris, di mana didominasi oleh warna biru dengan corak yang berbeda. Saat ini banyak tokoh agama dan pejabat Afghanistan juga dimakamkan di kompleks itu.

Masjid Biru direnovasi total pada pertengahan abad ke-20 dan merupakan salah satu peninggalan bersejarah terbaik di Afghanistan. Tidak banyak struktur asli yang tersisa, sebagian besar karya seni di sini diciptakan kembali di zaman modern.

Banyak dari ubin mosaik masjid diperbarui atau diganti selama renovasi abad ke-20. Salah satu dari beberapa artefak yang tersisa dari masjid ini adalah batu marmer bertuliskan kata-kata "Ali, Singa Tuhan."

Masjid Biru telah dikenal sebagai sebuah oase untuk perdamaian, dan ini benar-benar tampak seperti itu, mengingat ribuan merpati putih mengelilingi kompleks masjid setiap waktu. Blue Mosque menawarkan tempat yang tenang dari hiruk-pikuk jalan-jalan dan pasar Mazar-i-Sharif.

Masjid ini senantiasa menjadi tempat ziarah yang paling penting di Afghanistan, baik untuk Muslim Syiah dan Sunni. Ini bukan hanya masjid dan makam keramat, tetapi juga tempat pendidikan dan pusat budaya yang paling penting di Mazar-i-Sharif.

Masjid ini juga memiliki sebuah perpustakaan, di mana sebagian besar dari koleksi bukunya kembali ke era Bokhtariyan dan Baktrian dan Kianian, Seljuk, Timurid, dan periode-periode Islam lainnya.

Fungsi dan Peran Masjid (55)

Sebelumnya dikatakan bahwa kehadiran di masjid serta jalinan hubungan emosional dan spiritual di antara sesama jamaah shalat akan menyebabkan ketenangan hati dan ketentraman jiwa.

Oleh sebab itu, para pemuka agama menyebut masjid sebagai benteng kaum mukmin; sebuah benteng yang akan melindungi manusia dari kecemasan dan memberinya ketenangan. Imam Jakfar Shadiq as menyarankan kaum Muslim untuk berlindung pada shalat dan masjid ketika menghadapi masalah dan kegelisahan.

Masjid memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Kedudukan ini telah diperlihatkan oleh Rasulullah Saw secara praktis kepada masyarakat Muslim sejak awal pembangunannya di kota Madinah. Beliau menyeru seluruh sahabat untuk mempercepat pembangunan masjid dan tidak menyibukkan diri dengan pekerjaan lain sebelum ia selesai.

Setelah pembangunan rampung, Rasulullah Saw melakukan dakwah dan menangani perkara-perkara masyarakat Muslim di tempat suci itu. Hari ini apa yang disebut sebagai tempat ibadah dan kuil di agama lain tidak memiliki hubungan yang erat dan efektif dengan masyarakat dan isu-isu sosial. Namun, masjid memiliki hubungan yang efektif dengan persoalan dasar umat.

Masjid menjadi balai musyarawah dan Allah Swt memerintahkan Rasul-Nya untuk bermusyawarah dengan masyarakat dalam pekerjaan-pekerjaan penting, dan masjid adalah tempat terbaik untuk merealisasikan perkara penting ini.

Rasulullah Saw mengumpulkan para sahabatnya di masjid untuk membahas hal-hal serius seperti, perang, perjanjian, perjalanan haji, dan lain-lain, dan kemudian mengumumkan keputusan yang diambil kepada masyarakat.

Masjid juga tempat pertemuan bagi para prajurit tentara Islam, dan dari sinilah mereka memulai perjalanan untuk jihad dan juga kembali ke masjid setelah meraih kemenangan. Orang-orang yang terluka dalam perang juga akan dirawat di masjid.

Pada masa itu, masyarakat Muslim senantiasa mendatangi masjid dalam semua peristiwa penting kehidupan mereka termasuk untuk menyelesaikan perselisihan, konflik sosial, memenuhi hajat, mengatasi masalah, dan isu-isu lain kemanusiaan yang selalu dihadapi manusia.

