Fungsi dan Peran Masjid (56-Habis)
Masjid adalah tempat 'uruj (naik) menuju Allah Swt dan sekaligus pusat untuk membuat keputusan-keputusan penting yang berhubungan dengan kaum Muslim.
Di zaman Rasulullah Saw, masjid tidak hanya sebagai rumah ibadah, tetapi pusat pemerintahan, pusat komando, lembaga pendidikan, balai musyawarah, dan tempat untuk kegiatan sosial-budaya umat Islam.
Landasan persatuan umat diperkuat di masjid melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial. Persatuan ini merupakan sebuah kebutuhan fundamental untuk keselamatan dan eksistensi setiap komunitas. Seluruh lapisan umat – baik laki-laki, perempuan, orang tua, dan anak-anak – berkumpul di masjid dan berdiri dalam barisan yang rapi.
Partisipasi masyarakat dari berbagai mazhab Islam dalam satu masjid juga menjadi bukti bahwa perbedaan akidah dan mazhab, tidak mampu mengoyak barisan persatuan kaum Muslim. Oleh sebab itu, salah satu peran masjid adalah memperkuat persatuan di masyarakat Muslim dan seluruh jamaah juga harus menyingkirkan benih-benih perpecahan dari mereka.
Karena pentingnya masalah persatuan umat, Allah Swt bahkan memerintahkan Rasul-Nya untuk mencegah kehadiran orang tertentu yang bisa merusak persatuan di masjid. Ketika menerima kabar tentang Masjid ad-Dhirar yang dipakai untuk merusak persatuan umat, Rasulullah Saw mengeluarkan perintah untuk menghancurkan dan membakar tempat itu.
Dewasa ini, para tokoh memandang persatuan antar-mazhab sebagai sebuah metode untuk menghadapi musuh-musuh Islam dan mereka ingin mempererat persatuan kaum Muslim, termasuk Syiah dan Sunni. Sebagai contoh, Ayatullah Musa Sadr tidak hanya memikirkan masalah persatuan kaum Muslim, tetapi juga meyakini persatuan di antara pengikut agama samawi.
Ayatullah Musa Sadr menyampaikan nasihat tidak hanya di masjid Syiah dan Sunni, tetapi juga di gereja-gereja. Saat menetap di Lebanon, ia kerap mendatangi masjid-masjid Sunni terutama pada perayaan Idul Fitri dan Idul Adha dan mengikuti shalat berjamaah bersama Muslim Sunni.
Ulama besar ini ingin menunjukkan bahwa ia tidak meyakini perselisihan antara Syiah dan Sunni, dan kaum Muslim – meski berbeda dalam masalah fikih – dapat bersatu dalam isu-isu besar Dunia Islam.
Di tahun-tahun pertama Revolusi Islam Iran, semangat revolusioner menyebar ke seluruh pelosok negeri bahkan di kota Zahedan, yang dihuni oleh Muslim Syiah dan Sunni. Warga Zahedan sepakat bahwa ibadah shalat Jumat diadakan secara bergilir setiap pekan di masjid Syiah dan Sunni, yang diimami oleh salah satu dari ulama Syiah dan Sunni.
Ini adalah sebuah tradisi yang sangat baik, di mana pengikut Syiah dan Sunni berdiri dalam satu barisan shalat tanpa mempersoalkan perbedaan fikih. Pemimpin mazhab Syiah, Imam Jakfar Shadiq as – demi persatuan kaum Muslim – berpesan kepada seluruh pengikut Syiah, "Barang siapa yang hadir bersama saudaranya Ahlu Sunnah dalam shalat jamaah dan berdiri di barisan pertama, maka ia seperti orang yang telah mengeluarkan pedang dari sarungnya dan siap berjihad di jalan Allah Swt." (Ushul al-Kafi, jilid 3, bab shalat)
Imam Shadiq ingin menegaskan bahwa persatuan kaum Muslim adalah bagian dari cita-cita Rasulullah Saw dan nilainya tidak kurang dari jihad melawan musuh-musuh Allah.
Di kota Mashad, kota suci terpenting di Iran, masyarakat Ahlu Sunnah melaksanakan shalat Jumat secara besar-besaran di Masjid Jami' al-Farouq di Esmail Abad. Di daerah ini terdapat tiga masjid yaitu; Masjid Jami' al-Farouq dan Masjid Ali bin Abi Thalib untuk Ahlu Sunnah, dan Masjid Abul Fazl untuk Syiah. Pada momen tertentu seperti Pekan Persatuan, masyarakat di Esmail Abad bergantian menyambangi masjid Sunni dan Syiah untuk shalat Jumat.
Interaksi ini dengan sendirinya akan menggagalkan kegiatan orang-orang fanatik yang ingin memantik perselisihan antara Syiah dan Sunni, menghapus prasangka, menjauhkan mereka dari permusuhan, dan mempererat persatuan di antara kaum Muslim.
Di Tehran, ibukota Republik Islam Iran, terdapat lebih dari 100 masjid atau mushalla untuk pengikut Sunni seperti, Masjid Sadeghiyeh, Masjid al-Nabi, dan Masjid Tehranpars. Ratusan Muslim Sunni memadati masjid-masjid ini untuk melaksanakan shalat Jumat dan hari-hari besar Islam.
Imam shalat Jumat di Masjid Sadeghiyeh Tehran, Syeikh Mamousta Aziz Babai mengakui persatuan yang terjadi antara Syiah dan Sunni di masyarakat Iran.
"Saya dilahirkan di daerah Khalhal, Provinsi Ardabil (barat laut Iran). Mayoritas penduduk di desa kami Ahlu Sunnah, tetapi kami sama sekali tidak ada masalah dengan masyarakat Syiah di desa dan daerah itu. Persatuan dan ukhuwah selalu terjalin di antara kami. Namun, musuh-musuh Islam ingin menciptakan perpecahan dan fitnah di antara Sunni dan Syiah," ujar Syeikh Aziz Babai.
Syeikh Aziz Babai telah menyampaikan lebih dari dua ribu ceramah di masjid-masjid Sunni di Tehran dan bahkan masjid-masjid Syiah di ibukota. Ia juga aktif di universitas-universitas kota Qum selama enam tahun.
Soal adanya informasi keliru tentang Syiah, ulama Sunni ini menerangkan, "Saya sudah sering ditanya tentang perbedaan al-Quran Syiah Iran bahkan oleh para ulama Hanbali di Arab Saudi dan dalam diskusi dengan mereka, saya jelaskan naskah al-Quran yang dicetak di Iran sama seperti naskah yang diterbitkan di Makkah dan Madinah. Uniknya, naskah al-Quran di Iran menggunakan qiraat hafs an asim yang juga dipakai di Arab Saudi, padahal sebagian negara Muslim menerbitkan al-Quran dengan qiraat lain. Meski begitu, mereka sangat sulit untuk mempercayai masalah tersebut dan ini menunjukkan betapa luasnya propaganda asing terhadap mazhab-mazhab Islam."
"Dalam situasi seperti ini, kita harus berusaha menyampaikan informasi yang sahih untuk mencerahkan pikiran orang-orang yang fanatik. Berkat karunia Allah Swt dan juga upaya para pejabat pemerintah Iran, Ahlu Sunnah menikmati kondisi yang baik di negara ini. Meski adanya berbagai upaya dari musuh-musuh Islam, masyarakat Sunni Iran dari berbagai etnis berperan dalam pembangunan dan kemajuan Republik Islam," ujarnya.