• Mulai
  • Sebelumnya
  • 33 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 41177 / Download: 529
Ukuran Ukuran Ukuran
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

pengarang:
Indonesia
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 12

Reaksi Terhadap Saqifah

Fadhl bin Abbas dan 'Utbah bin Abi Lahab
Yaqubi meriwayatkan pidato Fadhl bin Abbas: "Setelah orang-orang keluar dari rumah Rasul, Fadhl bin Abbas berdiri dan berseru kepada kaum Quraisy: 'Kamu tidak berhak menegakkan kekhalifahan dengan kepalsuan! Kami adalah ahlinya dan bukan kamu. Sahabat kami Ali lebih pantas untuk kekhalifahan ini dari kamu'.

Kemudian 'Utbah bin Abu Lahab membaca sajaknya:

Tak terlintas di akal hak Banu Hasyim akan di alihkan

Tidak juga kusangka mereka akan tinggalkan Abul Hasan,

Paling tahu akan Al-Qur'an dan Sunnah

Paling awal mengikuti Rasul Allah

Dan yang terakhir meninggalkan jenazah

Untuk menolong Ali, memandikan dan mengafan

Malaikat turun ke tempat peristirahatan

Di kaum ini, tiada yang sebaik ayah Hasan'.

Ali mengirim utusan dan mengingatkan 'Utbah agar berhenti membacakan syairnya, dan Ali berkata: 'Keselamatan umat lebih kami inginkan dari hal-hal lain'.467

Salman al-Farisi
Jauhari dalam Saqifah meriwayatkan bahwa Salman, Zubair dan kaum 'Anshar ingin membaiat Ali setelah Rasul wafat. Dan tatkala mengetahui bahwa Abu Bakar telah dibaiat, Salman berkata:

"Kamu mendapat sedikit dan membuat kesalahan besar"

Dan di bagian lain: "Kamu memilih orang tua, dan membuat kesalahan kepada Ahlu'l-bait Nabimu. Bila saja kamu menyerahkan kekhalifahan kepada mereka, tidak akan ada dua orang yang berselisih paham dan kamu akhirnya akan menikmatinya juga."468

Baladzuri mencatat: "Kardaz atau Na kardaz, lihat apa yang kamu lakukan, andaikata kamu membaiat Ali, kamu akan menikmatinya dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka".469


Ummu Misthah binti Utsatsah
"Tatkala penolakan Ali terhadap pembaiatan Abu Bakar bertambah dan Abu Bakar serta Umar bertambah keras menentang Ali, Ummu Misthah, puteri Utsatsah, pergi kekuburan Nabi dan bersyair:

Kericuhan sesudahmu, telah dimulai,

Andai engkau ada, tentu terlerai,

Kehilangan engkau, bak kehilangan bumi dan unta,

Umat merosot, aku saksikan dengan mata"470


Abu Dzarr
Ia tidak berada di Madinah tatkala Rasul Allah wafat, tetapi tatkala ia kembali dan mendengar Abu Bakar diangkat jadi khalifah, ia berkata: Kamu mendapat sekerat, dan meninggalkan kerabat. Bila kamu mendukung tuntutan Keluarga Rasul untuk menduduki kekhalifahan itu, kamu akan mendapat keuntungan lebih besar, dan tidak akan ada dua orang yang berselisih di antara umat".471

Dan Yaqubi meriwayatkan:

Ali bin Abi Thalib adalah pengemban wasiat Muhammad dan pewaris 'ilmunya. Wahai umat yang kebingungan ditinggalkan Nabinya! Andaikata kamu mendahulukan orang yang didahulukan Allah dan mengakhirkan orang yang diakhirkan Allah dan menempatkan perwalian (wilayah) dan pewarisan (wiratsah) kepada ahlu'l-bait Nabimu, kamu akan makan dari atas kepala dan dari bawah kaki mereka. Maka mengapa kamu menindas Wali Allah?

Tidak boleh mengalihkan keutamaan yang diberikan Allah! Tidak boleh berselisih mengenai Hukum Allah! Sedang mereka paling memahami Kitab Allah serta Sunnah Nabi-Nya. Sejauh apa yang kamu lakukan, akan kamu rasakan! Perhatikanlah! Mereka yang zalim akhirnya akan tahu juga!"472


Miqdad473
Ia bergabung dengan keluarga Al-Aswad bin Abd Yaghuts Az-Zuhri dan dia diberi nama keluarga Aswad, sehingga namanya jadi Al-Miqdad bin Al-Aswad Al-Kindi. Tatkala turun ayat "Panggillah mereka dengan (nama-nama) ayah mereka" (QS. Al-Ahzab: 5) dia lalu dipanggil sebagai Miqdad bin 'Amr. Meninggal tahun 33 H/654 M. Ia bereaksi tatkala Abu Bakar dibaiat.

Ya'qubi mencatat dalam Tarikh-nya dari seorang yang melihat seorang laki-laki di Masjid Madinah, dalam keadaan cemas seperti baru dirampok kekayaannya. Lelaki itu sedang berkata: "Aneh, kedudukan itu telah diambil dari orang yang paling berhak!"474


Seorang Wanita dari Banu Najjar
Setelah Abu Bakar jadi khalifah, ia mengirim uang kepada beberapa wanita kaum Muhajirin dan Anshar. Zaid bin Tsabit membawa bagian seorang wanita Banu Najjar, tapi ia menolak dan berkata: 'Abu Bakar ingin membeli agama kita dengan sogokan'.


Abu Sufyan
Ia adalah Sakhr bin Harb, anak Umayyah, anak 'Abdu Syams, anak 'Abdul Manaf. Ia memerangi Rasul Allah sampai Pembukaan Makkah dan Rasul memberikan pengampunan kepadanya. Pada waktu Rasul Allah wafat, ia tidak berada di Madinah. Tatkala kembali ke Madinah, Abu Sufyan mendengar bahwa Rasul Allah telah wafat dan Abu Bakar telah diangkat menjadi khalifah.

Dalam Iqd al-Farid dan Abu Bakar al-Jauhari dalam bukunya Saqifah yang diriwayatkan oleh Ibn Abil-Hadid: "Rasul Allah saw wafat, dan Abu Sufyan tidak berada di Madinah. Ia berada di Mas'at, melakukan tugas sebagai pengumpul zakat yang diberikan Rasul Allah saw. Dan tatkala ia kembali ke Madinah ia bertemu dengan seorang laki-laki di sebuah jalan menuju ke Madinah:

Abu Sufyan: "Muhammad wafat?"

Jawab: "Ya!"

Abu sufyan: "Dan siapa menggantinya?"

Jawab: "Abu Bakar!"

Abu sufyan: "Dan apa yang dikerjakan dua orang lemah Ali dan Abbas?"

Jawab: "Mereka sedang duduk-duduk saja!"

Abu sufyan: "Demi Allah, aku akan pacu mereka berdua. Aku melihat debu di udara yang hanya dapat dibersihkan dengan hujan darah!"

Setelah sampai ke Madinah ia berkeliling kota sambil membacakan syairnya:

Hai Banu Hasyim, jangan biarkan ketamakan orang merugikanmu

Terutama Taim bin Murrah atau 'Adi (Abu Bakar dan Umar.)

Kedaulatan Umat dimulai olehmu dan harus kembali kepadamu.

Dan tiada yang lebih pantas kecuali ayah Hasan, Ali'.475


Menurut Thabari, Abu Sufyan berkata:476 "Ada debu di udara, demi Allah, hanya hujan darah yang dapat membersihkannya.

Wahai anak-anak Banu 'Abd Manaf, mengapa Abu Bakar dibiarkan mencampuri urusanmu?

Di mana Ali dan Abbas, di mana kedua orang yang lemah itu?"

Kemudian dia berkata kepada Ali. "Ayah Hasan, ulurkan tangan, akan aku baiat Anda!".

Dan Ali menolak. Abu sufyan lalu membaca syair berikut:

Hanya keledai, bukan manusia bebas, mau dihina,

Dua lambang rasa rendah diri yang tercela adalah

Pasak kemah yang ditimpa godam,

Unta kafilah yang diberi beban.


Secara historis kedua keluarga ini, Ali dan Abu Sufyan bermusuhan. Kakek Abu sufyan adalah sepupu kakek Rasul Allah saw dan Ali. Kedua keluarga yang sangat berdekatan ini adalah bangsawan Arab yang bersaing untuk mendapatkan kepimpinan bangsa Arab. Abu Sufyan benar tatkala ia mengatakan bahwa barangsiapa menguasai suku Qusay, suku Abu Sufyan dan Ali, mereka akan menguasai bangsa Arab. Pecahnya suku ini menjadi dua, melemahkan kepemimpinan bangsa Arab. Dalam merebut kepemimpinan ini, kakek Muhammad mendapat kemenangan.

Tuntutan Muhammad saw sebagai Nabi, tambah mengguncangkan Banu 'Umayyah tetapi juga memberi kesempatan kepada Abu sufyan sebagai pemimpin Banu 'Umayyah untuk menghasut suku-suku bangsa Arab memerangi Muhammad dengan agama barunya. Dua puluh tahun Muhammad diperangi dan berakhir dengan kemenangan Muhammad saw. Tatkala Makkah dibuka, Banu 'Umayyah masuk Islam karena terpaksa, yang terkenal dengan istilah thula-qa' (bentuk jamak dari thaliq, yang dibebaskan) tetapi secara tersembunyi permusuhan terhadap Banu Hasyim tetap menjalar seperti api dalam sekam.

Kalau Ali menerima tawaran Abu Sufyan, sejarah mungkin menjadi lain. Mengapa Ali menolaknya? Baru tiga hari yang lalu, tatkala jenazah Rasul masih hangat, rumahnya dikepung oleh kelompok Abu Bakar dan diancam akan dibakar, biarpun putera dan cucu Rasul saw berada di dalam. Baru tiga hari yang lalu ia membantah Abu Bakar dan mengatakan bahwa ia lebih berhak dari Abu Bakar akan kekhalifahan dengan menggunakan argumentasi Abu Bakar sendiri. Ia, bersama keluarganya baru saja menguburkan Rasul, tatkala lawannya masih sedang sibuk menghimpun kekuatan menghadapinya. Dalam suasana seperti itu, Abbas, pamannya menawarkan diri untuk membaiatnya yang berarti juga dukungan terhadapnya dari seluruh keluarga Banu Hasyim. Kemudian Abu Sufyan, pemimpin Banu 'Umayyah datang menawarkan baiatnya. Sedang ia sendiri tidak mau membaiat Abu Bakar yang baru dilakukannya enam bulan kemudian, setelah Fathimah meninggal.

Abu Sufyan meski telah Muslim, hanya menganggap Muhammad sebagai pemimpin dan tidak lebih dari itu. Misalnya, beberapa waktu kemudian setelah ia membaca syahadat, ia berkata kepada Abbas: "Demi Allah, Ayah Fadhl, kemanakanmu sekarang telah menjadi raja!". Abbas menjawab: "Ya, Abu Sufyan, ini kerasulan!". Padahal ia sudah hampir dua puluh tahun memerangi Rasul Allah saw dan mengetahui betul tuntutan Rasul. Abu Sufyan juga tidak peduli, apakah Ali kafir atau Muslim, tetapi sebagai pemimpin Banu 'Umayyah ia merasa hina dipimpin oleh orang asing.

Abbas sendiri baru tiga tahun yang lalu menyelamatkan Abu Sufyan, karena 'ashabiyah atau kefanatikan suku, seperti diriwayatkan Ibnu Hisyam. "Tatkala Makkah sedang dikepung kaum Muslimin pada malam Pembukaan Makkah, Abbas menyelinap masuk kota dengan menunggang bagal (jenis hewan tunggangan, hasil perkawinan antara keledai dengan kuda, pen.) untuk mengabarkan kaum Quraisy tentang kedatangan Rasul Allah saw dan bahwa kotanya sedang dikepung dan menganjurkan mereka untuk minta pengampunan. Abbas tiba-tiba melihat pemimpin Banu 'Umayyah itu. Ia sedang memata-matai kaum Muslimin. Melihat Abu Sufyan Abbas beriak: 'Demi Allah, bila mereka berhasil, engkau akan dipenggal!' Kemudian Abbasmembawanya di atas punggung bagal untuk menghadap Nabi memohonkan perlindungan.

Keduanya lalu menunggangi bagal milik Rasul Allah tersebut. Abbas duduk di depan. Dan tatkala mereka melewati cahaya lampu-lampu kaum Muslimin yang bertebaran, orang-orang berkata: "Lihat, paman Rasul Allah sedang menunggangi bagal Rasul Allah!". Tatkala bertemu Umar bin Khaththab, Umar melihat Abu Sufyan yang sedang duduk di punggung bagal. Ia berseru: "Musuh Allah! Segala puji bagi Dia yang memungkinkan engkau sekarang berada di tangan kami dan tiada yang akan melindungimu!", Umar kemudian lari ke Nabi (untuk mendapatkan izin membunuh Abu Sufyan). Tetapi Abbas mempercepat bagalnya mendahului Umar. (Abbas melanjutkan riwayatnya). 'Dan aku meloncat turun dari bagal dan segera masuk menghadap Rasul Allah saw". Umar pun tiba, masuk serta berseru: 'Ya Rasul Allah, Allah SWT telah memungkinkan Abu Sufyan berada pada kita dan tiada yang menjamin untuk melindunginya! Izinkantah saya memenggal lehernya!" (Abbas melanjutkan riwayatnya). Dan aku berkata: "Saya telah memberikan perlindungan untuknya!", Umar bersiteguh, tetapi Abbas berkata: 'Tenanglah Umar, bila Abu Sufyan bermarga 'Adi bin Ka'b (marga Umar, pen.) engkau tentu tidak akan memaksa membunuhnya! Tapi karena dia bermarga 'Abdu Manaf, maka engkau mengeluarkan kata-kata keras!"

Tindakan Abbas bin 'Abdul Muththalib, dan kata-kata Abbas menunjukkan betapa besar 'ashabiyah bangsa Arab. Abbas tidak menyadari bahwa pembelaannya, terhadap Abu Sufyan, akan membuat tragedi di kemudian hari. Keturunan dua tokoh ini menurunkan Dinasti Banu 'Umayyah dan Banu Abbas. Dan kedua Dinasti ini memburu keturunan Ali.

Untuk menenangkan Abu Sufyan setelah pembaiatan Abu Bakar, Umar mengusulkan kepada Abu Bakar untuk tidak usah menagih sadaqah yang dikumpulkan Abu Sufyan sebagai amil yang diperintahkan Rasul Allah saw yang menyebabkan ia terlambat tiga hari dan tidak menyaksikan wafatnya Rasul Allah. Kemudian Umar mengangkat Yazid, anak Abu Sufyan menjadi gubernur di Syam. Dan akhirnya Umar mengangkat Mu'awiyah, anak Abu Sufyan yang lain untuk menggantikan kakaknya yang kemudian membentuk Dinasti 'Umayyah. Tindakan Umar ini membuat Abu Sufyan menghentikan protesnya.

Jelaslah sudah bahwa Ali menolak tawaran Abu Sufyan karena mengetahui bahwa tawaran itu didasarkan pada 'ashabiyah yang justru ingin diberantas dan dikubur Rasul Allah saw.


Khalid bin Said al-Amawi
Khaild bin Sa'id bin 'Ash bin Umayyah bin 'Abd Sayms adalah pemeluk ketiga, atau keempat dan ada yang mengatakan yang kelima. Ibnu Qutaibah mengatakan bahwa Khalid lebih dulu memeluk Islam dari Abu Bakar477.

Ia termasuk Sahabat yang berhijrah ke Habasyah. Kedua saudaranya 'Amr dan Aban ditugaskan Rasul Allah sebagai amil (pengumpul zakat) Banu Madzhaj. Dan ia sendiri sebagai pengumpul zakat di Yaman dan tatkala Rasul Allah wafat ia kembali dari tugasnya bersama kedua saudaranya 'Amr dan Aban. Abu Bakar berkata:

"Apa sebabnya kamu kembali dari tugasmu?' Tiada seorang pun yang lebih berhak atas tugas dari tugas-tugas yang dibebankan kepada kamu oleh Rasul Allah!"

Mereka menjawab: "Kami, Banu Uhaihah, kami tidak akan bekerja untuk siapa pun setelah Rasul Allah wafat!"478

Dan Khalid serta kedua saudaranya 'Amr dan Aban memperlambat baiat mereka kepada Abu Bakar.

Khalid pada waktu itu berkata kepada Banu Hasyim: "Sesungguhnya, kamulah pohon yang rindang dan terhormat serta berbuah lebat, kami akan mengikutimu!"

Setelah baiat berlalu dua bulan Khalid berkata: "Rasul Allah telah memberi tugas kepadaku, dan ia tidak memecatku sampai wafatnya!"

Dan tatkala ia bertemu Ali bin Abi Thalib dan Utsman ia berkata: 'Ya Banu 'Abdu Manaf! Kami tidak menyelesaikan urusanmu dengan sungguh-sungguh, sehingga orang lain memerintah atas dirimu!".479

Dan ia mendatangi Ali dan berkata: "Mari, aku akan membaiatmu! Demi Allah tidak ada manusia yang lebih utama pengganti Rasul Allah dari Anda!'480
Setelah Banu Hasyim membaiat, baru Khalid membaiat Abu Bakar.

Kemudian Abu Bakar mengirim Pasukan ke Syam, dan orang pertama yang ditunjuk sebagai pemimpin seperempat pasukan adalah Khalid bin Sa'id. Umar bertengkar dengan Abu Bakar. Ia bertanya: "Engkau mengangkatnya? "Dan Abu Bakar akhirnya memecat Khalid dan menggantinya dengan Yazid bin Abu Sufyan.481


Nu'man bin Ajlan
Nu'man bin 'Ajlan membacakan kasidahnya sebagai jawaban syair 'Amr bin 'Ash tentang riwayat Saqifah:

Dan kamu katakan Sa'd haram jadi khalifah,

Dan 'Atiq bin Utsman, Abu Bakar, halal,

Dan bila Abu Bakar adalah pemegang kuasa yang baik,

Maka Ali adalah pemimpin yang terbaik,

Cinta kami tertumpah pada Ali, dan orang tentu tahu,

Ialah ahlinya, wahai 'Amr, bagaimana Anda sampai tak tahu,

Dengan bantuan Allah dia mengajak kepada tuntunan,

Mencegahmu dari yang keji, kelaliman dan kemungkaran,

Dialah pengemban wasiat dan sepupu Nabi, namanya terukir,

Ia perangi pasukan yang sesat dan kafir,

Dan dengan memuji Allah ia menuntun yang buta,

Dan membuka pendengaran hati manusia.482


Malik bin Nuwairah
Nama lengkapnya adalah Malik bin Nuwairah bin Jamrah bin Syaddad Bin 'Ubaid bin Tsa'labah bin Yarbu' at-Tamimi al-Yarbu'i dengan kunyah Aba Hanzhalah dan laqab al-Jaful. Ia adalah seorang sahabat, bangsawan, penyair dan ahli berkuda Banu Yarbu'.

Sesudah masuk Islam, ia diangkat Nabi sebagai pengumpul zakat dari kaumnya dan tatkala Rasul Allah saw wafat ia membagi-bagikan zakat pada kaumnya sendiri dengan kata-katanya: Aku berkata ambillah zakat mal kamu tanpa takut, Jangan pikirkan apa yang akan terjadi besok , Bila datang seorang mengatasnamakan agama Kita 'kan taat dan berkata: 'Agama kami agama yang dibawa Muhammad'.483

Thabari menulis yang berasal dari 'Abdurrahman bin Abu Bakar.484

Tatkala Khalid bin Walid tiba di Buthah485 ia mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Dhirar bin Azwar. Dalam ekspedisi itu terdapat Abu Qatadah. Mereka melakukan serangan mendadak, dahamu, terhadap kabilah Malik di malam hari dan Abu Qatadah menceritakan:

'Mereka mengepung kaum itu, mengejutkan mereka, ra'uhum, ditengah malam dan kaum itu menyiapkan senjata'.

Abu Qatadah berkata:

"Kami berkata: 'Kami adalah kaum Muslimin, Dan mereka berkata: 'Dan kami juga Muslimin' Abu Qatadah berkata: 'Mengapa kamu bersenjata?'

Mereka menjawab: 'Dan mengapa kamu bersenjata?'

Kami berkata: 'Bila kamu seperti apa yang kamu katakan maka letakkanlah senjata'

Abu Qatadah berkata: 'Mereka lalu meletakkan senjata mercka, kami lalu shalat dan mereka juga shalat'.

Ibn Abil-Hadid menambahkan cerita di atas: 'Dan setelah meletakkan senjata, mereka diikat dan dibawa kepada Khalid'.486

Muttaqi al-Hindi menceritakan:487

'Khalid mendakwa Malik bin Nuwairah, menurut cerita yang sampai kepadanya, telah 'murtad' dan Malik mengingkarinya sambil berkata: 'Saya berada dalam Islam, saya tidak berubah dan tidak sama sekali pindah agama. 'Abu Qatadah serta Abdullah bin Umar bin Khaththab menyaksikannya. Khalid bin Walid menyuruh Malik maju dan memerintahkan Dhirar bin Azwar al-Asadi memenggal kepalanya. Dan Khalid meniduri istri Malik, Umm Tamim'.

Ya'qubi berkata:488

Dan Khalid mendatangi Malik bin Nuwairah dan mendebatnya dan istri Malik mengikutinya, dan setelah Khalid melihat istri Malik bin Nuwairah, ia takjub akan kecantikannya dan berkata kepada Malik: 'Demi Allah aku tidak bisa tidak harus membunuhmu'.

Dan Abu'l-Fida,489 dan Ibnu Khalikan:490

'Dan di sana berada Abdullah bin Umar dan Abu Qatadah al-Anshari yang mengingatkan Khalid akan rencana perbuatannya tetapi Khalid menolak peringatan mereka.

Malik berkata: 'Wahai Khalid, utuslah kami kepada Abu Bakar dan dengan begitu ia dapat menjatuhkan hukuman kepada kami. Anda telah mengutus kepadanya orang lain yang dosanya lebih besar dari dosa kami'.

Khalid menjawab: 'Tidak Allah telah menetapkan kepadaku untuk membunuhmu', dan ia menyuruh Dhirar bin al-Azwar agar memenggal kepalanya.

Dan Malik berpaling ke istrinya yang memang cantik jelita sambil berkata kepada Khalid: 'Karena ia (istri Malik) engkau membunuhku'.

Khalid menjawab: 'Tidak, Allah yang membunuhmu dengan keluarnya engkau dari Islam'.

Malik berkata: 'Saya berada dalam Islam.

Khalid berkata: 'Hai Dhirar, penggal kepalanya', dan Dhirar pun memenggalnya.

Dan Ibnu Hajar dalam Ishabah-nya mengutip491 dari Tsabit bin Qasim yang menceritakannya dalam ad-Dala'il:

"Khalid memandangi istri Malik, dan wanita ini memang cantik sekali dan Malik berkata setelah itu kepada istrinya: 'Engkau membunuhku, maksudku aku dibunuh karena engkau, istriku".

Dan selanjutnya, masih dalam Ishabah karangan Ibnu Hajar yang berasal dari Zubair bin Bakkar.492

"Kepala Malik bin Nuwairah berambut tebal dan setelah ia dibunuh, Khalid bin Walid memerintahkan mengambil kepalanya, menegakkannya dengan menyandarkan ke batu tungku sampai semuanya matang oleh api dan rambut kepalanya habis terbakar."

Dan Ya'qubi:493

Dan Khalid meniduri istri Malik-Ummu Tamim binti Minhal- pada malam itu juga. Peristiwa ini melahirkan syair Abu Numair as-Sa'di:

Tidakkah kampung itu telah rata dilanda kuda Khalid,

Sesudah Malik mati, malam jadi panjang tak berpagi lagi,

Khalid bertekat meniduri istri Malik,

Karena nafsu lebih dahulu menyusup hati,

Dan birahi Khalid tak kenal ampun dan belas kasih,

Tak mau ia kekang, tak punya ia kendati,

Ketika pagi tiba Khalid telah 'beristri',

Dan Malik tak beristri lagi, ia telah mati.494

Dan Minhal, mertua Malik, bersama orang-orang dari kaumnya mendapatkan jasad Malik bin Nuwairah, mengumpul bagian-bagian tubuhnya, memasukkannya ke dalam kantong dan mengafaninya.495

Ya'qubi:

'Maka Abu Qatadah menemui Abu Bakar, menyampaikan berita tersebut serta bersumpah bahwa ia tidak akan pergi berperang di bawah bendera Khalid karena Khalid telah membunuh Malik yangmuslim'.

Thabari meriwayatkan dari Abu Bakar:

'Abu Qatadah yang menyaksikan keislaman Malik berjanji kepada Allah bahwa ia tidak akan disaksikan dalam perang bersama Khalid untuk selama-lamanya'

Dalam, tarikh Ya'qubi:

"Umar berkata kepada Abu Bakar: 'Ya khalifah Rasul Allah, sesungguhnya Khalid telah membunuh seorang Muslim dan meniduri istrinya hari itu juga!'. Abu Bakar menyurati Khalid agar menghadap dan Khalid berkata: 'Ya khalifah Rasul Allah, sesungguhnya aku berta'wil dan salah'.

Dan Muttamim bin Nuwairah, saudara Malik bin Nuwairah membuat syair duka yang sangat banyak untuk saudaranya dan ia pergi ke Madinah menemui Abu Bakar dan shalat subuh di belakang Abu Bakar. Setelah selesai shalat, Muttamim bangkit, bersandar di atas busurnya dan berkata:

Sungguh bahagia mati di medan perang,

Tapi Anda bunuh dia berdarah dingin, ya Ibnu Azwar,

Bukankah Anda panggil dia dan Anda khianati,

Bila Anda ia panggil, Anda akan aman, ia memegang janji.

Abu Bakar berkata: 'Demi Allah, aku tidak memanggilnya dan tidak mengkhianatinya'.

Muttamim lalu menangis:

'Nikmatlah pemakai baju perang yang tahu dirinya telanjang,

Berbahagialah tempat berlindung yang jalannya terang,

Janganlah menyimpan perbuatan buruk di balik pakaian,

Sungguh manis bila akhlak dan murah hati jadi hiasan'.

Kemudian ia menangis dan mengendurkan busurnya.


Dan dalam tarikh Abu'l-Fida, tatkala berita sampai kepada Umar dan Abu Bakar:496

Umar berkata kepada Abu Bakar: 'Sesungguhnya Khalid sudah berzina, maka engkau harus merajamnya'.

Abu Bakar berkata: 'Aku tidak akan merajamnya, karena ia melakukan ta'wil dan salah'.

Umar menjawab: 'Dia membunuh Muslim maka bunuhlah dia!'

Abu Bakar berkata: 'Aku tidak akan membunuhnya, karena ia melakukati ta'wil dan salah'.

Maka Umar pun pergi. Abu Bakar berkata: 'Aku tidak akan menyarungkan pedang yang dihunus Allah untuk mereka'.

Dan dalam riwayat Thabari yang berasal dari Ibnu Abu Bakar:

"Umar berkata: 'Hai musuh Allah, Anda menganiaya dan membunuh seorang Muslim, kemudian Anda berzina dengan istrinya!'. Khalid tidak menjawab. Ia terus masuk ke masjid dengan mengenakan jubah (qaba'), baju besi dan serban yang disisipi anak-anak panah dan tatkala memasuki masjid Umar menghadangnya, mencabut anak-anak panah dari kepalanya dan berkata: 'Congkak, Anda membunuh seorang Muslim dan berzina dengan istrinya!

Demi Allah aku akan merajam Anda!', Khalid bin Walid sekali lagi diam dan ia tidak menduga bahwa Abu Bakar akan sependapat dengan Umar dalam masalah ini. Ia menemui Abu Bakar dan tatkala ia masuk, ia menyampaikan beritanya dan ia dimaafkan oleh Abu Bakar. Khalid bin Walid keluar setelah Abu Bakar rida akan perbuatannya dan Umar sedang duduk di masjid.

Ia berkata kepada Umar: 'Hayo, mari ya Umm Syamlah!'. Umar tahu bahwa Abu Bakar telah meridainya.

Umar tidak menjawab dan langsung masuk ke rumahnya.

Malik bin Nuwairah adalah Sahabat Rasul Allah saw yang teguh dalam Islam, dan dia tidaklah murtad seperti dituduhkan. Ia dan kaumnya tetap mengeluarkan zakat; ia tidak mengirimnya ke pusat, memang, tetapi membagikannya kepada yang berhak di kaumnya sendiri. Tetapi ia telah dibunuh melalui suatu ekspedisi yang dikirim Abu Bakar dan dipimpin oleh Khalid bin Walid. Khalid bin Walid lalu meniduri istrinya yang terkenal dalam sejarah karena kecantikannya. Umar mengatakan bahwa Khalid adalah musuh Allah SWT yang membunuh seorang Muslim dan meniduri istrinya. Abu Bakar mengampuni Khalid.

Yang mengenaskan adalah permohonan Malik waktu ia mengatakan: 'Wahai Khalid, utuslah kami kepada Abu Bakar dan dengan begitu ia dapat menjatuhkan hukuman kepada kami. Anda telah mengutus kepadanya orang lain yang dosanya lebih besar dari dosa kami'. Dan Khalid menjawab: 'Tidak Allah telah menetapkan kepadaku untuk membunuhmu'.

Maksud Malik adalah Asy'ats bin Qais al-Kindi, yang dinamakan munafik tingkat tinggi nomor dua sesudah Abdullah bin Ubay bin Salut oleh Muhammad 'Abdu. Ia menjadi murtad tatkala Rasul Allah saw wafat, yaitu tatkala Abu Bakar jadi khalifah. Pemberontakan terjadi di kawasan Hadhramaut. Pemberontak akhirnya terkepung dalam benteng An-Nujair. Suatu malam secara sembunyi-sembunyi Asy'ats bin Qays keluar benteng menemui Ziyad dan Muhajir yang mengepung benteng itu, dan bersekongkol dengan mereka bahwa apabila mereka memberi perlindungan kepada sembilan orang keluarganya, maka ia akan membuka benteng itu. Mereka menerima ketentuan itu dan meminta ia menuliskan nama kesembilan anggota yang dimaksud. Ia khilaf dan tidak menuliskan namanya sendiri. Ia lalu menyelinap masuk ke dalam benteng dan mengatakan kepada penghuni benteng bahwa ia telah mendapatkan perlindungan bagi mereka dan supaya pintu benteng dibuka. Alangkah kaget teman-temannya tatkala Ziyad menunjukkan sembilan nama yang disepakati Asy'ats bin Qays. Asy'ats juga terkejut karena namanya tidak tercantum dalam daftar yang ia tulis.

Asy'ats bin Qays tidak dibunuh. Ia minta bertemu Abu Bakar dan diluluskan. Sepanjang perjalanan ke Madinah, sekitar seribu kaum wanita yang juga dibelenggu mengutuknya sebagai pengkhianat dan penjerumus kaumnya. Sekitar delapan ratus orang dibunuh dalam benteng itu karena perbuatannya. Setelah tiba di Madinah, Abu Bakar bukan saja tidak membunuhnya malah mengawinkannya dengan adik perempuannya Umm Farwah binti Abi Quhafah yang kemudian melahirkan tiga orang anak, yaitu Muhammad , Ismail dan Ishaq.

Asy'ats bin Qays ini juga yang besekongkol dalam pembunuhan Imam Ali di kemudian hari. Putrinya, Ja'dah binti Asy'ats, membunuh Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib, suaminya sendiri. Mu'awiyah menjanjikan seratus ribu dinar dari Mu'awiyah dan akan dikawinkan dengan Yazid bila Ja'dah meracuni suaminya, yang kemudian dilakukannya. Puteranya dari Farwah binti Abi Quhafah di atas, yaitu Muhammad bin Asy'ats bin Qays terkenal karena mencurangi Muslim bin Aqil yang diutus Husain ke Kufah dan turut dalam pembunuhan Imam Husain di Karbala. Meskipun demikian ia termasuk di antara orang-orang yang meriwayatkan hadis-hadis oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah. Orang menghubungkan tindakan Khalid dengan ayat Al-Qur'an:

"Bila ada orang yang membunuh seseorang, bukan karena (orang itu membunuh) seorang (lain), atau membawa kerusakan di atas bumi, maka (pembunuh itu) seolah membunuh manusia seluruhnya".497

"Dan barang siapa membunuh seorang Mu'min dengan sengaja, balasannya ialah neraka. (Ia) tinggal di dalamnya selama-lamanya. Allah murka kepadanya dan melaknatinya, dan menyediakan baginya azab yang dahsyat".498

Mengapa Malik bin Nuwairah yang jelas seorang Mu'min dibunuh secara berdarah dingin, sedang tokoh kaum murtad seperti As'ats dibebaskan, malah dijadikan ipar oleh Abu Bakar dan dijuluki 'Saifullah' atau pedang Allah.

Sebenarnya yang dikatakan kaum 'murtad' di masa Abu Bakar adalah kaum Muslimin yang tidak hendak membayar zakat ke pusat pemerintahan Abu Bakar tetapi seperti dikemukakan Malik bin Nuwairah, ia membagikan zakat itu kepada mustahik dalam masyarakatnya sendiri. Ini disebablean kericuhan yang terjadi dalam pengangkatan khalifah, sehingga pemimpin Anshar, Sa'd bin 'Ubadah maupun keluarga Rasul tidak mau membaiat Abu Bakar?499

Mungkin Malik bin Nuwairah dianggap lebih berbahaya dari segi politik. Mungkin juga Malik adalah Syi'ah Ali dan Ali punya hubungan buruk dengan Khalid sejak zaman Rasul. (Lihat Bab Pengantar 'Sifat Jahiliyah di Kalangan Sahabat')

Tindakan Abu Bakar membebaskan Khalid bin Walid punya dampak besar dan telah menjadi preseden adagium 'Orang yang berijtihad kalau benar dapat pahala dua dan kalau salah dapat pahala satu'.500

Ajaran semacam 'penebusan dosa' ini sungguh tidak adil dan membenarkan semua cara untuk mencapai tujuan, membenarkan agresi dan pembunuhan berdarah dingin terhadap sesama Muslim dan punya dampak sampai sekarang dan entah sampai kapan.


Mu'awiyah bin Abu Sufyan
Surat Muhammad bin Abu Bakar kepada Mu'awiyah:

Bismillahirrahmanirrahim.

Dari Muhammad bin Abu Bakar.

Kepada si tersesat Mu'awiyah bin Shakhr.

Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah!

Amma ba'du, sesungguhnya Allah SWT, dengan keagungan dan kekuasaanNya, mencipta makhluk-Nya tanpa main-main. Tiada celah kelemahan dalam kekuatan-Nya. Tidak berhajat Ia terhadap hamba-Nya. Ia mencipta mereka untuk mengabdi kepada-Nya.

Ia menjadikan mereka orang yang tersesat atau orang yang lurus, orang yang malang dan orang yang beruntung.
Kemudian, dari antara mereka, Ia Yang Mahatahu memilih dan mengkhususkan Muhammad saw dengan pengetahuan-Nya. Ia jualah yang memilih Muhammad saw berdasarkan ilmu-Nya sendiri untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengemban wahyu-Nya. Ia mengutusnya sebagai Rasul dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.

Dan orang pertama yang menjawab dan mewakilinya, menaatinya, mengimaninya, membenarkannya, menyerahkan diri kepada Allah dan menerima Islam sebagai agamanya - adalah saudaranya dan misannya Ali bin Abi Thalib- yang membenarkan yang ghaib. Ali mengutamakannya dari semua kesayangannya, menjaganya pada setiap ketakutan, membantunya dengan dirinya sendiri pada saat-saat mengerikan, memerangi perangnya, berdamai demi perdamaiannya, melindungi Rasul dengan jiwa raganya siang maupun malam, menemaninya pada saat-saat yang menggetarkan, kelaparan serta dihinakan. Jelas tiada yang setara dengannya dalam berjihad, tiada yang dapat menandinginya di antara para pengikut dan tiada yang mendekatinya dalam amal perbuatannya.

Dan saya heran melihat engkau hendak menandinginya! Engkau adalah engkau! Sejak awal Ali unggul dalam setiap kebajikan, paling tulus dalam niat, keturunannya paling bagus, isterinya adalah wanita utama, dan pamannya (Ja'far) syahid di Perang Mu'tah. Dan seorang pamannya lagi (Hamzah) adalah penghulu para syuhada perang Uhud, ayahnya adalah penyokong Rasul Allah saw dan isterinya.

Dan engkau adalah orang terlaknat, anak orang terkutuk. Tiada hentinya engkau dan ayahmu menghalangi jalan Rasul Allah saw. Kamu berdua berjihad untuk memadamkan nur Ilahi, dan kamu berdua melakukannya dengan menghasut dan menghimpun manusia, menggunakan kekayaan dan mempertengkarkan berbagai suku. Dalam keadaan demikian ayahmu mati. Dan engkau melanjutkan perbuatannya seperti itu pula.

Dan saksi-saksi perbuatan Anda adalah orang-orang yang meminta-minta perlindungan Anda, yaitu dari kelompok musuh Rasul yang pemberontak, kelompok pemimpin-pemimpin yang munafik dan pemecah belah dalam melawan Rasul Allah saw.

Sebaliknya sebagai saksi bagi Ali dengan keutamaannya yang terang dan keterdahuluannya (dalam Islam) adalah penolong-penolongnya yang keutamaan mereka telah disebut dalam Al-Qur'an, yaitu kaum Muhajirin dan Anshar. Dan mereka itu merupakan pasukan yang berada di sekitarnya dengan pedang-pedang mereka dan siap menumpahkan darah mereka untuknya. Mereka melihat keutamaan pada dirinya yang patut ditaati, dan malapetaka bila mengingkarinya.

Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan Ali, sedang dia adalah pewaris (warits) dan pelaksana wasiat (Washi) Rasul Allah saw, ayah anak-anak (Rasul), pengikut pertama dan yang terakhir menyaksikan Rasul, teman berbincang, penyimpan rahasia dan serikat Rasul dalam urusannya. Dan Rasul memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya, sedang engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.

Tiada peduli keuntungan apa pun yang kau peroleh dari kefasikanmu di dunia ini dan bahkan Ibnu'l-Ash menghanyutkan engkau dalam kesesatanmu, akan tampak bahwa waktumu berakhir sudah dan kelicikanmu tidak akan ampuh lagi. Maka akan jadi jelas bagimu siapa yang akan memiliki masa depan yang mulia. Engkau tidak mempunyai harapan akan pertolongan Allah, yang tidak engkau pikirkan.

Kepada-Nya engkau berbuat licik. Allah menunggu untuk menghadangmu, tetapi kesombonganmu membuat engkau jauh dari Dia.

Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk yang benar'.

Jawaban Mu'awiyah kepada Muhammad bin Abu Bakar:

Dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan.

Kepada Pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.

Salam kepada yang taat kepada Allah.

Telah sampai kepadaku suratmu, yang menyebut Allah Yang Mahakuasa dan Nabi pilihan-Nya dengan kata-kata yang engkau rangkaikan. Pandanganmu lemah. Engkau mencerca ayahmu. Engkau menyebut hak Ibnu Abi Thalib dan keterdahuluan serta kekerabatannya dengan Nabi Allah saw dan bantuan serta pertolongannya kepada Nabi pada tiap keadaan genting.

Engkau juga berhujah dengan keutamaan orang lain dan bukan dengan keutamaanmu. Aneh, engkau malah mengalihkan keutamaanmu kepada orang lain.

Di zaman Nabi saw, kami dan ayahmu telah melihat dan tidak memungkiri hak Ibnu Abi Thalib. Keutamannya jauh di atas kami.

Dan Allah SWT memilih dan mengutamakan Nabi sesuai janji-Nya. Dan melalui Nabi Ia menyampaikan dakwah-Nya dan memperoleh hujah-Nya. Kemudian Allah mengambil Nabi ke sisi-Nya.

Ayahmu dan Faruq-nya (Umar) adalah orang-orang pertama yang merampas haknya (ibtazza). Hal ini diketahui umum.

Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar tetapi Ali menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar. Hasrat mereka bertambah besar. Akhirnya Ali membaiat Abu Bakar dan berdamai dengan mereka berdua.

Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka. Tidak juga mereka menyampaikan kepadanya rahasia mereka, sampai mereka berdua meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka.

Kemudian bangkitlah orang ketiga, yaitu Utsman yang menuruti tuntunan mereka. Kau dan temanmu berbicara tentang kerusakan-kerusakan yang dilakukan Utsman agar orang-orang yang berdosa di propinsi-propinsi mengembangkan maksud-maksud buruk terhadapnya dan engkau bangkit melawannya. Engkau menunjukkan permusuhanmu kepadanya untuk mencapai keinginan-keinginanmu sendiri.

Hai putra Abu Bakar, berhati-hatilah atas apa yang engkau takukan. Jangan menempatkan dirimu melebihi apa yang dapat engkau urusi. Engkau tidak akan dapat menemukan seseorang yang mempunyai kesabaran yang lebih besar dari gunung, yang tidak pernah menyerah kepada suatu peristiwa. Tak ada yang dapat menyamainya.

Ayahmu bekerja sama dengan dia dan mengukuhkan kekuasaannya. Bila kaum katakan bahwa tindakanmu benar, (maka ketahuilah) ayahmulah yang mengambil alih kekuasaan ini dan kami menjadi sekutunya. Apabila ayahmu tidak melakukan hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak Abu Thalib dan kami akan sudah menyerah kepadanya.

Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan dia seperti ini di hadapan kami, dan kami pun mengikutinya; maka cacat apa pun yang akan kau dapatkan, arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri, atau berhentilah dari turut campur.

Salam bagi dia yang kembali.'