Selama masa itu, masjid melayani banyak tujuan dan memainkan peran yang komprehensif dalam kehidupan umat Islam. Misalnya saja, hubungan masjid dengan pendidikan tetap menjadi salah satu karakteristik utama sepanjang sejarah.

Sejarah Masjid Badshahi (Masjid Raja) Pakistan

Masjid Badshahi adalah salah satu masjid bersejarah Pakistan yang terletak di kota Lahore. Masjid ini merupakan kenangan akan kemegahan dan keindahan arsitektur era Mughal.

Masjid ini dibangun oleh raja keenam Kesultanan Mughal, Raja Aurangzeb pada tahun 1671 dan selesai tahun 1673. Ia merupakan landmark serta tujuan utama wisata di Lahore. Masjid Badshahi memiliki kapasitas 5.000 jamaah di ruang shalat utama dan 95.000 jamaah di halaman tengah serta portiko. Ini adalah masjid terbesar kedua di Pakistan dan terbesar kelima di dunia.

Pintu masuk utama masjid terletak di seberang Benteng Lahore dan dikenal sebagai Gerbang Alamgir, yang ditambahkan belakangan ke struktur masjid. Bangunan Masjid Badshahi berbentuk persegi empat dan memiliki dua lantai yang mencakup kediaman imam masjid dan perpustakaan.

Desain Masjid Badshahi pada dasarnya adalah sebuah persegi berukuran 170 meter di setiap sisinya. Mengingat ujung utara masjid dibangun di sepanjang tepi Sungai Ravi, maka tidak mungkin untuk membangun gerbang utara, dan gerbang selatan juga tidak dibangun untuk mempertahankan kesimetrisan masjid.

Arsitektur dan desain Masjid Badshahi sangat mirip dengan Masjid Jama Delhi, India yang dibangun oleh ayah Raja Aurangzeb, Shah Jahan. Masjid ini dipercantik dengan empat menara di setiap sudutnya dengan tinggi 60 meter dan berwarna merah bata. Setiap menara ditutupi oleh kanopi marmer. Bangunan utama masjid juga dilengkapi tambahan empat menara kecil di setiap sudut bangunan.

Masjid ini memiliki aula utama yang relatif panjang, di mana dibagi menjadi tujuh bagian oleh lengkungan fasad yang ditopang oleh pilar-pilar besar. Mimbar dan mihrab terletak di tengah-tengah yang dibangun dengan batu putih. Bagian ini adalah jantung masjid sehingga penuh dengan dekorasi yang sangat indah. Jalan akses ke ruang shalat dibangun dengan marmer beraneka warna.

Tiga kubah berwarna putih dibangun di atas aula utama yang memanjang. Kubah tengah berukuran lebih besar, sementara dua kubah di sisinya sama-sama lebih kecil. Kubah-kubah dari marmer ini bersinar bak mutiara, ukuran kubah tengah sekitar 10 meter dan kubah lainnya sekitar 6,5 meter.

Hanya ada dua prasasti di masjid ini, pertama di pintu gerbang dan satu lagi di ruang shalat di bawah serambi utama. Orang-orang yang datang ke Masjid Badshahi sering dikejutkan oleh pengaruh besar Persia di seluruh kompleks.

Prasasti berbahasa Persia di atas gerbang menjelaskan tentang tahun pembangunan masjid di bawah pengawasan Fida'i Khan Koka, yang merupakan saudara ipar Raja Mughal Aurangzeb dan gubernur Lahore.

Pada 7 Juli 1799, milisi Sikh dari Sukerchakia, pimpinan Ranjit Singh mengambil alih kota Lahore. Setelah mengusai seluruh kota, Masjid Badshahi dijadikan sebagai markas militer, gudang peluru, dan kandang kuda mereka. Tahun 1841 terjadi perang sipil Sikh, Putra Ranjit Singh, Sher Shingh menggunakan menara masjid untuk meletakkan meriam guna menyerang penentangnya yang berlindung di Benteng Lahore. Tindakan ini mengakibatkan kerusakan menara masjid.

Saat Inggris menjajah India, Inggris meneruskan apa yang dilakukan pemerintahan Sikh dengan tetap menggunakan masjid dan area yang menghubungkannya dengan benteng sebagai barak militer dan gudang amunisi. Inggris juga menghancurkan lorong-lorong penghubung antara masjid dan benteng untuk mencegah segala aktivitas anti-Inggris.

