Imam Husein dalam Kitab-kitab Sejarah (bagian2)

Imam Husein dalam Kitab-kitab Sejarah (bagian2)0%

Imam Husein dalam Kitab-kitab Sejarah (bagian2) pengarang:
: Tanpa Nama
: Tanpa Nama
Kategori: Sejarah & Biografi

Imam Husein dalam Kitab-kitab Sejarah (bagian2)

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Tim MuslimMenjawab.com
: Tanpa Nama
: Tanpa Nama
Kategori: Pengunjung: 1700
Download: 1435

Komentar:

Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 24 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 1700 / Download: 1435
Ukuran Ukuran Ukuran
Imam Husein dalam Kitab-kitab Sejarah (bagian2)

Imam Husein dalam Kitab-kitab Sejarah (bagian2)

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Imam Husein as dalam Kitab-kitab Sejarah

Bagian 2

Yazid dan “Syiah Keluarga Abu Sofyan” Aktor Tragedi Karbala

Sebelumnya telah dimuat beberapa seri tentang sanggahan atas tuduhan tidak berdasar sekelompok oknum yang menuduh Syiah tepatnya Syiah Kufah sebagai dalang syahidnya imam Husain AS.

Masih melanjutkan pembahasan yang sama, namun dari sisi yang berbeda, pada seri ini akan diajukan bukti lainnya yang dapat mementahkan tuduhan di atas.

Bukti yang akan dipaparkan pada tulisan ini adalah jejak hidup pemimpin tentara Yazid di Karbala. Iaitu Umar bin Saad bin Abi Waqqash.

Melihat kembali sepak terjangnya sebelum peristiwa Karbala akan mengantarkan kita kepada kesimpulan yang benar dalam menilai pihak yang menjadi penyebab syahidnya keluarga Nabi di Karbala. apakah aktornya “Syiah keluarga Nabi SAWW” atau “Syiah keluarga Abu Sofyan”?

Khawarizmi di dalam kitabnya Maqtal al-Husaini merekam satu kejadian berkaitan dengan Umar bin Saad ketika imam Husain AS masih berada di Makkah dan sebelum bertolak ke Karbala:

“kemudian imam Husain pindah ke rumah Abbas atas persetujuan Abdullah bin Abbas. Dan adalah penguasa Makkah dari pihak Yazid saat itu adalah Umar bin Saad bin Abi Waqqash. Lalu imam Husain bangkit dan mengumandangkan azan dengan suara yang keras, kemudian ia melaksanakan shalat bersama masyarakat. Ketika melihat banyaknya orang-orang yang silih berganti datang menemui Husain dari berbagai penjuru, Ibn Saad takut para jamaah haji cenderung terhadapnya, oleh karena itu ia kembali ke Madinah dan menulis surat kepada Yazid tentang hal itu.[1]

Di dalam kitab lainnya, Tarikh al-Umam wa al-Muluk juga ada rekam jejak Umar bin Saad bin Abi Waqqas berkaitan dengan peristiwa kedatangan Muslim bin Aqil di Kufah:

“dan Abdullah bin Muslim Keluar, lalu menulis surat kepada Yazid bin Muawiyah. Amma ba’du. Sungguh Muslim bin Aqil telah tiba di Kufah. Para Syiah Husain bin Ali telah berbaiat padanya. Jika engkau masih membutuhkan Kufah maka utuslah seorang yang kuat yang dapat melaksanakan perintahmu dan bertindak seperti tindakanmu terhadap musuhmu. Karena Nu’man bin Basyir adalah seorang yang lemah atau menganggap dirinya lemah. Ia (Abdullah bin Muslim) adalah orang pertama yang menulis surat kepada Yazid. Setelahnya Amarah bin uqbah menulis surat senada dan begitu juga Umar bin Saad menulis seperti itu.[2]

Berangkat dari kedua catatan sejarah di atas dapat dipahami bahwa komandan pasukan Yazid, Umar bin Saad merupakan Syiah keluarga Abu Sofyan. Hal ini mengingat bahwa semenjak dari Makkah ia telah menjadi sumber berita Yazid.

Dan di Kufah ia juga telah menjadi salah seorang yang mendorong Yazid untuk mengganti gubernur Nu’man bin Basyir yang dianggap lemah dengan seorang yang kuat dan tegas.

Dan sebagaimana diketahui perubahan gubernur ini merupakan langkah awal yang kemudian menyebabkan Syahidnya Muslim bin Aqil dan selanjutnya terjadinya prahara Karbala.

Oleh karena itu, menuduh bahwa orang Syiah kufah sebagai dalang syahidnya imam Husain dan keluarganya merupakan tuduhan yang tidak berdasar. Karena pemimpin perang yang membantai keluarga Nabi SAWW tidak pernah dikenal sebagai Syiah keluarga Nabi, tapi sebaliknya tercatat dalam sejarah bahwa dari awal ia merupakan kaki tangan Yazid.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembunuh imam Husain adalah Yazid bin Muawiyah dan para Syiahnya seperti Umar bin Saad bin Abi Waqqash.

Bani Umayyah dan Kabilah yang Paling Dibenci Nabi Saw

Di dalam tulisan sebelumnya, kita telah membahas isu-isu yang kerap kali dituduhkan ke mazhab Syiah, terlebih dalam memperingati kesyahidan Imam Husain di bulan Muharram.

Satu demi satu tuduhan itu telah kami patahkan, mulai dari berduka Imam Husain hingga siapa pembunuh Imam Husain yang sesungguhnya. Semua itu telah kami ulas dan jawab dari kitab-kitab Sunni.

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa pembunuh sejati Imam Husain adalah Yazid bin Muawiyah. Dengan kata lain, dialah aktor di balik pembunuhan Imam Husain. Artinya, pembunuh Imam Husain bukanlah pengikutnya itu sendiri.

Berbicara tentang Yazid, identik dengan Umayyah. Yazid adalah satu di antara para hakim atau petinggi di dalam dinasti Umayyah. Fakta menarik yang perlu kita tahu tentang Dinasti Umayyah adalah, bahwa mereka masuk dalam deretan kabilah yang dibenci oleh Rasulullah Saw.

Kalau kita membaca sejarah, maka kita tak heran kenapa nabi membenci mereka, sebab mereka adalah orang-orang yang senantiasa mengganggu dan berbuat kejam terhadap keluarga nabi. Puncaknya, mereka secara terang-terangan memenggal kepala cucu nabi di Karbala.