Yang menarik dari kedua surat ini adalah kritik Mu'awiyah terhadap pembaiatan Abu Bakar di Saqifah. Mu'awiyah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar mengetahui betul tuntutan Ali. Di pihak lain yang membuat kedua surat ini lebih menarik adalah pernyataan Muhammad bin Abu Bakar tentang Ali sebagai pemegang wasiat dan pewaris Rasul yang tidak dibantah Mu'awiyah. Kedua surat ini dimuat Nashr bin Muzahim dalam Kitabnya Waq'ah Shiffin dan Mas'udi dalam kitabnya Muruj adz-Dzahab dan telah diisyaratkan oleh Thabari dan Ibnu Atsir sebagai surat yang ditulis tahun 36 Hijriah, yaitu tatkala Muhammad bin Abu Bakar menjadi Gubernur di Mesir di zaman kekhalifahan Ali. Agaknya, kedua penulis tersebut tidak melihat hikmat kedua surat ini.501




21
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 13

Kapan Ali Baiat Abu Bakar
Ali membaiat Abu Bakar enam bulan kemudian, sesudah Fathimah meninggal dunia. Mu'ammar meriwayatkan dari az-Zuhri dari Aisyah, tatkala Aisyah berbicara tentang kejadian antara Fathimah dan Abu Bakar mengenai warisan Nabi saw:

'Fathimah meninggalkan Abu Bakar dan tidak berbicara dengannya sampai ia meninggal enam bulan setelah Rasul saw wafat, dan tatkala ia meninggal suaminyalah yang menguburkannya. Fathimah tidak mengizinkan Abu Bakar menyembahyangkan jenazahnya.

Orang memandang Ali karena Fathimah, tetapi setelah Fathimah meninggal orang berpaling dari Ali. Fathimah hidup enam bulan lagi setelah Rasul saw wafat502. Mu'ammar berkata:

Seorang laki-laki bertanya kepada az-Zuhri: 'Dan 'Ali tidak membaiat Abu Bakar dalam enam bulan itu? Zuhri menjawab: 'Tidak, dan tidak seorang pun dari Banu Hasyim membaiat Abu Bakar sampai 'Ali membaiatnya'. Tatkala Ali melibat orang-orang berpaling dari dirinya, ia lalu bergabung dengan Abu Bakar.503

Ibnu 'Abdil Barr dalam Usdu'l-Ghabah menulis:

'Kaum oposan menyetujui menerima Abu Bakar enam bulan setelah baiat umum kepadanya'.504

Ya'qubi: 'Ali membaiat Abu Bakar 6 bulan setelah baiat umum.505 Dalam Isti'ab dan Tanbih wa'l-Asyraf: " 'Ali tidak membaiat Abu Bakar sampai Fathimah meninggal dunia."506

Dalam Tafsir al-Wushul, Az-Zuhri berkata: 'Demi Allah, tidak ada seorang pun dari Banu Hasyim membaiat Abu Bakar sampai 6 bulan.'507

Baladzuri dalam Ansab al-Asyraf berkata: "Tatkala, orang-orang Arab menolak Islam dan menjadi murtad, Utsman mendatangi 'Ali dan membujuknya membaiat Abu Bakar untuk membesarkan hati kaum Muslimin memerangi kaum 'murtad' di zaman Abu Bakar. 'Ali membaiat Abu Bakar dan keresahan umat Islam terselesaikan. Kaum Muslimin lalu mempersiapkan diri memerangi apa yang dinamakan kaum 'murtad'.508

Marilah kita ikuti dialog antara 'Ali dan Abu Bakar tatkala 'Ali akan membaiat Abu Bakar menurut Ibnu Qutaibah:

Ibnu Qutaibah menulis: "Dan 'Ali tidak membaiat Abu Bakar sampai Fathimah meninggal, yaitu tujuh puluh lima hari setelah Rasul wafat. Dan 'Ali mengirim utusan kepada Abu Bakar agar Abu Bakar datang ke rumah 'Ali. Maka Abu Bakar pun datang dan masuk ke rumah 'Ali dan dirumah itu telah berkumpul Banu Hasyim. Kemudian setelah memuji Allah dan Rasul Allah sebagaimana lazimnya, 'Ali berkata: "Amma ba'du, wahai Abu Bakar, kami tidak membaiat Anda karena mengingkari keutamaan Anda melainkan kami benar-benar yakin bahwa kekhalifahan itu adalah hak kami dan Anda telah merampasnya dari kami.

Kemudian ia menyampaikan kedekatannya dengan Rasul Allah. Ia terus menyebut kedekatannya dengan Rasul sampai Abu Bakar menangis. Abu Bakar lalu berkata: 'Kerabat Rasul Allah lebih aku cintai dari kerabatku sendiri. Aku akan menuruti apa yang dilakukan Rasul insya Allah. 'Ali lalu berkata: Aku berjanji akan membaiatmu besok di masjid, insya Allah." Besoknya 'Ali datang ke masjid dan membaiat Abu Bakar..Sayang sekali Ibnu Qutaibah tidak menyebut pidato 'Ali itu secara lengkap, karena 'Ali tentu menyampaikan hadis-hadis Rasul mengenai keutamaannya.


Baiat 'Ali Berdasarkan Ketaatan, Bukan Pengakuan
Dari petikan tulisan Ibnu Qutaibah tersebut jelas bahwa pembaiatan 'Ali bukanlah pengakuan akan keabsahan khliafah Abu Bakar. Dan 'Ali mengatakannya secara terus terang.

'Ali membaiat Abu Bakar, seperti nanti akan di bicarakan pada bab Sikap 'Ali Terhadap Peristiwa Saqifah dan bab Nas bagi Ali jelas seperti dilaporkan Baladzuri adalah untuk membesarkan hati kaum Muslimin dan menyelesaikan keresahan kaum Muslimin yang sedang menghadapi musibah murtadnya sebagaian kabilah Arab.

Sejak awal 'Ali tidak punya ambisi akan kekuasaan, tetapi 'Ali tetap berkeyakinan bahwa Imamah adalah haknya.

Ia selalu menghindarkan diri dari perlawanan fisik Pada saat rumahnya hendak dibakar bersama anak istrinya dan teman-temannya ia tidak melawan. Ini mungkin untuk sebagian ia lalukan demi keselamatan keluarganya sebagaimana pernah diucapkannya. Ketakutannya akan keselamatan anak-anaknya menjadi kenyataan bertahun-tahun kemudian tatkala Mu'awiyah meracuni Hasan, dan Yazid bin Muawiyah membantai Husain serta keluarganya di Karbala yang semuanya menyatakan bahwa mereka hanyalah meniru apa yang dilakukan oleh 'Umar. Ia barangkali juga sadar bahwa sekarang ia menghadapi 'politik kekuasaan'.

Tiga hari sesudah itu Abu Sufyan menawarkan bantuan untuk merebut kekuasaan dengan kekerasan tapi ditolaknya.

Dengan kata lain, membaiat atau tidak, bagi 'Ali adalah sama saja. Ia tidak punya pikiran untuk 'memberontak' terhadap Abu Bakar.

Untuk menenteramkan Abu Sufyan, pemimpin Banu 'Umayyah, 'Umar mengangkat Mu'awiyah sebagai gubernur di Syam. Di Syam Mu'awiyah bergabung dengan keturunan 'Abdu Syams lainnya yang sejak seratus tahun yang lalu menyingkir dari Makkah dalam perselisihannya dengan Banu Hasyim, 'yang kelak menjadi kasak-kusuk terbesar dalam sejarah Islam; perebutan kekuasaan atas 'Ali'.509

Tetapi 'Umar tetap tidak hendak mengangkat keluarga Banu Hasyim sebagai gubernur.

Tatkala 'Umar sedang mencari seorang yang pantas jadi gubernur di Himsh, ia telah berkata pada Ibnu 'Abbas bahwa bila ia menunjuk Ibnu 'Abbas sebagai gubernur ia khawatir Ibnu 'Abbas akan menghimpun kekuatan untuk Banu Hasyim dengan mengajak orang berkumpul pada mereka. 'Rasul sendiri tidak pernah mengangkat keluarga Banu Hasyim sebagai pejabat'.510 Demikian 'Umar berkata.

"Ali tetap berkeyakinan bahwa jabatan kekhalifahan adalah haknya. Hal ini dapat dilihat setelah ia dibaiat 25 tahun kemudian dalam sebuah pidatonya yang terkenal dengan asy-Syiqsyiqiyyah:

"Demi Allah, putra Abu Quhafah (Abu Bakar) telah mengenakan busana (kekhalifahan) itu, padahal ia mengetahui dengan yakinnya bahwa kedudukan saya sehubungan (kekhalifahan) itu sama seperti hubungan sumbu dengan roda ..Saya menyaksikan perampasan akan warisan saya. Tatkala yang pertama (Abu Bakar) meninggal ia menyodorkan kekhalifahan itu kepada Ibnu Khaththab sendiri."

Ia juga mengingatkan para sahabat, yang ia kumpulkan di pekarangan mesjid, akan pidato Rasulullah di Ghadir Khumm yang berbunyi: 'Barangsiapa menganggap aku sebagai pemimpinnya maka 'Ali juga adalah pemimpinnya. Ya Allah cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya'. Abu Bakar dan 'Umar pada waktu itu datang memberi selamat kepadanya'.511


'Umar Mengakui 'Ali Sebagai Imam Atau Faqih
Meskipun mencegah 'Ali jadi khalifah, 'Umar mengakui 'Ali sebagai imam atau faqih dan paling pantas untuk kedudukan khilafat. 'Umar mencegahnya jadi khalifah dengan alasan 'Ali masih muda, 'Ali cinta pada keluarga Abu Thalib, suka bergurau dan lain-lain.

'Ali sendiri yakin bahwa ia adalah imam dan faqih, paling sedikit di kalangan keluarga, dan Syiahnya.

Pada kenyataannya 'Umar sendiri sering bertanya kepada 'Ali dalam masalah-masalah keagamaan yang sulit sebagaimana sering dikatakannya. Pengakuan 'Umar bahwa 'Ali adalah faqih umat, dapat disimak dari cerita berikut.

Abu Bakar al-Anbari meriwayatkan dalam Amaliah:

"Pada suatu ketika 'Ali duduk dekat 'Umar di Masjid. Setelah 'Ali pergi, seseorang mengatakan kepada 'Umar bahwa 'lelaki itu' tampak bangga akan dirinya. Umar menjawab:

'Orang seperti dia berhak bangga! Demi Allah kalau tidak oleh pedangnya tidak akan tegak tonggak Islam. Ia juga faqih dari umat ini512, terdahulu dalam Islam dan agung'. Orang tersebut lalu berkata: 'Dan apa yang menyebabkan engkau menghalanginya, ya Amiru'l-mu'minin untuk memegang jabatan kekhalifahan?' 'Umar menjawab: 'Kami menghalanginya karena umurnya yang muda dan cintanya kepada Banu Abdul Muththalib.'513

Karena keyakinannya ini, Sa'd bin Abi Waqqash pernah berkata kepada 'Ali pada pertemuan Syura setelah 'Umar terbunuh: 'Wahai 'Ali, engkau amat rakus akan kekhalifahan ini'. 'Ali menjawab: 'Orang menuntut haknya tidak dapat dikatakan rakus, tetapi yang dapat dikatakan rakus justru orang yang mencegah orang lain untuk mendapatkan hak dan berusaha merampasnya meskipun ia tidak cocok untuk itu.'514 Sa'd bin Abi Waqqash diam. Setelah 'Ali meninggal dikemudian hari, Sa'd sering membela 'Ali dalam perdebatan dengan Mu'awiyah dengan menyebut hadis manzilah dan lain-lain.515 Kemampuan 'Ali dalam bidang ilmu agama ini telah disabdakan Rasul Allah saw:

"Aku adalah gudang ilmu dan 'Ali adalah pintunya. Mereka yang ingin mendapatkan ilmu(ku), hendaknya datang melalui pintu-nya".516

Rasul Allah saw juga bersabda: 'Yang paling berilmu dari umat-ku, sesudahku, adalah 'Ali bin Abi Thalib'.517'Yang paling bisa membuat keputusan hukum dari umatku adalah 'Ali'.518

'Ali adalah paling bisa membuat keputusan dari kamu sekalian'.519

Orang meragukan sampai di mana ketulusan 'Umar tatkala ia mengatakan bahwa 'kalau tiada 'Ali maka celakalah 'Umar'. Hal ini dapat dipahami dengan jelas tatkala 'Ali dengan tegas menolak keputusan-keputusan hukum Abu Bakar dan 'Umar sebagaimana akan dibicarakan pada bab berikut. Dan orang mengetahui ijtihad-ijtihad 'Umar yang kontroversial itu.

Banyak sahabat yang menunda pembaiatan kepada Abu Bakar, karena kesetiaan kepada 'Ali bin Abi Thalib. Di antara mereka dapat disebutkan:

1. Abu Dzarr al-Ghifari, salah seorang di antara pemeluk Islam yang pertama, terkenal karena kesalehannya, pembela fakir miskin dan kaum tertindas, penentang penindasan yang ulet.

2. Ammar bin Yasir, salah seorang pemeluk Islam yang pertama. Ayah bundanya mati syahid teraniaya oleh kalangan jahiliah Quraisy di Makkah. Dalam usia tuanya, 'Ammar berperang bersama 'Ali melawan Mu'awiyah dalam peperangan Shiffin. Di sana 'Ammar gugur. Rasul Allah telah meramalkan bahwa 'Ammar akan mati terbunuh oleh kalangan pendurhaka.

3. Salman al-Farisi, orang Persia, Iran, yang oleh Rasul dianggap sebagai anggota keluarga beliau. Ia juga disebut sebagai teknikus Muslim yang pertama.

4. Bilal, seorang Habsyi berkulit hitam, bekas budak yang kemudian menjadi Sahabat dan terkenal sebagai Mu'azzinur-Rasul.

5. 'Abbas bin 'Abdul Muththalib, paman Nabi.

6. Zubair bin 'Awwam, Sahabat dan sepupu Nabi.

7. Abu Ayyub al-Anshari, Sahabat Rasul yang paling utama di kalangan kaum Anshar. Rumahnya ditempati Rasul tatkala beliau hijrah ke Madinah. Di kemudian hari ia berjuang bersama khalifah 'Ali di peperangan Jamal, Shiffin dan Nahrawan.

8. Hudzaifah bin al-Yaman. Meskipun membaiat Abu Bakar, ia berpesan kepada kedua orang putranya untuk menyokong 'Ali. Kedua putranya meninggal dalam peperangan Shiffin di pihak 'Ali.

9. Khuzaimah bin Tsabit, yang oleh Rasul diberi gelar Dzusysyahadatain, yang kesaksiannya sama dengan kesaksian dua orang. Ia gugur dalam peperangan Shiffin melawan Mu'awiyah.

10. 'Utsman bin Hunaif, saudara Sahl.

11. Sahl bin Hunaif, yang kemudian diangkat 'Ali sebagai gubernur di Iran.

12. Al-Bara'a bin 'Azib al-Anshari; ia turu berperang bersama 'Ali dalam perang Jamal, perang Shiffin dan perang Nahrawan.

13. Ubay bin Ka'b, seorang ahli fiqih dan ahli baca Al-Qur'an, dari kaum Anshar.

14. Al-Miqdad bin 'Amr, Sahabat yang termasuk di antara tujuh pemeluk Islam yang pertama.

22
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 14

Pembaiatan Khalifah Umar dan Utsman

Pengangkatan Umar bin Khaththab
Setelah menjabat khalifah lebih dari dua tahun, Abu Bakar jatuh sakit. Diatas tempat tidurnya, ia menyuruh orang memanggil 'Abdurrahman bin 'Auf kemudian 'Utsman bin 'Affan, untuk menyampaikan keputusan menunjuk 'Umar bin Khaththab sebagai khalifah yang akan menggantikannya. Mendengar hal ini, beberapa Sahabat yang terkemuka, dikepalai oleh Thalhah, mengirim delegasi menemui khalifah Abu Bakar, dan berusaha meyakinkannya supaya tidak menunjuk 'Umar bin Khaththab untuk menggantikannya sebagai khalifah.520

Abu Bakar tidak mengubah keputusannya; ia membuat surat wasiat yang berbunyi sebagai berikut:

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Ini adalah wasiat kepada kaum mu'minin, dari saya, Abu Bakar bin Abi Quhafah. Saya telah mengangkat 'Umar bin Khaththab sebagai khalifah untuk kalian, maka dengarkanlah dan turutilah dia. Saya membuat dia menjadi penguasa atas kalian semata-mata untuk kebaikan kalian."521

Catatan selengkapnya dimuat oleh Thabari: "Abu Bakar, tatkata sedang sakit parah, menerima 'Utsman sendirian. Ia memerintahkan Utsman menulis:

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Ini adalah wasiat kepada kaum mu'minin, dari saya, Abu Bakar bin Abi Quhafah."

Sampai di sini, Abu Bakar pingsan, dan Utsman melanjutkan menulis wasiat itu sebagai berikut:

"Saya telah mengangkat 'Umar bin Khaththab sebagai khalifah untuk kalian".

Abu Bakar sadar dari pingsannya, dan berkata: "Bacalah kembali apa yang sudah ditulis."

'Utsman membaca, dan Abu Bakar mengatakan: "Allahu Akbar. Anda takut saya mati dan kaum Muslimin tidak memiliki seorang khalifah dan tersesat."

Utsman membenarkan, lalu Abu Bakar berkata: "Mudah-mudahan Allah memberkati Anda atas pertolongan yang telah Anda berikan untuk Islam dan kaum Muslimin.'Umar bin Khaththab telah berpakaian rapi dikelilingi teman-temannya di rumahnya, sambil menunggu budak Abu Bakar datang membawa wasiat, yang kemudian dibacakannya secara resmi:

"Dengarkanlah, wahai rakyat; patuhilah apa yang dikatakan khalifah. Khalifah mengatakan bahwa ia telah melakukan yang terbaik untuk kalian.522

Tidak ada catatan sejarah bahwa Abu Bakar memusyawarahkannya dengan para Sahabat, dan tidak pula berdasarkan kemauan masyarakat melalui tanya jawab dengan para anggota masyarakat. Penunjukan ini semata-mata berdasarkan keputusan pribadi Abu Bakar. Suatu hal yang menarik adalah kesamaan keadaan Abu Bakar dan Rasul Allah tatkala membuat wasiat. Banyak ulama mempertanyakan sikap 'Umar yang menerima wasiat Abu Bakar tetapi tidak memberi kesempatan Rasul Allah membuat wasiat.


Pengangkatan 'Utsman bin Affan523
Ia termasuk pemeluk awal dan setelah jadi muslim kawin dengan Ruqayyah binti Rasul Allah. Dua kali Hijrah. Pertama ke Habasyah, dan setelah kembali ke Makkah hijrah lagi ke Madinah. Tidak ikut Perang Badar karena istrinya sakit. Dan setelah istrinya Ruqayyah meninggal ia kawin dengan putri Rasul yang lain, Ummu Kaltsum, dan Ummu Kaltsum meninggal juga tatkala Rasul masih hidup. Tidak punya keturunan dari kedua istrinya ini. Setelah 'Umar terbunuh, ia dipilih 'Umar jadi salah satu dari enam anggota syura.

Setelah menjabat khalifah selama sepuluh tahun, 'Umar bin Khaththab mengangkat enam orang Sahabat dari kaum Muhajirin yang terkemuka untuk memilih di antara sesama mereka seorang khalifah. Badan yang terdiri dari enam orang ini kemudian dinamakan Syura atau permusyawaratan, oleh para ulama di kemudian hari.

Syura ini terdiri dari: 'Utsman bin 'Affan, 'Abdurrahman bin 'Auf, Sa'd bin Abi Waqqash, 'Ali bin Abi Thalib, Zubair bin 'Awwam, Thalhah bin 'Ubaidillah, serta 'Abdullah bin 'Umar (anak 'Umar bin Khaththab) yang hanya bertindak sebagai penasihat, dan tidak berfungsi sebagai calon.524

Dalam melakukan tugas pemilihan khalifah penggantinya 'Umar bin Khaththab telah menetapkan tata tertib sebagai berikut:

1. Khalifah yang akan dipilih haruslah anggota dari badan tersebut.

2. Bila dua calon mendapatkan dukungan yang sama besar, maka calon yang didukung oleh 'Abdurrahman bin 'Auf yang dianggap menang.

3. Bila ada anggota dari badan ini yang tidak mau mengambil bagian dalam pemilihan, maka anggota tersebut harus segera dipenggal kepalanya.

4. Apabila seorang telah terpilih dan minoritas (satu atau dua orang) tidak mengakuinya, maka kepala mereka yang tidak mau mengakui ini harus dipenggal; apabila dua calon didukung oleh jumlah anggota yang sama besar, maka anggota yang menolak terhadap pilihan 'Abdurrahman bin 'Auf harus dipenggal kepalanya.

5. Apabila dalam waktu tiga hari tidak berhasil memilih khalifah, maka keenam-enam anggota harus dipenggal kepalanya, dan menyerahkan kepada rakyat untuk mengambil keputusan.

'Umar bin Khaththab menunjuk Abu Thalhah al-Anshari dari Banu Khazraj sebagai pelaksana perintahnya. Ia disuruh mengambil lima puluh orang anggota sukunya dan dengan pedang di tangan, menjaga di pintu majelis pertemuan yang dilangsungkan di Hujrah 'Aisyah,525 untuk melaksanakan perintah Umar.526

Sa'd bin Abi Waqqash memberikan suaranya pada 'Abdurrahman bin 'Auf yang tidak mencalonkan diri, sehingga 'Abdurrahman bin 'Auf memiliki dua suara yang menentukan.

'Abdurrahman bin 'Auf lalu mengajukan syarat yang diketahuinya tidak mungkin diterima oleh 'Ali bin Abi Thalib, dan hanya formalitas belaka.

'Abdurrahman bertanya kepada 'Ali:

"Apabila Anda terpilih sebagai khalifah, dapatkah Anda berjanji bahwa Anda akan bertindak menurut Al-Qur,an, Sunnah Rasul dan mengikuti peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan Abu Bakar dan 'Umar (sirah Abu Bakar wa 'Umar)?"

'Ali menjawab: "Mengenai Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, saya akan mengikutinya dengan penuh keimanan dan kerendahan hati; namun, mengenai peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan Abu Bakar dan 'Umar, apabila sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah Rasul, maka siapa yang dapat menolaknya! Tetapi, bila bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, siapa yang akan menerima dan mengikutinya! Saya menolak peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan tersebut".527

Tatkala pertanyaan di atas itu diajukan kepada 'Utsman, ia menerima persyaratan itu.

'Abdurrahman bin 'Auf, satu-satunya anggota Syura yang bersenjata, lalu berkata pada 'Ali: 'Baiatlah atau kupenggal lehermu!' atau 'Kami tidak akan memberi jalan lain kepadamu!'528

Utsman dikenal sebagai orang yang lemah. Terlepas dari hubungan kekeluargaan, kelemahan 'Utsman ini dapat dimanfaatkan oleh para aristokrat dan hartawan Quraisy untuk melayani kepentingan mereka. 'Abdurrahman bin 'Auf dan anggota Syura lain adalah hartawan yang mewakili kaum aristokrat ini.

Sedang 'Ali yang hidup dalam kemiskinan dan zuhd -yang terkenal dengan kata-katanya: 'Wahai emas dan perak, godalah orang lain, percuma menggoda diriku!'- tidaklah sesuai dengan selera kaum 'konglomerat' ini.

Suatu kesimpulan lain yang dapat ditarik dari tanya jawab ini ialah kenyataan bahwa ada terdapat perbedaan-perbedaan pendapat yang jelas antara Abu Bakar dan 'Umar di satu sisi, dan 'Ali di sisi lainnya dengan adanya penolakan 'Ali terhadap peraturan dan keputusan yang dibuat oleh para khalifah yang sebelumnya.

Yang terakhir ini menerangkan mengapa kaum Syi'i menolak ijtihad ketiga khalifah Abu Bakar, 'Umar dan Utsman, yang dianggap banyak bertentangan dengan nash sedang kaum Sunni mengikutinya.

1. Keenam anggota Syura tersebut diangkat sendiri oleh Umar bin Khaththab.

2. Tiada seorang pun Sahabat dari kaum Anshar di antara Syura tersebut.

3. Susunan anggota Syura dan syarat yang diajukan Abdurrahman bin 'Auf, tidak memungkinkan Ali terpilih.

23
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 15

Ali Dan Peristiwa Saqifah

Pernyataan Langsung dari Ali; Umar dan Abu Bakar Tahu Betul Hak Ali
Sikap 'Ali terhadap pengangkatan Abu Bakar di Saqifah, diucapakan sekaligus dengan sikapnya terhadap pengangkatan 'Umar dan 'Utsman, dalam khotbahnya yang terkenal sebagai asy-Syiqsyiqiyyah, yang diucapkannya di ar-Rahbah. Khotbah ini dicatat oleh Syarif ar-Radhi dalam Nahju'l-Balaghah yang terkenal itu, yang memuat khotbah-khotbah, pidato-pidato, surat-surat serta ungkapan-ungkapan 'Ali bin Abi Thalib. Khotbah itu sebagai berikut:

Demi Allah, putra Abu Quhafah (Abu Bakar) telah mengenakan busana (kekhalifahan) itu, padahal ia mengetahui dengan yakinnya bahwa kedudukan saya sehubungan (kekhalifahan) itu sama seperti hubungan sumbu dengan roda. Air bah (kebijaksanaan) mengalir ke bawah saya, dan burung (siapa pun) tidak dapat melampaui (ilmu) saya. Saya memasang tirai terhadap kekhalifahan itu dan melepaskan diri daripadanya.

Saya pun mulai berpikir, apakah saya akan menyerangnya ataukah saya harus menanggung cobaan sengsara kegelapan yang membutakan itu sampai orang dewasa menjadi daif, orang muda menjadi tua, dan Mu'min yang saleh hidup dalam kungkungan sampai ia menemui Allah (di saat kematiannya). Saya pun berpendapat bahwa adalah lebih bijaksana untuk menanggungnya dengan tabah. Saya lalu menempuh jalan kesabaran, kendati pun mata rasa tertusuk-tusuk dan kerongkongan rasa tercekik. Saya menyaksikan perampasan terhadap warisan saya hingga yang pertama (Abu Bakar) sampai pada ajalnya; namun ia menyodorkan kekhalifahan itu kepada Ibnu Khaththab sendiri. (Lalu 'Ali mengutip syair A'isya:)

'Hari-hariku kini dilewatkan (dalam keresahan) di atas punggung unta, sedang dahulu hari-hari (kesenangan) kunikmati sambil berkawan dengan Hayyan, saudara Jabir'.

Aneh, semasa hidupnya ia ingin terbebas dari jabatan khalifah, tetapi ia mengukuhkannya kepada yang lain itu ('Umar) setelah kematiannya. Tidak syak, kedua orang ini hanya berbagi tetek susu di antara keduanya saja. Yang satu ini ('Umar) mengungkung kekhalifahan itu rapat-rapat, ucapannya congkak dan sentuhannya kasar. Kekeliruan sangat banyak, dan karena itu maka dalihnya pun sangat banyak. Orang yang berhubungan dengan kekhalifahan itu ibarat penunggang unta binal. Apabila ia menarik kekangnya, moncongnya akan robek; tetapi apabila ia membiarkannya maka ia akan jatuh terlempar. Sebagai akibatnya, demi Allah, rakyat terjerumus dalam kesembronoan, kelicikan, kegoyahan dan penyelewengan. Sekalipun demikian, saya tetap sabar dalam waktu yang lama dengan cobaan yang keras, sampai, ketika ia ('Umar) menemui ajalnya ia menaruh urusan (kekhalifahan) itu Pada satu kelompok dan menganggap saya sebagai salah seorang daripadanya.

Tetapi, ya Allah! apa urusan saya dengan 'musyawarah' ini? Di manakah keraguan tentang saya dibanding dengan yang pertama dari antara mereka (Abu Bakar) sehingga sekarang saya harus dipandang sama dengan orang-orang ini? Namun saya terus merendah sementara mereka merendah, dan membubung tinggi ketika mereka terbang tinggi. Seorang dari mereka berpaling menentang saya karena hubungan kekeluargaannya, sedang yang lainnya cenderung memihak ke jalan lain karena hubungan iparnya, dan ini, dan itu, sampai yang ketiga dari orang-orang ini berdiri dengan dada membusung di antara kotoran dan makanannya. Bersama dia, anak-anak dari kakeknya (Banu Umayyah) pun bangkit menelan harta Allah, bagaikan unta melahap dedaunan musim semi, sampai talinya putus, tindak tanduk menyelesaikannya, dan keserakahannya menyebabkan ia terguling.529

Khotbah asy-Syiqsyiqiyyah, selain dihimpun oleh Syarif al-Radhi, juga banyak dilaporkan oleh penulis-penulis lain, seperti Ibn Abil-Hadid dalam Syarh Nahju'l Balaghah, Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad (meninggal 274 H/ 887 M) dalam Kitab al-Mahasin, Ibrahim bin Muhammad ats-Tsaqafi (meninggal 283 H/896 M) dalam kitabnya al-Gharat, Abi 'Ali Muhammad bin 'Abdul Wahhab al-Juba'i (meninggal 303 H/915 M) dan 'Abdul Qasim al-Balkhi (meninggal 502 H/108 M) dalam kitabnya al-Inshah; Lihat Saduq (meninggal 381 H/991 M) dalam Ilal asy-Syara'i, hlm. 68, Ma'ani, Al-Akhbar, hlm. 132, Mufid, Irsyad, hlm. 166 dan Thusi, Amali, hlm. 237.

Meskipun Nahju'l-Balaghah dihimpun Syarif ar-Radhi (meninggal 406 H/ 1115 M), tetapi, tulisan ini terdapat pada naskah-naskah yang lebih lama, seperti Nashr bin Muzahim al-Minqari dalam bukunya Waq'ah Shiffin, Ya'qubi dalam Tarikh-nya, Jahizh, dalam Ansab al-Bayan wa at-Tabyin, Mubarrat dalam bukunya Kamil, Baladzuri dalam Ansab al-Asyraf dan buku-buku standar dari abad kedua, ketiga dan keempat.

Tatkala 'Ali mendengar dibentuknya dewan oleh 'Umar, dan syarat-syarat pemilihan serta penunjuk 'Abdurrahman bin 'Auf sebagai suara yang menentukan, ia berkata:

'Demi Allah, kekhalifahan sekali lagi diambil dari kami, karena suara yang memutuskan terletak di tangan 'Abdurrahman, seorang sahabat lama ipar 'Utsman, sedang Sa'd bin Waqqash adalah kemenakan 'Abdurrahman dari Banu Zuhrah; tentu saja ketiganya saling mendukung, dan andai kata Zubairdan Thalhah memilih saya, tidak akan ada gunanya'.530

'Ali mengatakan bahwa Abu Bakar dan 'Umar 'merampas' haknya. Ia juga mengatakan bahwa Umar memerah susu untuk 'Umar dan Abu Bakar berdua sekaligus', yang dimaksudkannya bahwa 'Umar memperjuangkan kekhalifahan Abu Bakar sambil mengharapkan bahwa Abu Bakar kelak akan menghibahkan kekhalifahan itu kepada 'Umar. 'Ali juga menuduh bahwa tindakan 'Umar mengangkat enam, orang Alul hall wal aqd yang kemudian terkenal sebagai Syura, telah direncanakan untuk menyingkirkan 'Ali dan memenangkan 'Utsman.

'Ali berpendapat bahwa Abu Bakar dan 'Umar mengetahui betul bahwa kekhalifahan adalah hak 'Ali, seperti roda sebuah kincir, sebab Nabi 'mewasiatkan' Imamah itu kepada 'Ali, sebagaimana kesimpulan dari pidato 'Ali tersebut. Mengapa maka 'Ali mengatakan bahwa Imamah atau kepemimpinan umat adalah hak yang diwariskan kepadanya oleh Rasul dan di ketahui juga oleh 'Umar dan Abu Bakar, akan kita bicarakan pada bab mengenai nas untuk kekhalifahan. Cukuplah apabila dikemukakan di sini bahwa 'Ali menganggap bahwa Rasul telah mewariskan kekhalifahan kepadanya, sebagaimana dikatakannya sendiri.

Dengan kata lain Khilafah atau Imamah, menurut 'Ali, berdasarkan nas. Sebaliknya, menurut Abu Bakar dan 'Umar, sebagaimana kita ikuti dari pertemuan di Saqifah, berpendapat bahwa khalifah berdasarkan pemilihan, musyawarah. Kalau pun ada nas, maka nas itu hanyalah sebuah hadis yang mengatakan bahwa Imam itu dari orang Quraisy.

Malah menurut 'Umar, kaum Quraisy yang menentukan terpilihnya seseorang menjadi khalifah. Semua anggota Ahlu-hall-wa-'aqd yang ditunjuk 'Umar untuk memilih khalifah sepeninggalnya adalah orang Quraisy, dan tidak ada seorang pun dari kaum Anshar.


'Umar Mengakui'-Ali Paling Utama
Apakah 'Umar dan Abu Bakar mengetahui kedudukan 'Ali dalam kekhalifahan itu? Bukankah baru 73 hari sebelum Rasul wafat 'Umar memberi selamat pada 'Ali di Ghadir Khumm dengan kata-kata: 'Mulai sekarang engkau jadi maulaku dan maula kaum mu'minin dan mu'minat?'. Kalau 'Umar mengetahui, maka beranikah 'Umar melanggar 'nash' tersebut?' Untuk itu, marilah kita ikuti dialog-dialog berikut. 'Umar, tatkala sedang memangku jabatan khalifah, terlibat perdebatan dengan seorang remaja kesayangannya tetapi selalu berdebat dengannya, yaitu 'Abdullah bin 'Abbas.

Dialog antara khalifah 'Umar dengan 'Abdullah bin 'Abbas.

'Umar bin Khaththab: 'Apakah engkau mengetahui, hai Ibnu 'Abbas, mengapa kaum kalian menolak menyerahkan khilafah kepada kalian?'

'Abdullah bin 'Abbas: (Saya tidak ingin menjawab pertanyaan 'Umar secara langsung, maka saya kembalikan pertanyaan itu kepadanya)

'Bila saya tidak mengetahui, maka Amiru'l-mu'mininlah yang akan memberitahukannya kepada saya'.

'Umar: Mereka tidak menginginkan kenabian dan kekhalifahan berkumpul sekaligus di tangan Banu Hasyim, karena khawatir kalian akan menjadi sombong dan angkuh; maka kaum Quraish telah memilih sendiri khalifah, dan tindakan mereka ini sungguh tepat dan benar'.

Abdullah: 'Ya, Amiru'l-mu'minin. Jika Anda menginginkan saya berbicara, dan Anda tidak memarahi saya'.

'Umar: 'Silahkan bicara, Ibnu 'Abbas'.

'Abdullah: 'Sehubungan dengan ucapan bahwa kaum Quraisy telah memilih sendiri seorang khalifah, dan bahwa itu adalah pilihan yang tepat dan benar, maka sebenarnya yang lebih tepat dan benar ialah apabila mereka mengikuti apa yang telah dipilih Allah. Dengan mengikuti pilihan Allah, mereka akan menguasai kebenaran, dan tidak akan terlepas, dan tidak ada kedengkian terhadap pilihan Allah.

'Adapun ucapan Anda bahwa mereka tidak senang akan terkumpulnya kenabian dan kekhalifahan pada keluarga kami, maka sesungguhnya Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Qur'an:

'Yang demikian itu karena mereka benci akan apa yang Allah turunkan, maka (Allah) menjadikan sia-sia amal perbuatan mereka.'531

'Umar: Demi Allah! Hai Ibnu 'Abbas, telah sampai kepada saya berita-berita yang tidak saya sukai, yang bersumber dari dirimu. Saya tidak ingin memberitahukan kepadamu, karena saya tidak mau kehilangan rasa hormat saya terhadapmu'.

'Abdullah: 'Apakah itu, ya, Amiru'l-mu'minin? Apabila apa yang saya katakan benar, maka tidak seharusnya kedudukan saya jatuh di hadapan Anda; dan apabila saya salah, orang seperti saya seharusnya membersihkan diri dari kesalahan'.

'Umar: 'Telah sampai kepada saya sebuah berita yang bersumber dari kamu bahwa kekhalifahan telah dialihkan dari Banu Hasyim karena kedengkian dan kezaliman'.

'Abdullah: 'Adapun kata-kata Anda mengenai kezaliman, telah diketahui oleh setiap orang, yang bodoh maupun yang pandai; dan apa yang Anda katakan tentang kedengkian, maka sebenarnya sejak dahulu kala telah ada kedengkian pada zaman Adam, dan kami adalah keturunan Adam yang menderita akibat kedengkian orang terhadap kami'.

'Umar: 'Demi Allah, hai Banu Hasyim; kedengkian yang mencekam hatimu tidak akan hilang atau tidak akan habis selama-lamanya'.

'Abdullah: 'Tunggu dulu. Jangan sekali-kali Anda menuduhkan yang demikian itu kepada jiwa dan hati mereka (ahlu'l bait) karena Allah telah menghilangkan segala nista dari mereka serta menyucikan mereka sesuci-sucinya, dan bahwa Rasul adalah dari Banu Hasyim'.

'Abdullah: ('Umar pergi meninggalkan saya; maka kami pun berpisah).532

Perdebatan kedua

'Abdullah bin 'Abbas bercerita:

Aku mengunjungi 'Umar pada awal masa kekhalifahannya. Aku melihat kurma dalam keranjang yang dibuat dari daun kurma (al-khashfah). Ia mempersilakan aku memakannya. Aku memakan sebutir. Sambil minum dari cangkir yang dibuat dari tembikar,

'Umar bertanya: 'Dari mana engkau, ya 'Abdullah?'

'Abdullah: 'Dari masjid'.

'Umar: 'Bagaimana keadaan putra pamanmu?'

'Abdullah bin 'Abbas: (Karena mengira bahwa yang dimaksud 'Umar ialah 'Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib):

'Kutinggalkan ia bersama teman-teman yang sebaya'.

'Umar: 'Bukan dia; yang kumaksud ialah pemimpin besar kalian ahlu'l-bait'.

'Abdullah: 'Oh, kutinggalkan dia sedang mengaji Al-Qur'an'.

'Umar: 'Hai, 'Abdullah, engkau harus membayar denda berupa unta, apabila engkau menyembunyikan jawaban atas pertanyaanku ini. Apakah persoalan kekhalifahan masih meresahkan hatinya?'

'Abdullah: 'Ya, benar!

'Umar: 'Apakah ia mengaku bahwa Rasul Allah saw telah menetapkannya untuk itu?'

'Abdullah: 'Benar, dan bahkan saya tambahkan lagi, bahwa saya pernah menanyakan kepada ayah saya tentang nas Rasul Allah saw tersebut, dan ia membenarkannya'.

'Umar: 'Memang Rasul Allah saw seringkali melimpahkan pujiannya pada pribadi 'Ali, tetapi itu tidak merupakan hujjah yang pasti atau alasan yang kuat. Dan itu hanyalah sebagai ujian bagi beliau untuk sementara waktu (apakah umatnya mahu menerimanya sebagai khalifah atas mereka, atau tidak). Dan beliau pun pernah berkeinginan untuk menyebutkan namanya secara terus terang, tetapi aku telah menghalangi keinginan beliau itu.533


'Umar: 'Ali Terlalu Muda?
Abu Bakar al-Anbari dalam Amaliah meriwayatkan bahwa 'Ali, suatu ketika, duduk dekat 'Umar di masjid yang penuh jemaah. Setelah 'Ali pergi seorang menyebut 'Ali sebagai seorang yang kelihatan bangga dan percaya akan dirinya sendiri. Maka 'Umar berkata: 'Adalah hak orang seperti dia punya rasa bangga!' Demi Allah, bila tidak ada pedangnya, bagaimana mungkin tonggak Islam akan tegak? Ia adalah seorang pemutus masalah yang paling andal, anggota paling awal dan paling mulia dari umat ini!'. Lelaki itu bertanya: 'Kalau demikian, wahai Amiru'l-mu'minin, apa yang menghalangi kamu sehingga tidak menyerahkan kekhalifahan kepadanya?'. 'Umar: 'Kami mencegahnya, karena ia terlalu muda dan cintanya kepada Banu 'Abdul Muththalib!534

Pada garis besarnya 'Umar mengetahui tuntutan 'Ali, tapi menghalanginya jadi khalifah karena 'terlalu muda', 'cinta pada keluarga 'Abdul Muththalib', 'kaum Quraisy tidak menyukai nubuah dan khilafah berada pada Banu Hasyim, agar mereka tidak angkuh'.535

Juga dalam tradisi sebelum Islam "Senat" atau Nadwa yang dahulunya dijabat hanya oleh orang-orang tua, makin lama makin beralih ke anak-anak muda. Abu Jahl diterima tatkala ia masih belia dan Hskim bin Hazm dipilih tatkala ia baru berumur antara 15 sampai 20 tahun seperti dilaporkan oleh Ibnu Hisyam. Ibnu 'Abd Rabbih meriwayatkan bahwa "Tidak ada raja turun temurun di kalangan Arab jahiliah Makka, maka tatkala pecah perang mereka melakukan pemilihan diantara para tokoh dan memilih satu orang sebagai raja, tidak peduli ia masih muda atau tua. Maka pada perang fijar, misalnya, Banu Hasyim mendapat giliran dan berakhir dengan terpilihnya 'Abbas yang masih kanak-kanak. Lihat Ibnu 'Abd Rabbih, 'Iqdu'l-Farid, jilid 3, hlm. 315.


