• Mulai
  • Sebelumnya
  • 12 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 17603 / Download: 520
Ukuran Ukuran Ukuran
Prophethood for Teens ; Bukti Kenabian

Prophethood for Teens ; Bukti Kenabian

pengarang:
Indonesia
Prophethood for Teens Prophethood for Teens





1
Prophethood for Teens

DAFTAR ISI
Bukti (1):

Bukti (2):

Bukti (3a):

Bukti (3b):

Bukti (3c):

Bukti (4):

Bukti (5):

Bukti (6):

Bukti (6b):

Bukti (7):

Bukti (8a):

Bukti (8b):

Bukti (8c):

Bukti (9):

2
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (1) : Kenabian sebagai Manifestasi RahmatNya yang Meliputi Semesta dan lebih khusus lagi SifatNya ar-Rabb (Pemelihara) dan al-Hadi (Pemberi Petunjuk)
Bukti (1) : Kenabian sebagai Manifestasi RahmatNya yang Meliputi Semesta dan lebih khusus lagi SifatNya ar-Rabb (Pemelihara) dan al-Hadi (Pemberi Petunjuk) [1]

Meskipun Tuhan Yang Maha Tinggi bebas dari segala kebutuhan macam apa pun, namun Dia mewujudkan alam semesta dengan segala makhluk yang mengisinya dan melimpahkan rahmat yang tak terbatas kepada mereka. Hal ini lebih jelas diuraikan dan dibuktikan dalam Tauhid for Teens Bukti [2] (9o) dan Bukti (9r), bahwa Tuhan adalah Kebaikan Murni (Khayrun Mahdhun) dan Rahmatnya meliputi seluruh semesta.

Manusia, seperti halnya makhluk hidup yang lain, berada dalam pemeliharaan Tuhan, sebagai ar-Rabb (Pemelihara/Sustainer), sejak saat kelahirannya hingga kematiannya. Setiap makhluk dibimbing oleh suatu sistem khusus menuju satu tujuan yang telah ditentukan, dan memperoleh perhatian penuh kasih sayang yang dibutuhkannya setiap saat. Dan ini adalah manifestasi dari RahmatNya yang meliputi semesta. Dia melimpahkan eksistensi pada al-wujudat al-imksniyyah kemudian menyempurnakan mereka semua.

"Yang Menciptakan, dan Menyempurnakan, Dan yang Menentukan Kadar (masing-masing ) dan Memberi Petunjuk," (QS 87 (AL-A'L?): 2-3)

Jika kita renungkan siklus kehidupan kita sendiri, yakni sejak dari masa kanak-kanak hingga usia tua, niscaya kesadaran kita akan menjadi saksi atas perhatian penuh yang diberikan Tuhan Yang Maha Tinggi kepada kita. Jika hal ini telah kita pahami, pikiran kita akan memutuskan tanpa ragu-ragu bahwa Pencipta alam semesta jauh lebih bermurah hati kepada setiap makhlukNya daripada siapa pun. Karena itu, Dia selalu berbuat demi kepentingan terbaik makhlukNyadan tak pernah menyetujui sesuatu yang tidak bijaksana atau yang akan mendatangkan kerusakan kepada makhlukNya.

Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan, dan kita tahu bahwa kepentingannya yang terbaik dan kebahagiaannya terletak pada sikap yang realistis dan berbuat baik ; yakni, memiliki keyakinan-keyakinan yang benar, nilai-nilai etis yang luhur, dan perilaku yang baik.

Di sini orang mungkin mengatakan bahwa manusia, dengan akal pemberian Tuhan, mampu membedakan kebaikan dan keburukan, dan menghindari jurang kehancuran.Akan tetapi, mesti disadari bahwa akal kita saja tidak bisa menguraikan masalah dan membimbing kita kepada realisme dan tindakan yang benar.

Semua sifat dan perbuatan buruk yang kita lihat di masyarakat manusia bersumber dari manusia-manusia ini juga yang mempunyai akal dan kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Karena egoisme, kerakusan, dan hawa nafsu, akal mereka dikalahkan oleh emosi dan tunduk kepada hawa nafsu. Akibatnya, mereka tersesat.

Sampai saat ini para pemikir, filsuf dan ilmuwan tetap berbeda pandangan tentang hakikat manusia dan bagaimana agar manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, mencapai kesempurnaannya dan kebahagiaannya. Padahal penelitian dan pencarian tentang manusia telah dilakukan tak terhitung pemikir dan cendekiawan dari berbagai bangsa dan melintasi milenium-milenium.

Hal ini menunjukkan ketidakmampuan akal manusia, baik sebagai individu maupun akal kolektifnya, untuk, membimbing dirinya sendiri menuju membangun suatu sistem tuntunan lengkap yang kesempurnaan alamiahnya dan kebahagiaannya sendiri. Oleh karena itu, Allah SWT mesti menyeru dan membimbing kita kepada kebahagiaan dengan cara lain, yang tidak pernah dikalahkan oleh hawa nafsu atau keliru dalam memberikan petunjuk. Cara ini adalah kenabian.



Catatan Kaki:
[1] Disadur dari 'Allamah Sayyid Muhammad Husayn Thabathaba'i, Inilah Islam, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996, pp. 62-63
[2] Tauhid For Teens, Penyadur: Dimitri Mahayana, Typist: Muhammad Nizami, Last Edited: 2/21/2010 , pp. 68-69, 75-77

3
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (2) : Pembimbing untuk memahami perintah-perintahNya
Bukti (2) : Pembimbing untuk memahami perintah-perintahNya [1]

Dari pembahasan kita "Tauhid for Teens", telah jelas bahwa Allah SWT Maha Mencintai sekalian alam, dan bahwa Dia-lah harus memelihara mereka setiap saat setiap waktu. Jelasnya, setiap fenomena di dunia, sejak saat kemaujudannya pertama kali, membaharu untuk menghilangkan kekurangan-kekurangannya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya satu demi satu - mencapai kesempurnaan dan kemandirian sejauh yang mungkin bisa dicapainya.

Ia mengikuti arah eksistensi yang telah ditentukan, yang tertib dan berkelanjutan (perfectly governed & sustainable). Yang menentukan arah perjalanan makhluk dan membimbingnya tahap demi tahap adalah Tuhan Yang Maha Mencinta (al-Habib al-Haqiqi) lagi Maha Memberikan Petunjuk (al-Hadi).