Setidaknya, kebencian Nabi Saw kepada Bani Umayyah itu Terekam jelas di dalam kitab Mustadrak Ala Shahihain karya Hakim Naisyaburi.

عَنْ أَبِی بَرْزَةَ الْأَسْلَمِیِّ، قَالَ: کَانَ أَبْغَضَ الْأَحْیَاءِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ بَنُو أُمَیَّةَ، وَبَنُو حَنِیفَةَ، وَثَقِیفٌ هَذَا حَدِیثٌ صَحِیحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّیْخَیْنِ، وَلَمْ یُخْرِجَاهُ. : على شرط البخاری ومسلم [التعلیق – من تلخیص الذهبی]

Dinukil dari Abi Barzah As-aslami, ia berkata, “Kabilah yang paling dibenci oleh Rasulullah adalah Bani Umayyah, Bani Hanifah dan Kabilah Tsaqif.”

Terkait riwayat di atas, Hakim Naisyaburi menegaskan tentang keashahihan riwayat tersebut yang sesuai dengan syarat-syarat dalam kitab Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, akan tetapi keduanya tidak membawakan di dalam kedua kitab itu.

Di sisi lain, Adz-Dzahabi di dalam talkhis-nya (ringkasan), juga mengatakan bahwa riwayat di atas sesuai dengan syarat-syarat Bhukari-Muslim.

Akhir kata, pantas saja jika Bani Umayyah termasuk kabilah yang paling dibenci oleh Nabi Muhammad Saw., sebab kekejaman mereka terhadap keluarga nabi telah melampaui batas dan tidak masuk akal.

Bagaimana Nasib Rombongan Imam Husein AS Pasca Karbala?

Peristiwa Karbala secara umum telah kita bahas dan sejauh ini telah kita ketahui latar belakang terjadinya, siapa saja tokohnya, seperti apa mereka dan apa motifnya. Peristiwa tersebut juga bermula dari perjalanan imam Husein as yang bertujuan mendatangi Kufah, namun, hal itu tidak terwujud disebabkan pasukan Yazid yang menghalangi serta mengarahkan mereka ke padang tandus Karbala.

Dalam perjalanan itu, imam Husein as tidaklah seorang diri, ia didampingi oleh keluarga beserta para sahabat setianya. Dan ketika tragedi pembantaian terjadi pada hari 10 Muharram 61 H, semuanya berhasil dibunuh dan tidak ada yang tersisa dari rombongan itu melainkan para wanita, anak-anak serta imam Ali Zainal Abidin as yang ketika itu dalam kondisi sakit parah.

Di antara para wanita yang hadir dalam peristiwa itu adalah Zainab bintu Ali bin Abi Thalib atau saudari kandung imam Husein as. terkait hal ini Khairuddin Al-Zirikli menyebutkan:

وحضرت زینب مع أخیها الحسین وقعة کربلاء، وحملت مع السبایا إلى الکوفة، ثم إلى الشام

Dan Zainab hadir bersama saudaranya Husein dalam kejadian Karbala, dan ia dibawa bersama para tawanan menuju Kufah kemudian menuju Syam.[3]

Perihal yang sama juga diceritakan oleh Abu Bakr Al-Dimasyqi:

ولما قتل الحسین بن علی رضی الله عنهما یوم عاشوراء أول سنة إحدى وستین وهو یومئذ إبن أربع خمسین سنة ونصف شهر ووقع ما وقع من السبی وحمل النساء والصبیان فلما مروا بالقتلى صاحت زینب بنت علی رضی الله عنهما مستغیثة بالنبی صلى الله علیه وسلم یا محمداه هذا حسین بالعراء مزمل بالدماء مقطع الأعضاء یا محمداه ،فلما کان سنة ثلاث وأربعمائة أخذ أهل الکوفة جدری عظیم.ثم عمى منهم ألف وخمسمائة کلهم من نسل من حضر قتل الحسین رضی الله عنه

Dan ketika Husein bin Ali ra dibunuh pada hari kesepuluh permulaan tahun 61 H, ketika itu ia berusia 54 tahun 15 hari, dan terjadilah apa yang telah terjadi dari penawanan serta penggiringan para wanita dan anak-anak. Ketika mereka melewati jenazah (imam Husein as), Zainab bintu Ali ra berteriak sambil memohon pertolongan nabi saw: “Oh Muhammad! Inilah Husein di (padang) terbuka, berselimutkan darah, terpotong bagian-bagian tubuhnya, oh Muhammad.” Ketika tahun 403 H, para penduduk Kufah terjangkit penyakit cacar lalu 1500 orang dari mereka mengalami kebutaan, semuanya dari garis keturunan mereka yang hadir dalam pembunuhan Husein ra.[4]

Begitu pula Al-Qurtubi mencatat peristiwa pasca Karbala sebagai berikut:

وساق القوم حرم رسول الله صلى الله علیه وسلم کما تساق الأسرى حتى إذا بلغوا بهم الکوفة خرج الناس فجعلوا ینظرون إلیهم، وفی الأسارى علی بن حسین وکان شدید المرض قد جمعت یداه إلى عنقه، وزینب بنت علی وبنت فاطمة الزهراء، وأختها أم کلثوم، وفاطمة وسکینة بنت الحسین، وساق الظلمة والفسقة معهم رؤوس القتلة

Dan orang-orang itu (pasukan Yazid) membawa keluarga nabi saw seperti halnya membawa para tawanan, hingga sampai mereka membawanya ke Kufah. Orang-orang keluar dan melihat mereka (para tawanan), dan diantara para tawanan terdapat Ali bin Husein yang mana ia dalam kondisi sakit yang parah dan kedua tangannya diikat ke lehernya, juga Zainab putri Ali dan Fatimah serta saudarinya Ummu Kultsum, Fatimah dan Sukainah putri-putri Husein, dan orang-orang zalim dan fasik itu juga membawa bersama mereka kepala orang-orang yang terbunuh.[5]

Begitulah perlakuan yang didapat oleh keturunan nabi dari mereka yang haus akan kekuasaan dan tergila-gila oleh imbalan duniawi yang akan diberikan oleh penguasa mereka ketika itu, hingga tak pandang bulu bahkan keturunan nabi pun tak ada nilainya bagi mereka.

Sibth Ibnul Jauzi dan Majelis Duka Asyura

Kita telah ketahui bahwa Bulan Muharram adalah bulan duka. Dimana pada bulan itu telah terjadi tragedi dan musibah agung yang menimpa keluarga Rasulullah Saw. Tepat di hari Asyura pada tahun 61 H di bulan itu, Imam Husain as beserta keluarga dan para sahabatnya telah meneguk cawan Syahadah, setelah itu mereka yang tersisa dari keluarga kenabian digelandang menjadi tawanan.