'Umar Berani Tolak Permintaan Rasul saw
Banyak orang berpendapat bahwa 'Umar memang sengaja, seperti pengakuan 'Umar sendiri, menyingkirkan 'Ali dari jabatan kekhalifahan, meskipun mengetahui dengan sangat jelas bahwa Rasul Allah saw secara langsung maupun tidak langsung telah menunjuk 'Ali sebagai penggantinya. Bukankah 73 hari sebelumnya Rasul Allah saw telah bersabda di Ghadir Khumm: 'Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya maka 'Ali adalah maulanya. Ya Allah cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya!'. Dan 'Umar memberi selamat kepada 'Ali: 'Mulai hari ini engkau adalah maulaku dan maula kaum mu'minin dan mu'minat!'536 Hadis ini sangat kuat dan bukan hadis lemah. Diterima oleh kaum Sunni maupun Syi'i. Kemudian pengingkarannya terhadap perintah Rasull Allah saw untuk mempercepat pasukan Usamah. Ia juga menolak mengambil tinta dan kertas yang diminta Rasul Allah saw tatkala sakit beliau makin berat, peragaan 'Umar yang mengingkari Rasul wafat, pergi ke Saqifah tanpa mengajak 'Ali, pembaiatan 'Umar kepada Abu Bakar terjadi sebelum ada mufakat, malah suasana masih gaduh dan orang sedang meneriakkan nama 'Ali. Tidak mengajak kaum Anshar untuk mendahulukan penguburan Rasul dan bermusyawarah di pusat kegiatan kaum Muslimin, yaitu masjid dengan menghadirkan semua sahabat. Penyerbuan ke rumah Fathimah untuk memaksa 'Ali, keluarga dan teman-temannya membaiat Abu Bakar. Penghibahan jabatan khalifah kepadanya oleh Abu Bakar. ('Ali mengatakan: 'Engkau memerah susu baginya hari ini dan ia akan memerah susu bagimu besok!'). Di kemudian hari, ia menyusun anggota syura demikian rupa sehingga jatuh ke tangan 'Utsman ra yang telah 'diramalkannya' akan secara pelan-pelan mengalihkannya ke Banu 'Umayyah yang menjadi musuh bebuyutan keluarga Rasul Allah saw di zaman jahiliyah dan menimbulkan musibah besar terhadap anak cucu Rasul Allah saw dan pengikut-pengikut mereka.

Bagi banyak orang, tindakan 'Umar ini bukanlah aneh.

Ibn Abil-Hadid melukiskan dengan kata-kata An-Naqib Abu Ja'far Yahya bin Muhammad bin Abi Zaid yang penulis terjemahkan secara bebas:

'Janganlah heran bila 'Umar membaiat Abu Bakar sedang ia mengetahui kedudukan 'Ali. Karena 'Umar punya keberanian untuk itu dan malah ia sering sekali mengingkari perintah Rasul Allah saw dan Rasul diam saja. Banyak sekali contoh yang menyangkut nash seperti pengingkarannya terhadap shalat jenazah orang munafik (yang bernama 'Abdullah bin 'Ubay) sambil menarik baju Rasul Allah saw, mengingkari perdamaian Hudaibiyah, harta rampasan Perang Hunain, perintah Nabi saw untuk menyembelih sebagian unta dalam Perang Tabuk dan memakan dagingnya bila kelaparan, pengingkaran perintah Rasul saw kepada Abu Hurairah untuk menyeru: 'Barangsiapa mengucapkan La ilaha ilallah akan masuk surga', dan memukul Abu Hurairah sampai jatuh, mengingkari Rasul yang memerintahkannya membunuh seseorang sedang Rasul bersabda bila orang tersebut dibunuh, idak akan ada dua orang yang berselisih dan banyak yang lain yang tertulis dalam buku-buku hadis. Tetapi belum pernah terjadi seperti ingkarnya 'Umar terhadap Rasul saw tatkala Rasul sakit yang berakhir dengan wafatnya: 'Bawalah kemari kertas dan tinta, akan kutuliskan kepadamu sebuah surat agar kamu tidak akan pernah tersesat selama-lamanya!' Dan Rasul saw diam saja. Dan sesuatu yang ganjil terjadi. 'Umar berkata: 'Cukup bagi kami Kitab Allah'. Dan orang-orang yang hadir mulai ribut. Ada yang mengulangi sabda Rasul Allah saw dan ada yang mengulangi kata-kata 'Umar. Sehingga Rasul saw bersabda: 'Keluar, tiada pantas bertengkar di depan Rasul saw!.'

Marilah kita lihat sebuah contoh, yaitu penolakan 'Umar tehadap perdamaian Hudaibiyah:

Bukhari menulis dalam shahihnya, Kitab as-Syuruth yang berasal dari 'Umar:537

Aku berkata: 'Bukankah engkau benar-benar Nabi?

Rasul Allah saw: 'Benar!'

'Umar: Bukankah kita berada dalam haq dan musuh kita dalam kebatilan?'

Rasul Allah saw: 'Benar!'

'Umar: 'Bukankah kita telah merendahkan agama kita?'

Rasul Allah saw: 'Aku ini pesuruh Allah SWT. Aku tidak akan menentang Allah SWT. Ia adalah penolongku.'

'Umar: 'Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kami akan mendatangi Bait Allah dan akan bertawaf?

Rasul Allah saw: 'Benar! Apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mengunjunginya tahun ini?'

'Umar: 'Tidak!'

Rasul Allah saw: 'Engkau pasti akan mengunjunginya dan bertawaf!

'Umar meneruskan: 'Aku mendatangi Abu Bakar'.

'Umar: 'Ya Abu Bakar, bukankah Nabi Allah itu haq?'

Abu Bakar: Ya

'Umar: 'Bukankah kita berada dalam haq dan musuh kita dalam kebatilan?'

Abu Bakar: 'Benar'

'Umar: 'Bukankah kita telah merendahkan agama kita?'

Abu Bakar: 'Hai laki-laki, ia adalah pesuruh Allah dan tidak akan menentang Tuhannya, Dia adalah penolongnya! Demi Allah, Ia berada di atas kebenaran.

'Umar: 'Bukankah ia mengatakan bahwa kita akan mengunjungi ka'bah dan bertawaf?'

Abu Bakar: 'Benar! Apakah ia mengatakan kepadamu bahwa engkau akan mengunjunginya tahun ini?'

'Umar: 'Tidak!'

Abu Bakar: 'Maka kau akan mengunjunginya dan bertawaf.'

Dan aku melaksanakannya'.

(Pada waktu penaklukan Madinah, Rasul Allah menyuruh panggil 'Umar dan bersabda: 'Ya 'Umar, ini yang kukatakan padamu')

Setelah Rasul wafat, 'Umar juga telah membuat ijtihad-ijtihad yang dianggap bertentangan dengan nash seperti manakwilkan ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan khumus dan zakat, menakwilkan ayat yang bersangkutan dengan perkawinan mut'ah, 'thalaq' tiga sekaligus', menakwilkan Sunnah Rasul mengenai shalat pada bulan Ramadhan, menakwilkan kalimat adzan, jumlah ucapan takbir pada shalat jenazah dan banyak yang lain.538


Perbedaan
Selama 24 tahun,539 yaitu selama pemerintahan Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman, 'Ali bin Abi Thalib hampir tidak keluar dari rumahnya, seakan-akan ia bukan warga dari umat itu; hanya sekali-sekali ia memberikan pendapat, apabila diminta.

'Umar, misalnya, pernah berkata, 'Apabila tidak ada 'Ali, celakalah 'Umar!' dan 'Mudah-mudahan jangan datang kesulitan apabila 'Ali tidak ada!'540

Tetapi, orang meragukan sampai sejauh mana 'Umar mendengarkan pendapat 'Ali. Veccia Vaglieri melukiskannya:' 'Ali dimasukkan ke dalam Majelis Permusyawaratan para khalifah, dan meskipun ia diminta untuk memberi nasihat dalam masalah hukum, karena penguasaannya terhadap Al-Qur'an dan Sunnah, sangatlah meragukan apakah nasihatnya diterima oleh 'Umar, yang sebenamya memegang kekuasaan bahkan dalam kekhalifahan Abu Bakar sekalipun'.

Disamping keyakinan 'Ali akan Imamah yang berdasarkan nas, yang menjadi haknya, ia juga berbeda pendapat dengan ketiga khalifah sebelumnya dalam masalah-masalah keagamaan. Hal ini nyata sekali, apabila kita lihat bahwa pikiran-pikiran 'Umar mendapat tempat di kalangan kaum Sunni, sedang pendapat 'Ali diikuti kalangan Syiah. Dalam segi politik maupun administrasi, 'Ali juga berbeda pendapat. Dalam masalah pembagian diwan (gajitahunan), misalnya, 'Ali mengubahnya tatkala ia menjadi khalifah di kemudian hari.

Suatu pertanyaan akan timbul setelah kita lihat sikap 'Ali yang dengan tegas menolak pengangkatan Abu Bakar di Saqifah, dengan alasan bahwa Rasul telah menunjuknya sebagai pengganti beliau. Mengapa maka 'Ali tidak melawan dengan kekerasan untuk merebut kekuasaan dari Abu Bakar? Dapat dikatakan di sini bahwa sebenarnya memang ada kesempatan untuk itu.

Ibnu Sa'd dalam Thabaqat menceritakan bahwa sebelum Rasul dimakamkan, 'Abbas berkata kepada 'Ali: 'Saya akan membaiat Anda di depan umum, agar orang lain melakukan hal yang sama'. Mas'udi menceritakan bahwa 'Abbas (paman Rasul dan paman 'Ali) berkata kepada 'Ali: 'Biarkan saya membaiat Anda, wahai anak saudaraku, agar tidak ada keraguan di kalangan rakyat, bahwa Anda adalah khalifah'. Demikian juga penulis-penulis lain, di antaranya Dzahabi, mengatakan bahwa 'Abbas telah berkata kepada Ali: 'Biarkan saya membaiat Anda, agar rakyat mengatakan bahwa paman membaiat kemanakannya'.

Jauhari mengatakan, bahwa 'Abbas kemudian menyalahkan 'Ali, dengan kata-kata:

Tatkala Rasul wafat, Abu Sufyan dan saya (Abbas) datang kepada Anda dan menginginkan Anda menjadi pemimpin, dan saya sendiri akan membaiat Anda. Seluruh keluarga 'Abdul Manaf dan keluarga Banu Hasyim berpihak kepada Anda, maka kepemimpinan Anda akan ditegaskan dengan kukuh. Tetapi Anda mengatakan kepada kami untuk menunda pembaiatan sampai selesainya pemakaman Rasul'.541

Thabari mengatakan bahwa 'Abbas berkata kepada 'Ali agar tidak membuang-buang waktu, tetapi 'Ali tidak mau mendengarkannya.

Agaknya 'Ali menolak pembaiatan dari pendukung-pendukungnya, karena beberapa pertimbangan:

1. 'Ali berpendapat bahwa penguburan Rasul harus didahulukan dari segala-galanya.

2. Ia merasa telah ditunjuk oleh Rasul sebagai penggantinya. Dan ia tidak menyangka akan timbul peristiwa seperti yang terjadi di Saqifah.

Namun, setelah Rasul dimakamkan, hari ketiga setelah beliau wafat, agaknya 'Ali telah mempertimbangkan uituk merebut kekuasaan. Mu'awiyah -Gubernur Syam- tatkala 'Ali telah menjadi khalifah, 25 tahun kemudian, menulis surat kepada 'Ali:

'Seperti baru kemarin engkau meletakkan istrimu (Fathimah) di punggung keledai pada malam hari, yaitu pada waktu Abu Bakar ash-Shiddiq dibaiat. Engkau seharusnya menyuruh istrimu berdiam di rumah dan menjaga anakmu Hasan dan Husain, tetapi engkau malah membiarkan ia menunggang keledai dan mengetuk pintu-pintu rumah para peserta Perang Badr, dan meminta mereka agar tidak mendukung Abu Bakar, Sahabat Rasul, dan agar mereka mendukungmu. Dan tidak ada yang menyambutmu kecuali empat atau lima orang. Saya bersumpah dengan jiwa saya, bahwa bila engkau benar, tentu mereka akan mendukungmu. Engkau menuntut sesuatu yang bukan menjadi hakmu. Kau mengatakan hal-hal yang belum pernah kudengar sebelumnya. Ingatan saya buruk, tetapi saya tidak akan pernah melupakan kata-kata yang engkau katakan kepada Abu Sufyan: Bila engkau mempunyai empat puluh orang, aku akan pergi merebut hakku dari mereka, dengan kekerasan.'542

Ya'qubi, misalnya, mengatakan bahwa beberapa orang telah datang untuk membaiat 'Ali. 'Ali mengatakan kepada mereka untuk kembali esok harinya dengan rambut yang telah dicukur, tetapi hanya tiga orang yang kembali.543

Sesudah itu, 'Ali biasa menunggang keledai bersama istrinya Fathimah untuk mencari dukungan. Tetapi orang-orang berkata kepada Fathimah: 'Wahai, putri Rasul. Kami telah membaiat kepada laki-laki itu (maksudnya Abu Bakar), andaikata anak paman Anda ('Ali) datang lebih dahulu kamitidak boleh memilih yang lain".544

'Ali menjawab: 'Sungguh memalukan! Apakah Anda mengharapkan saya meninggalkan jenazah Rasul dan melibatkan diri dalam perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan'.

Fathimah sering mengatakan bahwa 'Ali telah melakukan apa yang harus dilakukannya, dan Allah akan menanyai mereka tentang apa yang mereka lakukan .545

24
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 16

Pengangkatan Khalifah, Nas atau Musyawarah
Semua ulama sependapat bahwa apabila sesuatu masalah telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya secara jelas, maka memilih yang lain dari itu tidaklah dibolehkan. Dengan kata lain, apabila telah ada nas (nash), maka orang tidak boleh berusaha mencari hukum yang lain daripada yang telah ditetapkan nas. Apabila telah ada nas tentang sesuatu, maka tidaklah boleh melakukan ijtihad mengenai masalah tersebut. Demikian pula tentang pemilihan. Allah SWT berfirman:

Tuhanmu telah berfirman dan memilih apa yang Ia kehendaki. Bagi mereka tiada pilihan. Mahasuci Allah dan Maha tinggi di atas sekutu-sekutu yang mereka persekutukan dengan-Nya.546

Ayat ini menunjukkan dengan tegas bahwa manusia tidak boleh memilih selain apa yang telah dipilih oleh Allah SWT. Dalam surah yang lain, Allah berfirman:

Ingatlah, kepunyaan-Nya ciptaan dan perintah.547

Sebab turunnya ayat di atas itu, menurut ahli tafsir Sunni al-Hazm548 dan banyak ahli tafsir lainnya, adalah jawaban kepada kaum musyrikin yang menuntut kepada Rasul Allah saw agar dua orang, Walid bin Mughirah di Makkah, dan 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi di Tha'if, diangkat menjadi Nabi atau agar mereka menerima wahyu, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:

Dan mereka berkata (pula), Mengapa Al-Qur'an ini tiada diturunkan kepada seorang yang besar dalam salah satu dari kedua kota (Makkah dan Taif)?549

Maka Allah SWT memberitahukan bahwa Allah tiada akan mengutus seseorang dengan mengikuti pilihan orang lain. Dalam surah al-Ahzab, Allah SWT berfirman:

'Tiada dibenarkan bagi orang mu'minin dan mu'minat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu keputusan, bahwa mereka akan mengambil pilihan (lain) dalam soal mereka itu. Barangsiapa yang durhaka kerada Allah dan Rasul-Nya, pastilah ia tersesat dalam kesesatan yang nyata.'550

Allah juga berfirman dalam surah Ali 'Imran:

Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?". Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah". mereka Menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh". dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati.551

Dalam surah al-Hujurat, Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Tetapi takwalah kepada Allah. Sunggh Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.552

Ayat berikut ini ditunjukkan kepada Ibrahim, dalam Al-Qur'an:

'Akan Kujadikan kau imam bagi manusia'. Ibrahim memohon, 'Dari keturunanku juga, jadikan pemimpin-pemimpin'. Menjawab (Tuhan) dan berfirman, 'Janji-Ku tiada berlaku bagi orang yang zalim'.553

Ayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa kepemimpinan itu janji Allah, sedang manusia tidak mempunyai hak untuk memilih. Kepemimpinan (Imamah) adalah hak mutlak dari Allah SWT, dan Allah SWT juga berfirman:

Dan urusan mereka dimusyawarahkan antara sesamanya.554

Ayat ini tidaklah bertentangan dengan ayat yang dikutipkan sebelumnya, karena, sebagaimana telah dikatakan, apabila telah jelas nas dari sesuatu masalah, maka tidak boleh dimusyawarahkan lagi. Perintah Allah serta janjiNya telah demikian jelasnya, sehingga kaum Muslimin tidak boleh lagi memusyawarahkannya.

Demikian pula ayat Al-Qur'an:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.555

Para ulama sependapat bahwa segala sesuatu dapat dimusyawarahkan, kecuali yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya.

Masalahnya sekarang, adakah penunjukkan pengganti Rasul oleh Allah SWT dan Rasul-Nya? Sekiranya tidak ada, maka masalah yang luar biasa pentingnya ini, yaitu pengangkatan pemimpin umat untuk mengganti Rasul, harus dilakukan dengan musyawarah.

25
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 17

Nas Bagi Abu Bakar
Apakah Rasul Allah telah menunjuk atau mengisyaratkan seseorang untuk menjadi khalifah setelah wafatnya Rasul? Kalau ada, siapakah dia?

Dalam pidatonya di Saqifah, Abu Bakar berkata: "Kami adalah orang yang pertama masuk Islam di antara kaum Muslimin, kedudukan kami paling baik, keturunan kami paling mulia dan hubungan kami dengan Nabi paling dekat...

Tentunya sebagian dari kalian mengetahui, bahwa Nabi telah bersabda: 'Pemimpin adalah dari orang Quraisy,' maka janganlah kalian bersaingan dengan saudara-saudara kalian kaum Muhajirin dalam anugerah yang dilimpahkan Allah bagi mereka..."

Terlihat, dalam pidatonya, Abu Bakar membawa alasan bahwa kaum Quraisy lebih dekat pada Rasul, lebih dahulu masuk Islam, dan dengan demikian berhak menjadi pemimpin. Ia juga menyampaikan hadis Nabi yang mengatakan bahwa 'Pemimpin adalah dari orang Quraisy'. Tetapi Abu Bakar tidak mengatakan bahwa Nabi menunjuknya atau memberi isyarat kepadanya untuk menjadi pemimpin. Malah di bagian lain Abu Bakar mengatakan: Saya mengusulkan kepada kalian satu dari dua orang, terimalah siapa yang kalian senangi'. Ia kemudian mengangkat tangan 'Umar bin Khaththab dan Abu 'Ubaidah bin al-Jarrah.

Dari pidato ini jelas bahwa Abu Bakar tidak merasa telah ditunjuk atau diisyaratkan sebagai suksesi Rasul dalam kepemimpinan umat.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa pengangkatan Abu Bakar didasarkan pada 'musyawarah' yang dihadiri oleh kaum Anshar dan enam orang Quraisy: Abu Bakar, 'Umar, Abu 'Ubaidah, 'Abdurrahman bin 'Auf, Mughirah bin Syu'bah dan Salim maula Abu Hudzaifah. Dan sebagaimana kita lihat, Abu Bakar mencalonkan 'Umar dan Abu 'Ubaidah, tetapi kedua orang ini menolak, 'selama masih ada Abu Bakar'.

Itulah sebabnya Ibnu Katsir556 dan as-Suyuthi557 mengatakan bahwa Nabi tidak menunjuk pengganti beliau. Imam Nawawi, dalam keterangannya pada Shahih Muslim, memetik perkataan ummu'l-mu'minin Aisyah, bahwa 'Nabi tidak menunjuk pengganti beliau'. "Dengan ini," kata Imam Nawawi, 'Jelaslah bagi Ahlus Sunnah, kekhalifahan Abu Bakar bukanlah berdasarkan nas.558

Demikian pula, Imam Asy'ari menjelaskan pada akhir kitabnya al-Lam'a, bahwa kekhalifahan Abu Bakar tidaklah berdasarkan nas, begitu pula yang tersebut pada akhir kitabnya al-Ibbanah.

Tetapi, setelah timbulnya protes-protes dari Banu Hasyim, serta para Sahabat yang terkemuka, bahwa peristiwa Saqifah bukanlah 'musyawarah' karena banyak yang tidak diikutsertakan, dan pengakuan 'Umar bahwa peristiwa tersebut adalah suatu perbuatan keliru karena dilakukan secara tergesa-gesa (faltah), serta pengakuan Abu Bakar bahwa ia bukanlah yang terbaik, maka timbullah polemik yang bersifat apologi. Lemahnya argumen bahwa pengangkatan Abu Bakar adalah Ijma', membutuhkan dalil bahwa Rasul telah menunjuk atau mengisyaratkan Abu Bakar sebagai khalifah yang akan menggantikan beliau.

Ada hadis yang mengatakan bahwa Rasul telah menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat jemaah, tatkala Rasul sedang sakit, menjelang akhir hayat beliau. Alasan ini menunjukkan keridaan Rasul Allah menjadikan Abu Bakar sebagai imam shalat, dan oleh karena itu maka kaum Muslimin merelakan Abu Bakar sebagai pemimpin umat Islam. Tetapi, alasan bahwa Rasul Allah menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat tatkala Rasul sedang sakit, didukung oleh hadis yang lemah, saling bertentangan, dan tidak juga tepat dipakai sebagai alasan untuk mendukung kepemimpinan umat.

Rasul tidak menunjuk seseorang untuk mengimami kaum Muslimin ketika beliau sedang sakit, menurut catatan al-Muttaqi al-Hindi.559

Ibnu 'Abdil Barr, ketika membicarakan khalifah Abu Bakar, dalam al-Isti'ab, mengatakan: "Rasul Allah berkata, 'Suruhlah siapa saja menjadi imam shalat!' Lalu Rasul bersabda lagi, 'Siapa yang mau berjemaah, boleh, siapa yang tidak mau, tidak apa-apa!'.

Alasan Rasul tidak menunjuk Abu Bakar jadi imam shalat adalah:

1. Hadis Ibnu Zam'ah yang menceritakan bahwa Rasul menyuruh 'Umar menjadi imam shalat, dan kemudian, setelah mendengar suara 'Umar bertakbir, Rasul bertanya, 'mana Abu Bakar?' dan bahwa Allah dan kaum Muslimin tidak akan menyetujui orang lain menjadi imam selain Abu Bakar, mengandung kontradiksi yang tidak dapat didamaikan. Sebab, andai kata Rasul menyuruh 'Umar menjadi imam, maka sebagai seorang Nabi, beliau tidak lagi akan menanyakan di mana Abu Bakar, apa lagi mengatakan bahwa 'Umar tidak disetujui Allah dan kaum Muslimin. Dan apabila yang diperintah adalah Abu Bakar, maka perintah terhadap 'Umar adalah batil. Apabila 'Umar yang diperintahkan, maka kata-kata 'di mana Abu Bakar?' adalah batil. Dan mustahillah Rasul berbicara tanpa tujuan dan batil seperti itu. Dengan demikian maka hadis tersebut, tidak sah, merupakan tambahan yang diada-adakan kemudian. Ini alasan yang pertama.

2. Alasan kedua yang menolak bahwa Rasul memerintah Abu Bakar menjadi imam shalat, adalah bahwa Abu Bakar, pada waktu Rasul sedang sakit, berada di bawah komando Usamah di Jurf, di luar kota Madinah, dan Rasul mengutuk barangsiapa yang meninggalkan ekspedisi Usamah. Bagaimanamungkin Rasul memerintahkan Anu Bakar dan Umar menjadi imam shalat?

3. Alasan yang ketiga adalah: Sekiranya Rasul menunjuk Abu Bakar menjadi imam shalat, maka ini bertentangan dengan kata-kata Rasul terhadap Ummahat al-muminin dengan kata-kata yang sangat tajam: 'Kamu wanita-wanita adalah seperti wanita-wanita yang mengganggu Nabi Yusuf, yang memaksudkan perempuan yang turut mencampuri urusan orang lain,560 sebagaimana tersebut dalam Shahih Bukhari dan Muslim.561

4. Alasan keempat: yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, yang berasal dari ummu'l-mu'minin 'A'isyah, yang berkata: 'Rasul Allah wafat sementara Abu Bakar berada di Sunh suatu tempat di luar Madinah, dan 'Umar berkata, 'Demi Allah, (Nabi) tidak wafat'. ' Ini menunjukkan bahwa Abu Bakar sama sekali tidak hadir pada shalat dzhuhur di Masjid Nabi pada hari wafatnya Rasul. Bagaimana mungkin Rasul memerintahkan Abu Bakar mengimami shalat itu, sedang ia berada di Sunh?

5. Andai kata benar adanya hadis yang diriwayatkan 'A'isyah, maka Rasul memerintah Abu Bakar mengimami shalat ini pun tidak dapat dijadikan petunjuk bahwa Rasul hendak mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah. Hal ini disebabkan:

I. Apabila imam shalat jemaah dijadikan alasan untuk menjadi khalifah, maka yang paling pantas untuk itu ialah 'Abdurrahman bin 'Auf, karena seperti diriwayatkan oleh Ibnu Katsir562 dan lain-lain, Rasul Allah pernah shalat di belakangnya; dan ini tidak menunjukkan bahwa 'Abdurrahman bin 'Auf berhak menjadi khalifah kaum Muslimin di kemudian hari.

II. Rasul Allah mengangkat Amr bin 'Ash sebagai panglima perang yang membawahi Abu Bakar, 'Umar, dan kaum Muhajirin lainnya serta kaum Anshar, dalam ekspedisi Dzatus-Salasil, dan Amr bin 'Ash menjadi imam untuk seluruh prajuritnya, sebagaimana disebut oleh Ibnu Katsir563, Halabi asy-Syafi'i564, dan Diyar Bakri.565 Kalau imam shalat menunjukkan keutamaan seseorang, maka Amr bin 'Ash lebih berhak menjadi khalifah, sebab Abu Bakar pernah menjadi makmum di belakangnya. Demikian pula Salim maula Abu Hudzaifah pernah diajukan Rasul sebagai imam kaum Muhajirin dan kaum Anshar, sebelum datangnya Rasul di Madinah, karena Salim memang paling banyak menghapal ayat-ayat Al-Qur'an, seperti diriwayatkan Bukhari566. Bila imam shalat dijadikan patokan keutamaan seseorang untuk menjadi khalifah, maka Salim yang menjadi imam Abu Bakar dan kaum Anshar serta Muhajirin lebih pantas menjadi khalifah.

6. Hadis yang berasal dari ummu'l-mu'minin Aisyah itu juga mengandung banyak pertentangan. Pertama yang diriwayatkan oleh Amasy, bahwa 'A'isyah berkata, 'Nabi shalat sambil duduk di sebelah kiri Abu Bakar', seperti tercantum dalam Sahih Bukhari567 dan di bagian lain yang diriwayatkan oleh al-Aswad, ummu'l-mu'minin Aisyah berkata bahwa 'Rasul shalat duduk di samping Abu Bakar'. Dan di bagian lain lagi ummu'l mu'minin disebutkan sebagai telah berkata bahwa Nabi, tatkala beliau sedang sakit, 'shalat sambil duduk di sebelah kanan Abu Bakar yang shalat sambil berdiri'.

7. Hadis di atas bertentangan dengan hadis Shahih Bukhari, yang berbunyi: 'Sesungguhnya imam itu dijadikan pemimpin untuk diikuti; kalau imam shalat sambil duduk, maka seluruh jemaah harus shalat sambil duduk'568. Oleh karena itu maka bila Rasul, sebagai imam, shalat duduk, maka Abu Bakar sebagai makmum juga harus duduk. Ini menunjukkan lemahnya hadis tersebut.

8. Kalau nilai imam shalat demikian pentingnya, dan Abu Bakar betul ditunjuk sebagai imam shalat tatkala Rasul sedang sakit, maka tentulah Abu Bakar telah mengemukakannya di Saqifah.

9. Semua ulama sependapat atas hadis Nabi: 'Shalatlah di belakang orang orang yang baik maupun orang-orang jahat'.

Demikianlah beberapa tanggapan yang dikemukakan Sayyid Amir Muhammad al-Kizhimi al-Qazwi-ni dalam bukunya Ma'a Nasyasyibi fi Kitabihi al-Islam ash-Shahih.Syaikh Muhammad Ridha al-Muzhaffar, dalam bukunya as-Saqifah, mengemukakan pula alasan-alasan tentang lemahnya hadis-hadis tersebut: 'Apabila dengan memerintahkan Abu Bakar menjadi imam shalat Rasul bermaksud mengisyaratkan kekhalifahannya, maka mengapa Rasul memerlukan keluar dari rumahnya dalam keadaan sakit parah, untuk shalat sambil duduk, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis tersebut?

Kemudian, riwayat itu berbunyi: 'Sesungguhnya Abu Bakar shalat mengikuti Nabi, dan jemaah shalat mengikuti Abu Bakar'. Maka, siapakah sebenarnya yang menjadi imam? Kalau Abu Bakar yang menjadi imam, tidak mungkin ia shalat mengikuti Rasul; kalau Rasul Allah yang menjadi imam, maka tidak mungkin jemaah shalat mengikuti Abu Bakar. Maka dikatakanlah bahwa Rasul shalat duduk sebagai imam, dan jemaah tidak dapat melihat rukuk dansujudnya, sehingga harus mendengar dan melihat Abu Bakar yang shalat berdiri. Tetapi ini bertentangan dengan hadis Nabi dalam Shahih Bukhari, bahwa kalau imam duduk maka makmum juga harus duduk.

Hadis-hadis yang berasal dari ummu'l-muminin 'A'isyah ini berisi banyak pertentangan, sebagaimana dikemukakan oleh al-Jauhari:

1. Hubungan 'Umar dengan shalat. Dalam riwayat itu, Nabi bersabda: 'Perintahkan 'Umar menjadi imam!' setelah ummu'l-mu'minin 'A'isyah meminta ayahnya (Abu Bakar) menjadi imam dan ditolak oleh Rasul Allah, tetapi 'Umar berkata kepada Bilal, 'Katakan kepada beliau (Rasul) bahwa Abu Bakar ada di pintu!' Maka Abu Bakar diperintahkan Rasul, ketika itu, untuk menjadi imam. Ketiga, yang pertama shalat adalah 'Umar, tanpa izin Nabi; Setelah Nabi mendengar suara 'Umar, beliau bersabda, 'Allah dan kaum mu'minin tidak akan menyetujui selain Abu Bakar' lalu Rasul perintahkan Abu Bakar menjadi imam, menggantikan 'Umar. Keempat, 'Umar shalat, sedang Abu Bakar tidak ada di sana. Kelima, Nabi menyuruh Abu Bakar jadi imam; Abu Bakar lalu meminta 'Umar menggantikannya, tetapi 'Umar menolak.

2. Tentang perintah Nabi, dengan kata-kata: 'Perintahkan Abu Bakar!' sebagian mengatakan berasal dari Aisyah, sebagian dari Bilal, dan sebagian lagi dari 'Abdullah bin Zam'ah.

3. Tentang siapa yang meminta Rasul menyuruh Abu Bakar menjadi imam. Sebagian mengatakan 'ummu'l-muminin Aisyah yang melakukannya sebanyak tiga kali atau lebih, sebagian mengatakan bahwa 'A'isyah meminta pada Rasul, melalui Hafshah (ummu'l-mu'minin, anak 'Umar bin Khaththab), sekali atau dua kali, dan tatkala Rasul menghardik, Hafshah berkata kepada 'Aisyah, 'Belum pernah aku mendapat kebaikan dari Anda'. Mengenai shalat itu sendiri; sebagian mengatakan shalat 'ashr, sebagian mengatakan shalat 'isya, dan sebagian lagi shalat shubuh.

5. Tentang keluarnya Nabi dari rumah. Sebagian berkata Rasul Allah keluar dari rumahnya dan shalat, sebagian mengatakan bahwa Rasul hanya menjengukkan kepala beliau dari tirai dan melihat orang-orang shalat di belakang Abu Bakar; dan setelah melihat Abu Bakar jadi imam, beliau menutup tirai dan tidak shalat bersama mereka.

6. Apa yang dilakukan Nabi sesudah keluar. Sebagian mengatakan bahwa Rasul Allah shalat sebagai makmum di belakang Abu, Bakar, setelah Abu Bakar mau mundur dan ditolak oleh Nabi. Sebagian berkata bahwa Abu Bakar mundur dan Nabi maju menjadi imam. Sebagian berkata bahwa Abu Bakar shalat mengikuti Rasul, sedang orang-orang yang di belakang mengikuti Abu Bakar. Sebagian lagi mengatakan bahwa Rasul membaca ayat Al-Qur'an setelah Abu Bakar selesai membaca.

7. Tentang duduknya Rasul di samping Abu Bakar. Ada yang mengatakan Rasul duduk di sebelah kiri, ada yang mengatakan di sebelah kanan.

8. Mengenai lamanya shalat. Sebagian mengatakan bahwa Abu Bakar menjadi imam selama Rasul sakit, sebagian mengatakan selama tujuh belas kali shalat. Sebagian mengatakan bahwa Abu Bakar menjadi imam selama tiga hari, sebagian lagi mengatakan enam hari. Yang terbanyak mengatakan bahwa Abu Bakar mengimami shalat hanya satu kali, pada waktu itu saja.

9. Waktu keluarnya Nabi untuk shalat. Sebagian mengatakan bahwa Rasul keluar untuk shalat setelah memerintahkan Abu Bakar menjadi imam, sebagian mengatakan bahwa Rasul hanya keluar untuk shalat dzhuhur, setelah berhari-hari Abu Bakar menjadi imam, dan sebagian lagi berkata bahwa Rasul hanya keluar untuk shalat subuh.

Apabila kita ingat bahwa pada waktu itu Rasul Allah memerlukan keluar Masjid untuk shalat, dengan digotong oleh 'Ali bin Abi Thalib dan Fadhl bin 'Abbas sampai 'kaki beliau tidak menyentuh tanah', seperti disepakati oleh semua, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Rasul tidaklah menunjuk seseorang untuk menjadi imam shalat. Hadis-hadis yang disebut di atas jelas muncul agaknya dibuat karena argumentasi bahwa pengangkatan Abu Bakar merupakan ijma' sukar dipertahankan.

Kesimpulan lain, seperti yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Ridha al-Muzhaffar, adalah bahwa Rasul keluar dengan maksud menjadi imam untuk membuktikan kepada istri-istri Nabi ('A'isyah putri Abu Bakar dan Hafshah putri 'Umar), bahwa beliau tidak menunjuk siapa pun untuk menjadi imam shalat; sebab, sebagaimana dapat kita simpulkan dari hadis-hadis tersebut yang meminta Rasul mengangkat Abu Bakar dan 'Umar menjadi imam shalat adalah 'Aisyah dan Hafshah; dan hadis-hadis yang disampaikan kemudian terbanyak berasal dari Aisyah.

Cukup kita simpulkan di sini penyesalan Abu Bakar yang diucapkannya pada akhir hayatnya, bahwa ia menyesal tidak menanyakan kepada Rasul apakah kaum Anshar dapat menjadi khalifah Rasul, yang menunjukkan keraguan Abu Bakar sendiri terhadap hadis 'Pemimpin itu adalah dari kaum Quraisy', yang digunakan Abu Bakar sebagai hujah di Saqifah. Dan Abu Bakar adalah satu-satunya Sahabat yang meriwayatkan hadis ini.

Akhirnya, tentang alasan Abu Bakar bahwa orang Quraisy adalah paling utama dan lebih dekat dengan Rasul, dan hadis Rasul yang dikemukakan bahwa 'Pemimpin adalah dari orang Quraisy' tidak dapat menyingkirkan Banu Hasyim, apa lagi 'Ali bin Abi Thalib sebagaimana nanti akan dibicarakan pada bab Nas Bagi 'Ali.

26
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 18

Nas bagi Ali

Al-Qur'an Tentang Keluarga Para Nabi
Dalam Al-Qur'an diceritakan tentang para Nabi yang berdoa kepada Allah SWT bagi keluarganya, dan memohon kepada-Nya untuk menuntun keturunan mereka. Allah SWT selalu mengabulkan doa para Nabi dengan memberikan berkah-Nya kepada keturunannya, agar anak cucu Nabi itu dapat melestarikan ajaran orang tua dan datuk kakek mereka, mencontohi kesalehan orang tua mereka, dan menjaga jalan yang lurus' yang diajarkan Nabi itu, yaitu dzurriyah, al, ahl, dan qurba. Dzurriyah, misalnya, yang berarti keluarga, turunan atau keturunan langsung, terdapat dalam 32 ayat al-Qur'an.

Misalnya, Allah SWT berfirman:

(Ingatlah) ketika Ibrahim mendapat ujian dari Tuhannya untuk memenuhi beberapa suruhan, lalu ia menunaikannya. Berfirman (Allah), 'Akan kujadikan kau pemimpin (imam) bagi manusia'. (Ibrahim memohon) 'Dari keturunanku (dzurriyati), juga jadikan pemimpin-pemimpin)'. Menjawab (Tuhan) dan berfirman. 'Janji-Ku tidak berlaku bagi orang yang zalim.569

Di bagian lain, Ibrahim as berdoa kepada Allah SWT:

'Tuhan kami! Aku telah menetapkan sebagian keturunanku di lembah tanpa tanaman, dekat Rumah-Mu yang suci. Tuhan kami! Supaya mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia mencintai mereka, dan berilah mereka rezeki buah-buahan, supaya mereka berterima kasih'.570

Doa ini dikabulkan Allah:

Mereka yang diberi nikmat oleh Allah, para Nabi keturunan Adam dan (keturunan) mereka, yang Kami bawa bersama Nuh (dalam bahtera), keturunan Ibrahim dan Isra'il, dan (keturunan mereka) yang Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, mereka tunduk bersujud dan berurai air mata.571

Dan semua ahli tafsir sependapat bahwa Nabi Muhammad saw adalah dari keturunan (dzurriyah) Ibrahim. Dalam ayat yang lain Nabi Muhammad disebut sebagai keluarga (al) Ibrahim:

Sungguh Allah telah memilih Adam dan Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran di atas segala bangsa.572

Istilah al (keluarga) seperti pada ayat di atas terdapat pada 26 ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan keturunan para Nabi, serta berkah khusus yang dilimpahkan kepada mereka. Di bagian lain Allah SWT berfirman:

Ataukah mereka dengki kepada manusia, karena Allah memberi mereka sebagian dari karunia-Nya? Sungguh, telah Kami beri keluarga Ibrahim Kitab dan Hikmah, dan Kami beri mereka kerajaan yang besar.573

Istilah ahl (keluarga) mempunyai arti yang sama dengan al. Tetapi, bila dirangkaikan dengan bait (rumah) menjadi ahlu'l-bait, maka yang dimasukkan adalah keturunan langsung, seperti terdapat pada ayat Al-Qur'an yang berikut:

Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu'l-bait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersih-bersihnya.574

Jumhur atau kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan ahlu'lbait dalam ayat itu adalah putri Nabi Fathimah, sepupu dan menantu beliau 'Ali bin Abi Thalib, serta kedua cucu yang sangat beliau cintai Hasan dan Husein.


Hadis Kisa
Hadis Kisa yang menyangkut turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh 'Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib, ummu'l-muminin 'A'isyah dan ummu'l-muminin Ummu Salamah, 'Abdullah bin 'Abbas, 'Umar bin Abi Salmah, Abu Said al-Khudri, Sa'd bin Abi Waqqash, Anas bin Malik dan lain-lain.

Ummu Salamah berkata: "Ayat Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu'l-bait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersih-bersihnya turun di rumahku. Dan di rumahku ada tujuh, Jibril dan Mikail as., 'Ali, Fathimah, Hasan dan Husain ra dan saya berada di dekat pintu rumahku."

"Aku bertanya: 'Ya Rasul Allah apakah saya tidak termasuk ahlu'l-bait?" Rasul menjawab: 'Sesunggulmya engkau dalam kebaikan, engkau adalah istri Rasul'. Di bagian lain Rasul menutup 'Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dengan kain (Kisa'), lalu turunlah ayat di atas sehingga dinamakan Hadis Kisa' dan 'Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dinamakan Ahlul Kisa'.575

Istilah lain, yakni qurba (berasal dari kata qaruba yang berarti dekat) dimaksudkan juga keturunan langsung dari seseorang, seperti tersebut pada firman Allah dalam Al-Qur'an:

Itulah (karunia) yang Allah kabarkan beritanya yang gembira kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan melakukan amal kebaikan. Katakanlah, 'Tiada kuminta kepadamu upah untuk itu, hanya kasih sayang kepada keluarga (qurba)'. Dan barangsiapa yang memperoleh kebaikan Kami akan tambahkan pula kepadanya kebaikan. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Berterima kasih.576

Dan sekali lagi, jumhur sependapat bahwa istilah qurba (keluarga) di sini memaksudkan keluarga Muhammad saw, yaitu Fathimah az-Zahra' 'Ali bin Abi Thalib, Hasan serta Husain.

Tentu yang dimaksudkan dengan jumhur (mayoritas) disini adalah tokoh-tokoh Sunni yang mempertimbangkan 'Enam Kitab Shahih', ash-shihah as-sittah, dalam menafsirkan ayat tersebut di atas. Sebab bagaimanapun juga 'Enam Kitab Shahih' yang ditulis oleh enam tokoh terpercaya Ahlus Sunnah seperti Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa'i tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Dan disini penulis tidak bermaksud mengabaikan pemikir-pemikir besar seperti Imam Ibnu Taimiyah, tapi penulis tidak memasukkan tokoh-tokoh seperti Ibnu Taimiyah tersebut karena pertimbangan di atas.

Misalnya Ibnu Taimiyah dalam bukunya Minhaj al-Karamah fi ma'rifah al-Imamah menyangkal Musnad Ahmad dan hadis Bukhari serta Muslim, menganggap Iman Ahmad dan orang-orang sejenisnya sebagai orang-orang bodoh yang tidak mengetahui dan tidak mau mempelajari kitab-kitab ilmuwan (ahlul ilm) dan bahwa Imam Ahmad membohongi 'kesepakatan ilmuwan', di antaranya ayat Surat Asy-Syura di atas. Sebab ayat tersebut adalah Makkiah menurut 'kesepakatan' Ahlus Sunnah sedang 'Ali belum lagi kawin dengan Fathimah dan Hasan serta Husain belumlah lahir. Ia menyangkal penyaksian Ibnu 'Abbas.