Sejak tahun 1852, serangkaian restorasi terhadap bangunan masjid dilakukan di bawah pengawasan Otoritas Masjid Badshahi. Perbaikan besar-besaran dilaksanakan sejak 1939. Cetak biru perbaikan masjid disiapkan oleh arsitek Nawab Zen Yar Jang Bahadur.

Pekerjaan restorasi terhadap masjid ini terus berlanjut ketika Lahore manjadi bagian dari Pakistan yang baru berdiri pada 14 Agustus 1947 lepas dari India. Pada 1960, Masjid Badshahi direstorasi total dan dikembalikan ke bentuk aslinya. Proses restorasi ini menghabiskan dana 4.8 juta rupee.

Pemerintah Pakistan membangun sebuah museum di dalam gerbang masuk Masjid Badshahi untuk menyimpan beberapa benda bersejarah yang terkait dengan Nabi Muhammad Saw, Imam Ali as, Sayidah Fatimah Azzahra, dan Imam Hasan. Benda-benda tersebut dibawa ke wilayah anak benua India oleh Amir Taimur Gurkani setelah menaklukkan Syam dan Turki.

Monumen penting lainnya di Masjid Badshahi adalah Makam Muhammad Iqbal Lahore. Dibangun pada tahun 1930-an setelah Iqbal meninggal, makam ini sangat penting bagi orang-orang Pakistan. Muhammad Iqbal adalah seorang penyair dan filsuf terkemuka yang memimpin kemerdekaan Pakistan.

Keindahan Masjid Badshahi benar-benar sangat menawan dan mengundang dunia untuk menemukan sejarah melalui arsitekturnya. Ia juga merupakan salah satu masjid di mana Qari besar Mesir, Ustadz Abdul Basit membacakan al-Quran.

Selama acara-acara khusus seperti, Idul Fitri atau Ramadhan, masjid penuh sesak dengan jamaah hingga memenuhi seluruh sudut halaman. Pengunjung bisa menemukan Masjid Badshahi tepat di sebelah Benteng Lahore, yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

Fungsi dan Peran Masjid (56-Habis)

Masjid adalah tempat 'uruj (naik) menuju Allah Swt dan sekaligus pusat untuk membuat keputusan-keputusan penting yang berhubungan dengan kaum Muslim.

Di zaman Rasulullah Saw, masjid tidak hanya sebagai rumah ibadah, tetapi pusat pemerintahan, pusat komando, lembaga pendidikan, balai musyawarah, dan tempat untuk kegiatan sosial-budaya umat Islam.

Landasan persatuan umat diperkuat di masjid melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial. Persatuan ini merupakan sebuah kebutuhan fundamental untuk keselamatan dan eksistensi setiap komunitas. Seluruh lapisan umat – baik laki-laki, perempuan, orang tua, dan anak-anak – berkumpul di masjid dan berdiri dalam barisan yang rapi.

Partisipasi masyarakat dari berbagai mazhab Islam dalam satu masjid juga menjadi bukti bahwa perbedaan akidah dan mazhab, tidak mampu mengoyak barisan persatuan kaum Muslim. Oleh sebab itu, salah satu peran masjid adalah memperkuat persatuan di masyarakat Muslim dan seluruh jamaah juga harus menyingkirkan benih-benih perpecahan dari mereka.

Karena pentingnya masalah persatuan umat, Allah Swt bahkan memerintahkan Rasul-Nya untuk mencegah kehadiran orang tertentu yang bisa merusak persatuan di masjid. Ketika menerima kabar tentang Masjid ad-Dhirar yang dipakai untuk merusak persatuan umat, Rasulullah Saw mengeluarkan perintah untuk menghancurkan dan membakar tempat itu.

Dewasa ini, para tokoh memandang persatuan antar-mazhab sebagai sebuah metode untuk menghadapi musuh-musuh Islam dan mereka ingin mempererat persatuan kaum Muslim, termasuk Syiah dan Sunni. Sebagai contoh, Ayatullah Musa Sadr tidak hanya memikirkan masalah persatuan kaum Muslim, tetapi juga meyakini persatuan di antara pengikut agama samawi.