Peristiwa Asyura di Karbala telah membuat hati kaum muslimin berduka begitu dalamnya, terutama mereka yang mengikuti dan mencintai keluarga Rasulullah Saw. Setiap bulan Muharram tiba mereka senantiasa mengadakan acara majelis duka untuk mengenang tragedi dan musibah agung tersebut.

Sekarang-sekarang ini, ada anggapan bahwa majelis duka imam Husain as identik diselenggarakan dan di ikuti oleh kaum muslimin yang bermazhab Syiah. Ya, namun tidak dipungkiri bahwa majelis duka imam Husain as juga diselenggarakan dan di ikuti oleh mereka yang bukan bermazhab Syiah. Mungkin sedikit yang tahu bahwa ulama besar Ahlussunnah seperti Sibth Ibnul Jauzi pernah ikut berpartisipasi dalam acara majelis duka Asyura. Hal itu tercatat dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah milik Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi.

Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa pada hari Asyura Sibth Ibnul Jauzi diminta untuk membawakan maqtal Al-Husain untuk orang-orang. Kemudian ia naik mimbar dan duduk dalam waktu yang lama tanpa berbicara. Lalu ia mengusap wajahnya dengan sapu tangan dan menangis keras. Sambil menangis ia mengucapkan:

“Celakalah bagi siapa yang menjadikan pemberi Syafaatnya sebagai musuhnya, dan sangsakala ditiup untuk membangkitkan semua makhluk.

Di hari Kiamat, Fathimah masuk ke padang Mahsyar dengan gamisnya yang berlumuran darah Husain.”

Sibth Ibnul Jauzi menjadi salah satu contoh ulama Ahlussunnah yang ikut dalam acara majelis duka Asyura. Hal itu menunjukkan bahwa majelis duka Asyura melingkupi cakupan yang sangat luas dan tak terbatas dalam lingkup Mazhab Syiah saja.

Peristiwa Asyura memang telah terjadi ribuan tahun lalu, namun semangat perjuangan dalam menghadapi kezaliman yang lahir dari musibah agung tersebut masih tetap hidup hingga saat ini. Dan salah satu buktinya ialah masih hidupnya majelis-majelis duka Asyura yang diselenggarakan dan tersebar di berbagai penjuru dunia.

Perampasan dan Kebiadaban Sikap Musuh Imam Husein AS

Terbunuhnya imam Husein as di padang Karbala merupakan sebuah musibah pahit yang pernah terjadi dalam sepanjang sejarah Islam. Sebab selain ia merupakan cucu nabi Muhammad saw, juga merupakan sosok agung yang memiliki banyak keutamaan, diantara keutamaannya yang paling dikenal ialah ia bersama kakaknya imam Hasan as merupakan Sayyidai Syababi Ahlil Jannah (dua penghulu para pemuda surga).

Kendati demikian, semua itu tidak sedikit pun mempengaruhi musuh-musuhnya dalam memperlakukannya beserta para sahabatnya secara biadab. Mereka semua berakhir dibantai dengan sadis dan dipenggal kepalanya untuk dibawa menuju istana penguasa kala itu.

Tak hanya itu, selain membunuh, mereka juga merampas semua hal dinilainya berharga, sebagai rampasan perang. Perlakuan kasar ini tidak hanya berlaku pada mereka yang maju ke medan perang, bahkan mereka juga menyerbu perkemahan yang hanya diisi oleh para wanita dan anak-anak beserta imam Ali Zainal Abidin as yang dalam kondisi sakit.

Semua ini dicatat dalam sejarah, sebagaimana diceritakan oleh Ibnul Atsir. Sebagai berikut:

Dan semua yang ada pada (dikenakan) Husein dirampas, Bahr bin Ka’ab mengambil pakaian bagian bawahnya, Qais bin Al-Asya’ts mengambil kain beludru dan itu (terbuat) dari sutra sehingga setelah (kejadian) itu ia dipanggil dengan Qais Qathifah (beludru), Al-Aswad Al-Audi mengambil kedua sandalnya, seorang lelaki dari Darim, dan orang-orang mengincar barang, pakaian, unta. Kemudian mereka merampasnya, merampas harta bendanya, serta semua (perhiasan) yang ada pada para wanita bahkan hingga wanita itu, terlepas apa yang dikenakannya (akibat ditarik) dari belakang, mereka juga mengambilnya.[6]

Pada tempat yang lainnya ia juga mencatat:

Kemudian Umar bin Sa’ad menyeru para pasukannya: “Barang siapa yang (ingin) berkontribusi terhadap Husein maka hendaknya menginjak Husein dengan kudanya.” Kemudian 10 orang dari mereka maju. Di antaranya Ishak bin Haywah Al-Hadhrami -ia yang merampas gamis Husein, yang kemudian ia terjangkit penyakit kusta- mereka datang lalu menginjak-injak Husein dengan kuda-kuda mereka hingga punggung dan dadanya remuk.[7]

Ibnul Atsir juga menyebutkan bahwa setelah kepala imam Husein as di bawa ke istana Ibnu Ziyad di Kufah, Ibnu Ziyad memukul-mukul gigi-gigi depan imam Husein.[8]

Sementara itu Ibnu Katsir meriwayat dari Abu Mikhnaf bahwa Sinan dan yang lainnya merampas barang-barang imam Husein as dan membagikannya diantara mereka, tidak hanya itu bahkan apa yang dimiliki oleh para wanita yang hadir dalam peristiwa itu.[9]

Masih dari periwayat yang sama, Ibnu Katsir juga mencatat bahwa Syimr bin Dzil Jausyan ingin membunuh imam Ali Zainal Abidin as, namun hal itu digagalkan oleh rekannya sendiri melihat kondisi putra imam Husein as itu yang berada dalam kondisi sakit parah. Kemudian setelah itu datang Umar bin Sa’ad dan melarang semua pasukan untuk masuk ke wilayah para wanita yang menjadi tawanan serta tidak membunuh imam Ali Zainal Abidin, ia juga menyuruh mereka untuk mengembalikan semua yang barang yang diambil dari sisa rombongan imam Husein itu, namun hal itu pun tidak dihiraukan (apa yang dirampas tidak dikembalikan).[10]

Begitulah sedikitnya gambaran perlakuan para musuh terhadap imam Husein as dan sisa rombongannya. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan seperti itu tidak muncul melainkan dari kebencian dan permusuhan. Semua tindakan itu menunjukkan siapa sebenarnya mereka. Sehingga mustahil jika mereka adalah syiahnya, sementara syiah sendiri secara umum memiliki makna penolong, pendukung atau bahkan secara khususnya yang meyakini cucu nabi Muhammad saw ini sebagai imam.