Alasan-alasannya memang cukup banyak dan menarik untuk dipelajari. Tetapi Ibnu Taimiyah tidak memberikan alasan sedikit pun mengapa ia memasukkan Asy-Syura ayat 23 tersebut (juga ayat 24, 25 dan 26) sebagai ayat-ayat Makkiah. Lagi pula, andaikata ayat ini ditujukan kepada seluruh kaum Quraisy Makkah seperti dikatakan Ibnu Taimiyah, atau sebagai 'kesepakatan ilmuwan', maka konteks ayat ini menjadi tidak terpahami. Bagaimana mungkin ayat ini ditujukan kepada kaum Quraisy sedang bunyi ayat itu: Tiada kuminta kepadamu upah untuk (tablighku) itu, hanya kasih sayang kepada keluarga (qurba) sedang mereka tidak menerima tabligh Rasul Allah, malah menyiksa, menghina, memburunya sehingga sebagian Sahabat berhijrah ke Habasyah dan Rasul serta sebagian Sahabat lagi berhijrah ke Madinah?

Dalam hadis Ibnu Abbas, diceritakan pertengkaran 'Abbas bin 'Abdul Muththalib dengan orang Anshar. Abbas merasa terhina dan menyampaikannya kepada Rasul. Kemudian terdengar bisikan yang sampai kepada Rasul bahwa kaum Anshar pernah berkata bahwa Rasul dikeluarkan oleh kaumnya, orang Quraisy Makkah, dan beruntunglah ada orang Anshar yang melindungi beliau. Setelah itu orang Anshar merasa menyesal dan ingin mengorbankan seluruh harta dan apa yang ada pada mereka untuk Allah dan RasulNya. Sebagai jawaban, turunlah ayat di atas. Dan tatkala Ibnu 'Abbas ditanya tentang maksud dari istilah qurba dalam ayat tersebut, Ibnu Abbas menjawab: al (keluarga, ahlu'l-bait) Muhammad saw'. Dan dengan demikian, hadis ini berhubungan dengan hadis-hadis Tsaqalain, Manzilah, Pintu Ilmu, Kisa', Safinah, al-Haqq, Dakwah Kepada Keluarga Dekat, Hadis Qasim dan masih banyak hadis lain yang tercantum dalam Enam Kitab Shahih dan buku-buku Sunni terpercaya lainnya yang berhubungan dengan keutamaan dan kedudukan Fathimah, 'Ali, Hasan dan Husain.

Lebih dari seratus ayat Al-Qur'an memuat doa untuk mendapatkan anugerah khusus dari Allah SWT, dan terkabulnya doa tersebut menunjukkan bahwa kesucian keluarga Rasul pada masa itu tidaklah dapat diragukan. Dan tidaklah dapat disangkal keutamaan keluarga Rasul dalam bidang agama, sekurang-kurangnya pada zaman itu.

Tidak ada suatu suku Arab -seperti suku Taim bin Murrah (suku Abu Bakar) atau dari suku Banu 'Adi bin Ka'b (suku 'Umar)- yang dapat disamakan, dilihat dari segi agama, dengan Banu Hasyim (dalam hal ini, 'Ali bin Abi Thalib). 'Ali adalah cicit dari Hasyim dan cucu 'Abdul Muththalib, anak dari paman Rasul Abu Thalib yang merawat Muhammad saw yang yatim piatu itu. 'Ali adalah kawan Rasul yang paling dekat, yang kemudian diangkat Rasul sebagai saudaranya sebelum dan sesudah hijrah. Kalau Khadijah adalah orang pertama, maka 'Ali adalah laki-laki pertama yang masuk Islam. 'Ali adalah suami Fathimah yang memberikan kepadanya Hasan dan Husain, cucu yang sangat dicintai Muhammad saw, yang bahkan disebut beliau 'anak-anakku'.


Hadis al-Ghadir
Tatkala 'Ali menjadi khalifah, sekali ia mengumpulkan orang banyak di pekarangan masjid, lalu ia berkata kepada mereka:

Aku menghimbau, demi Allah, kepada setiap orang di antara kalian yang telah mendengar apa yang diucapkan Rasul Allah saw pada peristiwa Ghadir Khumm, agar berdiri dan memberikan kesaksiannya mengenai apa yang telah didengarnya. Dan hendaklah jangan berdiri selain mereka yang benar-benar telah menyaksikan Rasul Allah dengan kedua matanya dan kedua telinganya.

Maka berdirilah tiga puluh orang di antara para sahabat, dua belas di antaranya adalah pejuang Badr. Dan mereka memberikan kesaksian bahwa Rasul Allah saw telah mengangkat lengan 'Ali dan bersabda: 'Bukankah kalian -semua mengetahui bahwa diri saya adalah yang paling utama menjadi wali bagi diri Anda, lebih dari diri Anda sendiri? 'Mereka menjawab, 'Benar'. Dan beliau berkata lagi, 'Barangsiapa yang mengakui saya sebagai maulanya, maka inilah saudaranya! Ya Allah, cintailah siapa yang memperwalikannya, dan musuhilah siapa yang memusuhinya!'577

Dengan kata lain, 'Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa ia telah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya. Suatu hal yang menarik dari riwayat ini ialah adanya tiga orang yang tidak mau berdiri dan memberikan kesaksiannya pada waktu itu, meskipun ketiganya ikut menyaksikan pidato Rasul di Ghadir Khumm, dan 'Ali menyumpahi mereka. Malah di Ghadir Khumm sendiri pun pada masa itu, seorang yang bernama Harits bin Numan al-Fihri telah membangkang terhadap Rasul dan menuduh beliau belum juga merasa puas dengan agama yang disampaikannya, 'dan mengangkat lengan sepupu Anda ('Ali) dan mengutamakannya di atas kami semua', dan pergilah ia meninggalkan Rasul.

Suatu keanehan, 'Umar bin Khaththab, yang pada waktu Rasul habis berpidato datang memberi selamat kepada 'Ali sebagai pemimpin umat sesudah Rasul, telah 'merampas' kekhalifahan 'Ali -meminjam istilah 'Ali sendiri- meskipun ia telah mengetahui hak 'Ali untuk kekhalifahan 'seperti roda dari sebuah kincir'.

Kuatnya hadis Ghadir Khumm ini tidak dapat disangkal. Di antara para ahli yang menguatkan hadis ini ialah Imam Ahmad bin Hanbal, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan penulis-penulis Sunni lain, seperti Ibnu Atsir dalam Usdu'l-Ghabah, Ibnu 'Abdil Barr dalam Isti'ab, Ibnu 'Abdu Rabbih dalam al-'Iqd al-Farid, dan Jahizh dalam 'Utsmaniyyah. Lebih dari seratus saluran isnad yang berbeda-beda dan paling sedikit 110 Sahabat yang telah menyampaikan kesaksiannya, dan tercatat dalam buku-buku sejarah Sunni membuktikan kuatnya hadis ini. Ibnu Katsir, seorang Sunni yang fanatik, menulis tujuh setengah halaman tentang peristiwa ini.

Setelah melakukan ibadah Haji Perpisahan (Hajjatu'l-Wada) bersama jemaah haji, Rasul berhenti di Ghadir Khumm. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 28 Dzul Hijjah tahun 10 Hijriah, 73 hari sebelum wafatnya Rasul Allah saw, 12 Rabi'ul Awal, tahun 11 Hijriah.

Ghadir Khumm adalah suatu tempat beberapa kilometer dari Makkah ke arah Madinah. Tempat berpaya dan ditumbuhi beberapa pohon rindang ini merupakan sebuah persimpangan. Disini mereka berpisah ke berbagai jurusan. Ada yang ke arah Madinah, Mesir dan Syria.

Di tempat ini pada siang hari itu turunlah ayat Al-Qur'an:

'Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu. Jika tiada kau melakukannya, tiadalah kau menyampaikan amanat-Nya. Allah akan melindungimu dari orang (yang berniat jahat). Sungguh, Allah tiada memberi petunjuk orang yang ingkar.'578

Bahwa ayat yang terkenal dengan nama ayat tabligh (sampaikan) turun dalam peristiwa 'Ali bin Abi Thalib di Ghadir Khumm, diriwayatkan oleh Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari yang berasal dari Zaid bin Arqam579, Ibnu Hatim dari Said al-Khudri dan Ibnu Mardawaih juga dari Sa'id al-Khudri. Yang lain dari Ibnu Mas'ud dan berpuluh-puluh rangkaian isnad yang tidak mungkin dikemukakan disini.

Mufasir Sunni yang kenamaan Jaliluddin Suyuthi (849-911 H/1445-1505 M) dalam tafsirnya ad-Durru'l-Mantsur meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri bahwa ayat ini diturunkan di Ghadir Khumm berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib. Begitu pula Sulaiman bin Ibrahim bin Muhammad at-Hanafi (1220-1294 H/1805-1877 M) dalam tafsirnya, Yanabi'u'l Mawaddah; Abu Salim bin Thalhah asy-Syafi'i dalam tafsirnya Mathalibu's-Sa'ul, dan lain-lain.

Dalam tafsirnya, Suyuthi mencatat riwayat dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan: Pada waktu Rasul masih hidup, kaum Muslimin membaca ayat itu (dengan pengertian) demikian:

Hai, Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu bahwa 'Ali adalah wali mu'minin, dan jika tiada kau melakukannya, tiadalah kau menyampaikan amanatnya. Allah akan melindungimu dari orang (berniat jahat). Sungguh Allah tiada memberi petunjuk orang yang ingkar.580

Karena polemik yang yang kelewat batas, ada yang berusaha menerangkan bahwa ayat ini turun berkenan dengan takutnya Rasul kepada orang Kristen dan Yahudi. Tetapi pada musim haji perpisahan ini tidak ada orang Kristen dan Yahudi di sana yang harus ditakuti Rasul, karena yang hadir pada masa itu hanyalah kaum Muslimin. Dan ayat-ayat mengenai Ahlul Kitab telah turun lama sebelumnya.

Setelah turun ayat tabligh tersebut beliau lalu menunggu orang-orang yang berjalan di belakang sambil menyuruh orang memanggil mereka yang di depan.581

Rasul Allah melarang para Sahabat berhenti di bawah pohon-pohon yang tersebar di dalam lembah itu, dan memerintahkan membersihkan duri-duri yang berhamburan di bawah pohon-pohon tersebut. Beliau kemudian memerintahkan shalat berjemaah.582

Beliau juga menyuruh menjadikan batang-batang pohon sebagai tiang untuk membangun kemah dengan merentangkan kain untuk berteduh dari sengatan matahari.583

Setelah shalat dzuhur pada tengah hari yang menyengat,584 beliau mengucapkan 'Alhamdulillah, memuji Allah SWT, lalu menyampaikan khotbahnya. Setelah mengucapkan apa yang dikehendaki Allah SWT untuk disampaikarmya, beliau berucap:

Wahai manusia, hampir tiba saatnya aku akan dipanggil dan aku pasti akan memenuhi panggilan itu. Dan aku akan dimintai pertanggungjawaban, maka apa yang akan kamu katakan?

Mereka menjawab: Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan dan telah memberi nasihat dengan tulus. Semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya.

Lalu Rasul Allah saw bersabda lagi: Bukankah kalian bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dan bahwa surga-Nya adalah benar, dan neraka adalah haq.

Jemaah: Kami bersaksi seperti yang engkau sampaikan!.

Rasul Allah saw: Ya Allah saksikanlah!. Apakah kamu mendengarkan?

Jemaah: Betul!

Rasul Allah saw: Wahai manusia sekalian, ketahuilah bahwasanya aku akan menjadi pendahulumu meninggalkan dunia ini, dan aku akan menunggumu di telaga Haudh. Haudh yang lebih luas dari (daerah antara) Bashra (sebuah kota dekat Baghdad atau dekat Damaskus pen.) sampai ke Shan'a di mana tersedia gelas-gelas perak sebanyak bilangan bintang-bintang di langit. Dan aku akan bertanya kepadamu tentang dua hal yang berat dan berharga, ats-tsaqalain, bagaimana kamu memperlakukannya sepeninggalku. Yang sebuah adalah yang terbesar yaitu Kitab Allah 'Azza wa Jalla, ujungnya yang satu di tangan Allah dan yang lain di tanganmu. Maka berpeganglah erat-erat kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat dan tidak berubah arah. Dan yang lain adalah 'ithrah-ku, Ahlu'l-bait-ku sebab Allah Yang Maha Meliputi dan Maha Mengetahui telah memberitahukan kepadaku bahwa kedua-duanya tidak akan berpisah sampai menemuiku di Haudh. Dan janganlah kamu mendahului atau mengecilkan keduanya karena dengan berbuat demikian kamu akan celaka, dan janganlah menggurui mereka karena mereka lebih tahu dari kamu!585

Rasul Allah saw bersabda lagi: Tahukah kalian bahwa akulah yang terdahulu menjadi Mu'min dari diri mereka sendiri?!

Hadirin: Benar!586

Rasul Allah: Tidakkah kalian mengetahui atau menyaksikan bahwa aku adalah paling utama menjadi wali bagi setiap kaum mu'minin lebih dari diri mereka sendiri?587

Rasul Allah saw lalu memegang dan mengangkat tangan 'Ali bin Abi Thalib dengan kedua tangannya sehingga hadirin dapat melihat kedua ketiaknya yang putih.588

Kemudian Rastl Allah saw bersabda: Wahai manusia sekalian! Allah adalah maulaku dan aku adalah maula kalian589, maka barang siapa menganggap aku sebagai maulanya, maka 'Ali ini (juga) adalah maulanya!590

Ya Allah, cintailah siapa yang memperwalikannya, dan musuhilah siapa yang memusuhinya!591 Ibnu Katsir meriwayatkan592 dengan kalimat: "Dan aku berkata kepada Zaid: 'Apakah engkau mendengamya dari Rasul Allah' Zaid menjawab: "Setiap orang yang berada dalam kemah-kemah itu melihat dengan kedua matanya dan mendengar dengan kedua kupingnya". Kemudian Ibnu Katsir berkata: "Telah berkata Syaikh kita Abu Abdullah Dzahabi: "Hadis ini adalah shahih!.

Tolonglah siapa yang menolongnya dan tinggalkan siapa yang meninggalkannya!593.

Cintailah siapa yang mencintainya dan bencilah siapa yang membencinya!594

Selanjutnya beliau bersabda: Ya Allah, aku bersaksi!595

Rasul Allah saw tidak berpisah dengan 'Ali sampai turun ayat terakhir:

"Hari ini orang kafir berputus asa, (memalingkan kamu) dari agama. Maka janganlah takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagimu, dan telah Kucukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Kupilih Islam bagimu sebagai agama."596

Akhirnya Rasul Allah bersabda: 'Allah sungguh Maha Besar dengan menyempurnakan agama-Nya dan mencukupkan nikmat-Nya serta meridhai risalahku dan menetapkan wilayah bagi 'Ali!597


'Umar dan Abu Bakar Beri Selamat Pada 'Ali
Sesudah itu 'Umar bin Khaththab datang bersama jemaah menemui 'Ali dan 'Umar berkata: 'Alangkah bahagianya Anda (hani'an laka) wahai Ibnu Abi Thalib, Anda menjadi maula setiap mu'min dan mu'minat!' Dan di riwayat lain: 'Beruntung Anda (bakhin bakhin laka) wahai Ibnu Abi Thalib!'. Dan dalam riwayat lain: 'Beruntungya 'Ali! (bakhin ya 'Ali) engkau menjadi maula kaum mu'minin dan mu'minat!

Ada dengan lafal: "Hani'an laka yabna Abi Thalib! ashbahta wa amsaita maula kulli mu'minin wa mu'ininat!" (Selamat bagimu, hai Ibnu Abu Thalib, engkau telah menjadi maula setiap mu'min dan mu'minat). Ada dengan lafal: "Hani'an laka, ashbahta wa amsaita maula kulli muminin wa muminat!" (tanpa yabna Abi Thalib). Ada "Amsaita yabna Abi Thalib maula kulli mu'minin wa mu'minat yang punya arti sama. Ada "Hani'an laka yabna Abi Thalib, ashbahta maulaya wa maula kulli mu'minin wa mu'minat" (Selamat ya Ibnu Abi Thalib, engkau telah menjadi maulaku dan maula setiap mu'min dan mu'minat). Ada yang berlafal: "Bakhin, bakhin yabna Abi Thalib! yang punya arti serupa. Ada pula dengan lafal: "Bakhin ya aba'l Hasan.. (Selamat ya ayah dari Hasan..!). Ada lagi: "Thuba laka ya abal Hasan.. (Beruntung Anda, ya ayah dari Hasan!). Ada pula: "Bakhin, bakhin laka ya aba'l hasan" (Selamat ya ayah dari Hasan!)598

Demikianlah peristiwa pidato Rasul Allah saw di Ghadir Khumm bila dirangkaikan dari catatan-catatan sejarahwan dan 'ulama Sunni. Sumber-sumbernya hampir tidak terhitung jumlahnya dan barangkali memerlukan beberapa buku terpisah untuk membicarakannya. Mengenai pidato Rasul Allah di Ghadir Khumm, L. Veccia Vaglieri berkata:

Akan tetapi pasti bahwa Muhammad telah berbicara di tempat ini dan mengucapkan kalimat terkenal tersebut karena laporan peristiwa ini telah terpelihara dalam bentuk singkat atau dalam bentuk terinci, bukan hanya oleh al-Ya'qubi yang terkenal bersimpati pada 'Ali, tapi juga dalam kumpulan-kumpulan hadis yang dianggap shahih, terutama dalam Musnad Ibnu Hanbal; dan hadis-hadis adalah demikian banyak dan teruji demikian baik dari berbagai-bagai isnad, sehingga tidak mungkin menolaknya.599

Seorang sarjana masa kini, Husain al-Mahfuzh, dalam penelitiannya tentang Ghadir Khumm, mendapatkan catatan-catatan yang paling sedikit dari 110 Sahabat Nabi, 84 tabi'in, 355 ulama, 25 ahli sejarah, 27 ahli hadis, 11 mufasir, 18 ahli ilmu kalam dan 5 ahli bahasa dalam bukunya Tarikh asy-Syiah.600

Sebagai kesimpulan dapat kita katakan bahwa delapan puluh hari sebelum Rasul wafat, turunlah ayat yang terakhir. Sebelum ayat yang terakhir ini turun, Rasul diperintahkan Allah SWT, dengan wahyu, untuk melakukan sesuatu, yang dilaksanakan Nabi di hadapan kaum Muslimin. Dan yang diperintahkan kepada beliau ialah mengangkat 'Ali sebagai wali atau penguasa kaum Muslimin sesudah Allah dan Rasul-Nya. Maka sukarlah disangkal bahwa pengangkatan 'Ali bin Abi Thalib menjadi wali kaum Muslimin merupakan bagian dari kerasulan dan kesempurnaan risalah yang dibawanya.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa Rasul enggan akan menyampaikannya, karena akan mendapat tantangan, tetapi Allah SWT mengatakan dengan tegas:

"Jika tidak kau melakukannya, tiadalah kau menyampaikan amanat-Nya. Allah akan melindungimu dari orang (yang berniat jahat). Sungguh Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang ingkar".


Hadis al-Manzilah
Turunnya ayat:

"Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang beriman, yaitu mereka yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat sambil rukuk"601 berhubungan dengan 'Ali bin Abi Thalib sebagaimana dimuat dalam buku-buku tafsir, hadis dan fiqih602.

Kita kutip disini dari Tsalabi dalam menafsirkan Surat Al-Ma'idah ayat 55: Abu Dzarr al-Ghifari berkata: Pada, suatu hari kami sedang shalat dzuhur bersama Nabi. Seorang miskin meminta sesuatu, tetapi tiada seorang pun yang memberikannya sedekah. Orang itu lalu menengadahkan tangannya ke atas, sambil berkata: 'Ya, Allah! Jadikanlah saksi bahwa di Masjid Rasul tiada seorang pun memberikan sesuatu'. 'Ali bin Abi Thalib sedang rukuk dalam shalatnya. Ia lalu menunjukkan jarinya, dan pengemis itu kemudian mengambil cincin dijari 'Ali lalu pergi. Rasul yang menyaksikan peristiwa itu mengangkat kepala seraya berkata:

Saudaraku Musa memohon kepada-Mu, 'Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku. Mudahkanlah tugas bagiku. Dan hilangkanlah buhul dari lidahku, supaya mereka paham akan perkataanku. Berikanlah aku seorang pembantu dari keluargaku, yakni Harun saudaraku. Kuatkanlah tenagaku dengan(tenaganya).Dan jadikanlah ia sekutu dalam tugasku.603

Ya Allah, Aku juga adalah Nabi-Mu! Kuatkanlah diriku dan mudahkanlah tugas-tugasku, dan jadikanlah 'Ali sebagai pembantuku dan sekutuku!'

Abu Dzarr al-Ghifari melanjutkan, 'Kata-kata Nabi malah belum selesai tatkala turun ayat (untuk kaum Muslimin), yang berbunyi:

"Sungguh, walimu hanyalah Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman, yaitu orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat tatkala ia sedang rukuk."604

Tatkala meninggalkan kaumnya ke gunung Thur selama empat puluh hari, Musa menunjuk Harun menjadi Imam bagi kaumnya. Rasul melakukan hal yang serupa. Beliau meninggalkan 'Ali di Madinah waktu perang Tabuk. Tatkala 'Ali mengeluh kepada Rasul yang akan meninggalkannya di rumah dan tidak ikut berperang, Rasul berkata:

Apakah engkau tidak puas dengan kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja tiada Nabi sesudah aku.605

Permohonon Musa agar Allah memberinya seorang wazir diceritakan dalam Al-Qur'an:

"Berikan aku seorang wazir dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku. Teguhkan tenagaku dengan tenaganya, dan jadikanlah ia sekutuku dalam tugasku."606

Dan di bagian lain, pesan Musa terhadap Harun:

Dan Allah mengabulkan permintaan itu: "(Allah) berfirman: Ku-kabulkan permintaanmu, hai Musa!"607

Nash di atas menunjukkan bahwa 'Ali orang kedua sesudah Rasul, wazir Rasulullah saw baik semasa hidup maupun sesudah wafatnya Rasul dan umat Islam wajib taat kepadanya.


Hadis Dakwah Kepada Keluarga Dekat
Pada tahun ketiga masa kenabiannya, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasul:

Berilah peringatan kepada keluargamu terdekat!608

Rasul Allah lalu mengundang sekitar empat puluh orang anggota keluarga dekat beliau, di antaranya adalah paman beliau Abu Thalib, Hamzah, 'Abbas dan Abu Lahab. Kemudian Rasul Allah berkata: 'Wahai anak-anak 'Abdul Muththalib! Saya bersumpah dengan nama Allah, di antara seluruh suku Arab, saya tidak mengetahui adanya seorang yang akan membawa bangsa Arab kepada sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah saya sampaikan kepada Anda sekalian. Saya membawa Anda kepada keselamatan dunia dan akhirat. Allah telah memerintahkan saya untuk mengundang Anda sekalian kepadaNya. Maka siapa di antara kalian yang mau membantu dalam urusan ini akan menjadi saudaraku, pengemban wasiatku dan menjadi khalifahku untuk kalian. Mereka yang hadir tetap diam, dan saya meskipun paling muda, paling banyak bertahi-mata, berperut paling gendut dan berkaki paling kecil dibandingkan dengan mereka, saya berkata: 'Ya, sayalah ya Nabi Allah yang akan menjadi pembantumu dalam urusanmu.

Maka beliau lalu memegang tengkukku, kemudian bersabda: 'Inilah saudaraku (akhi), dan pengemban wasiatku (washi) dan khalifahku (khalifati)bagi Anda sekalian. Dengarkan kata-katanya, dan turutilah dia!', 'Ali melanjutkan riwayatnya: Lalu mereka semua tertawa dan berkata kepada Abu Thalib: 'Muhammad sedang mengatakan kepadamu untuk mendengarkan dan mematuhi kata-kata anakmu!'

Pidato Rasul Allah saw yang diucapkan pada jamuan makan yang dipersiapkan 'Ali atas perintah Rasul yang dihadiri oleh keluarga dekatnya, disebabkan turunnya ayat: 'Berilah peringatan kepada keluarga terdekat' di atas. Lafal di atas dikeluarkan oleh Abu Jafar Iskafi, seorang ulama Mu'tazilah Baghdad yang meninggal tahun 240 H/854 M dalam bukunya Naqdha'l-'Utsmaniyah609 dengan kata-kata: 'Hadis ini shahih!'610

Thabari sendiri tidak menolak hadis ini, tetapi di dalam Tafsir-nya ia 'mempersingkat' sabda Rasul Allah seperti ini: 'Maka barangsiapa di antara kalian yang mau membantuku dalam urusan ini akan menjadi saudaraku dan ini serta itu (kadaz wa kadaz), sampai kepada sabda Rasul Allah: Inilah saudaraku dan ini serta itu (kadaz wa kadaz)!611. Dan anehnya Ibnu Atsir tidak mengutip Tarikh karangan Thabari, tetapi mengutip Tafsir-nya612. Di situ ia mengganti washi dan Khalifati dengan 'kadaz wa kadaz'. Muhammad Husain Haikal dalam bukunya Hayat Muhammad cetakan pertama, hlm. 104, menghilangkan kata Khalifati sehingga yang tertinggal hanyalah kata-kata Inilah saudaraku (akhi) dan pengemban wasiatku (washi).

Hadis ini diperkuat dengan catatan bahwa Rasul Allah pada kesempatan lain, yaitu tatkala Salman al-Farisi bertanya kepada Rasul, bahwa kalau para Nabi yang terdahulu memiliki pengemban wasiatnya lalu siapa washi Rasul Allah. Rasul Allah menjawab bahwa washi-nya adalah 'Ali bin Abi Thalib613. 'Ali sendiri menyebut dirinya sebagai pengemban wasiat Rasul Allah614. Juga surat Mu'awiah kepada Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq615. Juga pidato Hasan bin 'Ali tatkala ayahnya meninggal' Saya, Hasan bin 'Ali, saya anak al-washiy616. Juga 'Abdullah bin 'Ali, paman khalifah Abbasiah yang pertama, Si Penumpah Darah.617

Juga syair dari Fadhl bin 'Abbas618. Juga syair dari Asytar pada waktu Perang Jamal619.

Bahwa keluarga Banu Hasyim menganggap 'Ali sebagai pengemban wasiat Rasul Allah, dapat disimpulkan dari pernyataan pamannya 'Abbas tatkala Rasul Allah wafat: 'Wahai anak saudaraku! Ulurkan tanganmu, aku hendak membaiatmu agar orang mengatakan bahwa paman Rasul Allah membaiat anak saudaranya dan dengan demikian tiada seorang pun akan berselisih paham tentang dirimu'.620

Bahwa Ali dikenal sebagai Wasiy di kalangan para Sahabat, dapat diikuti kata-kata ummu'l-mu'minin 'A'isyah bahwa tatkala orang-orang berkata di hadapan 'A'isyah bahwa 'Ali adalah 'pengemban wasiat', maka 'A'isyah mengatakan bahwa Rasul Allah pada saat menjelang wafatnya sedang bersandar ke dadanya atau pangkuannya dan balik bertanya:

'bagaimana beliau menyampaikan wasiat kepadanya?'621. Bagaimanapun juga pandangan 'Aisyah tentang wasiat, yang tentunya berbeda dengan pandangan 'Ali, namun hadis ini menunjukkan bahwa pada masa itu ada pandangan bahwa 'Ali adalah 'washi'. Dan bagaimanapun juga hadis 'A'isyah bahwa Rasul wafat sambil bersandar kepadanya harus dibandingkan dengan hadis ummu'l-muminin Ummu Salamah, karena Aisyah tidak menyukai 'Ali.

Kembali ke hadis yang berhubungan dengan turunnya ayat 'Berilah peringatan kepada keluargamu terdekat, ada hadis yang dikatakan berasal dari Ibnu Abbas bahwa Rasul Allah telah bersabda: 'Hai Banu anu, hai Banu anu, hai Banu 'Abdi Manaf, hai Banu Abdul Muththalib..'. dan seterusnya, hadis ini umumnya ditolak karena bertentangan dengan ayat Al-Qur'an. Rasul diperintahkan untuk memberikan peringatan kepada keluarga terdekat. DalamMajma' ada hadis yang berbunyi seperti itu yang berasal dari Sa'id bin Jabir dan Ibnu Abbas, tetapi hadis itu tidak berhubungan dengan turunnya ayat 'peringatan kepada keluarga terdekat'.


Hadis Tsaqalain
Rasul Allah bersabda:

'Agaknya Allah akan memanggilku kepada-Nya, dan aku harus memenuhi panggilan-Nya. Tetapi aku meninggalkan padamu dua barang mulia dan berharga (at-tsaqalain): Kitab Allah dan keluargaku (ahlu'lbait). Hati-hatilah kamu memperlakukan keduanya. Kedua barang berharga (ats-tsaqalain) tersebut tidak akan berpisah antara satu sama lainnya sampai keduanya bertemu dengan aku di Kautsar'.

Hadis yang berasal dari Zaid bin Arqam ini tercatat dalam 39 jalur Sunni.622

'Abdullah bin Abbas bertanya kepada Rasul: 'Siapakah ahlu'l-bait yang wajib dicintai kaum Muslimin?' Rasul menjawab: 'Ali, Fathimah, Hasan dan Husein'.623

Hadis al-Haqq
Ummu'l-mu'minin Ummu Salamah (istri Nabi) berkata: Saya mendengar Rasul Allah bersabda: 'Ali bersama kebenaran (al-haqq) dan al-Qur'an, dan kebenaran dan Al-Qur'an bersama 'Ali; dan mereka tidak terpisahkan sampai mereka bertemu denganku di Kautsar'. Hadis ini tercatat dalam lima belas jalur Sunni.624


Hadis Safinah
Ibnu Abbas berkata: 'Nabi bersabda:

'Keluargaku seperti bahtera Nabi Nuh; barangsiapa yang masuk ke dalamnya akan selamat, dan barangsiapa yang meninggalkannya akan tenggelam'.

Terdapat sebelas jalur yang dicatat oleh Bahrani dalam bukunya Ghayatu'l-Maram.625


Hadis 'Ali pintu ilmu
Rasulullah bersabda, "Aku adalah kota ilmu dan 'Ali pintunya. Barangsiapa menginginkan ilmu maka datangilah pintunya".

Hadis ini berasal masing-masing dari 'Ali bin Abi Thalib, 'Abdullah bin 'Abbas dan Jabir bin 'Abdullah al-Anshari.626

27
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 19

Apendiks

Riwayat Tiga dan Tiga
Dari 'Abdurrahman bin 'Auf yang berkata bahwa ia menghadap Abu Bakar ash-Shiddiq ra yang sedang sakit yang mengakibatkan ia meninggal dunia.627

Kita petik catatan Ibnu Qutaibah:

Abu Bakar memerintah dua tahun dan beberapa bulan, kemudian ia sakit yang mengakhiri hidupnya. Sahabat-sahabat Nabi saw menjenguknya, di antaranya 'Abdurrahman bin 'Auf yang berkata kepadanya: 'Bagaimana keadaanmu wahai khalifah Rasulullah? Aku sungguh mengharapkan Anda lekas sembuh'. Abu Bakar menjawab: 'Anda mengharap demikian?'. 'Abdurrahman bin 'Auf: 'Ya'. Abu Bakar: 'Aku sakit berat…'628

Selanjutnya Abu Bakar berkata: 'Aku tidak menyesali sesuatu dari dunia ini, kecuali:

1. Tiga yang kulakukan, seharusnya tidak kulakukan (laitani kuntu taraktu hunna)

2. Tiga yang tidak kulakukan, seharusnya kulakukan (laitani kuntu fa'altu hunna)

Tiga yang kulakukan tapi seharusnya tidak kulakukan adalah:

1. Aku ingin agar aku tidak membuka tirai rumah Fathimah biarpun dengan demikian akan timbul peperangan.629

2. Aku ingin agar tidak membakar Fuja'ah as-Silmi. Aku seharusnya segera membunuhnya dan menghabisinya.

3. Aku ingin pada peristiwa Saqifah Bani Sa'idah, aku memikulkan beban khalifah di pundak satu dari dua orang, 'Umar atau Abu 'Ubaidah dan aku jadi wazirnya.

Tiga yang tidak kulakukan dan ingin kulakukan adalah:

1. Seharusnya kupenggal leher Asy'ats bin Qays dan tidak membiarkan ia hidup.630

2. Sebaiknya kukirim Khalid bin Walid ke Syam dan 'Umar bin Khaththab ke Irak.631

3. Aku mestinya bertanya kepada Rasul, siapa seharusnya jadi khalifah, agar tidak akan berselisih dua orang. Kuingin bertanya apakah kaum Anshar juga berhak atas kekhalifahan ini632, dan kuingin tanyakan mengenai warisan633 terhadap putrinya.634

Orang tentu saja heran mengenai logika Abu Bakar yang sampai akhir hidupnya, agaknya tidak begitu yakin apakah kekhalifahan ditentukan oleh nash atau musyawarah.

Karena nash harus didulukan dari musyawarah, maka bagaimana pula menafsirkan nash untuk 'Ali yang tertera dalam kitab-kitab shahih yang berbunyi seperti:

1. Barangsiapa menganggap aku sebagai pemimpinnya maka 'Ali juga adalah pemimpinnya.

2. Aku tinggalkan kepadamu dua masalah yang berat635: Kitab Allah dan keluargaku, ahlulbaitku.

3. Aku tinggalkan kepadamu dua khalifah, Kitab Allah dan ahlul baitku.

4. Kedudukan 'Ali di sisiku seperti kedudukan Harun terhadap Musa, kecuali tiada lagi Nabi sesudahku.

5. Apakah kau tidak gembira bahwa kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali kau bukan Nabi, dan aku tidak ingin bepergian kecuali engkau jadi khalifahku?

6. Telah diwahyukan kepadaku mengenai 'Ali, tiga hal: bahwa ia adalah penghulu kaum muslimin, Imam kaum yang bertakwa dan pemimpin orang-orang mulia.636

7. 'Ali adalah ash-Shiddiqu'l-akbar dan Faruq umat ini, yang memisahkan kebenaran dan kebatilan, pemimpin kaum beriman.

8. 'Ali adalah lambang tuntunan, imam dari para waliku, cahaya dari orang yang taat kepadaku, kalimat penawar fitnah bagi kaum yang bertakwa. Menyintainya berarti menyintaiku, dan barang-siapa yang membencinya berarti membenciku.

9. 'Ali adalah saudaraku, pengemban wasiatku, pewarisku dan khalifah sesudahku.

10. 'Ali adalah penghulu yang terhormat637, harapan kaum muslimin, pemimpin kaum yang beriman,638 tempat rahasiaku dan ilmuku dan pintuku, tempatku berteduh, pemikul wasiat ahlu'l-baitku, yang terbaik dari umatku dan dia saudaraku di dunia dan akhirat.

11. 'Ali adalah saudara dan wazirku dan yang terbaik dari yang kutinggalkan.

12. 'Ali bersama hak dan hak bersama 'Ali dan tidak akan pernah berpisah keduanya sampai bertemu denganku di telaga al-haudh.

13. 'Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya, dan 'Ali adalah lidah kebenaran, dan kebenaran mengikuti kemana 'Ali pergi.

14. 'Ali bersama Al-Qur'an dan al-Qur'an bersamanya, keduanya tidak akan berpisah sampai bertemu denganku di telaga al-haudh.

15. 'Ali dari diriku dan aku dari dirinya, dan ia pemimpin semua kaum mu'min sesudahku.

16. 'Ali adalah maula semua mukmin dan mukminat sesudahku.

17. 'Ali diturunkan Allah dari diriku sebagaimana aku dari padanya.

18. 'Ali adalah wali semua mu'min sesudahku.

19. 'Ali adalah dari diriku sebagaimana halnya aku dari rabbiku.

20. 'Ali adalah wali kaum mukminin sesudahku.

21. Barangsiapa menganggap Allah dan Rasulnya sebagai pemimpinnya maka 'Ali adalah pemimpinnya juga.

22. Tidak boleh ada yang menyampaikan dari diriku kecuali saya atau seorang lelaki dari diriku sendiri.

23. Tiada Nabi kecuali memiliki pasangan yang serupa, nazhir dan 'Ali adalah nadzir-ku.

24. Aku dan 'Ali adalah hujjah, argumen umatku pada hari kiamat.

25. Barangsiapa menaati 'Ali639, maka ia menaatiku, dan barangsiapa menentang 'Ali640 maka ia menentangku.

Kalau hadits-hadits ini tidak dianggap nash lalu hadits-hadits bagaimana pula yang diharapkan Abu Bakar akan diucapkan Rasul untuk kaum Quraisy atau Anshar yang ingin ditanyakan oleh Abu Bakar?

Kalau nash yang didengar Abu Bakar seorang diri dari Rasul, 'Pemimpin adalah dari kaum Quraisy' dijadikan hujjah Abu Bakar di Saqifah diragukan, mengapa pula menolak demikian banyak nash untuk 'Ali?

Bukankah keraguan ini merupakan musibah besar, karena nash yang diragukan ini telah menyebabkan tersingkirnya suara mayoritas Anshar di Saqifah? Dan dengan demikian meragukan keabsahan kekhalifahan yang dipegang Abu Bakar sendiri?

Dan mengapa pula Abu Bakar menghibahkan kekhalifahan kepada 'Umar dan tidak mengadakan musyawarah sekali lagi dan mengatakan kepada para hadirin bahwa ia sebenarnya tidak mendengar sendiri hadits tunggal tersebut?


Asy'ats bin Qays al-Kindi
Nama aslinya Ma'di Karib, tetapi karena rambutnya acak-acakan, maka ia dinamai Asy'ats, Si Rambut Acak.641 Sebelah matanya jadi buta pada waktu perang Yarmuk, setelah ditawan karena murtad dan telah membunuh banyak kaum Muslimin, ia dibawa ke Madinah. Ia lalu menerima Islam untuk kesekian kalinya dan dikawinkan Abu Bakar dengan adiknya Umm, Farwah binti Abi Quhafah, yang dua kali jadi janda, janda al-Azdi dan Tamim ad-Darimi.
Umm Farwah juga buta sebelah matanya.

Setelah dinikahkan ia menghunus pedangnya dan masuk ke pasar unta kota Madinah dan tanpa memilih jantan atau betina ia memotong urat keting unta-unta yang ada. Orang-orang berteriak, "Asy'ats telah kafir" Ia menyarungkan pedangnya sambil berteriak: 'Demi Allah aku tidak kafir, tapi lelaki itu telah mengawinkan adik perempuannya denganku. Di tempat kami, walimah, pesta perkawinan, lebih dari ini. Hai penduduk Madinah, makanlah, hai pemilik unta ambillah uangnya dan hari itu diserupakan dengan Hari Raya Kurban.642

Hujur bin 'Adi643 melaporkan bahwa Asy'ats bin Qays ini mengotaki pembunuhan Imam 'Ali bin Abi Thalib. Pada malam pembunuhan, Ibnu Muljam datang kepada Asy'ats bin Qays dan keduanya beristirahat di sudut masjid dan duduk di sana sampai Hujur bin 'Adi lewat dan mendengar Asy'ats berkata kepada Ibnu Muljam: "Cepat, atau cahaya fajar akan menyulitkanmu." Tatkala mendengar ini Hujur berkata pada Asy'ats: "Hai orang bermata satu, a'war, engkau berencana membunuh 'Ali" dan ia segera pergi kepada 'Ali bin Abi Thalib, tapi ia sudah didahului Ibnu Muljam yang telah membacok 'Ali. Tatkala berpaling, Hujur mendengar orang sedang menjerit: "'Ali dibunuh!"644


Peristiwa Fuja'ah
Mengenai Al-Fuja'ah yang dibakar hidup-hidup oleh Abu Bakar, nama panggilan Iyas bin 'Abdullah bin 'Abd Yalil, adalah seorang lelaki dari Bani Salim yang mendatangi Abu Bakar dan berkata: 'Saya adalah seorang Muslim dan ingin berjihad melawan kaum 'murtad', maka ajaklah saya.' Abu Bakar mengabulkannya dan Fuja'ah ternyata merampok kaum Muslimin dan kaum yang 'murtad' sekaligus. Ia mengambil harta benda mereka, dan membunuh yang menghalanginya. Ia ditemani seorang lelaki dari Bani Syarid yang bernama Najbah bin Abi ats-Tsana'. Tatkala Abu Bakar mendengar berita ini ia menulis kepada Tharifah bin Ja'jaz:

"Sesungguhnya musuh Allah Fuja'ah mendatangi saya dan mengatakan bahwa ia Muslim dan memohon agar ia dibolehkan memperkuat pasukan melawan kaum murtad, yang keluar dari Islam. Maka saya mengambilnya dan mempersenjatainya. Telah sampai kabar kepada saya bahwa ia ternyata tidak membedakan muslim dan 'murtad' dan merampas harta mereka serta membunuh siapa saja yang menghalangi. Kejar dia lalu bunuhlah dia atau bawa dia kepadaku." Tharifah mengejamya. Tatkala bertemu mereka saling memanah dan Najbah bin Abi ats-Tsana' terpanah. Tatkala melihat temannya terbunuh, Fuja'ah berkata kepada Tharifah: "Demi Allah engkau lebih dahulu jadi Amir dariku. Engkau Amir bagi Abu Bakar dan demikian pula aku." Tharifah menjawab: "Bila Anda bicara benar, maka letakkan senjatamu."

Dan Tharifah mengantarnya kepada Abu Bakar. Dan setelah menghadap, Abu Bakar memerintahkan Tharifah bin Jajaz dengan kata-kata: "Bawa dia ke pekuburan al-Baqi' dan bakarlah dia dengan api." Tharifah lalu membawanya ke tempat pembakaran, menyulut kayu bakar dan melempar Fuja'ah ke dalam api.