Kita bisa menarik satu kesimpulan yang pasti dalam hal ini: setiap fenomena di dunia ini mempunyai program yang unik, untuk mengatur perilakunya, yang terungkap sepanjang hayatnya. Dengan kata lain, setiap fenomena mempunyai seperangkat peran dalam kehidupan atas bimbingan Tuhan. Al-Qur'an merujuk kepada kebenaran ini melalui ucapan nabi Musa mengatakan kepada Fir'aun yang semasa dengannya dalam firmanNya:

"Tuhan kami adalah (Tuhan) Yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk" (QS 20 (THAHA):50)

Ini berlaku pada setiap aspek ciptaan, tanpa kekecualian. Langit di atas kita dan bumi di bawah kita, unsur-unsur yang membentuk keduanya, senyawa-senyawa yang membentuk fenomena yang sederhana, tanaman dan hewan - semuanya diatur oleh kebenaran ini. Manusia juga diatur oleh kebenaran ini, tetapi ada perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lain. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Bumi ini diciptakan berjuta-juta tahun yang lalu. Ia mengerahkan seluruh kekuatan tersembunyinya untuk bekerja, dan sejauh yang dimungkinkan oleh unsurnya, ia tetap bekerja, memperlihatkan efek-efeknya dalam rotasi dan gerak orbitnya. Dengan cara demikian-lah ia menjamin kelanjutan eksistensinya. Ia akan terus beroperasi dengan cara yang sama, tanpa pernah gagal memenuhi fungsinya yang mana pun, kecuali suatu faktor yang berlawanan yang lebih kuat ikut campur dalam operasinya.

Semenjak munculnya sebuah bibit pohon jeruk dari sebuah biji, hingga saat ia mencapai kematangannya, ia melaksanakan fungsinya: menghidupi dan menghasilkan buah (dengan kata lain, ia mengikuti jalan perkembangannya). Ia tidak menyimpang dan tak mungkin menyimpang dari jalan itu, kecuali jika sesuatu faktor berlawanan yang lebih kuat ikut campur. Hal yang sama berlaku pada fenomena-fenomena yang lain.

Akan tetapi, manusia melaksanakan perbuatannya dengan pilihan sukarela, melalui pemikiran dan pengambilan keputusan. Hal ini biasanya disebut bahwa manusia memiliki kehendak bebas (free will) atas perbuatan-perbuatannya. Betapa sering manusia gagal melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat untuk dirinya sendiri, sekali pun tidak ada faktor eksternal yang mencegahnya; dan betapa sering dia melakukan hal-hal yang mendatangkan kerusakan bagi dirinya - secara sadar, dengan pertimbangan, dan pilihan bebas! Kadang-kadang dia menolak meminum obat walaupun sakit, dan kadang-kadang dia meminum racun untuk membunuh dirinya sendiri.

Jelas, suatu makhluk yang diciptakan dengan pilihan bebas tidaklah berada dalam keadaan terpaksa (mujbir) untuk mengikuti bimbingan Ilahi. Memang benar bahwa manusia bisa memperoleh gagasan tentang apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang bermanfaat dan apa yang merusak bagi dirinya sendiri, dengan menggunakan akalnya. Tetapi yang lebih sering terjadi adalah akal tersebut menyerah kepada kecenderungan-kecenderungan hawa nafsu; kadang-kadang akal juga melakukan kekeliruan. Kekeliruan ini menunjukkan bahwa bimbingan Ilahi harus diberikan melalui sarana tambahan selain akal, suatu sarana yang sepenuhnya bebas dari kesalahan. Dengan kata lain, setelah membimbing manusia untuk memahami perintah-perintahNya secara umum melalui akal, Dia mesti memperkuat pemahaman tersebut dengan cara lain.

Cara ini adalah kenabian; lewat kenabian, Tuhan Yang Maha Tinggi mengajarkan perintah-perintahNya kepada salah seorang hambaNya melalui wahyu, dan menugaskan menyampaikan perintah-perintah tersebut kepada umat manusia, mengajak mereka untuk mengikutinya dengan menggunakan rasa takut dan harapan, dorongan, dan ancaman-ancaman.
Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya. Dan Kami berikan wahyu kepada Ibrahim dan Isma'il dan Ishaq dan Ya'qub dan anak cucunya, dan Kami datangkan kepada Zabur Dawud…. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu" (QS 4 (AN-NISA):163,165)

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw. bersabda: [2]

"… Maka Allah mengirimkan rasul-rasulNya dan sederetan Nabi kepada mereka, … , dan agar mereka berhujah kepada mereka dengan tabligh, untuk membukakan tabir hikmah dan kebajikan terhadap mereka, dan menunjuk kepada mereka tanda-tanda kekuasaanNya… "



Catatan Kaki:
[1] Disadur dari 'Allamah Sayyid Muhammad Husayn Thabathaba'i, Inilah Islam, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996, pp. 63-65

[2] Nahjul Bal?ghah, Ansariyan Publications, Qum, 2002 M/1423 H, Vol. 1, Khutbah 1, pp. 29-31

4
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (3a): Prinsip Hidayah Universal dan al-wahyu
Bukti (3a): Prinsip Hidayah Universal dan al-wahyu [1]

Keimanan kepada wahyu dan kenabian merupakan hasil dari semacam pandangan mengenai alam semesta dan umat manusia, yang bisa disebut "prinsip hidayah universal". Prinsip ini bersifat mendasar dalam pandangan dunia Islam yang bersifat monotheistik, dari mana prinsip kenabian muncul. Tuhan adalah Wujud yang Musti Ada (wajib al-wujud, Necessary Being) yang wujud dengan DzatNya Sendiri. Dia adalah sumber Rahmat yang mutlak dan Dia menganugerahkan rahmatNya itu kepada setiap jenis makhluk sejauh yang dimungkinkan dan cocok untuk makhluk tersebut. Dia membimbing semua makhluk pada jalan menuju kesempurnaan mereka.

Bimbingan ini diberikan kepada semua wujud, sejak dari partikel-partikel yang paling kecil hingga bintang-bintang yang paling besar; dari benda mati yang berderajat paling rendah hingga makhluk yang paling luhur dan paling cerdas, yakni manusia. Barangkali karena hal tersebut al-Qur'an telah menggunakan kata wahyu dengan artian bimbingan kepada manusia maupun kepada benda-benda mati, tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang.