Mayoritas Penduduk Kufah di Zaman Ali bin Abi Thalib Bukanlah Syiah

Sebelumnya pernah kita bahas perihal siapakah yang membunuh Imam Husain as pada hari Asyura di Karbala. Kita juga telah paparkan berbagai argumentasi yang mementahkan bahwa pembunuh imam Husain as adalah orang-orang Syiah (pecinta Ahlul Bait) Kufah. Dan kalaupun mereka (yang membunuh imam Husain) dikatakan sebagai Syiah, maka kita sebut mereka sebagai Syiah Yazid atau Syiah keluarga Abu Sufyan.

Salah satu dalil bahwa mereka yang membunuh imam Husain as di padang Karbala bukanlah Syiahnya yang tinggal di Kufah ialah karena orang-orang syiah pengikut Ahlul Bait di zaman itu, bahkan di zaman sebelum terjadinya peristiwa Asyura sangatlah sedikit, bahkan dikatakan sampai tidak ada lagi Syiah yang ma’ruf yang tinggal di Kufah. Hal ini lantaran di zaman Muawiyah, mereka dikejar, dibunuh dan diasingkan keluar dari Iraq, sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya.

Dan kali ini, kami akan paparkan lagi argumentasi lainnya yang menegaskan bahwa kondisi masyarakat Kufah pada zaman itu bukanlah masyarakat Syiah pengikut Ahlul Bait as, sehingga ribuan orang yang datang dari Kufah ke Karbala dan menjadi pasukan musuh imam Husain as bukanlah bagian dari Syiah.

Jauh sebelum peristiwa Asyura terjadi, tepatnya di zaman ketika Ali bin Abi Thalib berkuasa, mayoritas masyarakat Kufah pada saat itu bukanlah Syiah pengikut Ali dan keluarganya. Hal itu terbukti ketika mereka tidak menaati Ali bin Abi Thalib untuk tidak melaksanakan shalat sunnah Ramadhan secara berjamaah. Seperti yang tercatat dalam kitab Syarhu Nahjil Balaghah milik Ibnu Abil Hadid, dalam kitab tersebut beliau menuliskan:

“Diriwayatkan ketika para jamaah bertemu Amirul mukminin di Kufah, mereka memintanya untuk menyediakan seorang imam untuk memimpin salat sunah Ramadhan bersama mereka. Namun Ali mengingatkan dan memberitahu mereka bahwasannya itu bertentangan dengan sunnah. Kemudian mereka meninggalkannya (Ali) dan membentuk jamaah tersendiri, dan sebagiannya melaksanakannya. Lalu Ali mengutus putranya Al-Hasan as untuk mencegah mereka, lalu Al-Hasan melangkah memasuki masjid dengan cepat, ketika mereka melihatnya, mereka berlari menyerbu pintu-pintu dan berteriak, waa Umaraah, Yaa Umar.”[11]

Catatan diatas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Kufah di zaman kekuasaan Ali bin Abi Thalib bukanlah masyarakat Syiah, melainkan pendukung Khalifah kedua. Syiah pengikut Ali bin Abi Thalib as pada saat itu sangatlah sedikit. Selain itu, di zaman setelahnya tepatnya di masa kekuasaan Muawiyah, Syiah Ahlul Bait di Kufah dikejar dan dibunuh sampai tak tersisa yang ma’ruf diantara mereka yang tinggal di sana. Sehingga bisa dipastikan mereka yang datang dari Kufah ke Karbala dan menjadi pasukan pembunuh imam Husain as bukanlah bagian dari Syiah pengikut keluarga Rasulullah Saw.

Wallahu A’lam

Ketidak Sopanan Yazid Terhadap Kepala Imam Husain AS

Telah disebutkan sebelumnya beberapa dalil yang membuktikan bahwa Yazid adalah aktor utama di balik kesyahidan imam Husain dan keluarga serta sahabatnya di Karbala.

Namun mengingat bahwa ada oknum-oknum tertentu yang dengan gencarnya menyuarakan ketidak terlibatan Yazid dalam hal ini, maka tidak salah jika pada tulisan ini akan diajukan argumentasi lainnya.

Dalil yang dimaksud adalah sikap Yazid dalam menyambut para tawanan dan memperlakukan kepala Imam Hisain AS.

Khawarizmi mencatat di dalam kitabnya bahwa masyarakat kota Syam menyambut rombongan keluarga Nabi SAWW yang tertawan dan kepala para syuhada dengan menghias kota laksana menyambut hari raya:

“……Dari Zaid, dari ayahnya bahwa Sahl bin Sa’d berkata: aku bepergian menuju Baitul Muqaddas hingga aku sampai di pertengahan kota Syam. Lalu aku mendapati kota yang bersungai dan banyak pohon. Penduduknya menggantungkan berbagai kain penutup sementara mereka dalam kedaan senang dan gembira. Di sana ada juga para wanita yang bermain rebana dan genderang. Aku berkata dalam hati: sepertinya penduduk Syam memiliki hari raya yang aku tidak mengetahuinya. Kemudian aku melihat sekelompok orang sedang berbincang-bincang, lalu aku bertanya. Wahai kalian! Apakah kalian di Syam memiliki hari raya yang tidak kami kenal? Mereka berkata: wahai orang tua! Kami melihat kamu ini orang asing. Aku menjawab: aku Sahl bin Sa’d. sungguh aku telah melihat Rasulullah dan memiliki hadits darinya. Mereka berkata: apakah engkau tidak heran langit tidak menurunkan hujan darah dan bumi tidak menelan penduduknya? Aku bertanya: mengapa itu terjadi? Mereka menjawab: ini kepala al-Husain cucu Rasulullah SAWW dihadiahkan dari Iraq menuju Syam dan akan sampai saat ini.[12]

Literatur sejarah ini menunjukkan bahwa kota syam saat itu sedang dihias oleh masyarakatnya untuk menyambut kedatangan tawanan Karbala dan kepala para syuhada. Yang tentu saja penyambutan ini dilakukan dengan penuh kegembiraan dan senang hati.

Dari sini dapat dipahami bahwa pemerintah saat itu, terutama Yazid mempunyai andil secara langsung dalam terselenggaranya penyambutan yang diagendakan untuk menghinakan keluarga Nabi SAWW tersebut.