Dan dalam lafal Thabari: Ia lalu menyulut api di atas tumpukan kayu bakar di Tempat Pembakaran al-Madinah, kemudian melemparkannya ke dalam api dengan badan terikat." Dan dalam lafal Ibnu Katsir: Kedua tangan diikat bersama di tengkuknya dan dilemparkan ke dalam api dalam keadaan terikat dan badannya kemudian terpisah-pisah."645


Pembakaran Bani Salim
Diriwayatkan dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya 'Urwah bin Zubair: 'Di daerah Bani Salim terdapat kaum 'murtad' maka Abu Bakar mengirim Khalid bin Walid dan kaum lelakinya dikurung dan dibakar hidup-hidup. Berita ini sampai kepada 'Umar bin Khaththab dan ia lalu mendatangi Abu Bakar dan berkata: 'Panggilkan lelaki yang mengazab orang dengan azab yang hanya Allah 'Azza wa Jalla boleh melakukannya. Abu Bakar menjawab: "Demi Allah, aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk melawan musuh-musuh-Nya…646

Maksud 'Umar adalah hadits Nabi: "Janganlah menyiksa orang dengan api, kecuali Pemilik api. "Rasul juga bersabda: "Sungguh tidak boleh mengazab orang dengan api, kecuali Allah." Rasul juga bersabda:."Jangan menyiksa dengan api, kecuali Pemiliknya."647

Orang tidak mengetahui mengapa ia digambarkan sebagai pedang yang dihunus Allah untuk melawan musuh-musuhnya, sedang 'Umar mengatakannya sebagai musuh Allah yang membunuh Muslim dan meniduri istrinya malam itu juga, atau seperti dilaporkan oleh sejarawan Ibnu 'Asakir bahwa ia dan pembantunya Dharar bin Azwar adalah pembunuh berdarah dingin, pemabuk dan penzina.648


Kaum Murtad
Penyesalan Abu Bakar bahwa ia seharusnya mengirim Khalid bin Walid ke Syam, mungkin berkaitan dengan Perang Ridat, peperangan terhadap kaum Muslimin yang tidak hendak membaiat Abu Bakar dan tidak mengirim zakatnya ke Madinah tanpa lebih dahulu melakukan musyawarah atau memberi tenggang waktu, yang dikritik oleh 'Umar bin Khaththab dan banyak ulama.

Riddah atau kemurtadan berasal dari kata kerja radda, yaruddu berarti: mengembalikan atau ditolak.

Makna pertama, mengembalikan, terlihat dari ayat berikut:

"Hai orang yang beriman! Jika kamu patuhi orang yang kafir, Mereka akan kembalikan kamu (pada kekafiran) Sehingga kamu berbalik dengan menderita kerugian." (Qs. Ali 'Imran: 149)649

Contoh arti kedua, karta kerja pasif ditolak terdapat dalam Al-Qur'an:

"Jika mereka mendustakanmu, Katakanlah, Tuhanmu penuh rahmat yang luas lapang, Dan azab-Nya tiada dapat ditolak dari kaum yang berdosa." (Qs. Yusuf: 147?)650 Dan kata Irtidad dari kata kerja irtadda, yartadidu berarti kembali atau berbalik, seperti Al-Qur'in Surah 12 ayat 96.

Kata kerja radda atau yaruddu berati juga memurtadkan, dan kata kerja irtadda berarti menjadi murtad, seperti bunyi ayat Al-Qur'an:

"Mereka menanyakan kepadamu tentang Berperang dalam bulan haram Jawablah, "Berperang dalam bulan itu adalah (dosa yang) besar" Tapi lebih besar (dosanya) menurut Allah, Menghalangi orang dari jalanNya, dan mengingkari-Nya, (Menghalangi orang masuk) Masjidil Haram, Dan mengusir penghuninya dari sekitarnya. Fitnah itu lebih jahat dari pembunuhan. Dan tiada mereka berhenti memerangi kamu, Sebelum mereka memurtadkan (yaruddu) kamu dari agamamu, Sekiranya mereka mumpu (melakukannya).

Dan barang siapa di antara kamu murtad (yartadidu) dari agamanya Lalu mati dalam kekafiran, Merekalah orang yang amalnya sia-sia di dunia dan akhirat. Mereka penghuni-penghuni api (neraka) Mereka tinggal di dalamnya selama-lamanya. (Qs. Al-Baqarah: 217)

Riddah atau irtidad dengan demikian berarti ridat atau kemurtadan. Dan orang yang berbalik dari agama, irtadda, disebut murtad.


Ridat di Zaman Rasul
Di zaman Rasul ada sahabat yang jadi murtad seperti 'Abdullah bin Abi Sarh. Ia jadi muslim dan berhijrah ke Madinah dan menulis wahyu untuk Rasul. Kemudian ia jadi murtad dan kembali kepada kaum Quraisy di Makkah.

Di Makkah ia menghujat Nabi dan berkata kepada kaum jahiliah: "Aku menukarkan sesukaku (apa yang didiktekan Muhammad). Tatkala ia mendikte 'Azizun Hakim maka kukatakan: atau 'Alimun Hakim dan Muhammad mengatakan: 'Ya, semua benar." Dan tatkala Penaklukan Makkah Rasul mengatakan bahwa darahnya tidak berharga dan memerintahkan untuk membunuhnya meskipun ia berlindung dalam Ka'bah. Ia melarikan diri kepada 'Utsman bin 'Affan, saudara susunya, yang memohon pengampunan Rasul dan Rasul memenuhi permintaan 'Utsman.651

Seorang murtad lain adalah 'Ubaidullah bin Jahsy, suami Ummu Habilbah. Suami istri ini menjadi muslim dan berhijrah ke Habasyah. Sang suami berpindah ke agama Kristen dan mati dalam agama ini.

Yang lain adalah 'Abdullah bin Khaththal yang dibunuh tatkala ia sedang bergantung mencari perlindungan di sudut Ka'bah.


Ridat di Zaman Abu Bakar
Berita wafatnya Rasul menyebar dengan cepat ke seluruh Jazirah Arab. Ada dua golongan di Jazirah Arab, kafir dan muslim.

Bagi kaum Muslimin, berita wafatnya Rasul, bagaikan sambaran petir. Orang menjadi cemas dan gelisah. Ada yang menangis ada yang ragu. Banyak muslim di luar Madinah pernah bertemu Rasul. Diantaranya baru 73 hari yang lalu menemani Rasul menunaikan ibadah Haji Perpisahan. Bila penduduk Madinah hanya belasan ribu orang, maka tentulah sebagian besar, sepuluh kali lipat, datang dari luar untuk berhaji bersama Rasul, karena para sejarawan menulis bahwa yang menunaikan bersama Rasul yang berkumpul dan berangkat dari Madinah saja berjumlah sekitar 120.000 (seratus dua puluh ribu) Muslimin.

Mereka melihat suasana panas di Madinah. Yang dibaiat adalah Abu Bakar. Pemimpin Anshar Sa'd bin 'Ubadah menolak mengakui Abu Bakar sebagai khalifah. Begitu pula seluruh ahlu'l-bait. Kecuali suara tangisan dan ratapan seperti dilaporkan Abu Dzu'aib al-Hudzali, suasana terasa gerah.

Mereka yang berada di luar Madinah tidak hendak membaiat Abu Bakar dan tidak mengirimkan zakat ke Madinah. Mereka membagi zakat pada kaum mustahik dalam kaumnya masing-masing sambil menunggu terjadi perubahan seperti kita baca dalam sajak Malik bin Nuwairah.

Mereka tidak meninggalkan shalat tidak berhenti menjadi muzakki, pembayar zakat. Kaum pembangkang ini dihadapi Abu Bakar dengan peperangan bersamaan dengan peperangan terhadap kaum kafir di Jazirah Arab. Dan semua peperangan ini dinamakan perang ridat.

Dr. Hasan Ibrahim652 berkata dalam bukunya Tarikh al-Islam Siyasi653

"Setelah Rasul Allah telah diambil Allah SWT kesisi-Nya dan wafatnya telah diumumkan maka sebagian muslimin meragukan masalah keagamaan yang ditinggalkannya. Sebagian takut akan pemerintahan kaum Quraisy atau klan lain akan datang menjadikannya kerajaan otoriter.654 Mereka melihatbahwa hanya Nabi yang mashum dituntun Allah 'Azza wa Jalla, yang tidak berbuat salah dan orang lain tidak akan ada yang mampu memperlakukan rakyat secara adil seperti gerigi dari sebuah sisir.

Maka mereka curiga jangan-jangan pengganti Rasul nanti akan mendahulukan keluarga dan klannya, dan meremehkan klan lainnya, sehingga akan menghancurkan keadilan sosial.

Kami menduga ini, karena setelah Rasul wafat, tiap orang Arab mendukung klannya masing-masing dan watak lama di zaman jahiliah muncul kembali.

Di Madinah kaum Anshar takut akan kaum Muhajirin dan klan Quraisy akan memegang pemerintahan. Kedua klan ini saling curiga. Kaum Anshar menghendaki pemerintahan koalisi. Kaum Muhajirin menginginkan pemimpin dari klan mereka dan wazirnya dari Anshar. Klan Aws dan klan Khazraj --dua pecahan dari kaum Anshar- saling mengkhianati tatkala pemilihan khalifah berlansung di Saqifah.

Makkah tidak lebih baik dari Madinah, kerana pemilihan itu telah memicu konfik antar klan.

Bani Hasyim tidak menyetujui Abu Bakar sebagai khalifah. 'Ali menolak membaiat Abu Bakar dan Abu Sufyan berusaha mendekati 'Ali untuk melakukan kudeta.

Akhirnya kaum Muhajirin dan Anshar yang merupakan pelopor dan pendukung pengembangan Islam dan keluarga Rasul tidak dapat bersatu untuk membentuk pemerintahan secara damai.

Hal ini mengecewakan klan-klan Arab lainnya dan mereka merasa putus asa untuk ambil bagian dalam pemerintahan.

Karena kebanyakan diantara mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar maka mereka menolak membayar zakat kepadanya.

Beberapa pengamat asing menggambarkannya sebagai kemurtadan, ridat, dan dengan demikian menggambarkan pengembangan Islam di Arabia dilakukan dengan pedang. Ini tidaklah benar, karena orang-orang yang diperangi Abu Bakar adalah kaum Muslimin.

Mereka terbagai dalam dua golongan:

1. Mereka yang berkeyakinan bahwa zakat hanya untuk Rasul dan setelah Rasul wafat, tiada seorang pun yang berhak memintanya. Mereka menolak mengirimkan zakat itu pada Abu Bakar. Dan karena itu ia memerangi mereka. 'Umar membela mereka dengan berkata: "Nabi sering bersabda: 'Aku memerintahkan agar memerangi manusia sampai mereka mengucap 'La ilaha illallah' dan barangsiapa telah mengucapkannya nyawa dan hartanya harus dilindungi. Dan hisab diserahkan kepada Allah.'

2. Kelompok yang belum muslim. Pemerintahan Abu Bakar hanya memikirkan melakukan 'hukuman mati' dan tidak ada kepedulian untuk mengembalikan 'kaum murtad' itu ke dalam Islam.


Kaum Murtad Harus Diberi Waktu Tiga Hari
Tapi menurut ajaran Islam tiap orang murtad harus diberi waktu tiga hari untuk berdiskusi dengan para ulama dan ahli fiqih Islam. Mari kita ikuti pendapat para imam empat mazhab mengenai massalah ini:

Imfan Abu Hanifah: "Paling sedikit seorang yang murtad harus diberi waktu tiga hari'

Imam Malik: "Seorang yang murtad, budak atau orang bebas, lelaki atau perempuan, sejak waktu ia terbukti menjadi murtad. Ia harus dapat makanan dan tidak boleh disiksa."

Imam Syafi'i: "Seorang murtad, lelaki atau perempuan, harus dihormati, sebab dia sebelumnya adalah muslim. Beberapa orang mengatakan agar ia diberi waktu selama tiga hari."

Imam Hanbal: "Orang murtad, lelaki atau perempuan dewasa dan tidak gila hendaknya diajak ke dalam Islam dalam tiga hari."

Dengan melihat pendapat di atas tidaklah benar mengatakan bahwa seorang muslim telah murtad hanya dengan dugaan, sampai tiap muslim dalam klan tersebut mengatakan bahwa ia telah murtad. Ada beberapa ulama yang berpendapat bila seorang hanya muslim 1% maka tidaklah boleh mengatakan dia murtad kecuali telah dibuktikan bahwa ia benar-benar murtad." Demikian Dr. Hasan Ibrahim.

Ibnu Katsir655 mengatakan, "Kecuali Ibnu Majah, semua telah meriwayatkan dalam kitab-kitab mereka dari Abu Hurairah: ...Umar telah berkata kepada Abu Bakar agar jangan memerangi manusia, sebab Rasul Allah saw telah bersabda: "Aku memerintahkan memerangi orang sampai ia mengucapkan syahadat: "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah pesuruh-Nya." Dan bila mereka telah mengucapkannya maka nyawa dan hartanya terlindung, kecuali mereka ditemukan bersalah." Abu Bakar menjawab: "Demi Allah andaikata mereka tidak mengirim zakat kepadaku meskipun hanya seekor anak kambing betina, 'anaq, (atau dalam riwayat lain sebuah belenggu kaki unta, iqal) sebagaimana mereka telah berikan kepada Rasul, maka aku akan perangi mereka. Demi Allah aku akan memerangi mereka yang memisahkan zakat dan salat. Aku akan perangi mereka sampai mereka mengirimkan kepadaku zakat seperti yang mereka berikan pada Rasul. 'Umar menjawab: "Tatkala aku melihat Abu Bakar telah memutuskan untuk berperang, maka aku tahu ia benar."

Menurut Thabari656 utusan-utusan (wufud) Arab menemui Abu Bakar dan menyetujui shalat tapi menolak bayar zakat. Abu Bakar tidak bisa menerimanya dan mengusir mereka.

Dan Ibnu Katsir657 mengatakan bahwa delegasi-delegasi Arab datang ke Madinah dan menyatakan mereka shalat tapi menolak mengirimkan zakat. Dan di antara yang menolak mengirim zakat kepada Abu Bakar bersyair:

Kami taat pada Rasul yang ada di tengah kami,

Tetapi malik Abu Bakar adalah masalah lain lagi.

Setelah mati ia 'kan wariskan negeri ini,658

Tapi kita 'kan bangkit bila punggung kita dipatahkan.


Jelaslah bahwa yang dimaksudkan dengan kaum 'murtad' pada zaman Abu Bakar adalah kaum Muslimin yang menolak mengirimkan zakat ke pusat pemerintahan di Madinah dan bukan melepaskan diri dari agama Islam.


Dua Belas Imam
Syi'i percaya bahwa para imam pengganti Rasul Allah saw berjumlah dua belas. Dan hadits-hadits ini terdapat juga dalam kitab-kitab shahih mazhab Sunnah.

1. Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Samurah, bahwa ia telah mendengar Rasul Allah bersabda: "Agama (Islam) akan selalu tegak kukuh sampai tiba saatnya, atau sampai berlalu dua belas khalifah, semuanya dari Quraisy".

Dan dalam riwayat lain menggunakan istilah "sebelum berlalu urusan manusia (amr an-nas) ...atau "sampai dua belas khalifah..". Dalam Sunan Abu Dawud: "sampai telah ada dua belas khalifah..", Dan dalam riwayat lain "sampai dua belas".659

2. Dan diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang berkata: "Aku mendengar Nabi bersabda:

'Akan ada dua belas Amir (pemimpin)' dan kemudian beliau bersabda dengan kalimat yang tidak aku pahami. Dan ayahku berkata: 'Semuanya dari orang Quraisy".

Dan dalam riwayat lain: 'Kemudian Nabi bersabda dengan kalimat yang sulit aku pahami, dan aku bertanya kepada ayahku apa yang disabdakan Rasul Allah saw, maka (ayahku) berkata: 'Semuanya orang Quraisy!'.660

3. Dan dalam riwayat lain lagi: "Urusan (amr, adminis-trasi, pemerintahan) umat ini akan selalu kukuh dan akan mengatasi musuhnya, sampai berlalu dua belas khalifah, semuanya orang Quraisy, sesudah itu timbul kekacauan".661

4. Dan dalam riwayat lain: "Akan ada untuk umat ini dua belas penguasa (qayyim), mereka tidak akan dirugikan oleh orang yang meninggalkan mereka, semuanya orang Quraisy".662

5. Dalam riwayat lain lagi: "Urusan manusia (amr an-Nas) tidak akan berlalu sebelum berlalu dua belas orang yang menjadi penguasa (wali)".663

6. Dan riwayat oleh Anas bin Malik: "Agama ini akan selalu kukuh sampai berlalu dua belas (pemimpin) orang Quraisy, dan bila mereka lenyap, goncanglah dunia ini".664

7. Dalam riwayat lain lagi: "Urusan umat ini (amr hadzihil ummah) senantiasa akan jaya sampai berlalu dua belas imam, semuanya orang Quraisy".665

8. Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Hakim dengan lafal seperti yang pertama dari Masruq yang berkata: "Kami sedang duduk suatu malam dirumah 'Abdillah (Ibnu Mas'ud) yang membacakan kepada kami Al-Qur'an. Seorang lelaki mengajukan pertanyaan: "Ya ayah dari 'Abdurrahman, apakah kamu pernah bertanya kepada Rasul Allah saw berapa khalifah dari ummat ini?". Maka 'Abdillah menjawab: Tiada seorang pun bertanya tentang masalah ini, sampai saya datang dari Iraq sebelum Anda! Kami menanyakannya dan beliau bersabda: 'Dua belas seperti jumlah dua belas pemimpin (nuqaba) Bani Isra'il!.666

9. Dan dalam riwayat lain lagi Ibnu Mas'ud mengatakan: Rasul Allah bersabda: 'Akan ada sesudahku khalifah sejumlah sahabat Musa!'. Ibnu Katsir berkata: 'Dan riwayat seperti ini telah disampaikan oleh orang-orang seperti 'Abdullah bin 'Umar, Hudzaifah dan Ibnu 'Abbas'.667

28
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

'Ulama Sunni Menyusun Dua Belas Imam
Karena hadits dua belas imam ini maka kaum Sunni menyusun dua belas khalifah. Ibnu al-'Arabi misalnya berkata dalam Syarh Sunan Tirmidzi: "Dan bila kita hitung khalifah-khalifah sesudah Rasul Allah saw untuk mendapatkan angka dua belas (maka sungguh mengherankan) karena kita akan temukan Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, al-Hasan, Mu'awiyah, Yazid, Muawiyah bin Yazid, Marwan, al-Walid, Sulaiman, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, Yazid bin 'Abdul Malik, Marwan bin Muhammad bin Marwan, As-Saffah (Si Penumpah Darah).."

Kemudian ia menambahkan lagi 27 khalifah 'Abbasiah sampai ke zamannya dan berkata:

"Bila kita ambil dua belas khalifah, maka jumlah itu hanya berakhir sampai Sulaiman, dan menurut hitungan kami hanya ada lima khalifah (yang pantas), yaitu keempat khalifah Yang Lurus dan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz…"668

Dan al-Qadhi 'Iyadh menanggapinya: "Yang menjadi Wali lebih dari jumlah (lima khalifah) tersebut. Di samping itu tanggapan ini batil, karena Nabi saw tidak bersabda: "Penguasa hanya dua belas!". Karena jumlah penguasa cukup banyak, maka janganlah berhenti berhitung sampai ke lima."669

Dan tanggapan Suyuthi: "Yang dimaksudkan adalah adanya dua belas khalifah yang bertindak dengan benar sejak adanya agama Islam sampai hari kiamat maka janganlah kamu berpaling!"670

Suyuthi berkata lagi di bagian lain: "Kami mendapatkan dua belas (pemimpin), yaitu keempat khalifah dan al-Hasan, Mu'awiyah, Ibnu Zubair, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz menjadi delapan dan dimasukkan juga bersama mereka al-Mahdi al-Abbas (dari Dinasti 'Abbasiah), karena ia sama adilnya seperti 'Umar bin 'Abdul 'Aziz dari Dinasti Umayyah, dan masih kurang dua muntazhar (yang ditunggu kedatangannya), satu di antaranya al-Mahdi yang dari ahlu'l-bait.671


Imam Syi'i Ma'shum
Syi'i juga percaya bahwa para imam, seperti para Nabi adalah ma'shum atau terlindungi dari berbuat salah (berasal dari kata 'ashama yang berarti melindungi atau menjaga). Seorang imam bertugas melindungi dan menyampaikan agama serta mengawasi pelaksanaannya.

Dengan demikian mereka tidak boleh berbuat maksiat untuk menjaga kepercayaan umat. Sebagian kaum Sunni percaya bahwa Nabi pun tidak ma'shum apalagi para imam.

Keyakinan akan 'ishmah (keterlindungan) para imam Syi'i oleh penganut mazhab ini berdasarkan ayat tathhir: "Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu'l-bait (Rasul Allah) dan menyucikan kamu sesuci-sucinya"672 yang ditujukan kepada Fathimah, dan ketiga imam pertama, 'Ali, Hasan dan Husain. Dan hadits al-Haqq (Kebenaran): Rasul Allah bersabda: "'Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama 'Ali", hadits "tsaqalain" dan hadits-hadits lain yang saling berhubungan.


Wajib Berimam; Tanpa Imam Mati 'Jahiliyah
Kaum Sunni seperti Syi'i percaya akan keharusan menaati Imam karena Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Hai orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasu1 dan orang-orang yang menjadi pemimpin di antara kamu"673

Dan ini didukung oleh banyak sekali hadits yang mewajibkan ketaatan kepada imam, misalnya hadits yang disepakati oleh Sunni dan Syi'i bahwa "Barangsiapa meninggal dan tidak mengetahui imam zamannya, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah".

Berikut adalah hadits-hadits yang bersumber dari ahlus-Sunnah:

1. Barangsiapa mati tanpa imam, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.674

2. Barangsiapa mati tanpa berbaiat maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.675

3. Barangsiapa meninggal dan tiada ketaatan (kepada imam), maka ia telah meninggal dalam keadaan jahiliah.676

4. Barang siapa meninggal dan tidak mengetahui imam zamannya, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.677

5. Barangsiapa keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jemaah, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.678

6. Barangsiapa berpisah dari jemaah sejengkal sekalipun, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.679

7. Barangsiapa tidak berimam (la imaman lahu), maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.680

8. Barangsiapa meninggal dan tiada imam jemaah yang ditaati, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.681

9. Barangsiapa mempunyai 'Amir' yang tidak disukainya, maka ia harus sabar, dan barangsiapa meninggalkan ikatan kaum Muslimin, meski hanya sejengkal, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.682

Dan kaum Syi'i juga percaya akan Imam Mahdi seperti Sunni.


Catatan Tentang Baiat
Di zaman Rasul Allah, baiat pertama terkenal dengan "baiat al-'Aqabah Pertama", dilakukan di suatu tempat yang bernama al-'Aqabah oleh dua belas tokoh Madinah, pada musim haji tahun 621 M sebagai pengakuan dan ketaatan kepada Rasul serta menghindari larangan Allah SWT.

"Baiat al-'Aqabah Kedua" dilakukan pada musim haji tahun 622 M, oleh 75 orang Madinah, termasuk dua orang wanita. Mereka membaiat Rasul sembunyi-sembunyi pada malam hari sebagai pernyataan bahwa pembaiat bukan hanya menerima Muhammad sebagai Rasul Allah dan menghindari larangan Allah SWT, tetapi juga akan memberi perlindungan kepada Rasul serta siap berkorban atau berperang untuk melindungi Rasul-Nya.

Dan baiat yang ketiga dilakukan di bawah sebatang pohon di Hudaibiyah, dekat Makkah dalam suatu perjalanan 'Umrah tahun 628 M yang terkenal dengan baiat ar-Ridhwan ('Baiat yang diridai Allah'), atau baiat tahta As-Syajarah683 sebagai pernyataan setia kepada Rasul untuk berperang empertahankan diri terhadap kaum Jahiliah Makkah dalam perjalanan 'umrah tersebut.

Baiat kepada Rasul Allah saw dengan demikian merupakan janji (mitsaq) pembaiat secara suka rela untuk berusaha sungguh-sungguh, berjihad dan siap berkorban sebagai pernyataan setia kepada Rasul dan demikian juga kepada Allah SWT.684 Dalam baiat ini ada unsur kerelaan dan dilakukan tanpa paksaan. Tetapi baiat sendiri bukan merupakan lembaga pemilihan karena Rasul Allah saw telah dipilih oleh Allah SWT.


Penetapan Imam Dalam Sunnah
Dari pengalaman Peristiwa Saqifah, sebagian ulama Sunni menyimpulkan bahwa pemimpin atau imam ditentukan dengan pemilihan melalui lembaga baiat dan sudah dianggap sah bila dilakukan oleh satu orang dewasa. Dan dari pengalaman Syura yang dibentuk 'Umar di kemudian hari, sebagian ulama berpendapat bahwa baiat hanya dianggap syah bila dilakukan oleh lima orang.


Penetapan Imam dalam Syiah
Dalam Madzhab Syiah atau disebut juga Madzhab Jafariah atau Madzhab ahlu'l-bait atau Madzhab Itsna Asyariyah, atau Mazhab Dua Belas Imam, imam ditetapkan dengan nas Nabi atau nas imam ma'shum. Dan menurut kaum Syiah, Nabi telah menetapkan 'Ali sebagai penggantinya, langsung, tanpa selingan.

Penetapan Rasul Allah disimpulkan misalnya dari hadits Tsaqalain, hadits al-Ghadir atau hadits Manzilah yang di kalangan Sunni sendiri merupakan hadits-hadits yang sangat kuat.


Biografi Tokoh-tokoh Utama
Beberapa Pengertian tentang nama

1. Bin atau ibnu berarti putra dari... dan binti berarti putri dari.... Contoh, 'Umar bin Khaththab, Fathimah binti Muhammad Rasulullah.

2. Kunyah: Nama julukan berupa Abu yang berarti Ayah dari... atau Ummu yang berarti Ibu dari.... Abu Bakar berarti ayah dari Bakar. Abu yang berada dibelakang bin berubah jadi Abi. Abu Bakar 'Abdullah bin Abi Quhafah 'Utsman berati Ayah dari Bakar yang bernama 'Abdullah, anak dari ayah dari Quhafah bernama 'Utsman, khalifah pertama. Quhafah dengan demikian adalah kakak Abu Bakar yang tua. Jadi namanya adalah 'Abdullah bin Utsman. 'Ali bin Abi Thalib berarti 'Ali putra dari ayah Thalib. Thalib adalah saudara 'Ali yang tertua. Ummu Salamah berarti Ibu dari Salamah.

Karena banyak tokoh yang terkenal dengan kunyah maka banyak buku ditulis mengenai tokoh-tokoh ini. Di antaranya Kitab Al-Kunya karangan Dulabi (Meninggal 310 H) yang terdiri dari 2 jilid dan diterbitkan di Haiderabat.

3. Laqab, julukan selain kunyah diatas. Allah SWT melarang menggunakan julukan buruk bagi sesama Mumin (QS 49:11). Contoh laqab adalah Shiddiq, yang membenarkan, Shadiq, yang berkata benar, Faruq, pembeda (antara benar dan salah), bijaksana, Sajjaj, yang banyak bersujud, a'war yang berarti si pecak atau yang bermata satu, julukan Mughirah bin Syu'bah.685

Nama panggilan ummu'l-muminin atau ummu'l-mu'minin dan dalam bentuk jamak ummahatul mukminin yang berarti ibu kaum mu'minin adalah khusus untuk istri Rasul sebagaimana ditentukan Allah SWT dalam Al-Quran, Surat Al-Ahzab (33) ayat 6. Contoh, ummu'l-mu'minin 'A'isyah atau ummu'l mu'minin ummu Salamah.

Contoh buku mengenai laqab adalah Al-Alqab karangan Ibnu Al-Fati yang terdiri dari 50 jilid.

Biografi singkat tokoh-tokoh Abu Bakar, 'Umar bin Khaththab, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, 'Abdurrahman bin 'Auf, Mughirah bin Syubah, 'Ali bin Abi Thalib dan Sa'd bin 'Ubadah, Lihat catatan kaki di Bab 4: "Peristiwa Saqifah".

Biografi singkat Khalid bin Walid, Ziyad bin Labid, Tsabit bin Qays bin Syammas, Muhammad bin Maslamah dan Salamah bin Aslam, lihat catatan kaki di Bab 10: "Pengepungan Rumah Fathimah".

Biografi singkat Usaid bin Hudhair dan Hubab bin Mundzir, lihat catatan kaki Bab 8: "Pembaitan Abu Bakar".

Biografi singkat 'Uwaim bin Saidah dan 'Ashim atau Ma'n bin Adi, lihat catatan kaki Bab 6: "Pertemuan Kelompok 'Umar".

Biografi singkat Al-Miqdad bin al-Aswad, lihat catatan kaki Bab 12: "Reaksi Terhadap Saqifah."

Aisyah, lihat catatan kaki Bab 13: "Kapan 'Ali Baiat Abu Bakar?"

Biografi singkat 'Utsman bin 'Affan, lihat catatan kaki Bab 14: "Pembaiatan Khalifah 'Umar dan 'Utsman."



SAHABAT RASUL

Pengertian Sahabat
Ibnu Hajar: Seorang sahabat adalah seorang yang telah bertemu dengan Nabi saw, beriman kepadanya dan meninggal sebagai Muslim. Dan yang menemui Rasul tersebut adalah orang yang datang untuk duduk dalam majlis Nabi atau hampir serupa dengan itu. Ia dapat meriwayatkan dari Nabi atau tidak, berperang bersama beliau atau tidak, dan yang melihatnya dan tidak pernah duduk dalam majlis beliau dan berhalangan melihat beliau, misalnya karena buta.

Dan ditambahkan: Hanya para sahabat yang diangkat jadi jenderal dalam peperangan penaklukan daerah-daerah.686

Dan tidak ada seorang pun yang tersisa di Makkah dan di daerah Tha'if, pada tahun 10 H/631 M selain kaum Muslimin dan mereka ikut naik haji Wada' bersama Nabi dan tidak tersisa seorang pun dari kaum Aws dan Khrazraj di akhir hayat Nabi saw kecuali telah memeluk Islam dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang menjadi kafir tatkala Nabi wafat.687


Keadilan Para Sahabat
Para sahabat semuanya adil, persengketaan antara para sahabat dilakukan menurut Ijtihad mereka masing-masing, yang kalau ijtihadnya benar pada sisi Tuhan maka mereka mendapat dua pahala dan kalau salah pada sisi Allah, mereka dapat satu pahala.688

Imam Abu Hatim ar-Razi689

"Sahabat Rasul saw adalah mereka yang menyaksikan dan mengikuti turunnya wahyu, mengetahui tafsir dan takwil. Mereka telah dipilih Allah, Maha Perkasa dan Maha Agung, untuk jadi sahabat dan penolong Nabi-Nya dalam menegakkan agama-Nya dan mengakui kebenaran yang dibawa Nabi. Nabi meridhai mereka

sebagai Sahabat dan menjadikan mereka contoh dan teladan bagi kita. Mereka melestarikan apa yang disampaikan Allah kepada Rasulnya, yaitu apa saja yang ditetapkan, disyariatkan, dihukumkan, diputuskan (qadha), diberi kuasa (nadaba), diperintahkan, dilarang, dihindari dan diajarkan Nabi".'

Mereka mengenal Rasul, menguasai agama, mengetahui perintah dan larangan Allah, mengetahui tujuan pandangan Rasul saw dan mereka belajar tafsir dan takwil Al-Qur'an dan mereka memahaminya dengan cepat. Allah, Mahaperkasa dan Mahaagung memuliakan dan bermurah hati kepada mereka. Allah melindungi mereka dari sak wasangka, dusta, kasar, keraguan, kecongkakan dan ketercalaan, serta mena-makan mereka umat yang adil ('udulu'l ummah) dan Allah SWT telah menetapkan dalam Kitab-Nya:

Demikianlah Kami jadikan kamu suatu umat pertengahan supaya kamu menjadi saksi atas manusia.690 Rasul menafsirkan kata pertengahan (washatan) dalam ayat di atas sebagai adil, karena mereka adalah umat yang adil, dan imam-imam yang tertuntun dan hujjah atau argumen agama, perantara yang dapat dipercaya dalam penyampaian Al-Qur'an dan Sunah Nabi.

Dan Allah SWT mengajak agar mengikuti tuntunan mereka, mengikuti petunjuk mereka, berperilaku menurut jalan dan keteladanan mereka dan Ia berfirman bahwa barangsiapa "mengikuti jalan yang bukan jalan orang beriman, Kami akan biarkan ia mengikuti kecenderungannya"691

Dan Nabi saw dalam banyak kesempatan mengajak mereka agar bertabligh, menyampaikan sesuatu dari diri beliau dan beliau berkhotbah kepada mereka, diantaranya Nabi telah bersabda: "Allah memuliakan orang-orang yang mendengar perkataanku, menjaga, menghafalnya dan menyampaikannya kepada yang lain." Dan Rasul Allah juga bersabda:

'Barangsiapa yang menyaksikan, agar menyampaikan kepada mereka yang tidak menyaksikan." Dan beliau juga bersabda: "Sampaikanlah dariku meski hanya satu ayat. Dan sampaikanlah ceritera dariku, dan jangan sampai salah." Demikian al-Hafizh, ahlul jarh wa ta'dil, Abu Hatim Ar-Razi.

Ibnu 'Abdi'l Barr

Ibnu 'Abdil Barr dalam pengantar bukunya Al-Isti'ab punya pendapat serupa, bahwa para sahabat semuanya adalah adil.

Ibnu Atsir

Ibnu Atsir dalam pengantar bukunya Usdu'l Ghabah692 mengatakan "Semua sahabat Nabi adil, jangan mencari cacat mereka."

Ibnu Hajar

Ibnu Hajar693 mengatakan: Ahlus Sunnah sepakat bahwa semua sahabat itu adil, dan tidak ada perselisihan kecuali pembuat bid'ah yang menyimpang.
Abu Zar'ah

Abu Zar'ah694 berkata: "Bila engkau melihat orang mencela (yantaqishu) seorang sahabat Rasul Allah saw maka ketahuilah bahwa ia sebenarnya adalah zindiq, ateis, karena Rasul Allah itu benar, Al-Qur'an itu benar dan yang mengiringinya adalah benar. Yang melaporkan kesaksian kepada kita semuanya adalah sahabat, dan bila orang tersebut mencari-cari cacat akan kesaksian kita, maka ia telah membatalkan Al-Qur'an dan Sunnah dan dia adalah kaum zindiq yang tidak beragama.


Urutan Kemuliaan Para Sahabat
Sahabat Nabi yang paling mulia adalah Saidina Abu Bakar, sesudah itu Saidina Umar bin Khaththab, sesudah itu Saidina Utsman bin 'Affan, sesudah itu 'Ali bin Abi Thalib, sesudah itu sahabat-sahabat yang sepuluh yang telah dikabarkan oleh Nabi akan masuk surga, yaitu 4 orang Khalifah ditambah dengan Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin 'Awwam, Abdurrahman bin 'Auf, Sa'd bin Abi Waqash, Sa'id bin Zaid dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah; sesudah itu para sahabat pengikut perang Badr, pengikut perang Uhud, sesudah itu sahabat-sahabat yang ikut Bai'atu'r-ridhwan, sesudah itu sekalian sahabat Nabi.695


Sikap Muslim Terhadap Sahabat
Sikap seorang Muslim menghadapi peristiwa-peristiwa yang terjadi antara para sahabat digambarkan melalui syair Ibnu Ruslan (844 H/1440 M) dalam kitabnya Zubad sebagai berikut:

Wama jara baina'sh-shahabi naskutu 'anhu,

Wa ajru'l ijtihadi nutsbitu.696

Yang terjadi antara sahabat, kita (hendaknya) diam,

Dan bahwa pahala berijtahid kita kukuhkan.



Kritik Terhadap Keadilan Semua Sahabat

Al-Quran dan Keadilan Para Sahabat
Kritik pertama terhadap anggapan bahwa semua sahabat adalah adil berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an seperti yang digambarkan dalam surat At-Taubah berikut:

"Orang-orang Arab paling keras Dalam kekafiran dan kemunafikan, Dan paling cenderung mengabaikan Aturan-aturan yang Allah turunkan atas Rasul-Nya, Padahal Allah Mahatahu, Mahabijaksana."697 atau:

"Sungguh mereka telah mengusahakan keonaran sebelumnya, Dan memutar balik persoalan bagimu, Sampai datang kemenangan, Dan terbukti kebenaran agama Allah, Meskipun mereka tiada suka."698 atau: Dan di antara orang Arab, sekitarmu, Ada orang munafik, Demikian pula di antara orang Madinah, Mereka berkeras dalam kemunafikan, Kau tidak mengetahui mereka, (Tapi) Kami mengenalnya…699

Mengenai istilah munafik Bukhari meriwayat dari Sulaiman Abu Rabi dari Ismail bin Jafar dari Nafi bin Malik dari ayahnya dari Abu Hurairah yang mendengar dari Rasul yang bersabda: "Tanda-tanda dari munafik adalah: Bila berbicara, ia berbohong. Bila berjanji, tidak ia tepati. Bila memegangamanat ia akan khianati."

Pepatah lama 'Arab menggambarkan munafik sebagai orang yang mencium tangan yang tidak dapat ia gigit.

Dan karena para istri Rasul termasuk dalam kategori Sahabat, maka dapat dimasukkan ayat-ayat dalam surat Tahrim yang turun berhubungan dengan ummul muminin 'A'isyah dan Hafshah, dan meminta agar mereka bertobat.


Hadis dan Keadilan Para Sahabat
Bukhari

Bukhari700 meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi telah bersabda:

Tatkala aku sedang berdiri, muncullah serombongan orang yang kukenal dan muncul pula seorang lelaki di antara diriku dan rombongan itu. Lelaki itu berkata: "Ayo!"701Aku bertanya: "Kemana?" Ia menjawab 'Ke neraka, demi Allah!" Aku bertanya: "Ada apa dengan mereka?" Ia menjawab: "Mereka berbalik702setelah engkau wafat."

Di bagian lain: Kemudian muncullah serombongan orang yang kukenal dan seorang lelaki muncul pula antara diriku dan mereka. Lelaki itu berkata: "Ayo!" Aku bertanya: 'Kemana?

"Ia menjawab: 'Ke neraka, demi Allah!" Aku bertanya: "Ada apa dengan mereka? "Lelaki itu menjawab: 'Mereka telah berbalik setelah engkau wafat". Dan aku tidak melihat keikhlasan pada wajah mereka, seperti gerombolan unta tanpa gembala.

Dan yang berasal dari Asma' binti Abi Bakar yang berkata, Nabi bersabda:

"Tatkala berada di Al-Haudh, aku tiba-tiba melihat ada di antara kamu yang mengingkariku703, yang mengikuti selain diriku. Aku berkata: "Ya Rabbi, dari diriku dan umatku?" Dan terdengar suara seseorang: "Apakah engkau mengetahui apa yang mereka lakukan sesudahmu? Demi Allah mereka terus mengingkarimu704 Dan tatakala membicarakan hadis ini Ibnu Abi Mulaikah berkata: "Allahumma, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan ingkar dan merusak agama kami".

Dari bab yang sama yang berasal dari Said bin Musayyib yang berasal dari para sahabat Nabi bahwa Nabi bersabda:

Di Al-Haudh' sejumlah sahabat berbalik dan aku bertanya: "Ya Rabbi! Mereka adalah sahabatku!". Dan mendapat jawaban: "Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan sesudahmu. Mereka telah berbalik mengingkarimu!"

Dan di bagian lain bab tersebut, dari Sahl bin Sa'd yang berkata, Nabi bersabda:

Saya mendahului kamu di 'Al-Haudh', barangsiapa meliwatiku akan minum dan setelah itu tidak akan pernah haus selamanya, dan beberapa kaum yang kukenal dan mereka juga mengenalku, berbalik dariku, kemudian aku dan mereka terpisah.

Abu Hazm berkata: "Nu'man bin Abi' Iyasy memperdengarkannya kepadaku dan menanyakan apakah aku mendengar demikian dari Sahl?' Aku membenarkan. Ia melanjutkan: 'Aku bersaksi bahwa menurut Abi Said Al-Khudri kata-kata tersebut punya kelanjutan:

Dan aku (Nabi) berkata: 'Mereka itu adalah dari diriku'. Dan kedengaran jawaban:

'Sungguh engkau tidak tahu apa yang terjadi sesudahmu?' Dan aku berkata: 'Binasalah mereka yang berobah sesudahku.'

Lagi dari Abu Hurairah yang meriwayatkan dari Rasul Allah saw yang bersabda:

Telah berbalik di hari kiamat serombongan sahabatku yang memisahkan diri di Al-Haudh dan aku bertanya: "Ya Rabbi, sahabatku,' "Dan Allah menjawab: 'Tiada engkau tahu apa yang mereka lakukan sesudahmu. Mereka telah berbalik dan menjadi ingkar.'

Lagi, yang berasal dari 'Abdullah dari Nabi masih di bab yang sama:

Kemudian mereka dipisahkan dariku, dan aku berseru: "Ya Rabbi, sahabatku!" Dan dijawab: "Engkau tidak tahu apa yang terjadi sesudahmu!". Bukhari melanjutkan: "Kata-kata serupa juga diriwayatkan 'Ashim yang berasal dari Abi Wa'il. Dan Hushain juga meriwayatkan serupa yang berasal dari Abi Wa'il dari Hudzaifah dari Nabi.

Di bab lain, tatkala membicarakan Perang Hudaibiyah, Bukhari meriwayatkan dari al-'Ala' bin Musayyib dari ayahnya705 yang berkata:

Aku bertemu al-Barra' bin 'Azib dan aku berseru: 'Selamat bagi Anda, Anda beruntung jadi sahabat Nabi dan Anda telah membaiat Rasul di bawah pohon, 'bai'ah tahta syajarah!'. Ia menjawab: "Wahai anak saudaraku, engkau tidak tahu, apa yang kami lakukan sesudah Rasul wafat.!"