"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia", kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. " (QS 16 (AN-NAHL):68-69)

"Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. "
(QS 99 (AL-ZALZALAH):5)

"…dan Diamewahyukanpadatiap-tiaplangiturusannya…"
(QS 41 (FUSHSHILAT):12)

Tak satu pun wujud di dunia ini yang bersifat statis dan diam. Setiap wujud berubah status dan posisinya, dan bergerak menuju suatu tujuan. Bersamaan dengan itu, ada indikasi bahwa terdapat semacam "kehendak" dan "ketertarikan" pada setiap wujud terhadap tujuan yang ia bergerak menuju kepadanya itu. Dengan kata lain, semua wujud ditarik kearah tujuannya oleh sejenis kekuatan-dalam (inner force). Kekuatan ini adalah kekuatan yang ditafsirkan sebagai "bimbingan ilahi" itu. Dari sisi semua, wujud di dunia, kekuatan ini bisa dipandang berasal dari cinta ('isyq) sekalian alam padaNya. Sedangkan dari sisiNya, kekuatan ini bisa dipandang sebagai manifestasi CintaNya pada sekalian alam [2].

Jadi, dunia kita ini adalah dunia yang berorientasi, dunia yang diarahkan kepada tujuan. Artinya, terdapat suatu dorongan-internal dalam semua wujud untuk bergerak menuju suatu tujuan kesempurnaan. Berada dalam keadaan diarahkan kepada tujuan sama artinya dengan telah menerima bimbingan ilahi (baca pula: wahyu).

Maha Suci Dia Yang Maha Menuntun semesta wujud dengan WahyuNya, baik internal (seperti halnya akal) maupun eksternal. Kata wahyu digunakan berulang kali dalam al-Qur'an. Berbagai penggunaan kata ini di dalam al-Qur'an menunjukkan bahwa wahyu tidak hanya berkaitan dengan manusia saja, tapi juga mengalir dalam tiap-tiap sesuatu, atau paling tidak dalam diri tiap makhluk hidup. Demikianlah, bahkan dalam kasus lebah, al-Qur'an berbicaara mengenai wahyu. Perbedaannya hanyalah dalam derajat wahyu dan bimbingan yang sesuai dengan perkembangan makhluk yang bersangkutan.

Derajat tertinggi wahyu adalah yang diterima oleh para nabi. Wahyu jenis ini didasarkan pada kebutuhan umat manusia akan bimbingan ilahi. Bimbingan ilahi, di satu pihak, membawa umat manusia kepada suatu tujuan yang berada di luar batas jangkauan benda-benda material dan panca indera, dan merupakan way of life mereka. Di lain pihak, ia memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat manusia dalam kehidupan sosialnya yang secara konstan membutuhkan hukum-hukum ilahi yang terjamin. Kebutuhan umat manusia akan suatu ideologi membawa mereka kepada kesempurnaan. Ketidakmampuan mereka untuk menciptakan sendiri ideologi yang mampu membawa mereka menuju kesempurnaan telah dijelaskan pada bukti 1.



Catatan Kaki:
[1] Disadur Dari Murtadha Muthahhari, Falsafah Kenabian, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1991, pp. 7-9

[2] Lihat Tauhid for Teens bukti (9s) dan bukti (9t)

5
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (3b): Mengapa Ia melimpahkan wahyu yang khusus untuk umat manusia melalui manusia yang khusus yaitu para nabi, bukan malaikat, bukan pula dengan cara yang lain?
Pesan atau bimbingan akan menjadi lebih sempurna bagi manusia bila,

1. disampaikan oleh sesama manusia dengan bahasa yang mudah/bisa dipahami sesama manusia,

2. bimbingan ini dapat dipraktekkan di alam dan realitas sehari-hari manusia, karena sang Nabi itu sendiri yang telah mempraktekkannya,

3. bimbingan ini diajarkan dengan konteks yang paling manusiawi, karena guru yang mengajarkannya merasakan apa yang dirasakan oleh manusia lain seperti lapar, dahaga, haus, sedih, gembira dll.

Jadi bimbingan Ilahi lebih efektif dan lebih tak terbantahkan bagi manusia karena disampaikan juga oleh sesama manusia.

"Dan tidak adasesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk datang kepadanya, selain perkataan mereka, 'Mengapa Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?'. Katakanlah, 'Sekiranya di bumi ada para malaikat, yang berjalan-jalan dengan tenang, niscaya Kami turunkan kepada mereka malaikat dari langit untuk menjadi rasul. ' Katakanlah, 'Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu sekalian. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat akan hamba-hambaNya. " (QS 17 (AL-ISR?'):94-96)




Prophethood for Teens, Bukti (3c): Mengapa yang diutus manusia? Bagaimana Karakter nabi? Mengapa diturunkan Kitab Suci?
1. Dengan Tuhan mengutus manusia khusus untuk menyampaikan bimbinganNya dengan sempurna pada manusia; seorang manusia benar-benar harus memilih mengikuti jalan yang benar atau yang salah. Tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengikuti jalan kesempurnaan yang telah ditunjukkan oleh Yang Maha Pengasih (ar-Rahman)

2. Bimbingan Ilahi berupa wahyu semestinya kebenarannya terang benderang dan tak terbantahkan. Bimbingan Ilahi semacam ini bisa terwujud melalui:

(a) Karakter suci nabi-nabi as. , baik komitmen mereka dalam menjalankan misinya apapun halangan dan tantangannya maupun sifat-sifat mulia lain seperti adil, jujur, amanah dll.

(b) Kemaksuman dan keterpeliharaan nabi-nabi as. dari semua kesalahan dan dosa. Seorang nabi harus terbebas dari sifat pelupa atau kelemahan-kelemahan mental yang lain, hingga dia dapat menyampaikan wahyu yang diterimanya tanpa ada kekeliruan. Jika tidak, maka bimbingan Ilahi tidak akan mencapai sasarannya, hukum Ilahi akan gagal memberikan bimbingan universal yang dimaksudkan, dan umat manusia tidak akan menerima hasil yang dikehendaki.

Seorang nabi juga harus bebas dari dosa baik dalam perkataan, perbuatan lahir maupun batin. Jika tidak, perbedaan perbuatan atau perkataan seorang nabi dengan bimbingan Ilahiah yang ia sampaikan akan berkontradiksi dan akan mengakibatkan orang tidak menghargai kata-katanya dalam ajaran-ajarannya.