Jika tidak; dalam artian bahwa Yazid justru sedih dengan hal itu, tentu saja ia akan memerintahkan diadakannya majlis duka atas syahidnya imam Husain AS. Dan menentang kegembiraan yang dipertontonkan oleh masyarakat.

Bahkan lebih jauh, Sibt ibn al-Jauzi ada mencatat dalam kitabnya Tazkiratul Khawash tentang ketidak sopanan Yazid dalam memperlakukan kepala Imam Husain:

“adapun yang masyhur tentang Yazid di semua riwayat bahwa tatkala kepala Husain AS telah berada di hadapannya, ia mengumpulkan penduduk Syam lalu mulai memukulinya dengan tongkat kayu.[13]

Khawarizmi juga memuat pernyataan yang sama tentang sikap Yazid dalam menyambut kepala imam Husain:

“kemudian ia meminta tongkat kayu lalu mulai memukul gigi depan imam Husain dengannya.[14]

Sekali lagi catatan ini dengan jelas telah mementahkan pembelaan yang dilakukan oleh sebagian oknum yang mengatakan bahwa Yazid tidak bersalah karena tidak ada niatan untuk membunuh imam Husain As.

Sebab dari kedua kasus di atas dapat disimpulkan bahwa Yazid sangat bersuka cita dengan apa yang telah terjadi.

Sahabat Nabi yang Terlibat di Dalam Pembantaian Imam Husain as

Di sepanjang pembahasan tema Muharam ini, kami telah menulis beragam tema, mulai dari keutamaan Imam Husain, pelaku pembunuhan Imam Husain hingga kejadian selepas peristiwa Karbala yang menimpa rombongan Karbala.

Kali ini, di dalam tulisan ini, penulis mencoba mengulik tentang para sahabat nabi yang terlibat di dalam pembunuhan Imam Husain. Mungkin, sebagian pembaca ada yang belum tahu, bahwa ada sebagian sahabat nabi yang terlibat di balik syahidnya cucu nabi saw.

Salah satu sahabat itu adalah Abdullah bin Hasoni Al-Azdi. Abu Hasan Al-Asqalani menyebutkan bahwa ia (Abdullah bin Hason Al-Azdi) termasuk di dalam deretan para sahabat.[15] Lalu, muncul sebuah pertanyaan, apa peran dia dalam kesyahidan Imam Husain?

Di dalam kitab Anshabul Asyraf, karya Imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Baldzari dikatakan bahwa ia telah melakukan pengkhianatan terhadap Imam Husain. Salah satu ungkapan yang paling masyhur ialah, ia berkata kepada Imam Husein sebagai berikut.

يا حسين ألا تنظر إلى الماء كأنه كبد السماء، والله لا تذوق منه قطرة حتى تموت عطشاً

“Wahai Husain, tidakkah engkau melihat air, seolah-olah ia laksana hati-nya langit. Demi Allah, engkau tak akan mencicipi air itu barang setetes sampai engkau mati dalam keadaan kehausan.”[16]

Jika kita amati perkataan Abdullah Hason di atas, seolah menerbangkan ingatan kita kepada sekelompok orang yang meyakini bahwa setiap sahabat adalah baik dan adil. Dari ungkapan di atas, sejatinya hal itu merobohkan keyakinan sebagian orang yang menuhankan seluruh para sahabat nabi itu.

Kalau memang ia adalah sahabat sejati nabi, tentu ia tak akan tega melukai hati cucu kesayangannya. Namun, kenyataannya berbanding terbalik dengan keyakinan sebagian orang. Justru, ia yang notabene sahabat nabi, malah mencemooh bahkan terlibat dalam kesyahidan Al-Husain.

Dalam rangka menutupi-nutupi nama baik mereka (para sahabat), ada salah satu tokoh yang mencoba melarang membacakan elegi (maktal) Imam Husain. Sebab, jika elegi itu dibacakan, maka kebobrokan mereka akan terbongkar, dan membuat sebagian orang terperanjat.

Salah satu tokoh yang mencoba menutupi keburukan sahabat itu ialah, Hamid al-Ghazali, ulama kesohor Sunni, bahwa ia melarang orang-orang yang memberi nasihat, membacakan elegi Imam Husain. Singkatnya, ia berkata begini,

الغزالي وغيره ويحرم على الواعظ وغيره رواية مقتل الحسين وحكاياته وما جرى بين الصحابة من التشاجر والتخاصم فإنه يهيج على بغض الصحابة والطعن فيهم .

“Pemberi nasihat dan selainnya tidak dibolehkan membacakan elegi Imam Husain yang terjadi di tengah para sahabat (di tengah masyarakat). Karena, hal itu akan menciptakan kegaduhan di tengah mereka, dan merangsang mereka untuk membenci dan mencemarkan nama baik para sahabat.”[17]

Itulah sedikit ulasan tentang sahabat nabi yang terlibat dalam pembantaian di Karbala. Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari ulasan ini.

Hajjar bin Abjar Al-‘Ijli, Sahabat Nabi yang Terlibat dalam Pembantaian Imam Husain

Pembahasan Asyura Imam Husain as takkan pernah usang untuk selalu dibahas. Musibah agung ini senantiasa memberikan pengaruh serta pelajaran besar di berbagai dimensi-dimensinya hingga saat ini. Banyak sekali bahasan-bahasan yang bisa kita kupas terkait peristiwa bersejarah tersebut. Salah satunya terkait aktor-aktor yang terlibat dalam pembantaian keluarga Nabi tersebut. Dan ulasan sebelumnya kita telah bahas mengenai adanya sahabat-sahabat Nabi Saw yang ikut andil dalam pembantaian imam Husain as di Karbala.

Melanjutkan pembahasan tersebut, bahasan kali ini juga masih seputar sahabat-sahabat nabi yang ikut terlibat dalam pembantaian imam Husain as di Karbala. Fakta ini mungkin akan sangat mengejutkan, terutama bagi mereka yang meyakini akan keadilan seluruh sahabat. Sahabat nabi yang harusnya bisa menyenangkan hati Nabi Saw, justru malah menyakiti hati Nabi dengan ikut terlibat dalam membunuh cucu kesayangannya.

Salah satu sahabat Nabi yang terlibat dalam pembantaian imam Husain as itu bernama Hajjar bin Abjar Al-‘Ijli. Dia termasuk dari sahabat nabi sebagaimana yang dituliskan oleh Ulama Ahlussunnah Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Dalam kitabnya Al-Ishobah fi Tamyiz As-Shohabah, ibnu Hajar mengkategorikan Hajjar bin Abjar sebagai salah satu dari sahabat Nabi. Hal ini menjadi bukti bahwa beliau adalah seorang sahabat Nabi Saw.