Ayatullah Musa Sadr menyampaikan nasihat tidak hanya di masjid Syiah dan Sunni, tetapi juga di gereja-gereja. Saat menetap di Lebanon, ia kerap mendatangi masjid-masjid Sunni terutama pada perayaan Idul Fitri dan Idul Adha dan mengikuti shalat berjamaah bersama Muslim Sunni.

Ulama besar ini ingin menunjukkan bahwa ia tidak meyakini perselisihan antara Syiah dan Sunni, dan kaum Muslim – meski berbeda dalam masalah fikih – dapat bersatu dalam isu-isu besar Dunia Islam.

Di tahun-tahun pertama Revolusi Islam Iran, semangat revolusioner menyebar ke seluruh pelosok negeri bahkan di kota Zahedan, yang dihuni oleh Muslim Syiah dan Sunni. Warga Zahedan sepakat bahwa ibadah shalat Jumat diadakan secara bergilir setiap pekan di masjid Syiah dan Sunni, yang diimami oleh salah satu dari ulama Syiah dan Sunni.

Ini adalah sebuah tradisi yang sangat baik, di mana pengikut Syiah dan Sunni berdiri dalam satu barisan shalat tanpa mempersoalkan perbedaan fikih. Pemimpin mazhab Syiah, Imam Jakfar Shadiq as – demi persatuan kaum Muslim – berpesan kepada seluruh pengikut Syiah, "Barang siapa yang hadir bersama saudaranya Ahlu Sunnah dalam shalat jamaah dan berdiri di barisan pertama, maka ia seperti orang yang telah mengeluarkan pedang dari sarungnya dan siap berjihad di jalan Allah Swt." (Ushul al-Kafi, jilid 3, bab shalat)

Imam Shadiq ingin menegaskan bahwa persatuan kaum Muslim adalah bagian dari cita-cita Rasulullah Saw dan nilainya tidak kurang dari jihad melawan musuh-musuh Allah.

Di kota Mashad, kota suci terpenting di Iran, masyarakat Ahlu Sunnah melaksanakan shalat Jumat secara besar-besaran di Masjid Jami' al-Farouq di Esmail Abad. Di daerah ini terdapat tiga masjid yaitu; Masjid Jami' al-Farouq dan Masjid Ali bin Abi Thalib untuk Ahlu Sunnah, dan Masjid Abul Fazl untuk Syiah. Pada momen tertentu seperti Pekan Persatuan, masyarakat di Esmail Abad bergantian menyambangi masjid Sunni dan Syiah untuk shalat Jumat.

Interaksi ini dengan sendirinya akan menggagalkan kegiatan orang-orang fanatik yang ingin memantik perselisihan antara Syiah dan Sunni, menghapus prasangka, menjauhkan mereka dari permusuhan, dan mempererat persatuan di antara kaum Muslim.

Di Tehran, ibukota Republik Islam Iran, terdapat lebih dari 100 masjid atau mushalla untuk pengikut Sunni seperti, Masjid Sadeghiyeh, Masjid al-Nabi, dan Masjid Tehranpars. Ratusan Muslim Sunni memadati masjid-masjid ini untuk melaksanakan shalat Jumat dan hari-hari besar Islam.

Imam shalat Jumat di Masjid Sadeghiyeh Tehran, Syeikh Mamousta Aziz Babai mengakui persatuan yang terjadi antara Syiah dan Sunni di masyarakat Iran.

"Saya dilahirkan di daerah Khalhal, Provinsi Ardabil (barat laut Iran). Mayoritas penduduk di desa kami Ahlu Sunnah, tetapi kami sama sekali tidak ada masalah dengan masyarakat Syiah di desa dan daerah itu. Persatuan dan ukhuwah selalu terjalin di antara kami. Namun, musuh-musuh Islam ingin menciptakan perpecahan dan fitnah di antara Sunni dan Syiah," ujar Syeikh Aziz Babai.

Syeikh Aziz Babai telah menyampaikan lebih dari dua ribu ceramah di masjid-masjid Sunni di Tehran dan bahkan masjid-masjid Syiah di ibukota. Ia juga aktif di universitas-universitas kota Qum selama enam tahun.