(c) Argumen-argumen kebenaran yang dibawakan seorang nabi harus sangat kuat ditinjau dari seluruh level pemikiran dan pemahaman umatnya, baik yang paling awam hingga golongan cendekiawan/para pemikir. Kekuatan argumen ini perlu didukung oleh bukti adi-alami (baca pula: ayat atau mu'jizat) sehingga umat manusia mengenalinya bahwa tidak mungkin bukti-bukti tersebut terwujud kecuali dengan Limpahan Karunia Wujud Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui. Melalui kekuatan argumen yang dibawa para nabi ini, bimbingan Ilahi mengikat umat yang telah memahaminya dengan keharusan untuk mengikutinya. Bukankah adalah seharusnya seorang manusia yang sadar mengikuti jalan yang membawanya menuju kesempurnaan dan kebahagiaannya setelah ia menemukannya?

(d) Argumen dan bimbingan Ilahi menjadi lebih permanen nilai kebenarannya dan lebih langgeng serta lebih terpelihara apabila diturunkanNya dalam bentuk wacana/diskursus yang bisa diwariskan dan dikaji turun temurun dalam bentuk tulisan, tidak hanya melewati budaya lisan. Oleh karena itu, Dia Yang Mahatahu Mengajarkan pada manusia melewati al-Qalam("Pena"/budaya tulisan). Dan oleh sebab itu, kenabian memerlukan pendamping sebagai syarat kesempurnaan bimbingan Ilahi, yakni diturunkannya Kitab-kitabNya bersama dengan para nabi
Imam 'Ali bin Abi Thalib kw. bersabda [1]:

"Allah yang Mahasuci tak pernah membiarkan hambaNya tanpa nabi diutuskan kepada mereka, atau tanpa kitab yang diturunkan kepada mereka atau argumen yang mengikat atau dalil yang kuat. Para rasul itu tidak merasa kecil karena kecilnya jumlah mereka dan besarnya jumlah yang mendustainya. Di antara mereka ada pendahulu yang akan menyebutkan nama yang akan menyusul atau pengikut yang telah dikenalkan oleh pendahulunya."



Catatan Kaki:
[1] Nahjul Bal?ghah, Ansariyan Publications, Qum, 2002 M/1423 H, Vol. 1, Khutbah 1, pp. 31

6
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (4) : Potensialitas & Aktualitas Jiwa Manusia
Kita melihat bahwa jiwa manusia memiliki beragam potensi dengan tak terkira level pencapaiannya. Melalui jiwanya, seorang manusia bisa mencapai ketinggian-ketinggian yang tidak bisa dicapai makhluk lain. Manusia mampu memahami semesta galaxy dan subatomik jasad-jasad renik melalui jiwanya. Manusia mampu menyingkap sebagian dari rahasia-rahasia langit melalui jiwanya.

Agar umat manusia mampu mengaktualkan kemampuan-kemampuan jiwanya menjadi yang paling luhur, paling mulia dan paling sempurna, manusia membutuhkan seorang manusia lain yang berfungsi sebagai :

(i) model sempurna secara lahir batin bagi aktualisasi kekuatan-kekuatan jiwanya

(ii) kesempurnaan terwujudnya potensi potensi luhur dan mulia dalam eksistensinya

Mengenai mengapa yang dibutuhkan seorang manusia, argumentasinya sama dengan bukti (3b).

Tentang kesempurnaan manusia ini, maka pribadi pengaktualisasi potensi-potensi luhur jiwa manusia ini harus seorang manusia paripurna yang telah mengaktualisasi potensi-potensi luhurnya secara maksimal. Filsafat dan al-hikmah menyebut pribadi seperti ini al-insan al-kamil (manusia sempurna).

Tentang kekuatan khusus pribadi ini untuk membantu dan mendorong eksistensiasi potensi-potensi luhur dalam jiwa umat manusia adalah kekuatan yang dianugerahkan oleh Yang Mahabijak pada pribadi ini. Kekuatan ini merupakan bagian dari malakut (Kerajaan) langit dan bumi. Kekuatan ini pada satu sisi disebut walayat (kewalian), dan pada sisinya yang lengkap disebut nubuwwah (kenabian).

Tentang manusia sempurna, pandangan Shadr al-Muta'allihin adalah sebagai berikut:

(i) Manusia sempurna adalah "cermin" dari Hakikat/Zat [1]

(ii) Manusia sempurna adalah kosmos secara keseluruhan, "archetype" (model sempurna) kitab-kitab yang diturunkanNya, cahaya-cahaya yang dituliskan dalam "tangan" ar-Rahman [2]

(iii) Manusia sempurna adalah realisasi hakikat kenabian. Realitas hakiki wujud nabi adalah "yang dengan cahaya petunjuknya, menyempurnakan jiwa-jiwa orang-orang yang beriman dan mengiluminasi intelegensia-intelegensia manusia, membuat mereka beralih dari potensi menjadi aktual. "[3]

Al-Qur'an mengisyaratkan tentang hakikat kenabian adalah kesempurnaan aktualisasi jiwa-jiwa manusia dalam ayat berikut:

"Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri. " (QS 33 (AL-AHZAB):6)



Catatan Kaki:
[1] Shadr al-Din Shirazi, Tafsir al-Qur'an al-Karim, vol4, pp. 398-400, disadur dari Christian Jambet "The Act of Being: The Phylosophy of Revelation in Mulla Sadra", Zone Books, New York, 2006, pp. 412-413

[2] Shadr al-Din Shirazi, Tafsir al-Qur'an al-Karim, vol4, pp. 398-400, disadur dari Christian Jambet "The Act of Being: The Phylosophy of Revelation in Mulla Sadra", Zone Books, New York, 2006, pp. 412-413

[3] Shadr al-Din Shirazi, Tafsir al-Qur'an al-Karim, vol4, pp. 398-400, disadur dari Christian Jambet "The Act of Being: The Phylosophy of Revelation in Mulla Sadra", Zone Books, New York, 2006, pp. 412-413


7
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (5) : Kenabian adalah Cara Ia Yang Mahabijak (al-Hakim) untuk mengingatkan manusia akan hakikat dirinya
Jalan kesempurnaan alam adalah melalui CintaNya sebagai al-Habib al-Haqiqi pada sekalian alam, maupun cinta ('isyq) padaNya sebagai al-Mahbub al-Haqiqi.