Dan dalam bab lain Bukhari meriwayatkan yang berasal dari Ibnu 'Abbas dari Nabi saw:706

'Dan sejumlah sahabat mengambil jalan kiri707dan aku berseru "Sahabatku, sahabatku!" dan terdengar jawaban dengan kata-kata: 'Mereka tidak pernah berhenti berbalik ingkar sejak berpisah denganmu."

Muslim

"Sebagian orang yang menjadikan aku sebagai sahabat akan berbalik dariku di telaga Al-Haudh, yaitu tatkala dengan tiba-tiba aku melihat mereka dan mereka melihat kepadaku, kemudian meninggalkanku dan aku benar-benar akan bertanya: "Wahai Rabbi, para sahabatku. Dan akan terdengar jawaban: "Engkau tidak tahu apa yang mereka lalukan sesudahmu."708


Tentang Ummu'l mu'minin 'A'isyah
Rasul juga bersabda tentang ummu'l mu'minin 'A'isyah:

"Diriwayatkan oleh Musa bin Isma'il, dari Juwairiyah, dari Nafi', dari 'Abdullah yang berkata: "Nabi saw sedang berkhotbah dan beliau menunjuk ke arah kediaman 'A'isyah sambil berkata: 'Disinilah akan muncul tiga fitnah sekaligus, dan dari situlah akan muncul tanduk setan'.709

'Abdullah meriwayatkan dari Ubay dari 'Ikramah bin 'Ammar dari Ibnu 'Umar yang berkata: "Rasululah saw keluar dari rumah 'Aisyah dan bersabda: 'Kepala kekufuran akan muncul dari sini, dan dari sini akan muncul tanduk setan'.710

Rasul Allah saw keluar dari rumah 'A'isyah sambil berkata: "Sesungguhnya kekafiran akan muncul dari sini akan muncul tanduk setan."711


Sejarah dan Keadilan Sahabat
Para penulis sejarah telah meriwayatkan ulah banyak sahabat yang bertentangan dengan nash Al-Qur'an dan hukum syar'i, seperti meneguk minuman keras, diantaranya ada yang pengikut perang Badar, menghambur-hamburkan baitul mal, membunuh sahabat lain secara berdarah dingin tanpa pengadilan, membakar muslim hidup-hidup, menyembelih bayi, memperbudak muslimah, memanggang kepala sahabat dalam tungku, memperkosa ribuan muslimah yang tidak berdosa, mempermainkan kepala-kepala jenazah muslimin setelah dibalsem dengan garam dan kapur barus, kemudian mengarak kepala-kepala dari kota kekota termasuk para sahabat dan cucu Rasul, meracuni sahabat, termasuk cucu Rasul, memerangi imam yang syah, menyogok para ulama', membentuk kerajaan dan lain-lain.

Menamakan perbuatan-perbuatan terkutuk serupa itu sebagai ijtihad adalah menipu diri sendiri, tidak adil dan bertentangan dengan syariat.

Memilih-milih para 'pembuat onar' seperti pembunuh ahlul kisa' 'Ali dan Husain bin 'Ali712 dan kaum khawarij sebagai penyalur hadis dan menamakan mereka mujtahid adalah tidak adil.

Menghindar dan menolak mewawancarai keluarga ahlu'l bait yang menjadi korban kelaliman, seperti dilakukan oleh Imam Bukhari adalah juga tidak adil.

Menamakan pembunuh 'Ali sebagai mujtahid dan tidak menamakan serupa pada pembunuh 'Utsman adalah juga tidak adil.713

Menyebut 'pencaci' terhadap para sahabat sebagai zindiq dan tidak menyebut 'pencaci' 'Ali dengan sebutan serupa adalah juga tidak adil.714

Mengurutkan kemuliaan para sahabat sesuai dengan urutan khalifah yang lurus juga tidaklah adil, sebab Al-Qur'an, para ahli hadis serta sejarawan telah 'melebihkan' Ali bin Abi Thalib dari sahabat yang lain, sehingga mengutamakan 'Ali dari sahabat lain bukanlah perbuatan dosa. Menuduh mereka yang mengutamakan 'Ali dari yang lain sebagai kaum rafidhah, dengan demikian, adalah juga tidak adil. Semboyan 'tunjukkan saya rafidhah yang kecil, akan saya tunjukkan syi'ah yang besar' juga tidaklah adil.715

Menjauhi peristiwa yang terjadi di antara para sahabat akan menutupi kebenaran dan hal ini adalah tidak adil dan menyulitkan memahami mazhab Syi'ah, menuduh mereka sebagai pemaki sahabat, dan karena itu mengkafirkan mereka dan hal ini pun tidaklah adil.

Setelah mengkafirkan biasanya akan disusul dengan menghalalkan darah mereka. Dan ini pun tidaklah adil.

Bila menulis sejarah sebagaimana adanya, dianggap zindik atau ateis, karena memuat juga aib para sahabat, maka tidak ada lagi sejarawan, Imam mazhab, ahli hadis yang bukan zindik.

Dan membedakan mereka dari kaum Syi'ah yang membuat hal serupa, adalah tidak adil.

Sejarawan muslim telah menulis sejarah sebagaimana adanya, dan tulisan mereka menunjukkan bahwa di antara para sahabat ada yang zuhud, berakhlak mulia dan menjadi contoh teladan bagi umat Islam, dan ada juga yang lalim, pemabuk, pembunuh berdarah dingin, pembersih etnis, pembuat hadis-hadis palsu, pemerkosa, penghina Baitullah, dan perbuatan-perbuatan jahiliah lain yang tak terkira dahsyatnya.

Tulisan para sejarawan telah memperkuat Al-Qur'an bahwa di antara para sahabat ada yang munafik seperti 300 orang sahabat yang dipimpin 'Abdullah bin 'Ubay yang telah melakukan disersi, meninggalkan pasukan Rasul Allah pada perang Uhud, sebelum pertempuran dimulai yang dimuat di buku-buku sejarah.

Tulisan-tulisan mereka menunjukkan bahwa tidak semua sahabat itu adil dan menolak fakta ini adalah menolak konstatasi Al-Qur'an dan Hadis Nabi.

29
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 20

Renungan
Nampaknya, ada perbedaan latar belakang dan sikap hidup antara 'Umar dan Abu Bakar di satu pihak, dengan 'Ali bin Abi Thalib pada pihak lainnya. 'Umar, yang sebenarnya memerintah bahkan di saat Abu Bakar secara resmi menjabat khalifah, memiliki "naluri negarawan" yang besar, arif akan liku-liku kekuasaan dan seperti lebih paham tentang bagaimana caranya menangani penduduk Arab yang berjiwa pengembala yang keras, yang-meminjam kata-kata Khaldun- "semua ingin berkuasa" dan "hanya dapat diperintah oleh seorang Nabi atau Wali." Dia tahu meramu kekuatan dalam tangannya, dan secara keras berhasil mengatasi kemelut di saat kritis itu. 'Umar bukanlah prajurit yang hebat keberaniannya dalam pertempuran di medan jihad. Namun dalam mengatasi "kemelut politik" ini, ia pemberani yang sedia juga menyerempet-nyerempet bahaya. Orang jujur tidak dapat menutup mata atas kenyataan betapa ia berani menghalangi Rasul menuliskan wasiat.

Wasiat yang kemudian disampaikan secara lisan itu berisi tiga pesanan. Pertama, pemberian hadiah kepada para utusan, supaya diteruskan. Kedua, supaya kaum musyrikin diusir dari jazirah Arab. Ketiga... "Aku lupa akan wasiat yang ketiga", kata Muslim yang meriwayatkan hadis itu.

'Umar juga berani memperlambat keberangkatan pasukan yang dipimpin Usamah, dengan mengulur- Aur waktu, dengan alasan bahwa Usamah berusia terlalu muda.

Ia malah berani menghapus kalimat azan, hayya 'ala khairu'l 'amal (Marilah melakukan amal yang baik), konon untuk lebih mengarahkan semangat perang jihad dan agar lebih memompa semangat pasukan yang sedang dikerahkannya ke berbagai penjuru. Ia berani menambahkan ke dalam versi azan, kalimat Ash-shalatu khairun minan-naum pada salat subuh, yang berarti, "Salat lebih baik ketimbang tidur!"716 Ia menghapus sistem kawin mut'ah dalam rangka kebijaksanaan menghalangi para Sahabat meninggalkan Madinah berlama-lama; dan masih banyak lagi.

'Ali seorang Sahabat yang sangat terkenal keberanian dan ketangkasannya sebagai prajurit dalam medan jihad. Demikian banyak medan pertempuran yang diterjuninya, demikian banyak tokoh-tokoh jahiliah yang tewas oleh pedangnya, dan tidak sedikit permusuhan dan dendam kesumat yangbersumber dari sini, di antaranya Mu'awiyah, yang kehilangan kakek, paman dan saudaranya, dalam pertarungan melawan 'Ali. 'Ali malah menentukan kemenangan dalam berbagai pertempuran.

Namun 'Ali bukanlah orang yang berani menyerempet-nyerempet prinsip keagamaan untuk meramu kekuatan dalam tangannya. Ia hanya menerapkan saja, sedang sumbemya adalah Rasul dan ajaran yang disampaikan beliau, Al-Qur'an. Tidaklah mengherankan apabila 'Ali bertindak tanpa pamrih, selalu berpegang teguh pada prinsip. Ia adalah orang yang "prinsipalis", dan bukan orang yang suka berkompromi, sedikitnya dalam melaksanakan ajaran agamanya.

Ada yang bilang bahwa tanpa kesengajaan, 'Ali telah membangun musuh di sekelilingnya. Sanak keluarga korban yang tewas dalam pertempuran yang dilakukannya bersama Rasul, atau yang luka, termasuk luka hati. Yang terakhir ini telah dilakukan 'Ali, misalnya, sekembalinya dari memimpin ekspedisi ke Yaman. Sementara pasukan ekspedisinya berkemah di luar kota, 'Ali memasuki Makkah untuk menemui Nabi. Sekembalinya ke perkemahan, para anggota pasukannya telah mengenakan pakaian rampasan perang yang megah-megah, supaya dapat masuk kota dengan lebih gagah.'Ali melihatnya sebagai suatu pelanggaran disiplin, karena pakaian-pakaian megah itu termasuk milik negara, baitu'l mal, dan memerintahkan agar seluruh pasukan menanggalkannya. Mereka memprotes, mengadu kepada Rasul. Tetapi tindakan 'Ali dibenarkan Rasul.

Dengan tegak teguh atas pendirian ini, 'Ali juga menolak tawaran Abu Sufyan dan pamannya 'Abbas untuk merebut kembali kekuasaan dari tangan Abu Bakar. Abu Sufyan bukanlah penganut Islam yang taat. Sekali lagi nampak bahwa 'Ali menunjukkan diri sebagai tokoh yang tidak hendak berkompromi dalam masalah keagamaan. 'Ali lebih dikenal sebagai "pintu ilmu", sebagai "Harun" dari Rasul dan sebagai "wali" kaum mu'minin. Dengan berpegang teguh pada nas agama, ia mengajukan tuntutannya. Dialog-dialog Ibnu 'Abbas dan Ibnu Khaththab menunjukkan tuntutan ini. Kendati pun 'Ali tidak dapat mengatasi kekuatan lawannya, dan 'Ali bersama pengikutnya berlaku taat kepada khalifah-khalifah yang sebelumnya, namun jelas bahwa ini tidak berarti suatu pembenaran dengan sepenuh hati.

Memang boleh jadi 'Umar tetap menganggap 'Ali sebagai Imam, marji' tempat ia bertanya, seperti terbukti dari ucapan 'Umar, "Kalau tidak ada 'Ali, niscaya celakalah 'Umar!" tetapi pandangan 'Ali mengenai Imamah jelas bukanlah sekedar tempat rujukan seperti itu. Imam bertugas menyampaikan dan menyelesaikan. Hal ini terbukti dari tindakan 'Umar yang menerima jabatan khalifah sebagai hibah dari Abu Bakar, tanpa membicarakannya dengan 'Ali. Kalau saja tak ada perbedaan pandangan ini, peristiwa Saqifah mungkin sekali tak pernah terjadi.

Latar belakang kesukuan turut pula mengambil peranan. 'Umar sendiri berkata bahwa "orang Arab tidak menyukai kenabian dan kepemimpinan sesudah Rasul berada dalam tangan Banu Hasyim." Di pihak lain, keluarga mana pula yang diinginkan menjadi pemimpin; ini pun belum jelas. Islam muncul dan menumpulkan rasa kesukuan, malahan melebur semuanya dan membentuk suatu ikatan baru yang berdasar ajaran Islam. Gagasan inijelas tidak mudah dan makan waktu lama. Wafatnya Nabi sebagai tokoh pemersatu, yang terasa demikian cepatnya, menampilkan kembali sifat-sifat suku Badui dari dalam diri mereka. Kaum Quraisy sendiri khawatir akan perpecahan yang bakal timbul apabila arus balik ke masa jahiliah itu tak terbendung. Abu Bakar yang berasal dari kabilah kecil Banu Taim -bukan dari dua kekuatan besar Banu Hasyim dan Banu 'Umayyah yang saling bersaing sejak dahulu- barangkali cocok untuk menetralisi prasangka kesukuan jahiliah ini. Maka Abu Bakar pun dipilih sebagai tokoh yang dapat diajak berkompromi.

Boleh jadi yang jadi faktor penentu kemenangan Abu Bakar adalah persaingan jahiliah antara Banu Aws dan Banu Khazraj. Sejak ratusan tahun sebelumnya, mereka telah saling bertempur habis-habisan. Dengan berperang sendiri maupun bersuku-suku dengan suku-tuku Yahudi, mereka terus makin lama makin lemah, dan terancam punah bersama-sama. Hanya Rasul -yang memang mereka mohon datang berhijrah- yang dapat menjadi pendamai, malahan mengikat mereka dalam kesetiaan baru kepada agama Islam yang menyelamatkan mereka dalam sepuluh tahun terakhir.

Kini pemersatu itu telah tiada. Tiba-tiba masa depan mereka diancam masa lalu; saling curiga, saling bunuh dan saling menghabisi. Tak ada satu calon yang hadir disepakati bersama. Kedua suku sedang maju ke masa lampau: was-was dan prasangka. Sebenarnya Islam telah memutuskan ikatan lama dan menggantinya dengan tali persaudaraan Islam.

Tetapi kala itu 'ashabiyah,' fanatik kesukuan yang telah mendarah daging selama ratusan tahun muncul kembali. Rasul menekannya selama tiga belas tahun tetapi meledak kembali tepat setelah Rasul wafat dan jenazahnya masih hangat. Sementara itu "ancaman orang luar" kaum Muhajirin ikutmempersatukan mereka. Prasangka jahiliah muncul, dendam bebuyutan kambuh. Dalam suasana debat tak menentu itu munculah kekuatan ketiga itu -kaum Muhajir yang dipimpin Abu Bakar dan 'Umar- memasuki balairung.

Banu Aws, dan Kharaj bagai disentak diktum Arab lama: "Kawan dari musuh saya adalah musuh saya." dan implikasinya dapat mengerikan: siapa saja di antara keduanya memilih bersekutu dalam bentuk baiat atas Muhajirin, maka celakalah yang tidak membaiat. Khazraj misalnya, akan terancam oleh baiat Banu Aws, atas Muhajirin; begitu pula sebaliknya. Andai kata saja ada 'Ali bin Abi Thalib yang dipanggil-panggil saat itu, mereka pun tak dapat ngotot memilih 'Ali ketika 'Umar sedang berapi-api dengan calonnya Abu Bakar.

Masalahnya kiranya hanya memilih kaum Muhajirin. Karena mustahil Banu Aws dan Khazraj punya pemimpin bersama. Maka pilihan lain adalah binasa. Mereka saling curiga, penuh prasangka. Dan bila kaum Muhajirin sampai memihak salah satunya, maka yang lain akan tertindas habis-habisan. Dan ini baru dialami Khazraj lima belas tahun yang lalu.

Apakah pemimpin Muhajirin itu bernama Abu Bakar atau 'Umar, itu bagi mereka cuma soal sepele yang tak berperan. Karena sebenarnya detik itu mereka sedang mempertaruhkan sesuatu yang tak terkira besarnya: kelangsungan hidup, kedua suku mereka. Diktum politik kekuatan menunjukkan kebesarannya,dan Banu Aws dan Khazraj tersedot dengan mulus ke dalam perangkapnya.

Tatkala Basyir bin Sa'd dari Banu Khazraj717 bergerak membaiat Abu Bakar, maka dengan cepat saingannya, Usaid bin Hudhair dari Banu Aws mengikutinya, dan satu persatu anggota kedua suku yang bersaing itu datang menjabat tangan Abu Bakar. Mereka berbondong-bondong membaiat Abu Bakar, dengan segunung alasan demi kelestarian hidup mereka sendiri, dan sebutir alasan karena kemuliaan Abu Bakar.

Di Saqifah Bani Saidah, suku Aus dan Khazraj yang menyimpan dendam bebuyutan ratusan tahun, sebenarnya membaiat kelangsungan hidup kedua suku mereka, dan bukan membaiat Abu Bakar. Bagi kaum Muhajirin, ini adalah bukti segala keutamaan Abu Bakar.

Mungkin juga ada sentuhan kemujuran dan kebetulan. Syaikh Mufid menceritakan dalam bukunya al-Jamal bahwa Banu Aslam kebetulan sedang datang, berbelanja ke Madinah. Umar segera membawanya ke Masjid dan membaiat Abu Bakar. Kalau kita bayangkan bahwa sejak sepuluh tahun terakhir hari pasaran telah dirubah Nabi menjadi hari Khamis, maka banyak juga kabilah yang dapat dihadang Umar di pasar dalam tiga hari setelah Rasul wafat, untuk dibawa ke Masjid dan membaiat Abu Bakar.

30
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Bab 21

Penutup
Peristiwa Saqifah telah memunculkan dua aliran ke permukaan; yang satu mengikuti tradisi ketiga khalifah, Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman. Meskipun 'Ali bi Thalib dimasukkan ke dalam Khulafa ur Rasyidin, tetapi buah pikiran 'Ali bin Abi Thalib -yang bagaimanapun berlandaskan agama secara murni, sekurang-kurangnya menurut keyakinan 'Ali dan para pengikutnya- buah pikirannya dalam sosial politik maupun fiqih ini tidak mendapat tempat di kalangan ini. Kalaupun ada orang mengemukakan pendapat 'Ali, maka ini hanyalah sekedar untuk menunjukkan kerukunannya dengan ketiga khalifah yang pertama, dan usaha 'Umar secara teratur untuk menyingkirkan dirinya dari arena 'politik', tidak diungkapkan dengan sewajarnya. 'Kutukan' terhadapnya dalam khotbah-khotbah Jum'at selama lebih dari delapan puluh tahun oleh kekuatan politik yang menyusul kemudian, serta permusuhan dan penindasan terhadap para pengikutnya, hampir menghilangkan sama sekali buah pikiran 'Ali dalam aliran ini. Aliran ini makin melembaga dan kemudian dikenal sebagai Ahlus Sunnah.

Aliran lainnya mengikuti ahlu'l-bait yang dikenal dengan Syiah atau pengikut 'Ali atau Syiah, yang sebenarnya telah ada di zaman Rasul. Salman al-Farisi, Abu Dzarr al-Ghifari, Miqdad bin Aswad dan 'Ammar bin Yasir disebut sebagai empat tonggak Syiah, al-arkan al- arba'ah.

Sahabat dan para pengikut 'Ali berpendapat bahwa 'Ali bin Abi Thalib adalah pemimpin umat sesudah Rasul, 'Wilayat al-ammah', sebagaimana dapat dibaca pada "Nas bagi 'Ali." Ia dianggap paling dekat dengan Rasul, dalam darah, keimanan, ilmu, kesabaran, zuhd, tidak bercacat dan berani. Ia mengikuti al-Qur'an dan Sunnah secara utuh dalam perkataan maupun perbuatan. Ia dianggap telah ditunjuk Allah dan Rasul-Nya sebagai Imam kaum Muslimin yang masih dalam masa "bayi" yang sedang berkembang pesat. Dengan demikian, reaksi dari para pengikutnya, Syiah 'Ali atau Syiah, sehubungan dengan peristiwa Saqifah bukanlah masalah politik yang menuntut kekuasaan. Bagi mereka hal itu adalah masalah agama semata-mata, sebagai reaksi wajar atas penyimpangan yang sebenarnya dapat dipahami dengan melihat catatan sejarah di kalangan Sunni sendiri.

Tatkala Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, protes telah disampaikan, dengan mengemukakan argumentasi secara intensif, dan sebagai jawaban atasnya dikemukakan bahwa kaum Muslimin pada saat itu memerlukan pemimpin, segera, dan telah terlaksana. Sikap 'Ali yang tidak mau melakukan perlawanan bersenjata terhadap kekuasan yang ada itu, seperti penolakannya terhadap bantuan yang ditawarkan Abu Sufyan, adalah semata-mata untuk mencegah kehancuran umat. Tetapi sikap diamnya selama lebih dari 24 tahun, tidak pernah menyertai ekspedisi militer atau menduduki suatu jabatan dalam pemerintahan, menunjukkan "protes"-nya.

Para pengikutnya -sampai sekarang- berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw ditunjuk sendiri oleh Allah SWT untuk menerima dan menyampaikan wahyu, mengajar, mendidik serta melatih umat. Sebagai pengemban amanat Allah, Rasul sebagai guru pun tidak dipilih dan diangkat manusia. Prinsip pemilihan pemimpin umat pada tahap awal sejarah pembangunan aqidah belum dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Mereka tak bisa memahami betapa mungkin Rasul tidak meninggalkan wasiat dalam urusan sebesar ini, sedang Al-Qur'an memerintahkan wasiat, Al-Qur'an 2:180. Sekiranya Abu Bakar dan 'Umar berkeyakinan akan prinsip pemilihan, mengapa pula Abu Bakar mewasiatkan kekhalifahan itu kepada 'Umar, dan 'Umar menerimanya sebagai suatu hal yang wajar?

Meskipun kaum Syi'ah merupakan minoritas, dituduh sebagai "pembangkang" dan disalah tafsirkan, namun mereka memenuhi syarat sebagai suatu mazhab, sebagaimana difatwakan oleh Syaikh al-Azhar Mahmud Syaltut.

Mereka bertauhid seperti kita, meyakini bahwa Allah SWT itu Esa. Mereka mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya serta menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya.

Dan seperti kita pula menjadikan Ka'bah sebagai qiblah dan tempat bertawaf. Sama-sama shalat fardhu lima kali sehari, melakukan nahi dan munkar seperti kita, meyakini Al-Qur'an Al-Hakim yang sama sebagai Kitab Allah, sama-sama mem-fardhu-kan haji bagi yang kuasa, puasa dalam bulan Ramadhan, meyakini Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir seperti kita, percaya kepada malaikat-malaikat, percaya kepada hari akhirat serta qadha' dan qadar.

Perbedaannya hanya terletak pada masalah Imamah dan 'adalah, keadilan, yang dijadikan masalah sentral dengan memasukkan keduanya dalam ushuluddin, prinsip keagamaan, yang dapat dipahami apabila kita mengikuti argumen-argumen yang digunakan oleh 'Ali dan para Sahabat Rasul yang mendukungnya mengenai peristiwa Saqifah. Perbedaan-perbedaan kecil dalam soal fiqh, telah ada, dan jelas, sejak zaman 'Ali bin Abi Thalib sendiri; ini diketahui oleh para ulama.

Kemudian perbedaan ini makin jelas dengan "ditutupnya pintu ijtihad" di kalangan Sunni setelah munculnya keempat Imam Sunni sekitar dua abad kemudian, sementara Syiah terus membuka pintu ijtihad-nya. Pintu ijtihad yang selalu terbuka ini disebabkan kaum Syiah meletakkan penalaran aqliyah sebagai sumber hukum, di samping Al-Qur'an, Sunnah dan Ijmak.

Akhirnya, bagaimanapun juga, banyak orang yang cenderung memperuncing perbedaan antara mazhab-mazhab, dan menikmati prasangka, tanpa menyadari bahwa perbedaan-perbedaan ini, seperti warna kulit, "diwarisi"-nya sejak empat belas abad yang lalu, diawali oleh "perbedaan pendapat" antarapara Sahabat.

Buku ini ditulis sebagai studi untuk memahami akibat-akibat yang ditimbulkan oleh "perbedaan pendapat" para Sahabat tersebut, atau, paling sedikit, untuk menghidupkan tasamuh, toleransi, antara sesama Muslim, karena ukhuwwah Islamiyah wajib hukumnya. Bukankah perbedaan pendapat sesama ummat itu rahmat?

31
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah

Catatan Kaki:
1. Bai'at dalam bahasa Arab berarti "penepukan tangan ke tangan seseorang sebagai pengukuhan (ijab) penjualan". Biasanya dilakukan dengan cara menjulurkan tangan kanan ke depan dengan tapak tangan menghadap ke atas dan pembaiat menepuk dan menjabatya, tetap dalam posisi demikian. Saling membaiat dilakukan dengan saling menepuk tangan (tashafaqu) atau saling menjual (tabaya'u). Berasal dari kata menjual (ba'a, yabi'u, bai, bai'ah). Dalam Islam baiat artinya menepuk tangan sebagai tanda kewajiban penjualan, sebagai tanda membuat kontrak jual beli atau sebagai tanda ketaatan akan kesepakatan yang telah diputuskan keduanya. Seorang membaiat seseorang, artinya ia berjanji kepada seseorang. Di zaman Nabi, baiat merupakan lembaga pengukuhan. Dalam peristiwa pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah ini lembaga baiat untuk pertama kali digunakan sebagai lembaga pemilihan.

2. Faltah, menurut kamus al-Mu'jam al-Wasith adalah 'suatu peristiwa yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan tanpa memakai pikiran dan kearifan', (al-amr yahdutsu min ghairrawiyyah wa ihkim). 'Umar bin Khaththab mengancam, bahwa bila ada yang melakukan hal serupa agar dibunuh. Ibnu al-Atsir tatkala meriwayatkan peristiwa Saqifah menyamakan faltah dengan fitnah, lihat Tarikh al-Kamil, jilid 2, hlm. 157; Syaikh Muhammad al-Hasan mengatakan bahwa faltah adalah dasar dan kepala dari semua fitnah, asas at-fitan wa ra 'suha; Lihat Dala'il Shiaq, jilid 3, hlm. 21.

3. Syaikh Muhammad Ridha al-Muzhaffar, As-Saqifah, penerbit Mu'assasah al-Alamiy li'l-Mathbu'ah, Cetakan keempat, Beirut, 1973; 'Abdul Fattah 'Abdul Maqshud, As Saqifah wa'I-Khilafah, Maktabah Gharib, Kairo, tak bertahun.

4. Tabi'in, generasi sesudah generasi sahabat Rasul Allah saw.

5. Lihat Bab 9 'Apendiks', sub bab 'Sikap Muslim Terhadap Sahabat'.

6. Al-Bukhari, jilid 1 hlm. 38, jilid 2, hlm. 102, jilid 4, hlm. 207, jilid 8, hlm. 54; Muslim, jilid 8, hlm. 229; Abu Dawud, jilid 3, hlm. 319-320; at-Tirmidzi, jilid 4, hlm. 524, jilid 5, hlm. 3, 35-36, 40, 199, 634; Ibnu Majah, jilid 1, hlm. 13-15.

7. H. Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasullulah, Penerbit Mizan, 1989, Bandung, hlm. 24-26.

8. Tarikh Baghdad, jilid 2, hlm. 8; Al-Irsyad as-Sari, jilid 1, hlm. 28; Shifatu's Shafwah, jilid 4, hlm. 143.

9. Tarikh Baghdad, jilid 13, hlm. 101; al-Muntazam, jilid 5, hlm. 3 2; Thabaqat al Huffazh, jilid 2, hlm. 151, 157; Wafayat al-Ayan, jilid 5, hlm. 194

10. Tarikh Baghdad jilid 9, hlm. 57; Thabaqat a1-Huffazh, jilid 2, hlm. 154; al-Muntazani, jilid 5, hlm. 97; Wafayat al-A'yan jilid 2, hlm. 404.

11. Tarikh Baghdad, jilid 4, hlm. 419-420; Thabaqat a1-Huffazh, jilid 2, hlm. 17; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 1, hlm. 74; Wafayat al-A'yan, jilid 1, hlm. 64.

12. Menurut metode pengelompokan, hadits-hadits dibagi dalam Musnad, Shahih, Jami', Sunan, Mujam dan Zawa'id.

13. Zuhud = orang yang menjauhi kesenangan duniawi dan memilih kehidupan akhirat.

14. AI-Amini, al-Ghadir, Beirut, 1976, jilid 5, hlm. 209-375.

15. AI-Amini, al-Ghadir, jilid 5, hlm. 266.

16. Contoh-contoh Ahlu'l Jarh wa Ta'dil: Ibnu Abi Hatim ar-Razi, Ahlu'l Jarh wa Ta'dil (Ahli Cacat dan Pelurusan); Syamsuddin Az-Dzahabi, Mizan al-I'tidal (Timbanga Kejujuran); Ibnu Hajar al-'Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib (Pembetulan bagi Pembetulan) dan Lisan al-Mizan (Kata-kata Timbangan); 'Imaduddin ibnu Katsir al-Bidayah wa'n-Nihayah (Awal dan Akhir), Jalaluddin As-Suyuthi, al-La'a-li'ul Mashnu'ah (Mutiara-mutiara buatan), Ibnu Khalikan, Wafayat al-A'yan wa Anba Abna az-Zaman (Meninggalnya Para Tokoh dan Berita Anak-anak Zaman). Dan masih banyak lagi.

17. Lihat AI-Muhibb Thabari, Riyadh an-Nadhirah, jilid 1, hlm. 30.

18. Lihat Bab 19: 'Tiga dan Tiga' sub bab Sahabat Rasul.

19. Seratus lima puluh.

20. Murtadha al-'Askari, Khamsun wa Mi'ah Shahabi Mukhtalaq, Beirut, 1968.

21. Dibicarakan di bab 10, 'Pengepungan Rumah Fathimah'.

22. Sejak Rasul wafat tanggal 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 Hijriah, 12-3-11 H, sampai meninggalnya 'Utsman tanggal 18 Dzul Hijjah tahun 35 Hijriah, 18-12-35 H.

23. Bacalah 'Abdul Husain Syarafuddin AI-Musawi, Ajwibah Masa'il Jarallah, hlm. 71-7?

24. Lihat Barakat Ahmad, Muhammad and the Jews, A Re-examination, Delhi, 1979.

25. H. Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah, Penerbit Mizan, Bandung, 1989, hlm.65, 66, 67.

26. Al-Qur'an 48:26; Lihat juga Al-Qur'an 3:148, 154; 5:55, 50; 33:33.

27. Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 2, hlm. 283.

28. Bacalah Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4, hlm. 53-57; Ibnu Sa'd, Thabaqat, hlm. 659, Bukhari dalam Kitab al-Maghazi, bab pengiriman Khalid ke Banu Jadzimah, Tarikh Abu'l-Fida', jilid 1, hlm. 145, UsduI-Ghabah jilid 3, hlm. 102; al-Ishabah, jilid 1, hlm. 318; jilid 2, hlm. 81

29. A1-1shabah, jilid 2, hlm. 209; Ibnu 'Asakir, Tarikh, jilid 5, hlm. 30; Khazanah al-Adab jilid 2, hlm. 8.

30. Hadits ini berasal dari 'Abdullah bin Buraidah. Lihat Imam Ahmad, Musnad, jilid 5, hlm. 347

31. Nasa'i, al-Khasha'ish al-'Alawiyah' hlm. 17. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Jarir, Thabrani dan lain-lain.

32. Akan dibicarakan di Bab 12, 'Reaksi terhadap Peristiwa Saqifah'.

33. Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 254; Tarikh al-Khamis, jilid 3, hlm. 343.

34. Sebagaimana biasa, banyak perdebatan telah terjadi mengenai kata-kata 'Umar ini. Bukankah 'Umar mengatakan bahwa Rasul Allah saw rida kepada mereka berenam?.

35. Al-Qur'an, al-Ahzab (33), ayat 53.

36. Lihat Tafsir al-Qurthubi jilid 14, hlm. 228; Faidh al-Qadir, jilid,4, hlm. 290; Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hlm. 506; Tafsir Baqawi jilid 5, hlm. 225; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 1, hlm. 185, 186, jilid 12, hlm. 259 dan lain-lain.

37. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 1, hlm. 175.

38. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'I-Balaghah, jilid 12, hlm. 259.

39. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 1, hlm. 186.

40. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 16.

41. Abu uysuf dalam al-Atsar, hlm. 215.

42. Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 3, hlm. 247; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm 16; Mithibbuddin Thabari, Ar-Riydah an-Nadhirah, jilid 2, hlm. 76

43. Lihat Bab 15, 'Sikap 'Ali terhadap Peristiwa Saqifah' dan Bab 14: 'Pembaiatan 'Umar dan'Utsman'.

44. Yang dibebaskan, baru memeluk Islam setelah penaklukan Makkah.

45. Ba-ladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 30.

46. Menurut Mas'udi, 'Utsman dikepung selama 49 hari, Thabari 40 hari, dan ada yang mengatakan lebih dari itu. Ia dibunuh malam Jumat 3 hari sebelum berakhir bulan Dzul Hijah, tahun 34 H, 8 Juli 655 M. Lihat Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 431-432.

47. Dengan lafal yang sedikit berbeda lihatlah Shahih Bukhari, jilid 5, hlm. 17; Sunan Abu Dawud, jilid 2, hlm. 25.

48. Shahih Bukhari, Kitab Jihad, jilid 5, hlm. 21 dll.

49. Lihat Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 424.

50. Nama lelaki asal Mesir dan berjanggut panjang menyerupai 'Utsman. Dalam al-Lisan al-'Arab Abu Ubaid berkata: 'Orang mencerca 'Utsman dengan nama Na'tsal ini'. Ada yang mengatakan Na'tsal ini orang Yahudi.

51. Ada yang mengatakan hanya 400 orang, 500 orang, 700 orang atau 600 orang. Menurut Ibn Abil-Hadid 2.000 orang.

52. Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 3, hlm. 49; Baladzuri, al-Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 26, 59; Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa's-Siyasah, jilid 1, hlm. 334; Ibnu Qutaibah, al-Ma'rif, hlm. 84; Thabari, Tarikh, Jilid 5, hlm. 116; Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 441; Ibnu 'Abd Rabbih, al-'lqdal-Farid, jilid 2, hlm. 262, 263, 269; Muhibbuddin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 2, hlm. 123, 124; Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hlm. 66 dan lain-lain.

53. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 6, hlm. 35-36.

54. Agaknya Ibnu Mas'ud sengaja menyebut kalimat ini, karena 'Utsman tidak hadir pada kedua peristiwa tersebut, pen.

55. Ibnu 'Abd al-Barr, Kitab al-Isti'ab fi Ma'rifati'l-Ashhab, dalam pembicaraan Ibnu Mas'ud; al-Balad-zuri, Ahmad bin Yahya bin Jabir, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 35).

56. Abu'l-Faraj al-Ishfahani, al-Aghani, jilid 4, hlm. 18.

57. Al-Qur'an, al-Ahazb (XXXIII): 33, pen.

58. Baladzurli, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 3 3.

59. Thabari, Tarikh, jilid 5, hlm. 166.

60. Dzu'l-'Ishba', gelar Thalhah bin 'Ubaidillah, karena beberapa jarinya buntung di perang Uhud, pen.

61. Sarif, suatu tempat sekitar 10 km dari Makkah arah ke Madinah, pen.

62. Abu Syibl, nama julukan lain Thalhah yang berarti 'ayah dari anak singa', pen.

63. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 4, hlm. 215, 216)

64. Ubaid bin Umm Kilab adalah orang yang sama dengan 'Ubaid bin Abi Salmah al-Laitsi, pen.

65. Waihaka = kata-kata sayang, kebalikan dari wailaka!, pen

66. Fa minki'l bada', wa minki'l-ghiyar, Wa minki'r-riyah, wa minki'l-mathar, Wa anti amarti bi qatli'l-imam. Wa qulti lanna innahu qad kafara.

67. Muruj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 9.

68. Minkil buka'wa minkil-'awil, Wa minki'r-riyah wa minki'l-mathar, Wa anti amarti bi qatli'l-imam, Wa qatlihu' indana man amara.

69. Lihat Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 71.

70. Al-Qur'an (33), ayat 33.

71. Ibnu Thaifur, Baldghat an-Nisa', hlm. 8; Mengenai nasihat Ummu Salamah kepada 'A'isyah, lihat juga Zamakhsyari, al-Fa'iq, jilid 1, hlm. 290; Ibnu 'Abd Rabbih, Iqd al-Farid, jilid 3, hlm. 69; Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 2, hlm. 79.

72. Dzi Qar = Sebuah mata air dekat Kufah, pen.

73. Lihat Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 2, hlm. 157.

74. Usdu'l-Ghabah, jilid 2, hlm. 309-310.

75. Haudaj adalah tandu yang dipasang di punggung unta, pen.

76. Ibnu Abd Rabbih, Iqd al-Farid, jilid 4, hlm. 294.

77. AI-Qur'an, al-Ahzab (33): 6.

78. Abdullah bin Zubair.

79. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'I Balaghah, jilid 2, hlm. 166.

80. Lihat Usdu'l-Ghibah, jilid 5, hlm. 178-179.

81. Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 3 hlm.3370.

82. Ibnu Sa'd, ibid., jilid 8, hlm. 67; Zarkasyi, al-ljabah, hlm. 71, 75; Kanzu'l-'Ummal, jilid 7, hlm. 116; Muntakhab, jilid 5, hlm. 118; al-Ishibah, jilid 4, hlm. 349; Thabari, ibid. jilid 4, hlm. 161; lbnu Atsir jilid 2, hlm. 247; Al-Hakim Al Nisaburi, al-Muatadrak, jilid 4, hlm. 8; Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 3, hlm. 154; al-Baladzuri, Futuh al-Buldan, hlm. 449, 454, 455; An-Nubala, jilid 2, hlm. 132, 138.

83. Abu-Faraj al-Ishfahani, Maqatil ath-Thalibiyin, hlm. 43.

84. Abu Turab atau 'Ali bin Abu Thalib.

85. Thabari, Tarikh, tatkala membicarakan sebab pembunuhan 'Ali; Ibnu Sa'd, Thabaqat-Kubra jilid 3, hlm. 27; Abu'I-Faraj al-Ishfahani, Maqatil-Thalibiyin, hlm.42.

86. Abu'l-Faraj al-Ishfahani, Maqatil at-Thalibiyin, hlm. 42.

87. Al-Bukhari, jilid 2, hlm. 277 dalam Bab Kecemburuan Wanita, Kitab Nikah..

88. Al-Bukhari, jilid 2, hlm. 210, pada Bab Manaqib Khadijah.

89. Musnad Ahmad, jilid 6, hlm. 150, 154.

90. Musnad Ahmad, jilid 6, hlm. 117; Sunan Tirmidzi, jilid 1, hlm. 247;.Shahih Bukhari, jilid 2, hlm. 177, jilid 4, hlm. 36, 195; Musnad Ahmad jilid 6, hlm. 58, 102, 202, 279; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 128; al-Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 224.

91. Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 275.

92. Al-Qur'an, an-Najm (53), 3.

93. Maksud Ibn Abin Hadid adalah Khotbah 155 dalam Nahjul Balaghah tatkala 'Ali berkata tentang Aisyah: 'Kebencian mendidih dalam dadanya, sepanas tungku pandai besi. Bila ia diajak melakukan kepada orang lain seperti yang ia lakukan kepadaku, ia akan menolak. Tetapi hormatku kepadanya, setelah kejadian ini pun, tetap seperti semula.

94. Tirmidzi, al-Jami'ash-Shahih, jilid 5, hlm. 656, 661; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 3, hlm. 62, 64, 82, jilid 5, hlm. 391, 392; Ibnu Majah, as-Sunan, jilid 1, hlm. 56; Al Hakim An-Nisaburi, A-Mustadrak ash-Shahihain, jilid 3, hlm. 167; Majma' az-Zawa'id, jilid 9, hlm. 183; al-Muttaqi, Kanz al-Ummal, jilid 13, hlm. 127,128; al-Isti'ab, jilid 4, hlm. 1495; Usdu'l-Ghabah, jilid 5, hlm. 574; Tarikh Baghdad, jilid 1, hlm. 140, jilid 6, hlm. 372 jilid 10, hlm. 230; Ibnu 'Asakir, at-Tarikh, jilid 7, hlm. 362.

95. Shahih Bukhari, jilid 8, hlm. 79; Shahih Muslim, jilid 7, hlm. 142-144; Ibnu Majah, as-Sunan, jilid 1, hlm. 518; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 6, hlm. 282; al-Hakim an-Nisaburi, al-Mustadrak 'ala ash-Shahihain, jilid 3, hlm. 136.

96. Lihat juga Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 219.

97. Lihat juga al-Mustadrak, jilid 3, hlm. 153, 156; Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 218.

98. Lihat juga al-Mustadrak, jilid 3, hlm. 153, 156; Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 218.

99. Lihat catatan kaki di atas.

100. Lihat Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 220.

101. Al-Qur'an 33:33; Lihat hadis Kisa' yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah, dalam Bab 'Nash Bagi Ali.

102. Al-Qur'an, Ali Imran (III): 61.

103. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 2, hlm. 192-197.

104. Hit adalah kota di tepi sungai Efrat, dekat Baghdad, utara Anbar.

105. Nu'man bin Basyir al-Anshari al-Khazraji, tatkala Rasul wafat berumur delapan tahun tujuh bulan. Ia adalah anak Basyir bin Sa'd, teman Abu Bakar; lihat Bab 8, Pembaiatan Abu Bakar. Ia yang membawa baju gamis 'Utsman yang penuh darah serta potongan jari istri 'Utsman, Nai'lah, ke Damaskus untuk dipamerkan dan membangkitkan emosi untuk memerangi Ali. Ia kemudian akhirnya dibunuh di zaman Marwan, dipenggal lehernya oleh Banu Umayyah yang dibelanya dan kepalanya dilemparkan kepangkuan istrinya.