Soal adanya informasi keliru tentang Syiah, ulama Sunni ini menerangkan, "Saya sudah sering ditanya tentang perbedaan al-Quran Syiah Iran bahkan oleh para ulama Hanbali di Arab Saudi dan dalam diskusi dengan mereka, saya jelaskan naskah al-Quran yang dicetak di Iran sama seperti naskah yang diterbitkan di Makkah dan Madinah. Uniknya, naskah al-Quran di Iran menggunakan qiraat hafs an asim yang juga dipakai di Arab Saudi, padahal sebagian negara Muslim menerbitkan al-Quran dengan qiraat lain. Meski begitu, mereka sangat sulit untuk mempercayai masalah tersebut dan ini menunjukkan betapa luasnya propaganda asing terhadap mazhab-mazhab Islam."

"Dalam situasi seperti ini, kita harus berusaha menyampaikan informasi yang sahih untuk mencerahkan pikiran orang-orang yang fanatik. Berkat karunia Allah Swt dan juga upaya para pejabat pemerintah Iran, Ahlu Sunnah menikmati kondisi yang baik di negara ini. Meski adanya berbagai upaya dari musuh-musuh Islam, masyarakat Sunni Iran dari berbagai etnis berperan dalam pembangunan dan kemajuan Republik Islam," ujarnya.

Masjid Jami' Khash di Provinsi Sistan dan Baluchestan

Masjid Jami' Khash di Provinsi Sistan dan Baluchestan, Iran adalah simbol utama dari persatuan Syiah dan Sunni. Berdasarkan kesaksian para tetua setempat, sejak zaman dulu kebanyakan warga Sunni dan Syiah menunaikan shalat berjamaah bersama-sama di masjid ini.

Menurut imam shalat Jumat kota Khash, Hujjatul Islam Mohammad Hossein Miri, shalat lima waktu didirikan di masjid istimewa ini yang menjadi simbol persatuan Syiah dan Sunni.

Masjid Khash dibangun pada tahun 1307 Hijriah Syamsiah dengan luas pondasi 247 meter persegi. Bangunan ini mencakup dua bagian utama; masjid dan menara tambahan. Masjid ini memiliki sebuah aula yang ditopang oleh 16 tiang dan masing-masing dari empat tiang, membentuk sebuah ruangan dengan lengkungan. Sebuah jendela didesain di antara dua tiang sehingga cahaya bisa menerangi ruang shalat.

Menara masjid yang tinggi dan memanjang ini terinspirasi dari arsitektur tradisional Iran dan memiliki bentuk spiral silinder serta menggunakan batu bata terbaik di wilayah itu. Menara ini dibangun pada periode Qajar dan terdaftar sebagai salah satu warisan nasional Iran. Sebuah prasasti batu bata dibangun di dasar menara yang menjelaskan tentang tahun konstruksi atau pemugarannya.

Kalimat tauhid "La Illaha Illa Allah" tertulis di dinding menara. Menara masjid ini terbuat dari batu bata yang keras, mortar, pasir, kapur, dan plester. Batu bata ini kemudian disusun dalam bentuk spiral dan direkatkan satu sama lain.

Konstruksi bangunan ini lebih mengedepankan fungsinya sebagai tempat ibadah, sementara dekorasi arsitektur yang paling indah terletak pada penataan batu bata di menara.

Daftar Isi :

Fungsi dan Peran Masjid 1

Fungsi dan Peran Masjid (51) 3

Masjid Jamek Kuala Lumpur 6

Masjid Putra di Putrajaya 7

Masjid Kristal Terengganu (Crystal Mosque) 9

Fungsi dan Peran Masjid (52) 10

Sejarah Masjid Jama Delhi 12

Fungsi dan Peran Masjid (53) 15

Sejarah Masjid Jami' Herat (The Great Mosque of Herat) 18

Fungsi dan Peran Masjid (54) 20

Sejarah Masjid Biru Mazar-i-Sharif, Afghanistan 23

Fungsi dan Peran Masjid (55) 26

Sejarah Masjid Badshahi (Masjid Raja) Pakistan 28

Fungsi dan Peran Masjid (56-Habis) 32

Masjid Jami' Khash di Provinsi Sistan dan Baluchestan 37