Adapun perannya dalam peristiwa Asyura di Karbala, seperti yang tercantum dalam kitab Ansab Al-Asyraf milik Ahmad bin Yahya Al-Baladzari, bahwasannya Hajjar bin Abjar merupakan salah satu pembesar masyarakat Kufah yang menulis surat pada imam Husain untuk datang ke Kufah. Dan sebagaimana yang kita ketahui mereka malah berkhianat dan berbalik memusuhi dan membantai imam Husain as.

Selain itu, seperti yang kami sebutkan, Hajjar bin Abjar ikut terlibat langsung dalam pembantaian imam Husain as beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Ia hadir di Karbala dengan memimpin seribu pasukan untuk menghadapi imam Husain as. Hal ini seperti yang terekam dalam kitab yang sama seperti diatas yaitu Ansab Al-Asyraf milik Ahmad bin Yahya Al-Baldzari.

Catatan diatas menjadi tambahan pembahasan sebelumnya terkait fakta menarik bahwa terdapat diantara sahabat-sahabat Nabi yang ikut andil dalam pembantaian imam Husain as di Karbala.

Motif di Balik Kelancangan dan Ketidak Sopanan Yazid Terhadap Imam Husain AS

Sikap tidak sopan dan kelancangan Yazid terhadap imam Husain AS tercatat dalam lembaran sejarah Islam dan sebagiannya telah disinggung pada tulisan sebelumnya.

Melanjutkan catatan yang ada pada seri kali ini akan diutarakan catatan sejarah lainnya yang mengankat sikap buruk Yazid atau tepatnya kelancangan serta kebengisannya terhadap imam Husain As

Di dalam beberapa literatur sejarah disebutkan bahwa setelah kepala imam Husain AS diletakkan di hadapan Yazid, ia membacakan satu Syair yang pernah digubah oleh penyair Arab yang bernama Ibn Ziba’ri saat mengalahkan pasukan kaum muslimin di perang Uhud. Tazkirat al-Khawash memuat:

“adapun yang masyhur tentang Yazid di dalam semua riwayat bahwa tatkala kepala Husain AS telah berada di hadapannya, ia mengumpulkan penduduk Syam lalu mulai memukulinya dengan tongkat kayu seraya mengucapkan syair Ibn Ziba’ri: seandainya para tetua suku saya yang terbunuh di perang Badar hadir dan melihat tangisan Suku Khazraj karena dipukul oleh pedang dan tombak. Kami telah membunuh sekelompok dari pembesar mereka sebagai ganti pembesar kita di Badar maka sudah telah berimbang.[18]

Masih di dalam literatur yang sama, bahkan Sya’bi mengatakan bahwa Yazid telah menggubah tambahan Syair di atas yang yang memuat ejekan terhadap bani Hayim; termasuk nabi Muhammad SAWW:

“Bani Hasyim telah bermain-main dengan kekuasaan. Sebenarnya tidak ada berita yang datang dan tidak ada wahyu yang turun. Aku bukanlah termasuk dari suku Khandaf jika tidak menuntut balas dari bani Ahmad atas apa yang ia perbuat.[19]

Ibn Askir mencatat bahwa tidak hanya menggubah syair senada, Yazid bahkan menancapkan kepala imam Husain AS di kota Damaskus selama tiga hari lalu menempatkannya di dalam gudang penyimpanan senjata.[20]

Kelancangan-kelancangan ini, bukan hanya membuktikan bahwa Yazid merupakan aktor utama dari tragedi karbala, lebih dari itu catatan ini juga mengungkap salah satu motif dari kekejaman yang dilakukan; berupa balas dendam atas nenek moyangnya yang terbunuh di perang Badar.

Bahkan ucapan Yazid “tidak ada berita yang datang dan wahyu yang turun”, telah berhasil menunjukkkan jati dirinya yang sebenarnya. Iaitu ketidak berimanan Yazid terhadap kenabian Muhammad SAWW.

Sahabat Nabi yang Terlibat di Dalam Pembantaian Imam Husain (Bag. 2)

Sebelumnya, kami sempat menyinggung para sahabat nabi yang telah berperan dalam pembunuhan Imam Husain. Kali ini, penulis mencoba menghadirkan pembahasan yang sama, namun yang membedakan ialah nama sahabat. Kalau sebelumnya, kita telah menyinggung dua sahabat nabi, yang bernama Abdullah bin Hasoni Al-Azdi dan Hajjar bin Abjar Al-‘Ijli, sekarang sahabat nabi yang menjadi sorotan kita adalah Azrah bin Qais Ahamshi.

Menurut Abul Hasan Al-Astqalani, Azrah bin Qais adalah sahabat nabi generasi utama.[21] Sebagai informasi, sahabat nabi yang satu ini, disinyalir juga sebagai salah satu tokoh yang mengirimkan surat kepada Imam Husain, namun pada akhirnya ia mengkhianati cucunda nabi itu. Tak perlu panjang lebar, mari kita ulik, apa peran sahabat nabi ini di balik kesyahidan Imam Husain as.

Menurut penurutan Ahmad bin Yahya bin Jabir bin Dawud bin Al-Baladzuri, penulis kitab Jumalul Ansabil Asrhaf di dalam bab Maktal Husain bin Ali, bahwa Azrah bin Qais memiliki peran mengantarkan kepala-kepala Syuhada Karbala yang telah terpisah dari jasadnya ke Istana Ibnu Ziyad bersama orang-orang yang membunuh Imam Husain.

Di dalam kitab tersbut, ia menulis demikian.

واحتزت رؤوس القتلى فحمل إلى ابن زياد اثنان وسبعون رأساً مع شمر بن ذي الجوشن و قيس بن الأشعث و عمرو بن الحجاح وعزرة بن قيس الأحمسي من بجيلة، فقدموا بالرؤوس على ابن زياد

“Kepala-kepala (dari hasil pembunuhan) itu telah terpotong (dari jasad manusia). Lalu, dibawanya sebanyak tujuh puluh dua kepala itu ke (istana) Ibnu Yizad oleh Syimir bin Dziljausyan, Qais bin Asyast, Umar bin Hujaj-Zaidi dan Azrah bin Qais Ahamshi dari kabilah Bajilah, yang kemudian meraka suguhkan kepala-kepala itu kepad Ibnu Ziyad.”[22]

Lagi-lagi, kita telah diperlihatkan sebuah fakta yang mematahkan, bahwa tak semua sahabat nabi adalah adil dan baik. Azrah bin Qais Ahamshi boleh dibilang sebagai salah satu contoh para sahabat yang menentang dan berkhianat dengan ajaran nabi dan keluarganya, bahkan, ironisnya, ia rela bergabung di kubu Muawiyah yang jelas-jelas memiliki peran yang cukup besar di dalam kesyahidan Imam Husain dan para pengikut setianya.