Apa beda manusia sebagai makhluk yang memiliki free will (kehendak bebas) dan akal budi adalah mereka bisa memilih secara sukarela (voluntarily) untuk mengikuti jalan kesempurnaan alamiahnya sejauh dalam otoritas kesadaran dan kekuasaannya atau tidak.

Walaupun tertanam dalam dirinya 'isyq (cinta Ilahiah, manusia seringkali tidak menghiraukan dorongan internal ini bahkan lupa sama sekali akan dorongan fitri ini. Al-Qur'an mengungkapkannya dengan indah sebagai berikut:

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri… " (QS 59 (AL-HASYR):19)

Indah sekali ungkapan Al-Qur'an yang mengisyaratkan bahwa bila seseorang lupa akan al-Mahbub al-Haqiqi, Dia Yang Awal dan Akhir semua kesempurnaan, maka hal ini akan mengakibatkan mereka lupa pada diri mereka sendiri. Hal ini menjadi lebih jelas dengan memahami (melihat) bahwa cinta Ilahiah adalah mengalir dalam kesadaran diri terdalam seorang manusia.

Apa yang menyebabkan kebanyakan manusia lupa akan Cinta Ilahiah; dan melupakan al-Mahbub al-Haqiqi? Di antaranya adalah keintiman (intimacy) dengan urusan-urusan duniawi. Kemudian, manusia memiliki kelemahan-kelemahan seperti sifat lupa, lalai dan kurang cermat dalam mengambil kesimpulan (fallacies).

Akumulasi cinta pada dunia dan kesalahan berpikir ini berkelindan membuat manusia masuk sedikit demi sedikit ke alam-alam kegelapan (azh-zhulumat) dan akhirnya lupa sama sekali akan Cinta Ilahi yang tertanam dalam hakikat dirinya Sendiri yang terdalam. Dalam sebuah hadits disebutkan : [1]

"Cinta dunia adalah sumber segala keburukan"

Untuk mengingatkan kembali manusia akan arah perjalanannya menuju kesempurnaan, yakni Jalan Cinta Ilahi, maka al-Habib al-Haqiqi mengutus manusia-manusia yang Ia pilih tidak lain adalah para nabinya.

Fungsi (Tugas) utama para nabi adalah "mengingatkan" manusia akan realitas Ilahiah dalam diri mereka sendiri. Tuhan mengirimkan para nabi untuk mengingatkan manusia bahwa Dia-lah sumber semua cinta dan Dia-lah tujuan sejati cinta.

"Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. " (QS 50 (QAF):37)

"Tidak diwahyukan kepadaku, melainkan bahwa sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata. " (QS 38 (SHAD):70)

"Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk. " (QS 13 (AR-RA'D):7)

Respon manusia pada peringatan ini tidak sekedar berimplikasi mengenal kebenarannya. Ingat pada Allah adalah membangkitkan pemahaman fitrah tentang KetunggalanNya dan menyatakan pemahaman ini dalam bahasa dan amal nyata (praxis). Maka fungsi kedua para nabi adalah memberikan petunjuk-petunjuk yang membuat manusia hidup dalam cara-cara yang menguatkan Cinta Ilahiah dan selaras dengan Kebaikan, Keindahan, dan KebenaranNya (yang baik, yang indah dan yang benar).

Melalui ketaatan pada peringatan Ilahiah yang dibawakan oleh para nabi, manusia menjadi semakin dekat dengan keadaan "mengingatNya dalam setiap waktu dalam setiap aktivitas". Asy-Syaikh al-Akbar Ibn al-'Arabi menyebut keadaan ini sebagai "hadir bersama Yang Esa Lagi Diingat (baca bula: Yang Esa Lagi Senantiasa Didambakan)" [2]

Pada puncaknya, manusia akan menjadi "hamba murni" ('abdun mahdhun), yang senantiasa tercelup dalam CintaNya dan oleh karena itu senantiasa mendambakanNya.

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali beribadah kepada-Ku. " (QS 51 (ADZ-DZARIYAT):56)
Jadi kenabian (nubuwwah) adalah cara dari Yang Mahabijak menuntun umat manusia menuju kesempurnaan alamiahnya, yakni menjadi "hamba murni".
Tentang Nabi sebagai pengingat manusia atas fithrahnya, dalam khutbah 1 Nahjul Balaghah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw. bersabda:

"… Maka Allah mengirimkan rasul-rasulNya dan sederetan Nabi kepada mereka agar mereka memenuhi janji mereka terhadap fithrahNya, dan mengingatkan kepada mereka nikmatNya…" [3]




Catatan Kaki:
[1] Kanzul 'Umm?l - Volume 3, Muassasah ar-Risalah , Beirut, 1989, Ahlulbayt Library 1. 0, no. 2114, pp. 192

[2] Ibn 'Arabi, al-Fut?hat al-Makiyyah, Cairo, 1911, III 255. 33, dikutip dari William C. Chittick, Ibn 'Arabi Heir to the Prophets, Oneworld Publications, 2007, Oxford, pp. 56

[3] Nahjul Bal?ghah, Ansariyan Publications, Qum, 2002 M/1423 H, Vol. 1, Khutbah 1, pp. 29

8
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (6a) : Diutus manusia khusus untuk menegakkan hukum keadilan dariNya
Prophethood for Teens, Bukti (6) : Diutus manusia khusus untuk menegakkan hukum keadilan dariNya [1]

Keberlangsungan hidup manusia memerlukan interaksi dalam masyarakat. Interaksi manusia di dalam masyarakat memerlukan hukum dan keadilan. Bila tidak ada hukum dan keadilan maka masyarakat manusia akan rusak dan bahkan sirna. Hukum dan keadilan bagi manusia akan efektif bila,

1. Ia sesuai dengan sifat-sifat alamiah manusia,

2. Ia dilaksanakan oleh seorang manusia yang telah terlepas dari sifat-sifat rendahnya seperti hawa nafsu, seorang yang bebas dari kesalahan, dan memiliki pengetahuan dan kebijakan yang mendalam,

3. Ia memiliki posisi di atas perbedaan-perbedaan opini individu manusia sehingga diakui dan diikuti.

Sejarah menunjukkan bahwa manusia tidak mampu memahami sifat-sifat alamiahnya sendiri, dan kemudian menetapkan sistem hukum dan keadilan bagi kehidupannya sendiri di masya rakat. Kegagalan sistem komunisme dan kapitalisme dalam 2 abad terakhir ini adalah contoh kegagalan manusia menciptakan sistem sosial & hukum yang menjamin keberlangsungannya sendiri. [2]

Di sisi lain, hukum dan keadilan adalah paling afdhal (utama) bagi masyarakat manusia bila dibuat langsung oleh Pembuat manusia dan semesta. Hal ini adalah karena, seapakah yang lebih memahami dan mengetahui sifat-sifat alamiah manusia dan jalan manusia menuju kesempurnaannya lebih dari Pembuatnya (their Maker) ?