106. 'Ain at-Tamr sebuah kota dekat at-Anbar, sebelah Barat Kufah.

107. Ibnu Hajar, Shawa'iq, hlm. 81

108. Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 8, hlm. 43.

109. Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50.

110. Sa'd adalah satu-satunya anggota Syura yang dibentuk 'Umar yang masih hidup, pen.

111. AI-Ishfahani, Maqatil ath-Thalibiyin, hlm. 29; Diriwayatkan Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 4, hlm. 11, 17.

112. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'1-Balaghah, jilid 4, hlm. 4.

113. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'1-Balaghah, jilid 4, hlm. 7.

114. Ibnu 'Abd al-Barr, Kitab al-Isti'ab, jilid 1, hlm. 141

115. Ibnu al-Jauzi, 'al-Tadzkirah', hlm. 121.

116. Ibnu 'Asa-kir, Tarikh, jilid 4, hlm. 229.

117. Ad-Damiri, Hayat a1-Hayawan jilid 1, hlm. 58; Diyar Bakri, Tarikh Yaum al-Khamis, jilid 2, hlm. 294.

118. Ibnu Qutaibah, al-Imamah was Siyasah, jilid 1, hlm. 144; Ibnu 'Abdu Rabbih, al-Iqd al-Farid, jilid 2, hlm. 298; ar-Ragbib al-Ishfahani, Al-Muhadharat, jilid 2, hlm. 224 dll.

119. Lihat Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 1, hlm. 43, 44.

120. 'Amr bin Hamaq adalah orang pertama dalam sejarah Islam yang kepalanya dipenggal dan diarak dari kota ke kota, lihat Ibn Qutaibah, Al-Ma'arif, hlm. 127; Al-Isti'ab, Jilid 2, hlm. 404; Al-Ishabah, jilid 2, hlm. 533; Ibn Katsir, Tarikh, jilid 8, hlm. 48.

121. Al-Hakim, Mustadrak, jilid 3, hlm. 106.

122. Ibnu Abd al-Barr, Kitab al-Isti'ab, jilid 2, hlm. 477-478.

123. Misyqash, semacam anak panah bermata lebar.

124. Muhibuddin Thabari, Riyadhah an-Nadhirah, jilid 2, hlm. 130.

125. Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 7, hlm. 175.

126. Nama panggilan dengan awal Abu, ayah dari seseorang, seperti Abu Thalib, ayah dari Thalib atau Ummu, ibu dari seseorang, seperti Ummu Salamah.

127. Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 7, hlm. 198.

128. Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 90-91. Dengan sedikit berbeda, lihat juga Thabari, Tarikh, jilid 12, hlm. 371; Dinawari, Kitab at-Akhbar at-Tiwal, hlm. 259; Ibnu Katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 7, hlm. 190.

129. Al-Ishabah, jilid 4, hlm.68.

130. Ibn Qutaibah, Al-Ma'arif, hlm. 112.

131. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 10, hlm. 105.

132. Shahih Tirmidzi, jilid 9, hlm. 64; Ibnu 'Asakir, Tarikh, jilid 4, hlm. 80; Tafsir al-Wushul, jilid 4, hlm. 36.

133. Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 103, Ibnu Khaldun, Tarikh, jilid 3, hlm. 58.

134. Al-Hakim, Mustadrak, jilid 2, hlm. 556; Ibnu 'Asakir, Tarikh, jilid 4, hlm. 69.

135. Ibnu Asakir, Tarikh, jilid 4, hlm. 69.

136. Ibnu Aqil, an-Nashayih, hlm. 81.

137. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 4, hlm. 56, 57.

138. Ibnu 'Abd Rabbih, a1-'Iqda1-Farid, jilid 2, hlm. 301, jilid 4, hlm. 127.

139. Sijistan adalah wilayah di perbatasan Iran dan Afghanistan sekarang.

140. Al-Hamawi, Mu'jam al-Buldan, jilid 5, hlm. 38.

141. Lihat Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 11, hlm. 44, 45.

142. Musnad Imam Ahmad, jilid 1, hlm. 188; Abu'l-Faraj al-Ishfahani, al-Aghani, jilid 12, hlm. 2; al-Mustadrak, jilid 1, hlm. 385.

143. Abu'I-Faraj al-Ishfahani, al-Aghani, jilid 16, hlm. 80-82.

144. Ibnu Faraj al-Ishfahani, al-Aghani, jilid 14, hlm. 146; Thabari, Tarikh, jilid 4, hlm. 207; al-Baldazuri, Futuh al-Buldan, hlm. 302; Ibnu Atsir, Tarikh al-Kamil, jilid 2, hlm. 228; Ibnu Khalikan, Tarikh, jilid 2, hlm. 455; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 7, hlm. 81; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 12, hlm. 237-246; 'Umdatu'l Qari, jilid 6, hlm. 34.

145. Pecak, a'war, julukan Mughirah bin Syu'bah karena ia memang bermata satu.

146. Ibnu 'Abd Rabbih, al-'Iqd al-Farid, jilid 2, hlm. 301, jilid 3, hlm. 127.

147. Al-Hakim, Mustadrak, jilid 3, hlm. 116.

148. Al-Jassas al-Hanafi, Ahkam Al-Qur'an, jilid 2, hlm. 224-224.

149. Hadis Kedudukan, lihat Bab 'Nash Bagi 'Ali.

150. Hadis ar-Rayyah, atau Hadis Bendera adalah hadis yang diucapkan Rasul Allah saw pada Perang Khaibar dengan kata-kata: 'Aku akan memberikan bendera besok pagi kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah serta Rasul-Nya mencintainya'.

151. Mubahalah: saling memohon kepada Allah supaya menjatuhkan laknat kepada pihak yang bersalah; Lihat Al-Qur'an, Ali 'Imran (III), ayat 59-61. Setelah turun ayat ini untuk bermubahalah dengan orang Kristen Najran, Rasul memanggil Ali, Fhatimah, Hassan dan Husein seraya berkata: 'Tuhan, inilah ahlulbaitku'.

152. Shahih Muslim, jilid 7, hlm. 120; Shahih Tirmidzi, jilid 13, hlm. 171; al-Hakim, Musnad.

153. Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 61. Lihat juga Ibnu al-Jauzi dalam Tadzkirah hlm. 12.

154. Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 8, hlm. 77.

155. Al-Qur'an, al-Hujurat (XLIX), ayat 9.

156. Ummu Salamah, istri Rasul, waktu itu masih hidup.

157. AI-Mustadrak, jilid 3, hlm. 115, 116; al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, jilid 8, hlm. 172; Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 4, hlm. 136, 137; aI-Istiab, jilid 3, hlm. 932; Usdul Ghabah, jilid 3, hlm. 229; Nuruddin al-Haitsami, Majma' az-Zawa'id, jilid 3, hlm. 182, jilid 7, hlm. 242; al-Furu', jilid 3, hlm. 543; al-Alusi, Ruh al-Ma'ani, jilid 26, hlm. 151.

158. Dalam al-Aghani' mengajak kepada yang 'haq' dan menegakkan keadilan, qisthu'.

159. Suatu tempat dekat Kufah, di tepi Timur sungai Efrat.

160. Bacalah Abul-Faraj al-Ishfahani, al-Aghani, jilid 16, hlm. 2-11; Ibnu Qutaibah, 'Uyun al-Akhbar, jilid 1, hlm. 147; Thabari, Tarikh, jilid 6, hlm. 141-156; Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hlm. 202-208; al-Hakim, Mustadrak, jilid 12, hlm. 468; Ibnu 'Asakir, Tarikh, jilid 4, hlm. 84, jilid 6, hlm. 459; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 8, hlm. 49-55.

161. Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 69; Baihaqi, Kitab al-Mahasin wa al-Musawi, jilid 1, hlm. 39.

162. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 4, hlm. 58-59.

163. Kecuali di zaman pemerintahan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz yang 2 setengah tahun.

164. Dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa hukum fiqih yang berkembang di lembaga-lembaga pemerintahan dan masyarakat didominir oleh keputusan-keputusan hukum 'Umar, Abu Bakar dan 'Utsman. Dan sama sekali tidak memberi tempat kepada pikiran-pikiran 'Ali. Buah pikiran 'Ali hanya berkembang dan diikuti oleh keluarga dan pengikut-pengikutnya. Sebagai ilustrasi dapat diikuti dialog antara gubernur Hajjaj bin Yusuf dan kadinya. Hajjaj bertanya kepada Sya'bi tentang warisan seorang (yang tidak punya anak) kepada ibu, saudara perempuan dan kakeknya. Hajjaj: 'Bagaimana pendapat Amiru'l-mu'minin 'Utsman? Sya'bi: 'Tiap orang 1/3 bagian!'. Hajjaj: 'Bagaimana pendapat 'Ali? Sya'bi: 'Saudara perempuan 3/6, 2/6 untuk ibu dan 1/6 bagian untuk kakek!' Hajjaj memegang-megang hidungnya, 'Yang pasti, kita tidak boleh mengikuti putusan 'Ali'. Ia lalu menyuruh hakim memutuskan sesuai dengan pendapat 'Utsman. Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan ini, bacalah al-Imam 'Abdul Husain Syarafuddin al-Musawi, Nash wa'1-Ijtihad.

165. Ibn Abil- Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 4, hlm. 63.

166. Hadis Abu Hurairah ini sangat kuat; diriwayatkan oleh lbnu Katsir melalui dua jalur, Ibnu 'Adi melalui dua jalur; Muhammad bin 'Aid melalui lima jalur, Muhammad bin 'Abdu as-Samarqandi melalui enam jalur, Muhammad bin Mubarrak ash-Shuri metalui tujuh jalur, Khatib Baghdadi melalui sembilan jalur, semuanya berasal dari Abu Hurairah. Lihat pula Abu Hurairah, oleh Syarafuddin al-Mosawi, Beirut, 1977, hlm. 38.

167. Mahmud Abu Rayyah, Syaikh al-Mudhirah, Abu Hurairah, Darul Ma'arif, Mesir, hlm. 57.

168. Ibnu 'Abd Rabbih, Iqdal-Farid, jilid 6, hlm. 101.

169. Bukhari, Muslim; lihat juga Mahmud Abu Rayyah, Syaikh al-Mudhirah, hlm. 236

170. Ibn Abil-Hadid, Syarh-Nahju'l-Balaghah, jilid 4, hlm. 67

171. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 4, hlm. 69.

172. Al-Qur'an, al-Baqarah (II), 204-205.

173. Pembunuh Imam Ali.

174. Al-Qur'an, al-Baqarah (11), 207.

175. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 4, hlm. 73.

176. Abu Hurairah menyampaikan 5374 hadis, Ibnu 'Umar 2630, Anas bin Malik 2286 dan 'A'isyah 2210.

177. Shahih Bukhari dalam Kitab al-Manaqib, bab Keutamaan Abu Bakar sesudah Nabi, dari jalur 'Abdullah bin 'Umar, jilid 5, hlm. 243.

178. Shahih Bukhari dalam Kitab al-Manaqib, bab Keutamaan 'Utsman, dari jalur 'Abdullah bin 'Umar jilid 5, hlm. 262.

179. Fat'hal-Bari, jilid 7, hlm. 13.

180. Khatib, Tarikh, jilid 11, hlm. 363.

181. Akan dibicarakan di bagian lain.

182. Lihat juga Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 13

183. Tirmidzi, dalam Jami'-nya, hlm. 13, 183, 186, dan lain-lain. Hadis ini melalui 'Abdurrahman al-Akhnas, yang didengamya sendiri di masjid Kufah. Jalur lain melalui 'Abdurrahman bin Hamid yang didengarnya dari ayahnya; ayahnya mendengar dari 'Abdurrahman bin 'Auf. Hadis yang disebut ini dianggap batil, karena ayah 'Abdurrahman bin Hamid, yang bernama az-Zuhri, adalah seorang tabi'i (generasi kedua), bukan Sahabat. Ia lahir 32 H., 653 M. dan meninggal 105 H, 723 M. dalam usia 73 tahun, sedang 'Abdurrahman bin 'Auf meninggal 31, 652 M.atau 32 H., 653 M. Dengan kata lain, Zuri lahir pada saat 'Abdurrahman bin 'Auf meninggal atau setahun sesudahnya. Dengan demikian maka satu-satunya jalur adalah yang melalui Said bin Zaid.

184. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 15, hlm. 37, al-Waqidi, Maghazi, jilid 1, hlm. 3 10; berasal dari Thalhah bin 'Ubaidilllah, Ibnu 'Abbas dan Jabir bin 'Abdullah.

185. Al-Qur'an, s. an-Nisa' (IV), 124; lihat juga, s. al-Baqarah (11), 25; at-Taubah (IX), 21; Hud (XI), 23; al-Hajj (XXII), 14; as-Sajdah (III), 19; al-Fat'h (XLVIII), 5; ath-Thalaq (LXV), 11; at-Taubah (IX), 72

186. Hadis ini sangat terkenal, diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Tirmidzi, Nasa'i Ibnu Habban, yang berasal dari Abu Dzarr al-Ghifari.

187. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, melalui jalur Abu Musa al-Asy'ari

188. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih mereka

189. Rasul bersabda: "Aku adalah gudang ilmu, dan 'Ali adalah pintunya." Orang menganggap 'Ali sebagai tempat bertanya sesudah Rasul. Teman-teman 'Ali ini disebut Syi'ah 'Ali. Dalam menafsirkan ayat, "Sungguh orang-orang yang beriman dan melakukan amal kebaikan, merekalah makhluk yang sebaik-baiknya." (Al-Qur'an, 97:7) Suyuthi meriwayatkan dari Ibnu Mardawaih dari 'Ali bin Abi Thalib yang berkata: 'Rasul Allah saw bersabda kepadaku: "Apakah engkau tidak mengetahui firman Allah SWT: 'Sungguh orang-orang yang beriman dan melakukan amal kebaikan, merekalah makhluk yang sebaik-baiknya? (Mereka itu adalah) engkau dan Syi'ahmu. Aku dan kamu telah dijanjikan tempat di Haudh'. Juga Suyuthi dari Ibnu 'Asakir yang berasal dari Jabir dari Ibnu 'Abbas : "Kami berada bersama An-Nabi dan muncullah 'Ali dan Nabi bersabda: 'Demi Dia yang jiwaku berada di tanganNya. (Yang datang) ini, beserta Syi'ahnya, merekalah yang menang pada hari kiamat'. Dan turunlah ayat: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakukan amal kebajikan, merekalah makhluk yang sebaik-baiknya. Demikianlah para Sahabat Nabi bila (melihat) 'Ali muncul, mereka berkata: "Telah datang khairul Bariyyah".

190. Lihat Khwarizmi dalam Manaqib, hlm. 66; Suyuthi dalam ad-Durru'l-Mantsur, jilid 6, hlm. 379; 392; Syablanji dalam Nuru'l Abshar, hlm. 78 dan 112; Ibnu Hajar dalam Shawa'iq dan lain-lain.

191. Ibnu Qutaibah, Tarikh al-Khulafa'ur Rasyidin, Mesir, tanpa tahun, hlm. 1-2.

192. Ibnu Qutaibah, Tarikh, ibid, hlm. 12.

193. Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, terjemahan Anas Mahyuddin, Pustaka Bandung, 1984. Pada hlm. 137, ia menulis, "Orang-orang Sunni hampir selalu menjadi pendukung setiap pemimpin Negara"

194. Fat'hul-Bari, jilid 6, hlm. 31 jilid 7, hlm. 393.

195 "Ada sektar 30 nama Abu Hurairah dan ayahnya", kata an-Nawawi. Al-Halabi mengatakan sekitar 40 nama. Demikian pula al-Hakim dan Ibnu Hajar, al-Isha-bah, jilid 7, hlm. 199. Ibnu 'Abdi'l-Barr mengatakan dalam al-Istiab bahwa demikian banyak perselisihan tentang namanya maka ia harus dipanggil dengan kunya 'Ayah Anak Kucing' saja. Demikian pula yang tertera dalam Usdul Ghabah dan kitab-kitab lain.

196 Fat'h al-Bari, jilid 11, hlm. 236, 237.

197 Fat'h al-Bari, jilid 7, hlm. 61, 62.

198 Ibnu Sa'd dalam Thabaqat, jilid 4, hlm.59-60; juga oleh Baladzuri dan lain-lain.

199 Ibnu 'Abd al-Barr, Kitab al-Isti'ab, jilid 2, hlm. 548; Fathal-Bari, jilid 7, hlm. 255.

200 lesung = al-mihras = alat untuk menumbuk dan mengulek makanan. Lihatlah 'Hadis Lalat' dan 'Hadis Pundi-pundi'.

201 Juga disebut Surat At-Taubah (IX), sebagaimana diketahui Surat Bara'ah merupakan pemutusan hubungan kaum Muslimin dari keterikatan dengan kaum musyrikin, pen.

202 Surat untuk dibacakan kepada kaum musyrikin di Mina pada hari an-Nahr, pen.

203 'Pemimpin atau dipimpin?'.

204 Al-Hakim dalam al-Mustadrak

205 Al-Qur'an, al-Qashash (XXVIII), 56.

206 Lihat Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 3, hlm. 370.

207 Al-Qur'an, At-Taubah (IX), 113.

208 Al-Quran, al-Qashash (XXVIII), 56.

209 Shahih Bukhari, jilid 7, hlm. 67; Tafsir Qurthubi, jilid 8, hlm. 273; Tafsir Syaukani, jilid 3, hlm. 316; Muslim, Irsyad as Sariy fi Syarh al-Bukhari, jilid 7, hlm. 101; juga Thabari, al-Hakim, Ibnu Abi Hatim, dan Baihaqi yang menyampaikan hadis yang berasal dari Ibnu Mas'ud dan Buraidah; Thabrani dan Ibnu Mardawaih melalui jalur 'Ikramah yang berasal dari Ibnu 'Abbas; lihat Tafsir ath-Thabari, jilid 2, hlm. 31; Irsyad as Sariy, jilid 7, hlm. 270; ad-Durru'l-Mantsur, jilid 3, hlm. 273. Dan Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasyf, jilid 2, hlm. 49 menceritakan bahwa hadis di atas turun berkenaan dengan Abu Thalib, kemudian menambahkan: "Benar, karena Abu Thalib meninggal sebelum Hijrah, sedang ayat ini turun pada akhir kurun Madinah".

210 Al-Bidayah wa'n-Nihayah, jilid 5, hlm. 354; Mizan al-Itidal, jilid 1, hlm. 370; al-La'Ali u1 Mashnu'ah, jilid 2, hlm. 80.

211 Lisan a1-Mizan, jilid 4, hlm. 46; Tarikh Baghdad, jilid 2, hlm. 127; Mizan al-I'tidal, jilid 2, hlm. 143; al-La ali'ul Mashnu'ah, jilid 1, hlm. 207.

212 Thabari, al-Hakim, Ibnu Abi Hatim, Baihaqi dan Ibnu Mardawaih.

213 Sirah Ibnu Hisyam, jilid 2 hlm. 27; Tharikh Ibnu Katsir, jilid 2, hlm. 123; Ibnu Sayyid An-Nas, Uuyn al-Atsar, jilid 1, hlm. 131; al-Ishabah, jilid 4, hlm. 116; al-Mawahib Diniyyah, jilid 1, hlm. 71; As-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hlm. 372; As-Sirah ad-Dahlaniyyah Hamisy al-Halabiyah, jilid 1, hlm. 89; Asna a1-Muthalib, hlm. 20.

214 Tarikh Abu'I-Fida' , jilid 1, hlm. 120; Sy'rani, Kasyf al-Ghummah, jilid 2, hlm. 144.

215 Al-Halabiyah, jilid 1, hlm. 194.

216 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 14, hlm. 71.

217 Tsalabi dalam tafsirnya mengatakan bahwa syair ini telah disepakati berasal dari Abu Thalib. Lihat juga Baghdadi, Khazanah al-Adab, jilid 1 hlm. 26 1; Ibnu Katsir, Tarikh, Jilid 3, hlm. 42; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Baalaghah, jilid 3, hlm. 306; Abu'l-Fida', Tarikh, jilid 1, hlm. 120; Fat'h al-Bari, jilid 5, hlm. 153, 155; Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hlm. 305; Diwan Abi Thalib, hlm. 12.

218 Ishabah, jilid 4, hlm. 116.

219 Ar-Raudh al-Anf, jilid 1 hlm. 259; al-Mawahib, jilid 1, hlm. 72; Tarikh Khamis, jilid 1, hlm. 339; Tsamarat al-Auraq Hamisy al-Halabiyah, jilid 1, hlm. 93; Asna al-Muthalib, hlm. 5.

220 Lihat Khasha 'ish al-Kubra, jilid 1, hlm. 87; As-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hlm. 372, 370; Sirah Zaini Dahlan Hamisy, al-Halabiyah, jilid 1, hlm. 92, 293; Asna al-Muthalib, hlm. 10

221 Ibnu 'Abd al-Barr, Kitab al-Isti'ab, jilid 2, hlm. 690; Lihat juga Thabari, Tarikh, jilid 11, hlm. 357; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 440

222 Bacalah Al-Qur'an, Surah Yunus (X), ayat 90, 91, 92; Surat An-Nisa' (IV), ayat 18, 159.

223 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 14, hlm. 71.

224 Al-Hakim, al-Mustadrak, jilid 2, hlm. 623, berasal dari rangkaian yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq.

225 Bukhari dalam At-Tarikh Ash-Shaghir dari jalur 'Ali bin Yazid; Abu Nu'aim, Dala'il An-Nubuwwah, jilid 1 hlm. 6; Ibnu 'Asakir dalam Tarikh-nya, jilid 1, hlm. 275; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 3, hlm. 315; Ibnu Katsir dalam Tarikhnya, jilid 1, hlm. 266; Ibnu Hajar, 'Ishabah, jilid 4, hlm. 115; al-Qasthalani, al-Mawahib ad-Diniyyah, jilid 1, hlm. 518 yang dipetik dari Tarikh Bukhari; Diyar Bakri, Tarikh al-Khamis, jilid 1, hlm. 254.

226 Bukhari, Shahih, kitab "I'tizam, jilid 4, hlm. 57; Muslim, Shahih, bab "Masuk Surga", jilid 2, hlm. 481.

227 Bandingkan, misalnya, dengan ayat Al-Qur'an, Tiada sesuatu serupa Ia (Al-Qur'an, 42:11); Tiada Ia tercapai oleh penglihatan mata (Al-Qur'an, 6:103); Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan. ( Al-Qur'an, 37:159).

228 Muslim dalam Shahih, melalui banyak jalur, yang berasal dari Abu Hurairah, dalam bab "Keutamaan Musa." dari Kitab "Fadha'il", jilid 2, hlm. 309; Bukhari dalam Shahih-nya, bab "Wafatnya Musa", dalam kitab "Penciptaan", jilid 2, hlm. 163.

229 Muslim dalam Shahih-nya, yang berasal dari Abu Hurairah, dengan banyak jalur, bab Fadha'il Musa, jilid 2, hlm. 308; Bukhari, dalam Shahih-nya, jilid 2, hlm. 163.

230 Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa'i diriwayatkan yang berasal dari Abu Hurairah: "Sesungguhnya Allah SWT menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antaranya dalam enam hari. Kemudian Allah beristirahat di atas 'Arsy pada hari ketujuh. Padahal dalam Al-Qur'an, yaum (hari) di sini bermakna kurun waktu; ada yang bermakna seribu tahun (Al-Qur'an, 22:47; 32:5), ada yang menunjukkan lima puluh ribu tahun (Al-Qur'an, 70:4).

231 Bukhari, dalam Shahih-nya, jilid 3, hlm. 316.

232 Al-Qur'an, Fathir (XXXV), 18.

233 Al-Qur'an, Saba' (XXXIV), 13.

234 Lihat "An-Nujum az-Zahirah, jilid 1, hlm. 34, Mahmud Abu Rayyah, Syaikh al-Mudhirah, Abu Hurairah, hlm. 94, lihat juga Perjanjian Lama, Kejadian (Genesis), ayat 10.

235 Fat'ha1-Bari, jilid 4, hlm.231.

236 Sair A'lam an-Nubala', jilid 2, hlm.429.

237 Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 4, hlm. 56.

238 Al-Qur'an, an-Nur (XXIV), 37.

239 Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mukhtalaf al-Hadits, hlm. 48.

240 Ibnu Qutaibah, Tawil Mukhtalaf al-Hadits, hlm. 10, 11.

241 Ibnu Qutaibah, Tawil Mukhtalaf al-Hadits, hlm. 51.

242 Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 4, hlm. 68.

243 Dzahabi: Sair al-A'lam, jilid 2, hlm.435.

244 Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mukhtalaf al-Hadits, hlm. 28.

245 Ibnu Qutaibah, al-Imamah was Siyasah, hlm. 126, 127.

246 Al-Qur'an, al-An'am (VI): 164.

247 Ibnu 'Abdil Barr, Jami' bayan al-ilm wa fadhluhu, jilid 2, hlm. 154,

248 Lihat Mahmud Abu Rayyah, Syaikh al-Mudhirah Abu Hurairah, hlm. 142, 143.

249 Ibnu Katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, hlm. 109.

250 Dzahabi: A'lam an-Nubala, jilid 2, hlm. 433; al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 8, hlm. 106.

251 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 4, hlm. 67, 68.

252 Mahmud Abu Rayyah, ibid, hlm. 104.

253 Lihat Sair A'lam an-Nubala', jilid 2, hlm. 348; al-Bidayah wa'n-Nihayah oleh Ibnu Katsir, jilid 8, hlm. 109 dll.

254 Mahmud Abu Rayyah, Syaikh al-Mudhirah, Abu Hurairah, hlm. 146.

255 Mahmud Abu Rayyah, Ibid, hlm. 147.

256 mihdzar, berbicara tidak karuan.

257 Mahmud Abu Rayyah, ibid, hlm. 147, 148.

258 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 4, hlm. 68.

259 Ibnu Qutaibah, Ibid, hlm. 50.

260 Bab 6 bukunya Ma'rifah U'lum al-Hadits.

261 Mahmud Abu Rayyah, ibid, hlm. 115.

262 Ibnu Katsir: al-Bidayah wa'n-Nihayah, jilid 8, hlm. 109.

263 Ibnu Sa'd, at-Thabaqat al-Kubra, jilid 4, hlm. 58.

264 Al-Hakim, al-Mustadrak, jilid 1, hlm. 92.

265 Lihat juga Thabaqat, jilid 7, hlm. 79.

266 Suuythi, Alfiat, bab "Riwayat Orang-orang Besar dari Orang-orang Kecil, atau "Riwayat Sahabat yang berasal dari Tabi'in", hlm. 237, 238.

267 Sair A'lam an-Nubala', jilid 2, hlm. 432.

268 Dzahabi, ibid, jilid 2, hlm. 417.

269 Al-Ishabah, jilid 5, hlm. 205.

270 Shahih Bukhari, jilid 1, hlm. 23.

271 Muslim dalam Shahih-nya, jilid 7, hlm. 110; Ibnu Sa'd dalam Thabaqat al-Kubra, jilid 2, bab 2, hlm. 128; Imam Ahmad bin Hanbal, dalam Musnad., Hakim dalam Mustadrak, jilid 3, hlm. 78; Muttaqi al-Hindi dalam Kanzu'l 'Ummal, jilid 6, hlm. 428. Dalam Mustadrak tidak disebutkan nama Abu Ubaidah.

272 Diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadrak, jilid 5, hlm. 97.

273 Mengenai gambaran 'Ali tentang kebencian 'Aisyah kepadanya, lihat Khotbah 155 Nahjul Balaghah. Lihat juga catatan kaki sebelumnya.

274 Imam Ahmad bin Hanbal, dalam Musnad-nya, jilid VI, hlm. 23 dan 238, Ibnu Sa'd dalam Thabaqat, jilid 2, bab 2, hlm. 29; Thabari, dalam Tarikh-nya, (edisi Leiden) jilid 2, hlm. 1800-1801; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 544-545; Baihaqi, Sunan, jilid 2. hlm. 396 dll.

275 Lihat 'Hadits al-Ghadir' dalam bab 'Nash Bagi 'Ali' dalam buku ini.

276 Lihat bab 'Nash Bagi 'Ali'.

277 Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid II, hlm. 48, Lisan a1-Mizan, jilid 3, hlm. 357-359.

278 Lihat bab 'Pengepungan Rumah Fathimah', 'Abu Bakar dan Fathimah' dan 'Kapan 'Ali Membaiat Abu Bakar.

279 Al-Awashim min al-Qawashim, hlm. 248. Kairo 1375 H.

280 Lihat catatan kaki dalam Sunan Baihaqi, jilid 8, hlm.58, 59. Dikutip dari Ibnu Hazm, Al-Muhalla, jilid 1, hlm. 484, dan Ibnu Turkmani dalam Al-Jauhar al-Naqi.

281 Mengenai Khalid, lihat Pengantar sub bab 'Sifat Jahiliah di Kalangan Sahabat' dan bab 'Reaksi Terhadap Saqifah', sub bab 'Malik bin Nuwairah.'

282 Ibn Hazm, Al-Fishal fi al-Milal wa Ahwa' aw al-Nihal, Kairo, 1347 H., jilid 4, hlm. 161.

283 Lihat bab 'Pengantar', sub bab 'Membunuh Husain Cucu Rasul'.

284 Lihat bab Pengantar, sub bab 'Membuat Hadits Palsu', 'Terror terhadap kaum Syiah, 'Membunuh Muhammad bin Abu Bakar' dan 'Mempermainkan Jenazah.'

285 Wafa'al-Wafa' bi Akhbar Dar al-Musthafa, 4 jilid, Kairo, 1955.

286 Lihat bab 'Pengantar', sub bab "Membunuh Muhajirin dan Anshar"

287 Lihat Peta Madinah

288 100 hasta.

289 Al-bait al-muthah-har, hujrah al-muthahhar

290 Lihat Bab 2: Sumber, sub bab, Samhudi.

291 10 + 2/3 hasta.

292 10 + 1/4 + 1/6 hasta.

293 7 + 1/2 +1/8 hasta.

294 Denah Masjid no. 3.

295 1 + 1/2 hasta + 2 inci.

296 I + 1/4 + 1/8 hasta. A. Hafizh, Fushul min Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, Jiddah, hlm. 103-105.

297 Denah Masjid Nabi, no. 3.

298 A. Hafizh, Fushul min Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, Jiddah, hlm. 103-105.

299 Denah Masjid no. 2.

300 Al-Qur'an, 33:33. A. Hafizh, Fushul min Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, Jiddah, hlm. 59; dikutip dari Muslim pada bab Bait as-Sayyidah Fathimah. Ibnu 'Abbas berkata: 'Aku menyaksikan Rasul Allah saw selama 6 bulan mendatangi pintu rumah 'Ali bin Abi Thalib, tiap waktu salat, dan mengatakan: 'Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ahlu'l-bait, Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan segala kenistaan daripadamu, ahlu'l-bait (Rasul Allah) dan menyucikan kamu sebersih-bersihnya, ash-shalatu rahimakumullah!' Tiap hari Rasul Allah saw melakukannya sebanyak lima kali'. Lihat juga Ad-Durru'l-Mantsur, tatkala menafsirkan ayat tersebut di atas, Al-Qur'an 33:33, dan bab 'Perintahkan Keluargamu'. Yang lain berasal dari Abi al-Hamra', maula Rasul Allah saw: 'Rasul Allah saw selama delapan bulan di Madinah, belum pernah keluar untuk salat kecuali beliau mendatangi pintu 'Ali, meletakkan tangan beliau disamping pintu dan bersabda; 'Ash-shalah, 'Sesungguhnya..dst' (al-Isti'ab, jilid 2, hlm. 598, Usdul Ghabah, jilid 5, hlm. 174, Nuruddin al-Haitsami, Majma' Az-Zawa'id, jilid 9, hlm. 168). Yang lain lagi dari Abu Barzah yang berkata bahwa ia salat bersama Rasul Allah selama enam bulan, dan Rasul, bila keluar dari rumahnya, mendatangi pintu Fathimah... dst. (Majma' az-Zawa'id, jilid 9, hlm. 169) Yang lain lagi dari Anas bin Malik yang melaporkan bahwa Rasul Allah saw melakukan hal tersebut selama enam bulan juga. (Musnad Ahmad, jilid 3, hlm. 259, 275; al-Mustadrak, jilid 3, hlm. 159; Usdul-Ghabah, jilid 5, hlm. 531).

301 Denah Masjid no. 5.

302 Denah Masjid Nabi no. 4.

303 Musnad Imam Ahmad, jilid 4, hlm. 369; dan lain-lain.

304 Musnad Imam Ahmad, jilid 2, hlm. 26; Ibnu Hajar, dalam Fat'h al-Bari, jilid 5, hlm. 12; dan banyak yang lainnya.

305 Ibnu Katsir, dalam Tarikh-nya, jilid 5, hlm. 342, dan lain-lain.

306 Al-Qur'an, an-Najm (LIII), ayat 1-4.

307 "Antara rumahku dan minbarku", diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Imam Ahmad, Ad-Daraquthni, Abu Ya'la, al-Bazzar, Nasa'i, 'Abdurrazaq, Thabrani, Ibnu an-Najjar-melalui jalur Jabir dan 'Abdullah bin 'Umar, 'Abdullah al-Mazani dan Abu Bakar. Lihatlah Shahih Bukhari kitab "Ash-Shalah" bab "Kemuliaan antara Kubur dan Mimbar" dan kitab "Haji"; Shahih Muslim, kitab "Haji", bab "Kemuliaan antara Kubur dan Mimbar Rasul"; Taisir Al-Wushul, jilid 3, hlm. 323; Tamyiz ath-Thib, hlm. 139 dan ditambahkan bahwa hadits ini telah disepakati shahih-nya; Kanzu'l Daqa'iq, hlm. 129; Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 254; Al-Jami' ash-Shaghir, dan mensahihkan hadits ini dengan mengatakan bahwa hadits ini mutawatir seperti tertera dalam al-Faidh al-Qadir, jilid 5 hlm. 433; Tuhfatul Bari dalam Dzail Al-Irsyad, jilid 4, hlm. 412; Wafa' a1-Wafa', jilid 1, hlm. 302-303 dan disahihkan melalui jalur Ahmad dan Al-Bazzar.

308 "Antara kuburku dan mimbarku", diriwayatkan oleh Bukhari, Imam Ahmad bin Hanbal, 'Abdurrazaq, Said bin Manshur, Baihaqi, al-Khathib, al-Bazzar, Thabrani, Abu Nu'aim, Ibnu Asakir melalui jalur Jabir, Sa'd bin Abi Waqqash, 'Abdullah bin 'Umar dan Sa'id al-Khudri, Lihatlah Tarikh al-Khatib, jilid 9, hlm. 228 dan 290, Irsyad as-Sari oleh Qasthalani, jilid 4, hlm. 413; Kanzu'l-'Ummal oleh Muttaqi al-Hindi, jilid 6, hlm. 254; Wafa' al-Wafa' oleh Samhudi, jilid 1, hlm. 303; mereka mengutip dari Bukhari dan Muslim dari jalur al-Bazzar.

309 "Antara kamarku dan minbarku" diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Said bin Manshur dan Khathib Baghdadi dari jalur Jabir dan 'Abdullah Al-Mazini, seperti tertulis dalam Tarikh Al-Khathib, jilid 3, hlm. 360; Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 254; Syarh Nawawi Li Muslim, Hamish Al-Irsyad, jilid 6, hlm. 103.

310 "Antara minbar dan rumah 'A'isyah", diriwayatkan oleh Thabrani, al-Awshad, dari jalur Abu Sa'd Al-Khudri, seperti tertulis dalam Irsyad as-Sari, jilid 4, hlm. 413; Wafa' al- Wafa', jilid 1, hlm. 303.

311 Diriwayatkan oleh Dailami dari jalur 'Ubaidillah bin Labid, seperti tertera dalam Kanzu'1-'Ummal, jilid 6, hlm. 254.

312 Lihat Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 13, hlm. 39. Dan hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sa'd, Al-Hakim, Baihaqi dan Thabrani dalam al-Awsath dari jalur Ibnu Mas'ud. Lihat Suuythi, Al-Khasha'ish al-Kubra, jilid 2, hlm. 276 dan lain-lain.

313 Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 2, hlm. 76.

314 Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 271, Abu'l-Fida', Tarikh, jilid 1, hlm. 152.

315 Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 2, hlm. 58; Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, jilid 4, hlm. 342-344; Musnad Imam Ahmad, jilid 6, hlm. 284; Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hlm. 499; Abu'l-Fida', Tarikh, jilid 1, hlm. 152; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 171 dan lain-lain.

316 Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 2, hlm. 78.

317 Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4, hlm. 344; Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 452, 455 (terbitan Leiden, jilid 1, hlm. 1833, 1837); Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 270; Ibnu Atsir, Usdu'l-Ghabah, jilid 1, hlm. 34, dalam membicarakan Ar-Rasul disebut juga riwayat lain, bahwa terdengarnya suara gesekan dan bunyi keriak keriuk adalah pada malam Selasa, seperti dalam Thabaqat Ibnu Sa'd, jilid 2, Bab 2, hlm. 78 dan Tarikh Khamis, jilid 1, hlm. 191; sedang Dzahabi dalam Tarikh-nya, jilid 1, hlm. 327 menguatkan bahwa penguburan dilakukan pada akhir malam Rabu juga Musnad Ahmad, jilid 6, hlm. 62 dan pada hlm. 242 dan 274: "Kami tidak mengetahui di mana ia dikuburkan sampai kami mendengar.."

318 Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 2, Bab 2, hlm. 78.

319 Ibnu Sa'd, ibid, hlm. 78.

320 Alauddin Muttaqi al-Hindi, Kanzu'l-Ummal, jilid 3, hlm. 14.

321 Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm.80-81; Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 1, hlm. 22; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 1, hlm. 97; Sya'labi, al-Ara'is, hlm. 29.

322 Lihat al-Amini, al-Ghadir, jilid 7, hlm. 189-190.

323 Al-Qur'an, at-Taubah (IX), 97.

324 Ibnu 'Abd al-Barr, al-Isti'ab fi Ma'rifatil Ashhab, jilid 1, hlm. 32. Ada yang mengatakan bahwa yang mendahului 'Umar adalah Basyir bin Sa'd.

325 Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 200.

326 Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, jilid 2, hlm. 427: Thabari, Tarikh al-Muluk wa a1-Umam, jilid 2, hlm. 199-201; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 2, hlm. 22-29; Ibnu Katsir, al-Bidayah wan Nihayah, jilid 5, hlm. 245-247. Pidato 'Umar tentang Saqifah ini, sebagian dicatat pula oleh Shahih Bukhari dalam bab "Hukum Rajam pada orang Hamil Karena Perzinaan", jilid 10, hlm. 44; Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 56.

327 Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 581.

328 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 2, hlm. 25.

329 'Ali bin Abi Thalib bin 'Abdul Muththalib bin Hasyim dari klan Quraisy, lahir di tengah Ka'bah (lihat Al-Hakim, Mustadrak, jilid 3 hlm. 483, Al-Maliki, Al-Fushul al-Muhimmah, Al-Maghazili asy-Syafi'i dalam Manaqib-nya, Syablanji dalam Nuru'l Abshar, hlm. 69.) pada tanggal 13 Rajah tahun 30 Tahun Gajah. Ia dibesarkan oleh Nabi di rumahnya, memeluk Islam setelah Khadijah pada umur lima belas tahun dan merupakan lelaki pertama yang memeluk Islam. Bermalam di tempat tidur Nabi pada malam Nabi berhijrah ke Madinah, merelakan diri dan mengambil risiko jadi korban demi keselamatan Rasul. Kemudian Hijrah ke Madinah. Dipersaudarakan oleh Rasul dengan diri beliau sendiri. Ikut dalam Perang Badr dan perang-perang sesudahnya. Ia dibaiat pada bulan Dzul Hijjah tahun 35 H., juni 656 M. setelah 'Utsman terbunuh. Setelah Perang Jamal pindah ke Kufah, yang dijadikan ibu kota kekhalifahannya. Dibacok 'Abdur-rahman bin Muljam Al-Muradi pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H., 26 Januari 661 M. di mihrab Masjid Kufah dan meninggal tanggal 21 pada umur 63 tahun. Dikuburkan dipinggir Selatan Kuffah, Najaf, sekarang termasuk wilayah Irak. Menjadi khalifah selama 4 tahun 9 bulan dan 6 hari.

330 Al-Qur'an, asy-Syu'ara' (XXVI), 214.

331 Lihat bab "Nas Bagi 'Ali".

332 Sa'd bin 'Ubadah bin Dulaim bin Haritsah bin Abi Khuzai-mah bin Tsa'labah bin Tharif bin Khazraj bin Sa'idah bin Ka'b bin al-Khazraj orang Anshar. Ia ikut dalam Bai'ah al-'Aqabah dan perang-perang bersama Rasul kecuali Perang Badr. Masih jadi perdebatan apakah ia turut dalam perang tersebut atau tidak. Ia terkenal sebagai seorang pemurah dan dermawan. Lihat bab 8: "Pembaiatan Abu Bakar", Bab 9: "Nasib Sa'd bin Ubadah."

333 Aba Hafsha 'Umar bin Khaththab bin Nufail bin 'Abdul 'Uzza bin Rabah bin 'Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adi dari Bani Quraisy dan ibunya Hantamah binti Hisyam atau Hasyim bin Al-Mughirah bin 'Abdullah bin 'Umar bin Makhzum. Menjadi muslim setelah jumlah muslim sudah sekitar 50 orang dan berhijrah ke Madinah. Ikut Perang Badr dan perang-perang sesudah itu. Ia menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah dan Islam menyebar di zamannya. Ia ditusuk Abu Lu'lu'ah, seorang budak yang dikirim oleh Mughuirah bin Syu'bah, pada 4 hari sebelum Dzul Hijah berakhir, tahun 23 H., 3 November 644 M.. Umurnya 55 tahun atau 63 tahun dan meninggal dan dikuburkan bulan awal Muharram tahun 24 H. di sisi kuburan Abu Bakar di kamar Rasul dan masa kekhalifahannya 10 tahun dan 6 bulan dan 5 hari.