Sahabat Nabi yang Terlibat di Dalam Pembantaian Imam Husain (Bag. 3)

Peristiwa sepuluh Muharram seolah tak habis untuk dikaji, sebab kejadian tersebut selain penuh dengan kesedihan dan menyakitkan bagi kaum muslimin, di sisi yang lain juga sudah terkubur dalam waktu yang cukup lama sehingga membuat sebagian aspeknya menjadi pudar dan buram.

Diantara aspek tersebut adalah detail siapa saja yang terlibat dalam peristiwa besar itu. Setelah dicermati lebih dalam, ternyata dari berbagai literatur Islam yang ada, dapat ditemukan bahwa sebagian orang yang terlibat dalam tragedi itu adalah dari generasi yang pernah mengalami masa-masa kehidupan nabi Muhammad saw.

Artinya sebagian dari mereka yang tergabung dalam peristiwa Karbala, dulunya pernah melihat nabi secara langsung. Namun seiringan bergulirnya waktu mereka menutup mata atau pun mungkin lupa dengan hal itu sehingga tidak memperdulikan cucunya, imam Husein as yang begitu jelas dizalimi dan dianiaya.

Adalah Amr bin Huraits, seorang yang bisa disebut dari generasi para sahabat. Sebagaimana yang telah dicatat oleh Ibnul Atsir dalam kitabnya, ia adalah Amr bin Huraits bin Amr bin Utsman bin Abdullah bin Umar bin Makhzum Al-Qurasyi Al-Makhzawi dan memiliki kunyah atau nama panggilan Abu Sa’id.

Ia melihat (mengalami masa) nabi saw. Disebutkan pula bahwa nabi saw pernah mendoakannya dengan keberkahan. Ia kemudian tinggal di Kufah dan pernah berkuasa di tempat itu di bawah payung Bani Umayah.[23]

Hal ini juga diakui dalam literatur Syiah sebagaimana diriwayatkan oleh Sayid Mufid dan Allamah Majlisi, bahwasannya ia diberikan sebuah jabatan tertentu, pemimpin pasukan oleh Ibnu Ziyad, gubernur Kufah saat peristiwa Karbala terjadi.[24]

Tidak hanya itu, bahkan dalam kesempatan yang lain Ibnu ziyad juga pernah menjadikannya sebagai penggantinya sebagai penguasa Kufah. Hal ini dapat kita saksikan dalam kitab Ansabul Asyraf karya imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Baladzuri.[25]

Dengan semua ini, secara jelas dapat kita pahami kepada siapa ia berpihak, serta barisan mana yang ia perkuat. Sementara pada waktu itu, imam Husein as adalah musuh terbesar yang menjadi target utama dari teror pemerintahan Bani Umayah yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah.

Sahabat Nabi yang Terlibat di Dalam Pembantaian Imam Husain (Bag. 4)

Dalam beberapa referensi Islam dan catatan sejarah, terdapat aktor-aktor yang terlibat dalam pembantaian imam Husain as di Karbala. Yazid bin Muawiyah menjadi aktor utama dalam pembantaian yang menimpa cucu tersayang Nabi Saw itu beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, hal ini sebagaimana yang pernah kita bahas sebelumnya. Lalu ada Umar bin Saad yang merupakan kaki tangan Yazid sekaligus pemimpin utama para pasukan yang berhadapan dengan imam Husain as.

Dan diantara pasukan Umar bin Saad terdapat orang-orang yang disebut sebagai sahabat Nabi Saw. Generasi yang pernah melihat Nabi atau hidup semasa Nabi tak disangka ikut dalam gerombolan yang menghunuskan pedangnya kearah cucu tersayang Nabi Saw itu. Mereka yang dianggap oleh sebagian muslimin sebagai kaum yang adil secara keseluruhan, ternyata, ada diantara mereka yang terlibat langsung dalam terjadinya peristiwa tragis nan kelam yang menimpa keluarga kenabian di Karbala.

Beberapa diantara mereka telah kita singgung sebelumnya, dan kali ini kami akan suguhkan lagi satu sosok sahabat Nabi yang terlibat dalam pembantaian imam Husain as di Karbala. Sosok itu bernama Abdurrahman bin Abi Sabrah Al-Ja’fi. Nama sahabat ini tercatat dalam kitab Al-Isti’ab fi Asmail Ashab karya Ibnu Abdi Al-Barr. Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa sebelumnya namanya adalah ‘Aziz lalu Rasulullah Saw menamainya dengan Abdurrahman.

Adurrahman bin Abi Sabrah Al-Ja’fi, dan nama Abi Sabrah Zaid bin Malik, termasuk kedalam orang-orang Kufah, dan sebelumnya bernama ‘Aziz lalu Rasulullah Saw menamainya Adurrahman.[26]

Dan pada peristiwa Asyura di Karbala, Abdurrahman menjadi bagian dari pasukan Umar bin Saad. Umar bin Saad menjadikan Abdurrahman sebagai komando pemimpin pasukan dari kabilah Madzhaj dan Asad. Hal ini seperti yang termaktub dalam kitab Al-Kamil fi At-Tarikh milik Ibnul Atsir. Dalam kitab tersebut tertulis,

…Dan Umar bin Saad menjadikan seperempat pasukan dari penduduk Madinah atas Abdullah bin Zuhair Al-Azdi, dan seperempat dari kabilah Rabiah dan Kindah atas Qais bin Al-Asy’ats bin Qais, dan seperempat dari kabilah Madzhaj dan Asad atas Abdurrahman bin Abi Sabrah Al-Ja’fi, dan seperempat dari kabilah suku Tamim dan Hamdan atas Al-Hurr bin Yazid Ar-Riyahi, dan mereka semua menyaksikan pembunuhan Al-Husain kecuali Al-Hurr bin Yazid karena ia membelot dan bergabung pada imam Husain dan terbunuh bersamanya.[27]

Itulah sedikit ulasan dan catatan tentang sahabat Nabi Abdurrahman bin Abi Sabrah yang ikut terlibat dalam peristiwa Asyura dengan bergabung pada pasukan musuh imam Husain as.