Ia Yang Mahabijak dan Mahabaik, tidaklah menghendaki bagi makhluknya kecuali yang terbaik dan paling sempurna. Oleh karena itu, tidak mungkin Ia tidak melimpahkan dan mengaruniakan sesuatu yang eksistensi manusia serta kesempurnaannya, tergantung pada hal tersebut, yakni hukum dan keadilan.

Untuk melengkapi NikmatNya dan memastikan efektifitas penerapan hukum Ilahiah ini sehingga manusia menjadi mengerti bagaimana hukum keadilan dariNya ini seharusnya ditegakkan maka Tuhan mengutus manusia khusus, yakni manusia yang telah terlepas dari sifat-sifat rendah seperti hawa nafsu, juga telah berlepas dari sifat-sifat kelemahan seperti lalai dan lupa, serta telah berhasil mengaktualisasi kedalaman ilmu dan kebijakannya, yakni para nabiNya.

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. " (QS 57 (AL-HADID):25)

"…maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan…. " (QS 2 (AL-BAQARAH):213)

"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. " (QS 4 (AN-NISA):65)

Pribadi seorang nabi demikian mulia dan sempurnanya sehingga manusia yang mengimaninya dengan sukarela mengikutinya, dan dengan ketulusan kepengikutan ini, manusia akhirnya mampu menegakkan dan menerapkan hukum dan keadilan Ilahiah. Sungguh, hanya melalui penegakan dan penerapan hukum Ilahiah ini masyarakat manusia menjadi sempurna, negeri mereka menjadi cerminan masyarakat surgawi, yang diliputi oleh limpahan AmpunanNya.

"… Negeri yang baik sedang Tuhan adalah Maha Pengampun. " (QS 34 (SABA'):15)



Catatan Kaki:
[1] Bukti 6 bersumber dari argumen Ibnu Sina dari kitab Asy-Syifa (Metaphysics of Ibnu Sina), 2005, Brigham Young University Press, Provo, Utah, pp. 364-365

[2] Lihat misalnya: Muhammad Baqir Shadr, "Manusia Masa Kini dan Problema Sosial", Penerbit Pustaka Salman, Bandung, 1984



9
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (6b) : Manusia butuh Kenabian
Prophethood for Teens, Bukti (6b) : Manusia butuh Kenabian [1]

Manusia saling membutuhkan satu sama lain dalam kehidupannya. Manusia tidak dapat hidup terpisah satu sama lain. Karena itu, manusia perlu hidup bermasyarakat. Manusia memiliki keinginan (interest). Sering terjadi konflik antara manusia karena keinginan (interest) ini. Karena itu, manusia membutuhkan hukum dan peraturan.

Hukum menjelaskan tugas seseorang dalam masyarakatnya. Dalam hal ini hukum berfungsi sebagai alat untuk mengkoordinir kegiatan masyarakat. Hukum mengatur seseorang bagaimana dia melakukan sesuatu.

Hukum mencegah manusia menyalahi hak-hak mereka satu sama lain. Hukum mencegah kekacauan dalam interaksi seseorang dengan orang yang lainnya. Hukum juga menjelaskan hukuman untuk pelanggar hukum tersebut.

Sebuah peraturan harus meliputi hal-hal tersebut. Sekarang kita membahas tentang siapa yang dapat membuat peraturan terbaik untuk manusia, yang meliputi hal-hal tersebut. Pembuat peraturan tersebut harus mengetahui sifat alamiah manusia dengan baik dan memahami insting, emosi, kebutuhan, dan masalah-masalah manusia. Dia juga harus memahami kemampuan semua manusia. Dia harus mampu memprediksi segala kemungkinan yang mungkin melibatkan banyak manusia. Dia tidak mungkin memiliki keinginan khusus sebagai manusia sehingga dia dapat membuat hukum tanpa memuaskan keinginan pribadinya. Dia harus bebas dari kesalahan, kebingungan, dan lupa.

Dia juga harus kuat sehingga tidak dapat diintimidasi oleh sebuah kekuatan. Dia juga harus baik hati dan simpatik. Apakah manusia mengetahui dirinya?

Apakah selain Tuhan mengetahui kebutuhan manusia? Apakah ada orang dalam masyarakat manusia yang tidak memiliki keinginan? Adakah manusia yang bebas dari kesalahan dan kebingungan? Kita tahu bahwa yang memenuhi hal-hal tersebut adalah Tuhan. Tuhan telah menciptakan orang yang sempurna dan menunjukkan baginya petunjuk yang dapat menawarkan manusia hukum yang mencakup semuanya. Orang-orang akan mempercayai hukum ini dari Tuhan lalu kepercayaan ini akan menjaga peraturan tersebut.

Ibn Sina menuliskan dalam magnum opusnya asy-Syifa

"Tuhan tidak pernah mengabaikan kebutuhan dari setiap makhluk. Sebagai contoh, Dia memberi kita mata dengan bulu dan kelopak mata untuk melindunginya.

Tuhan telah memberikan kelenjar air mata untuk setiap mata agar tidak kering. Tuhan juga telah membuat lubang kecil di pinggir mata manusia untuk membawa kelebihan air ke hidung. Jika tidak ada lubang ini, maka wajah kita terus dipenuhi oleh air mata. Tuhan telah menciptakan pupil manusia sensitif terhadap cahaya untuk melindungi bagian dalam mata dari kerusakan. Otot-otot di sekitar bola mata untuk melihat ke banyak arah.
Tuhan, Yang Telah Memberikan detil-detil kebutuhan manusia, tidak mungkin mengabaikan kebutuhan manusia yang jauh lebih besar, yaitu kebutuhan atas kenabian. "



Catatan Kaki:
[1] Bukti ini disadur dan disarikan dari Ayatullah al-'Uzhma Nasir Makarim Syirazi, Fifty Lectures on The Principles of Faith for Youth, The Ahl al-Bayt (as. ) World Assembly, Ten Lectures on Propethood, Second Lecture, pp. 153-158, di mana Nasir Makarim Syirazi juga merujuk kepada Ibn Sina, Asy-Syifa, bagian yang sama dengan yang kami rujuk pada bukti (6a) , terima kasih pada al-Ustadz al-'Arif billah 'Allamah Miftah Fauzi Rakhmat yang telah menghadiahkan buku Fifty Lectures on Prophethood ini pada kami.

[2] Ibnu Sina, Asy-Syifa (Metaphysics of Ibnu Sina), 2005, Brigham Young University Press, Provo, Utah, pp. 365




Prophethood for Teens, Bukti (7): Ketidakmampuan manusia untuk mencapai pengetahuan tentang jiwa tanpa melalui iluminasi dari Misykat Kenabian
"Ketahuilah bahwa pengetahuan batin tentang jiwa adalah salah satu pengetahuan yang teramat sulit. Hasil yang dicapai oleh para filsuf dengan segenap kekuatan pikiran mereka di sinitelah benar-benar terlalaikan, walaupun mereka meneliti masalah ini teramat lama. Karena ilmu ini hanya dapat diperoleh melalui iluminasi dari Misykat Kenabian, melalui mengikuti pelita Kitab dan Hadits yang telah turun bagi kita di dalam Jalan Para Imam, pemimpin petunjuk dan kesucian, dari asal muasal mereka yakni Penutup Para Nabi - moga keberkahan terbesar dan doa-doa dari mereka yang berdoa tercurah atas ia dan atas para nabi dan rasul-rasul yang lain. "[1]

Karena pengetahuan tentang jiwa manusia adalah kunci kebahagiaannya dan kunci keberhasilan manusia dalam mencapai kesempurnaannya, maka tidak mungkin manusia tidak dianugerahi oleh Yang Maha Pemurah, jalan untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang jiwa dan perjalanan jiwa menuju kesempurnaan.

Jalan ini tidak lain adalah Misykat kenabian. Para nabi dan kekasihNya memiliki pengetahuan atas jiwa manusia yang terbebas dari kesalahan sebagai wujud Karunia dariNya.

" (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. " (QS 72 (AL-JINN):26-27)



Catatan Kaki:
[1] Mulla Shadra, Kearifan Puncak, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cetakan II, Januari 2004, pp. 179


10
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (8a): Apakah kebijakan kita mencukupi untuk memahami realitas?
Bukti (8a): Apakah kebijakan kita mencukupi untuk memahami realitas? [1]

Apakah kemajuan pengetahuan manusia dan iptek tidak mencukupi bagi manusia untuk menyingkap kebenaran dan realitas? Bila mencukupi ada dua alternatif kelanjutan pertanyaan ini.

Alternatif pertama, adalah kebijakan kita bisa menjangkau apa yang disampaikan para nabi pada kita. Dalam hal ini berarti kita tidak membutuhkan para nabi.
Alternatif kedua, adalah kebijakan kita tidak bisa menjangkau apa yang disampaikan para nabi. Dalam hal ini berarti kita tidak berkewajiban mengikuti seruan para nabi, karena kita tidak bisa mentoleransi atau menerima apa pun yang di luar daya jangkau kebijakan dan pengetahuan kita.

Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah sebagai berikut. Kita seharusnya sadar bahwa pengetahuan kita tentang realitas adalah seperti setetes air dalam samudera luas tanpa batas, walaupun kemajuan ilmu pengetahuan sudah seolah demikian menakjubkan! Seluruh iptek yang diketahui umat manusia sampai saat ini adalah bak satu huruf alfabet dalam ensiklopedia semesta yang tak terukur tebal dan kedalamannya.

Sebagai contoh sederhana para fisikawan saat ini belum berhasil menemukan batas-batas terkecil jasad mikro sub atomik; dan para fisikawan besar berdebat tentang sifat-sifat alamiah hukum-hukum dasar fisika. Misalnya: penolakan Einstein tentang sifat probabilistik semesta sebagai implikasi mekanika kuantum.

Lebih simpel lagi, belum ada fisikawan dan ilmuwan yang mampu memecahkan sekedar sebuah persamaan gerak jatuhnya selembar daun dari pohon.

Contoh yang lain adalah para ilmuwan biologi sampai saat ini belum bisa mengungkap rahasia "hidup" dan apa batas yang tegas sesuatu disebut hidup atau mati bagi seorang manusia misalnya. Masih banyak contoh-contoh lain, dari berbagai disiplin ilmu yang menunjukkan bahwa ilmu yang telah dicapai manusia bahkan belum bisa menjelaskan realitas-realitas yang amat sederhana dalam kehidupan nyata, dan bahwa banyak hal dalam pondasi ilmu manusia yang rapuh bahkan tidak lepas dari kontradiksi diri (self-contradiction).

Dengan menyadari kenyataan bahwa seluruh ilmu pengetahuan manusia ini hanyalah bak satu alfabet dalam ensiklopedi super tebal semesta, jelaslah bahwa kebijakan kita bersama seluruh kemajuan ilmu dan pengetahuan kita tidak mencukupi bagi kita untuk memahami realitas.

Dengan kata lain: jangkauan pertimbangan kita atau kapasitas rasional kita adalah sangat kecil dan sempit (extremely minute). Kita sangat banyak tidak menyadari apa yang terjadi di sekitar kita.



Catatan Kaki:
[1] Bukti ini disadur dari Ayatullah al-'Uzhma Nasir Makarim Syirazi, Fifty Lectures on The Principles of Faith for Youth, The Ahl al-Bayt (as. ) World Assembly, Ten Lectures on Propethood, First Lecture, pp. 145-150, terima kasih pada al-Ustadz al-'Arif billah 'Allamah Miftah Fauzi Rakhmat yang telah menghadiahkan buku ini pada kami.




Prophethood for Teens, Bukti (8b): Kebutuhan akan Nabi sebagai Pendidik dan Cahaya PetunjukNya
Prophethood for Teens, Bukti (8b): Kebutuhan akan Nabi sebagai Pendidik dan Cahaya PetunjukNya [1]

Kita membutuhkan Nabi untuk mendidik umat manusia menuju ideologi dan jalan hidup yang benar. Hal ini bisa diamati dari beberapa hal berikut ini.