Apakah Benar Yazid Menyesal dan Menangisi Kesyahidan Imam Husain?

Sebagian oknum yang ingin membersihkan nama Yazid; pembunuh imam Husain dan keluarga serta sahabatnya, sering berdalih dengan mengatakan bahwa Yazid sebenarnya tidak ingin membunuh imam Husain.

Mereka berdalih bahwa ketika kepala imam husain dihadirkan di hadapan Yazid, ia menangis dan mengutuk tindakan Ibn Ziyad yang telah melakukan tindakan keji tersebut. Hal ini sebagaimana tercatat dalam kitab tazkirat al-Khawash:

Ia berkata (al-Waqidi): lalu mengalirlah air mata Yazid dan ia berkata: semoga Allah melaknat Ibn Marjanah (nama lain dari Ibn Ziyad) dan semoga Allah merahmati Abu Abdillah (imam Husain) sungguh kami telah rela wahai penduduk Iraq tanpa kalian harus melakukan hal ini. Semoga allah memberikan yang terburuk kepada Ibn Marjanah. Seandainya di antara mereka (imam Husain dan Ibn Marjanah) ada hubungan rahim tentu ia tidak akan melakukan hal itu.[28]

Namun dalih serta alasan ini dapat terbantahkan dengan beberapa alasan berikut ini:

Yang pertama: tindakan yang dilakukan oleh Yazid di atas merupakan sandiwara yang ia lakukan setelah melihat dirinya takberdaya dihadapkan dengan hujatan keluarga Nabi. Demikian Thabari mengisahkan:

“Ia berkata (Abu Mikhnaf) Tatkala Yazid bin Muawiyah duduk, ia memanggil para pembasar Syam dan memerintahkan mereka duduk di sekelilingnya. Kemudia iamemanggil Ali bin Husain, anak-anak dan para wanitanya. Setelah itu mereka dihadirkan dihapannya sementara perhatian orang-orang tertuju kepada mereka. Yazid berkata: ayahmu yang telah memutus hubungan silatur rahim, tidak tahu hakku dan mengganggu kekuasaanku, maka Allah memperlakukannya seperti yang engkau lihat. Ia berkata (Abu mikhnaf): Ali bin Husain menjawab: Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa bumi dan dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfûzh) sebelum Kami menciptakan bumi itu (al-Hadid/ 22). Yazid berkata kepada anaknya Khalid: berikan jawaban atasnya. Ia berkata (Abu Mikhnaf): ia tidak mengetahui apa yang dapat menyahutinya, yazid berkata: katakan padanya: Dan apa saja musibah yang menimpamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu (Assyura/30) kemudian ia diam. Ia berkata (Abu Mikhnaf): kemudian ia memanggil para wanita, anak-anak lalu mereka di perintahkan untuk duduk di hadapannya. lantas Ia menyaksikan keadaan yang buruk. Kemudian Ia berkata: semoga Allah memberikan yang terburuk untuk Ibn Marjanah. Seandainya ia memiliki hubungan rahim atau kekerabatan dengan kalian, pasti ia tidak akan melakukan hal ini terhadap kalian dan tidak akan menggiring kalian seperti ini.“[29]

Catatan sejarah ini memperlihatkan dengan jelas bahwa sikap Yazid dalam mengutuk tindakan Ibn ziyad merupakan reaksi atas ketidak mampuannya menghadapi sanggahan serta ucapan Ali bin husain AS. Bukan suatu sikap yang tulus yang lahir dari hatinya yang paling dalam sebab di awal juga kita melihat bahwa ia berusaha menyudutkan imam Husain AS dengan mengatakan bahwa beliau sebagai pihak yang memutus hubungan silatur rahim, tidak memngetahui hak yazid dan mengganggu kekuasaannya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kutukannya terhadap Ibn ziyad hanya berupa trik untuk membersihkan nama baiknya.

Ke dua: di dalam literatur lainnya dapat kita saksikan bahwa tindakan awal yang dilakukan Yazid adalah memukuli kepala imam Husain dengan tongkat kayu bukan menangisi kesyahidan beliau. dan ini senada dengan literatur sebelumnya yang mengatakan bahwa tindakan awalnya adalah menyudutkan imam Husain:

“adapun yang masyhur tentang Yazid di dalam semua riwayat bahwa tatkala kepala Husain AS telah berada di hadapannya, ia mengumpulkan penduduk Syam lalu mulai memukulinya dengan tongkat kayu seraya mengucapkan syair Ibn Ziba’ri: seandainya para tetua suku saya yang terbunuh di perang Badar hadir dan melihat tangisan Suku Khazraj karena dipukul oleh pedang dan tombak. Kami telah membunuh sekelompok dari pembesar mereka sebagai ganti pembesar kita di Badar maka sudah telah berimbang.[30]

Catatan ini mempertegas dan mendukung kesimpulan di atas; di mana tindakan Yazid di atas hanya berupa drama, bukan sikapnya dari awal dan tidak didasari niatan baik.

Yang ke tiga: jika tindakan di atas dilakukan dengan tulus dan bukan drama, seharusnya ia menindak gubernurnya Ibn Ziyad karena telah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Namun fakta yang ada ia tidak melakukan hal itu. Bahkan sebaliknya, ia justru memberikan apresiasi tinggi terhadapnya.

Dalam hal ini Muruj al-Zahab mengungkapkan:

Yazid adalah seorang yang suka berpoya-poya, ia memelihara binatang liar seperti anjing, monyet dan macan tutul. Ia juga seorang peminum Khamar. Suatu hari ia sedang duduk minum anggur dan Ibn Ziyad berada di sisi kanannya. Hal ini terjadi setelah pembunuhan Husain. Sambil menghadap penuang minumannya, ia membacakan syair berikut: “berikan aku seteguk agar dahagaku hilang dan berikan juga kepada Ibn Ziyad, karena ia merupakan penjaga rahasia dan kepercayaanku serta penyelesai semua jihad dan rampasanku.” Setelah itu ia memerintahkan para penyanyi untuk menyanyikan syairnya, lalu mereka menyanyikannya.[31]

Apa yang didokumentasikan oleh Mas’udi di dalam kitabnya ini, mengungkap fakta yang sebenarnya dari drama yang dilakukan oleh Yazid. Di mana dapat disaksikan bahwa ia menganggap Ibn Ziyad sebagai orang yang istimewa dan bukan sebagai penjahat maupun pelaku kebiadaban yang layak dikutuk serta dicela.