Pertama, ideologi dan jalan hidup yang benar hanyalah mungkin dibuat oleh yang benar-benar mengetahui hakikat dan realitas manusia. Dan dari penjelasan 8a, manusia dengan seluruh kebijakannya tidaklah memiliki pemahaman tentang hakikat dan realitasnya sendiri kecuali bak setetes air dalam samudera. Maka siapakah yang lebih mengetahui hakikat dan realitas manusia kecuali Sang Pencipta?

"Dan bukankah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. " (QS 36 (YASIN):81)

Kedua, hal pertama di atas diperkuat oleh kenyataan munculnya hipotesa-hipotesa yang diperkokoh oleh propaganda sehingga terwujud menjadi ideologi-ideologi yang saling bertentangan satu sama lain seperti kapitalisme, komunisme, fasisme, rasisme, dll. Kita membutuhkan Nabi dan bimbingan langsung darinya sehingga tidak terombang-ambing dalam "pasar hipotesa" dan perang antar "ideologi" yang dibaliknya terdapat hegemoni kepentingan dan kekelaman hawa nafsu manusia. Nabi tidak lain adalah cahaya dariNya yang menunjuki menuju kebahagiaan dan kesempurnaan kita.



Catatan Kaki:
[1] Bukti 8b merupakan kelanjutan dari bukti 8a, jadi bisa dianggap sebagai saduran dari kitab Ayatullah al-'Uzhma Nasir Makarim Syirazi, Fifty Lectures on The Principles of Faith for Youth, The Ahl al-Bayt (as. ) World Assembly, Ten Lectures on Propethood, First Lecture, We Need Prophets for Educational Reasons, pp. 148-149 terima kasih pada al-Ustadz al-'Arif billah 'Allamah Miftah Fauzi Rakhmat yang telah menghadiahkan buku ini pada kami.




11
Prophethood for Teens

Prophethood for Teens, Bukti (8c): Kebutuhan akan Nabi sebagai Pemimpin Moral dan Penyuci Jiwa Manusia
Selain intelegensia dan akal budi, manusia memiliki kekuatan instinktif seperti syahwat, amarah, daya seksual, daya pemilikan. Bila daya-daya instinktif ini tidak dikendalikan dan jika mereka menguasai diri kita, intelegensia kita akan berubah dan berperilaku bak harimau ganas atau babi yang rakus, atau bahkan jauh lebih buruk lagi.

Pengendalian terhadap daya-daya instinktif hewaniah serta lebih jauh lagi daya instinktif syaithaniah yang ada dalam diri kita, bukanlah semata persoalan intelektual atau rasional. Sering kita mengetahui sesuatu adalah buruk bagi kita namun kita dengan sadar tetap melakukannya karena dorongan hawa nafsu.

Untuk tujuan ini, dibutuhkan seseorang model dan contoh nyata sekaligus panutan yang diperkuat dengan suatu kekuatan yang lebih dari dan tidak sekedar daya intelektual manusia biasa.

Beratnya perjuangan hawa nafsu ini digambarkan oleh suatu hadits sebagai berikut:

"… bahwa Nabi saw. ketika melihat pasukan yang kembali dari sebuah peperangan, beliau bersabda, 'Selamat datang, wahai orang-orang yang telah melaksanakan jihad kecil dan masih tersisa bagi mereka jihad akbar. ' Ketika orang-orang bertanya tentang makna jihad akbar itu, Rasul saw. menjawab, 'Jihad melawan diri sendiri (jihad al-nafs)"

Orang yang mampu menjadi model, panutan dan pendidik umat manusia untuk mengendalikan daya-daya instinktif ini seharusnya telah berhasil menyucikan dirinya dengan sempurna (ma'shum, infallible, bebas dari kesalahan). Kemudian, orang ini mampu menarik kita semua, dengan kekuatan intelektual dan supra-intelektualnya, dari ketenggelaman dalam hawa nafsu dan syahwat kita, Lebih lanjut, orang ini mengajarkan kepada kita prinsip-prinsip moral (akhlaq) yang luhur seperti kasih sayang, kepahlawanan, pengorbanan, kedermawanan, kerendahhatian, keberanian.

Dan tidak mungkin karakter-karakter ini bersatu dalam diri seseorang kecuali mereka yang mempunyai hubungan khusus dengan Sang Pencipta, sehingga orang tersebut memperoleh karunia limpahan langsung PengetahuanNya dan penguatan langsung dariNya sehingga mampu mengantarkan manusia dari kegelapan-kegelapan hawa nafsunya menuju Alam Cahaya Murni!

"Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. "
(QS 2 (AL-BAQARAH):257)


Catatan Kaki:
[21] 'Allamah Majlisiy, bihar al-anwar, Beirut, 1983, ahlulbayt library 1. 0, vol. 19, pp. 182




Prophethood for Teens, Bukti (9): Bagaimana pendapat al-Farabi tentang kenabian?
Tentang pemimpin al-madinah al-fadhilah (masyarakat yang utama) al-Farabi menuliskan:

"…manusia ini adalah manusia yang padanya Intelek aktif telah diturunkan.

Ketika ini muncul pada kedua fakultas rasionalnya, yakni fakultas rasional teoritis dan praktis, juga fakultas imaginasinya, maka adalah manusia ini yang menerima wahyu, dan Allah 'azza wa jalla mewahyukan kepadanya melewati perantaraan al-'aql al-fa'al (Akal Aktif), sedemikian hingga emanasi dari Allahtabaraka wata'ala ke al-'aql al-fa'al tersebut ('aqluhu al-munfa'al) melalui perantaraan al-'aql al-mustafad (Acquired Intellect), dan kemudian kepada daya imaginasi. Maka dialah, melalui emanasi al-'aql al-fa'al kepada akal pasifnya, seorang manusia bijak dan filsuf dan pemikir yang sempurna (dengan Intelek yang didalamnya bersifat Ilahiah), dan melewati emanasi dari Intelek Aktif (al-'aql al-fa'al) ke daya imaginasinya adalah Nabi yang mengingatkan hal-hal yang akan terjadi dan mengabarkan hal-hal partikular yang ada saat ini.

Manusia ini adalah dalam derajat yang paling sempurna kemanusiaan dan telah mencapai derajat kebahagiaan yang tertinggi.

Jiwanya menyatu dengan al-'aql al-fa'al (Akal Aktif) (sebagaimana sebelumnya), dengan suatu cara yang telah kita katakan (dijelaskan al-Farabi pada bab sebelumnya). Dia adalah manusia yang mengetahui tiap perbuatan yang dengannya kebahagiaan bisa diraih. "

12