334 Abu Bakar 'Abdullah bin Abi Quhafah 'Utsman bin 'Amir bin 'Amr bin Ka'b bin Sa'd bin Taim bin Murrah at-Taimi, dari Bani Quraisy. Ibunya Ummu al-Khair Salma atau Laila binti Shahr bin' Amir bin Ka'b bin Sa'd bin Taim bin Murrah. Lahir 2 atau 3 tahun sesudah Tahun Gajah, dan termasuk pemeluk Islam awal, kawan Rasul dalam hijrah ke Madinah, pengikut Perang Badr, dan perang-perang sesudahnya, dan dibaiat sebagai khalifah di Saqifah Bani Sa'idah setelah Rasul wafat, sebelum dikuburkan dan meninggal 8 hari sebelum Jumadil Akhir berakhir, tahun 13 H., 23 Agustus 634 M. dan dikuburkan di kamar Rasul dalam umur 63 tahun; masa kekhalifahannya adalah 2 tahun 3 bulan dan 10 hari.

335 'Abu 'Ubaidah' Amir bin 'Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal al-Fihri dari Bani Quraisy dan ibunya Umaimah bin Ghanm bin Jabir bin 'Abdul 'Uzza bin 'Amir bin 'Umairah. Penganut Islam Awal dan berhijrah dua kali, ke Habasyah kemudian ke Madinah, meninggal karena penyakit Pes di 'Amwas, Syria, tahun 18 H., 639 M. dan dikuburkan di Yordan. Bersama Abu Bakar dan 'Umar merupakan tiga tokoh Quraisy terpenting dalam perdebatan dengan kaum Anshar di Saqifah Bani Sa'idah di samping 'Abdurrahman bin 'Auf dan Mughirah bin Syu'bah. Lihat Bab 6: "Pertemuan Kelompok 'Umar". Bab 8: "Pembaiatan Abu Bakar".

336 Nama lengkapnya adalah Al-Mughirah bin Syu'bah bin Abi Amir bin Mas'ud atsTsaqafi. Ibunya wanita dari Bani Nashr bin Mu'awiyah. Menganut Islam pada tahun timbulnya Perang Khandaq, tahun 8 H., 629 M., enam bulan sebelum penaklukan Makkah. Ia hijrah ke Madinah dan ikut Perang Hudaibiah. Rasul mengirimnya ke kaisar Najasyi di Habasya untuk mengubah opini kaisar tentang Ja'far bin Abi Thalib dan kawan-kawan Muhajirin dan agar mereka bisa kembali ke Makkah. Dan kaisar meluluskannya. Ikut menaklukkan Mesir di zaman 'Umar dan diangkat jadi gubernurnya sampai tahun keempat kekhalifahan 'Utsman yang memecatnya. Ia lalu menentang 'Utsman sampai 'Utsman terbunuh. Setelah itu ia bergabung dengan Mu'awiyah dalam Perang Shiffin memerangi 'Ali.

337 Abu Muhammad 'Abdurrahman bin 'Auf bin 'Abd bin Al-Harits bin Zamrah az-Zuhri dari Bani Quraisy dan ibunya Syifa' binti 'Auf bin 'Abd bin Al-Harits bin Zuhrah. Dilahirkan 10 tahun sesudah Tahun Gajah dan namanya di zaman jahiliah adalah 'Abd 'Umar atau 'Abd Ka'bah dan dinamakan Rasul 'Abdurrahman. Berhijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah dan ikut Perang Badar dan Perang-Perang sesudahnya. 'Umar menunjuknya sebagai salah seorang anggota Suyra. Meninggal di Madinah tahun 31 atau 32 H., 652 atau 653 M. dan dikuburkan di Baqi al-Gharqad, Lihat Bab 14: "Pembaiatan Khalifah 'Umar dan 'Utsman."

338 Ibnu Sa'd, Thabaqat al-Kubra, jilid 2, hlm. 192, dalam membicarakan ekspedisi Zaid, menyebut bahwa Abu Bakar dan 'Umar termasuk dalam pasukan Usamah; juga Kanzu'l-'Ummal, jilid 5, hlm. 312; dan lain-lain. Lihat catatan kaki berikut.

339 Syahrastani, al-Milal wan Nihal, edisi Mushtafa at-Babiy al-Halbi, dengan penyunting Muhammad Sayyid Kilani, jilid 1, hlm. 23. Syahrastani berkata: "Pertentangan kedua, tatkala beliau sakit, beliau telah bersabda: "Persiapkan pasukan Usamah, mudah-mudahan Allah melaknati mereka yang meninggalkannya!".

340 Shahih Muslim, pada akhir Kitab al-Washiyah; Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 355.

341 Shahih Bukhari, jilid 2, hlm. 111, 'Kitab al-Jihad'.

342 Qumu 'anni. Shahih Bukhari, Bab Karahiyah al-Khilaf min Kitab al-I'tisham bi'l-Kitab was-Sunnah; Shahih Muslim pada akhir Kitab al-Washiyah.

343 Musnad Ahmad, jilid 3, hlm. 346.

344 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 2, hlm. 20.

345 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 293.

346 Kanzu'l-'Ummal, jilid 4, hlm. 52. Lihat "Bab 15" Sub Bab "Umar Berani Tolak Permintaan Rasul saw".

347 Tulisan Abu Bakar Jauhad, dalam bukunya Saqifah, dikutip oleh Ibn Abil-Hadid dalam Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 6, hlm. 27-28. Bandingkan pula dengan Tarikh Thabari, jilid 5, hlm. 207 dan seterusnya yang berasal dari Abu Mikhnaf Luth al-'Azdi, yang mendengar dari 'Abdullah bin 'Abdurrahman al-Anshari sebagai saksi mata.

348 Qumu 'anni, la yanbaghi 'indi attanazu'!.

349 'Uwaim bin Sa'idah bin A'isy bin Qays bin Nu'man bin Zaid bin 'Umayyah bin Malik bin 'Auf bin 'Amr bin 'Auf bin Malik bin 'Aws dari klan 'Aws dan al-Anshari, ikut Baiat 'Aqabah dan Perang Badr dan perang-perang sesudahnya. Meninggal tatkala 'Umar jadi khalifah. 'Umar mengangkatnya sebagai saudara. 'Umar berkata di atas kubur 'Uwaim: "Tiada seorang pun penduduk bumi sanggup mengatakan bahwa ia lebih baik dari penghuni kubur ini."

350 Ma'n bin 'Adi atau 'Ashim bin 'Adi bin Jadd bin 'Ajlan bin Haristah bin Dhubai'ah bin Haram al-Balawi bin 'Ajlan, pemimpin klan 'Ajlan. Ikut perang Uhud dan perang-perang sesudahnya, meninggal tahun 45 H.-665 M.

351 Henri Lammens, Le'triumvirat' Abu Bakar 'Omar. et Abou 'Obaida, Melanges de la Faculte Orientale de I' Universite St Yosef de Beyrouth, (1910), 4, hlm. 113-144.

352 Bacalah H. Munawar Chatil, Kepala Negara dan Permusyawaralan Rakyat menurut' Ajaran Islam, hlm. 23-24 dan 31.

353 Bahwa kedua orang tersebut bernama 'Uwaim bin Sa'idah dan Ma'n bin 'Adi, bacalah tulisan Ibnu 'Abdil Barr, al-Isti'ab fi Ma 'rifatil Ashhab, jilid 3, hlm. 1248, dan jilid 4, hlm. 1441.

354 Ibn Abil-Hadid, ibid, jilid 6, hlm. 19

355 Thabari, Tarikh al-Muluk wal Umam, jilid 3, hlm. 198; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l Balaghah, jilid 1, hlm. 128; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 242, dan lain-lain.

356 Al-Qur'an, Ali Imran (III), 144.

357 Al-Qur'an, 3: 144.

358 Al-Qur-'an, s. az-Zumar (XXXIX), 30.

359 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 2, hlm. 42-43.

360 Al-Qur'an, al-Ma'idah (V), 3.

361 Lihat, Shahih Bukhari, jilid 2, hlm. 213; Shahih Muslim, jilid 1, hlm. 949.

362 Lihat, Al-Qur'an, Qs.al-Baqarah (II), 51; Qs.al-Araf (VII), 142; Qs.al-Qashash (XXVIII); 33-35.

363 Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa's Siyasah, jilid 1, hlm. 5-6; Ibnu Sa'd, Thabaqat, hlm. 667; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 23; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 1, hlm. 161.

364 Aba Dzu'aib (ayah dari Dzu'aib); namanya sendiri adalab Khuwailid, seorang penyair dan memeluk Islam di zaman Rasul dan tidak mendapat kesempatan melihat Rasul. Ia mendengar Rasul sakit dan datang ke Madinah. Ia menyaksikan pembaiatan Abu Bakar kemudian pulang. Penyaksiannya tercatat dalam Isti'ab, jilid 4, hlm. 65; Usdu'l Ghabah, jilid 5, hlm. 188; Ibnu Hajar, Ishabah, jilid 4, hlm. 66, al-Aghani, jilid 6, hlm. 56-62.

365 Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 582.

366 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 6.

367 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 3.

368 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 3.

32
Wafatnya Rasulullah saw, Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah
369 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 6, hlm. 3; Lihat juga, al-Masawi, Dialog Sunnah-Syi'ah, dialog no. 80, hlm. 366.

370 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 123.

371 Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 582.

372 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 123; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 6, hlm. 19-20.

373 Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 198; Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 2, hlm. 157; dan lain-lain.

374 Saya adalah tunggul (tempat unta menggosok-gosokkan badannya yang gatal), dan penopang (untuk menyanggah tandan kurma agar buah kurma agar tidak runtuh).

375 Hubab bin Mundzir bin Jumuh bin Zaid bin Haram bin Ka'b bin Ghanm bin Ka'b bin Salmah al-Anshari. Ikut perang Badr dan perang-perang sesudahnya. Ia meninggal di zaman khalifah 'Umar.

376 Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 207-208.

377 Usaid bin Hudhair bin Samak bin 'Atik bin Rafi bin Imra'ul Qays bin Zaid bin 'Abdul Asyhal bin Harits bin Khazraj bin 'Amr bin Malik bin 'Aws orang Anshar dari klan 'Abdul Asyhal ('Aws), ikut Baiat al-Aqabah kedua dan ikut Perang Uhud dan sesudahnya. Di antara kaum Anshar ia paling dekat dengan Abu Bakar dan 'Umar. Meninggal di Madinah tahun 20 H. atau 21 H., 641 atau 642 M.

378 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 9-10,

379 Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 209.

380 Ibnu 'Abdil Barr, Isti'ab, jilid 1, hlm. 92.

381 Ibn Abil-Hadid, ibid, jilid 6, hlm. 18.

382 Thabari, Tarikh, edisi Goeje, Leiden, jilid 1, hlm. 1843; Lihat juga Syaikh Al-Mufid, al-Jamal, hlm. 50.

383 Lihat Bab: 19: 'Riwayat Tiga Dan Tiga'.

384 Lihat Bab 1: "Membunuh Muhajirin dan Anshar".

385 Lihat bab 'Pengantar'.

386 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 4, hlm. 103.Dalam jilid ini anda dapat membaca 'Bab pelaknatan Mu'awiah dan kelompoknya kepada 'Ali' hlm. 56; 'Bab hadits-hadits palsu untuk mengucilkan 'Ali' hlm. 63; 'Bab orang-orang yang memusuhi 'Ali' hlm. 74.

387 Lihat Bab 19: 'Riwayat Tiga dan Tiga'..

388 Thabari, Tarikh, jilid 4, hlm. 52; Ibnu Qutaibah, al-Imamah was-Siyasah, jilid 1, hlm. 18; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 414, Ibnu 'Abd Rabbih, Iqd al-Farid, jilid 2, hlm. 254; Abu 'Ubaid, al-Amwal, hlm. 131.

389 Ibnu Sa'd, Thahaqat, jilid 3 , hlm.343).

390 Baca biografi Salim dalam Isti'ab; Usdu'l-Ghabah, jilid 2, hlm. 246.

391 Lihat 'Pengantar'

392 Thabari, Tarikh, jilid 4, hlm. 52; Ibnu Qutaibah, al-Imلmah wa's Siyasah, jilid 1, hlm. 18; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 414; Ibnu 'Abd Rabbih, 'Iqd al-Farid, jilid 2, hlm. 254.

393 Thabari, ibid, jilid 3, hlm. 459; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Kanzu'1-'Ummلl, jilid 3, hlm. 134; Imلmah wa 's Siyasah, jilid 1, hlm. 10; Sirah al-Halabiyah, jilid 4, hlm. 397.

394 Muhibbuddin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 1, hlm. 168.

395 Ibnu Sa'd, Thabaqat al-Kubra, jilid 3, hlm. 140; Ibnu 'Asakir, jilid 6, hlm. 90; Kanzu'I'Ummal, jilid 3, hlm. 134; Halabiyah, jilid 3, hlm. 397.

396 Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 589; 'Iqdal-Farid, jilid 3, hlm. 64-65 dengan sedikit perbedaan.

397 Thabshirah al- 'Awam, al-Majlis, Teheran, hlm. 32.

398 Mas'udi, Muruj Adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 414 dan jilid 2, hlm. 194.

399 'Iqdal-Farid, jilid 4, hlm. 259-260.

400 Ibnu Sa'd, Thabaqat al-Kubra, jilid 3, hlm. 145; Abu Hanifah, al-Ma 'arif, hlm. 133.

401 Isti'ab, jilid 2, hlm. 37.

402 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l Balaghah, jilid 10, hlm. 111.

403 Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 585; Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18; al-Jauhari, Saqifah, yang dicatat oleh Ibn Abil-Hadid dalam Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 47-52; Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa's Siyasah, pada bagian "Bagaimana Baiat pada 'Ali bin Abi Thalib", Muttaqi, Kanzu'1-'Ummal, jilid 2, hlm. 140.

404 Abu Sulaiman Khalid bin Walid bin Mughirab bin 'Abdullah bin 'Umar bin Makhzum, dari Bani Quraisy. Ibunya Lababah binti al-Kharits bin al-Hazn al-Halaliah. Saudara perempuannya Maimunah kawin dengan Rasul. Berhijrah setelah Perang Hudaibiyah. Ikut dalam Penaklukan Makkah. Abu Bakar menugaskannya dalam ekspedisi-ekspedisi militer, diberi gelar Saifullah, Pedang Allah, dan meninggal di Himsh atau di Madinah tahun 21 atau 22 H., 642 atau 643 M. Lihat Bab 1: "Pengantar", Sifat Jahiliah di kalangan para sahabat"; Bab 12: "Reaksi terhadap Saqifah", Bab 19: "Riwayat Tiga dan Tiga".

405 Ziyad bin Labid bin Tsa'labah bin Sinan bin 'Amir bin 'Adi bin Umayyah bin Bayadhah dari kaum Al-Anshari. Disamping termasuk Anshar ia juga termasuk dari Muhajirin. Ia pergi ke Makkah dan menemui dan tinggal bersama Rasul di Makkah. Akhirnya Hijrah bersama Nabi ke Madinah, tempat asalnya. Ikut Baiat Aqabah dan ikut Perang Badr dan perang-perang bersama Rasul sesudah itu. Meninggal pada awal khilafah Mu'awiyah.

406 Tsabit bin Qays bin Syammas bin Zuhair bin Malik bin Imra'ul Qays bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'b bin Khazraj, dari kaum Anshar. Ikut Perang Uhud dan perang-perang sesudahnya. Meninggal sebagai prajurit Khalid di Yamamah.

407 Muhammad bin Maslamah bin Salmah bin Khalid bin 'Adi bin Majda'ah bin Haritsah bin Rants bin Khazraj bin 'Amr bin Malik bin 'Aus, dari kaum Anshar. Ikut Perang Badr dan perang-perang sesudahnya. Ia di kemudian hari termasuk tidak membaiat 'Ali bin Abi Thalib dan tidak ikut dalam perang bersama 'Ali. Meninggal tahun 43 H. atau 46 H. atau 47 H, 665 atau 666 atau 667 M.

408 Abu 'Auf Salmah bin Salim bin Waqasy bin Zaghbah bin Zu'ura' bin 'Abdul Asyhal al-Anshari. Ikut Baiat Aqabah pertama dan Aqabah kedua, ikut Perang Badr dan perang-perang sesudahnya. Meninggal di Madinah tahun 45 H. 665 M.

409 Abu Sa'id Salamah bin Aslam bin Harisy bin 'Adi bin Majda'ah bin Haritsah bin Harits bin Khazraj bin 'Amr bin Malik bin 'Aus, dari kaum Anshar. Ikut Perang Badr dan perang-perang sesudahnya. Ia terbunuh pada perang Jisr Abu 'Ubaid tahun 41 H. 661 M.

410 Masdnid = bentuk jamak dan musnad, berasal dan kata sanada yang berarti menunjang, menopang atau mendukung; musnad adalah (kitab yang memuat) hadits yang dapat dijajaki tanpa terputus-putus sampai ke sumber pertama, misalnya Musnad Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad.

411 Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa's Siyasah, pada bagian "Bagaimana Baiat 'Ali".

412 Sebelumnya, dalam Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, halaman 20, Ibn Abli-Hadid meriwayatkan dari Zubair bin Bakkar bahwa 'Khalid bin Waild adalah Syi'ah Abu Bakar dan sangat memusuhi 'Ali bin Abi Thalib'. Lihat juga bab 'Pengantar'.

413 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 48-49. Mengenai kata-kata Fathimah ini, lihatlah pula Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 585; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18;Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126.

414 Lihat Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa's Siyasah, hlm. 13.

415 Al-Qur'an, Al-Hajj (XXII):46.

416 Lihat Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 20, hlm. 129-131.

417 Lihat Encyclopedia of Islam, artikel 'Abdullah bin 'Abbas.

418 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju 'l-Balaghah, jilid 6, hlm. 50-51.

419 Dalam karyanya, Syarh Nahju'l-Balaghah, Muhammad 'Abduh menulis, "Suatu ketika, tatkala 'Utsman sedang berkhotbah di atas mimbar. Ummul mu'minin 'Aisyah mengambil sepatu dan baju Nabi saw dan dalam jilbabnya, lalu berkata: 'ini adalah sepatu dan baju Rasul Allah; belum lagi sepatu dan baju ini rusak, engkau sudah mengubah agamanya dan Sunnahnya." Setelah itu, terjadi perdebatan antara keduanya, dan 'Aisyah berkata: "Bunuhlah Na'tsal ini", yang menggambarkan 'Utsman sebagai seorang Yahudi berjenggot panjang yang bernama Nat'sal. Muhammad 'Abduh, Nahjul-Balaghah, edisi Mesir, jilid 2, hlm. 3; juga Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 88.

420 Lihat Abu'l-Faraj al-Ishfahani, Maqatil ath-Thalibiyin, hlm. 474; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 3, hlm. 79; Ya'qubi, Tarikh, jilid 11, hlm. 261.

421 Ibnu Khaldun, Tarikh, jilid 3, hlm. 26-28; Ibnu Atsir, al-Khamis, jilid 4, hlm. 249-254; Thabari, Tarikh, jilid 2 hlm. 693-695; Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 5, hlm. 731-81; Ibnu 'Abd Rabbih, al-'Iqdal-l-al-Farid, jilid 4, hlm.

413; Ibnu Asakir, jilid 7, hlm. 408; Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 261: Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 3, hlm. 76-77.

422 Hafizh Ibrahim adalah penyair Mesir yang terkenal dengan julukan 'Penyair Lembah Nil'. Lihat Diwan Hafizh Ibrahim, Dar al-Kutub al-Mishriyah, Kairo, 1937, dibawah judul 'Umara wa 'Ali, jilid 1, hlm. 82.

423 Ibnu 'Abd Rabbih, 'iqd al-Farid, jilid 3, hlm. 63; Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 2, hlm. 133.

424 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 103; Ibn Abil-Hadid, ibid, jilid 1, hlm. 74.

425 Muhibbuddin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 1, hlm. 167; Abu Bakar Jauhari, Saqifah, dituturkan oleh Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, jilid 6, hlm. 293.

426 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105.

427 Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 134.

428 Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 443, 446; bahwa pedang Zubair dipatahkan, bacalah Muhibbuddin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 1, hlm. 167, al-Khamis, jilid 1, hlm. 188; Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 122, 132, 134, 87, Kanzu'l-'Ummal, jilid 3, hlm. 128.

429 Ibn' Abd Rabbih, ibid., jilid 3, hlm. 64; Abu'l-Fida', ibid., jilid 1, hlm. 156.

430 Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 586; Kanzu'l-'Ummal, jilid 3, hlm. 140; Muhibbuddin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 1, hlm. 167; al-Khamis, jilid 1, hlm. 178; Abu Bakar Jauhari, dituturkan oleh Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, 134.

431 Muruj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 100; Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 20, hlm. 481.

432 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105.

433 Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan oleh Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 6, hlm. 285).

434 Ibnu Qutaibah, al-Imamah was-Siyasah, jilid 1, hlm. 12.

435 Ibnu Qutaibah, al-Imamah was-Siyasah, jilid 1, hlm. 11.

436 Lihat Shahih Bukhari, jilid 6, hlm. 64; Shahih Muslim, jilid 3, bab Fadhail Fathimah; Shahih Tirmidzi; Nabi bersabda kepada Fathimah: "Wahai, Fathimah, apakah engkau tidak senang menjadi pemimpin wanita-wanita Mu'min, Sayyidatunnisa' al-mu'minin, atau 'Sayyidatun-nisa' dari umat ini?'.

437 Al-Qur'an, Surah 66 ayat 11.

438 Shahih Bukhari, kitab Bad'ul Khalq, bab Manaqib Qarabah Rasul; Muttaqi; Kanzu'l Ummal, jilid 6, hlm. 220; Nabi berkata: "Fathimah adalah bagian dari saya; barangsiapa membuat ia marah, berarti juga menyakiti saya." Lihat juga, Manawi, Faidh al-Qadir, jilid 4, hlm. 421; Nasai, Khasha'ish al-'Alawiyah, hlm. 35, dengan lafal, "Mengganggu Fathimah berarti mengganggu aku." Shahih Bukhari, kitab Nikah, bab Dzabb ar-Rajuli, Nabi bersabda: "Sesungguhnya Fathimah sebagian dari aku; barangsiapa ragu terhadapnya, berarti ia ragu terhadap aku, dan membohonginya adalah membohongi aku. Shahih Muslim, kitab Fadhail ash-Shahabah, dan Tirmidzi dalam Shahih-nya, jilid 2, Shahih Abu Dawud, jilid 12, Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, Jilid 4; Abu Nu'aim al-Ishfahani dalam bukunya Hilyat al-Auliya, jilid 2 menggunakan istilah, "Siapa yang mengekang Fathimah, dia mengekangku". Demikian juga al-Hakim dalam Mustadrak Shahihain, jilid 7; Mutta-qi al-Hindi, dalam Kanzu'l-'Ummal, jilid 6; dll.

439 Shahih Bukhari dalam kitab Bad'ul Khalq Perang Khaibar, mengatakan bahwa Fathimah tidak berbicara dengan Abu Bakar sampai wafatnya. Juga dalam kitabnya, Faraidh bab "Nabi Bersabda: Kami Tidak Mewariskan". Juga Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, jilid 1, hlm. 9; Baihaqi dalam Sunan-nya, jilid 2, hlm. 300; Shahih Muslim, kitab "al-Jihad wal-Sair" dalam bab "Nabi bersabda: Kami para Nabi tidak mewariskan"; Juga al-Hakim dalam Mustadrak, jilid 3, tatkala menceritakan wafatnya Fathimah; Thahawi dalam Musykil al-Atsar, jilid 1, hlm. 48; Ibnu Sa'd dalam Thabaqat, jilid 2, bab 2, hlm. 84; Muttaqi al-Hindi dalam Kanzu'l-'Ummal, jilid 3, hlm. 129. Dua kitab yang disebut terakhir tidak menceritakan penguburan pada malam hari. Bahwa Fathimah bersumpah tidak akan berbicara selama-lamanya dengan Abu Bakar dan 'Umar, lihat juga Shahih Tirmidzi, jilid 1, bab mengenai "Peninggalan Rasul".

440 Bacalah catatan-catatan yang menunjukkan kemarahan Fahimah, puteri Rasul, kepada Abu Bakar dan 'Umar yang tidak pernah dimaafkannya sampai wafatnya.

441 Ibn Abil-Hadid, ibid, jilid 6, hlm. 286.

442 Ibn Abil-Hadid, ibid, jilid l, hlm. 134.

443 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105.

444 Lihat juga Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid l, hlm. 414; Ibnu Qutaibah, al-Imamah was-Siyasah, jilid 1, hlm. 12-14 dengan sedikit perbedaan.

445 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105, Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 2, hlm. 4.

446 Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 6, hlm. 28; Ibnu Qutaibah, Imamah was-Siyasah, jilid 1, hlm. 12.

447 Bahwa Rasul Allah memiliki sumber khusus untuk kehidupan keluarganya, berdasarkan firman Allah: 'Dan apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan (yang diambil-Nya) dari mereka. Kamu tiada menggerakkan kuda maupun unta untuk mendapatkannya. Tapi Allah memberi kekuasaan kepada Rasul-rasul-Nya, atau siapa yang Ia berkenan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan (yang diambil-Nya) dari penduduk kota adalah untuk Allah, untuk Rasul-Nya, kaum keluarga (Rasul Allah) dan anak yatim, orang miskin dan orang (terlantar) dalam perjalanan, supaya jangan hanya beredar antara orang kaya di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, ambillah. Dan apa yang Ia larang bagimu tinggalkanlah. Takwalah kepada Allah. Sungguh Allah amat dahsyat azab-Nya' (Al-Qur'an, Surat al-Hasyr (LIX), ayat 6 dan 7). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa harta rampasan yang diserahkan musuh kepada Rasul tanpa peperangan seperti yang diperoleh dari Banu Nadhir dan lain-lain adalah milik Rasul. Keluarga Rasal yang memang tidak, menerima zakat dari kaum Muslimin dan hidup dari pemilikan ini. Salah satunya adalah perkebunan yang diberikan Allah SWT kepada Rasul adalah Fadak.

448 Ummu Aiman adalah bekas budak dan perawat Rasul Allah pada masa kecil. Ia adalah ibu Usamah bin Zaid bin Haritsah. Rasul sering mengatakan, "Ummu Aiman adalah ibuku sesudah ibuku." (Mustadrak, jilid 4, hlm. 63; Thabari, Tarikh, edisi Leiden, jilid 3, hlm. 3460, Ibnu 'Abdil Barr, Ist'ab, jilid 4, hlm. 1793, Ibnu Atsir, Usdul-Ghabah, jilid 5, hlm. 567.

449 Baladzuri dalam Futuh-al-Buldan, bab Fadak, jilid 1, hlm. 30;Yaqubi dalam Tarikh-nya, jilid 3, hlm. 195, Mas'udi dalam Muruj adz-Dzahab, jilid 3, hlm. 237: Abu Hilal al-Askari dalam Al-Awa'il. 209; Samhudi dalam Wafa al-Wafa, jilid 3, hlm, 999-1001; Mu'jam al-Buldan oleh Yaqut al-Hamawi jilid 4, hlm. 239; Ibni Abil-Hadid dalam Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 16, hlm. 216; Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, jilid 6 hlm. 507; As-Sirah al-Halabiyah, jilid 3 hlm. 361; Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir-nya, jilid 29, hlm. 204. Diceritakan juga bahwa Rabah, pelayan keluarga Rasul, datang memberikan kesaksian, tetapi ditolak.

450 Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Mustadrak ash-Shahihain, Thabaqat Ibnu Sa'd, Tarikh Baghdadi, Tarikh Thabari, Usdul-Ghabah oleh Ibnu Atsir dan Kanzul-Ummal oleh Muttaqi al-Hindi; semua memuat perkataan Rasul: "Kedudukan disisiku seperti Harun terhadap Musa hanya saja, sesudahku tiada lagi Nabi". Demikian pula Shahih Tirmidzi, jilid 2, hlm. 297; Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, hlm. 437, dan jilid 5, hlm. 357; Sunan Abu Dawud, jilid 3, hlm. 111, dan lain-lain lagi. Nabi bersabda: "Sesungguhnya Ali dari diriku dan aku dari dirinya; dan dia adalah penguasa semua kaum mu'minin".

451 Shahih Bhukari, jilid 3, tentang perang Khaibar; Shahih Muslim, jilid 2, hlm. 721, dalam bab Nabi bersabda: "Kami tidak mewariskan, dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah."; Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 6.

452 Al-Qur'an, s. an-Naml (XXVII), 16.

453 Al-Qur'an, Mariam (XIX), bagian awal. Pada ayat 4-6 disebutkan kata-kata Zakaria: ....Ya, Tuhan, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mewaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhan, seorang yang diridai! (Q. 19:4).

454 Al-Qur'an, s. Ahzab (III), 6. Maksud Fathimah, ayat ini bersifat umum; yang sedarah dengan Rasul lebih berhak atas warisan beliau.

455 Al-Qur'an, an-Nisa' (IV), 11. Menurut Fathimah, ayat ini juga bersifat umum; termasuk warisan dari Rasul.

456 Al-Qur'an, al-Baqarah (II), 180. Menurut Fathimah, Rasul sudah pasti mewariskan Fadak kepadanya.

457 "Anak paman saya" ialah 'Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah.

458 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 16, hlm. 249.

459 Fathimah binti Rasul Allah saw pergi kepada Abu Bakar dan ia (Abu Bakar, pen.) berada di atas mimbar dan Fathimah berkata: 'Hai Abu Bakar, apakah ada dalam Kitab Allah bahwa Anda mewariskan kepada puteri Anda dan ayah saya tidak mewariskan?' Abu Bakar menangis. Setelah turun ia menulis surat menyerahkan Fadak kepada Fathimah. Tiba-tiba 'Umar masuk dan bertanya: 'Apa itu?' Abu Bakar menjawab: 'Surat yang kutulis untuk Fathimah untuk warisannya dari ayahnya'. 'Umar menjawab: 'Dengan apa Anda membiayai kaum Muslimin yang berperang untukmu melawan orang-orang Arab seperti yang engkau saksikan (maksudnya perang-perang terhadap orang murtad, pen.)?'. Kemudian 'Umar mengambil surat itu dan merobeknya."(Sirah al-Halahiyah, jilid 3 ), hlm. 391 dll).

460 Ibnu Qutaibah, al-Imamah was Siyasah, dalam bab mengenai Bagaimana baiat 'Ali bin Abi Thalib; Ibnu Qutaibah, Khulafa'ar-Rasyidin, hlm. 13-14.

461 Thabari, Tarikh ar-Rusul wal Mulak, edisi M.Y Goeje et al'Leiden 1870-1901, jilid 1, hlm. 1582-1583, 1589; Ibnu Atsir dalam al-Kamil, jilid 2, hlm. 224-225; Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyyah, jilid 3, hlm. 368; Ibnu Khaldun, dalam Tarikh-nya, jilid 2, bab 2, hlm. 40; Tarikh al-Khamis oleh Diyar Bakri, jilid 2, hlm. 58; Sirah al-Halabiyah, jilid 3, hlm. 50.

462 Shahih Bukhari, jilid 4, hlm. 46, jilid 7, hlm. 82, jilid 9, hlm. 121-122, Shahih Muslim, jilid 5, hlm. 151; Sunan Abu Dawud, jilid 3, jilid 1, hlm. 24, 48, 60, 208; Sunan Baihaqi, jilid 6, hlm. 296-299.

463 Shahih Bukhari, jilid 3, hlm. 119, 209, 239, jilid 4, hlm. 75-76; Tirmidzi dalam Jami' ash-Shahih, jilid 5, hlm. 129; Musnad Imam Ahmad, jilid 3, hlm. 307-308; Thabaqat Ibnu Sa'd, jilid 2, bab 2, hlm. 88-89.

464 Fathul Bari fi Syarh Bukhari, jilid 5, hlm. 380; 'Umdatu'I-Qari' fi Syarh Shahih Bukhari, jilid 12, hlm. 121.

465 Lihat Bab 19: 'Riwayat Tiga dan Tiga'.

466 Barangkali yang dimaksudkan guru Ibn Abil-Hadid di atas adalah adanya hadits-hadits seperti Hadits Da'wah Pada Keluarga Dekat, Hadits Kedudukan dan Hadits Al-Ghadir, lihat Bab 18: 'Nas Bagi 'Ali' sub bab Hadits al-Ghadir. Dengan hadits seperti ini Fathimah akan kembali 'menuntut kekhalifahan bagi suaminya'. Di Ghadir Khumm, misalnya, 82 hari [Lihat 'Hadits al-Ghadir' dalam bab 'Nas Bagi 'Ali. Peristiwa Al-Ghadir terjadi tanggal 18 Dzul Hijah tahun 10 H, Rasal wafat tanggal 12 Rabiu1 Awwal tahun 11. H.] sebelum Rasul saw wafat, jadi baru sekitar 2 setengah bulan yang lalu, di hadapan lebih dari 100.000 sahabat, Rasul saw mengatakan: 'Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya, maka 'Ali adalah maulanya juga. Ya, Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya' dan Abu Bakar serta 'Umar ikut memberi selamat kepada 'Ali dengan mengatakan bahwa mulai hari itu 'Ali adalah maula mereka dan kaum Muslimin serta Muslimat'.

467 Ibn Abil-Hadid, ibid, jilid 2, hlm. 8; Lihat juga Ibnu Hajar, Ishabah, jilid 2, hlm. 263.

468 Abu Bakar Jauhari dalam bukunya Saqifah, diriwayatkan oleh Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 2, hlm. 131, 132, jilid 6, hlm. 17.

469 Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 591.

470 Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 2, hlm. 131-132, jilid 6, hlm. 17.

471 Abu Bakar Jauhari, Saqifah, Diriwayatkan Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 6, hlm. 5.

472 Ya'qubi, Tarikh, tatkala membicarakan Abu Dzarr; Lihat Majlisi, al-Bihar, jilid 8, hlm. 49.

473 Al-Miqdad bin al-Aswad Al-Kindi. Ia adalah Ibnu 'Amru bin Tsalabah bin Malik al-Bahrani. Di zaman jahiliah ia menderita dari kaumnya dan melarikan diri ke Hadramaut dan bergabung dengan Bani Kindah; kemudian terjadi malapetakan antaranya dan Abi Syamr bin al-Hajr al-Kindi dan kakinya dibacok sehingga ia melarikan diri ke Makkah.

474 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 114.

475 'Iqdal-Farid, jilid 3, hlm. 62;.

476 Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 449, Cetakan Leiden, jilid l, hlm. 1827-1828.

477 Ibnu Qutaibah, al-Ma'arif, hlm. 128.

478 Isti'ab, jilid 1, hlm. 398-400; al-Ishabah, jilid 1, hlm. 406; Usdu'I-Ghabah, jilid 2, hlm. 82; Ibn Abil-Hadid, ibid., jilid 6, hlm. 13,16.

479 Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 586, Leiden, jilid 1, hlm. 2079; Ibnu 'Asakir, Tarikh, jilid 5, hlm. 48.

480 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105.

481 Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 586; Ibnu 'Asakir, Tarikh, jilid 5, hlm. 48.

482 Isti'ab, Haidrabat, jilid 1, hlm. 298; Usdu'l-Ghabah, jilid 5, hlm. 26; Ishabah, jilid 3, hlm.

483 Al-Ishabah, jilid 3, hlm. 336; dengan sedikit berbeda dalam Mu'jam asy-Syu'ara' halaman 260.

484 Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 503.

485 Tempat mata air Asad bin Khuzaimah di daerah Banu Yarbu'.

486 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'I-Balaghah, jilid 17, hlm. 206.

487 Muttaqi al-Hindi, Kanzu'l 'Ummal, jilid 3, hlm. 132.

488 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 110.

489 Abu'l-Fida', Tarikh, hlm, 158.

490 Wafayat al-Ayan wa Anba 'Abna 'az-Zaman, jilid 5, hlm. 66.

491 Ibnu Hajar, al-Ishabah, jilid 3, hlm. 337.

492 Lihat juga Tarikh Thabari, jilid 2, hlm. 503; Ibnu Hajar, Ishabah, jilid 3, hlm. 337; Ibnu Atsir, dalam Perang Buthah; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 6, hlm. 323; Abu'I-Fida', Tarikh, hlm. 158; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'I-Balaghah, jilid 17, Ibnu Khalikan, Wafayat al-Ayan, jilid 2, hlm. 627.

493 Al-Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 110.

494 Abu'I-Fida, Tarikh, hlm. 157; al-Kamil, jilid 11, hlm. 114; Ibnu Khalikan, Wafayat al-A'yan wa Anba 'Abna 'az-Zaman, pada riwayat Watsimah.

495 al-Ishabah, jilid 2, hlm. 478, mengenai riwayat Minhal.

496 Kanzu'l-'Ummal, jilid 3, hlm. 132 dan lain-lain.

497 Al-Qur'an, al-Ma'idah (V), 32.

498 Al-Qur'an, an-Nisa' (IV), 93.

499 Lihat Bab 9: "Nasib Sa'd bin 'Ubadah". Lihat juga Bab 13: "Kapan 'Ali membaiat Abu Bakar?' Mungkin juga mereka meyakini khotbah Rasul di Ghadir Khum dalam Haji Perpisahan, 82 hari sebeluin Rasul wafat. Lihat Bab 18 "Nash Bagi Ali" sub bab 'Hadits al-Ghadir', sehingga mereka meragukan keabsahan kekhalifahan Abu Bakar.

500 Lihat Bab Sumber, sub bab Ibnu Katsir, Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyah.

501 Lihat Nashr bin Muzahim, Waq'ah Shiffin, Kairo, 1382 H., hlm. 118, 119; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, Beirut, 1385 H., jilid 3, hlm. 11 atau Cetakan Mesir, 1346 H., jilid 2, hlm. 59-60; Penunjukan Thabari dan Ibnu Atsir akan adanya surat menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dan Mu'awiyah, lihat Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 108; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 108.

502 Aisyah, puteri khalifah pertama, Abu Bakar 'Abdullah bin Abi Quhafah 'Utsaman bin 'Amir bin Ka'ab bin Sa'd bin Tail, dari Bani Quraisy. Dilahirkan 4 tahun sesudah bi'tsah. Sembilan tahun sebelum tahun 1 Hijriah. Wanita pertama yang dikawini Rasul sesudah wafatnya Khadijah, dua tahun sebelum Hijrah, tatkala ia berumur 6 tahun. Rasul berkumpul dengannya bulan Syawal 18 bulan setelah Hijrah ke Madinah, setelah Perang Badar Besar, Ghazwah Badr Al-Kubra. Tatkala Rasul wafat, ia berumur 18 tahun. Berkumpul dengan Rasul selama 8 tahun 5 bulan. Ia hidup tenteram di zaman khalifah Abu Bakar, 'Umar dan bagian awal khalifah 'Utsman dan kemudian mulai bertengkar dengan khalifah Utsman yang berakhir dengan meninggalnya Utsman. Tatkala 'Ali dibaiat, 'A'isyah memerangi 'Ali dalam perang Unta atau Perang Jamal. Dinamakan demikian karena dalam perang tersebut 'A'isyah menunggangi unta yang berlangsung di Bashrah dan setelah kalah perang ia dihantar ke Madinah atas perintah khalifah 'Ali bin Abi Thalib. Ummu'l-mu'minin 'A'isyah tidak dapat menahan diri untuk memasukkan perasaan pribadinya yang keterlaluan dalam laporan ini. Bacalah Bab 1: "Pengantar" sub bab "Mengapa 'Aisyah Benci Fathimah dan 'Ali."

503 Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 448; Ibnu Qutaibah, al-Imamah was Siyasah, jilid 1, hlm. 18: Mas'udi, Muruj adz-Dza-hab, jilid 2, hlm. 414; Ibnu 'Abd Rabbih, al-Iqd al-Farid, jilid 3, hlm. 64; Shahih Bukhari dan Kitab Maghazi bab Ghazwah Khaibar, jilid 3, hlm. 37; Shahih Muslim, jilid 1, hlm. 72, jilid 5, hlm. 153 bab Rasul bersabda 'Kami para Nabi tidak mewariskan, apa yang kami tinggalkan adalah sedekah'; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 285-286; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 2, hlm. 122; Shawaiq, jilid 1, hlm. 12; Tarikh al-Khamis, jilid 1, hlm. 1933.

504 Ibnu 'Abdil Barr, Usdu'I-Ghabah, jilid 3, hlm. 222.

505 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105.

506 Isti'ab, jilid 2, hlm. 244; Tanbih wal-Asyraf, hlm. 250.

507 Tafsir al-Wushul, jilid 2, hlm. 46.

508 Ansab al-Asyraf, jilid 1, hlm. 587.

509 Lihat Fuad Hashem, ibid. hlm 48.

510 Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 427.

511 Lihat bab Nas Bagi 'Ali.

512 aqdha al-ummah.

513 Ibn Abil-Hadid, Ibid ,jilid 12, hlm. 82; Mengenai perkataan 'Umar bahwa 'Ali adalah paling menguasai hukum fiqih dan paling bisa memutuskan faqih, lihat juga Shahih Bukhari, jilid 6, hlm. 23; Musnad Ahmad, jilid 5, hlm. 113; al-Mustadrak, al-Hakim, jilid 3, hlm. 305; Ibnu Sa'd, at-Tabaqat, jilid 2,hlm. 102; al-Isti'ab, jilid 3, hlm. 1102. Mengenai alasan 'Umar bahwa 'Ali terlalu muda, lihat Bab 15: 'Ali Dan Peristiwa Saqifah', sub bab 'Umar: Ali masih muda.

514 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 9, hlm. 305-306.

515 Lihat bab 'Nas Bagi Ali'.

516 Lihat al-Mustadrak, jilid 3, hlm. 126-127; al-Isti'ab, jilid 3, hlm. 1102; Usdu'l-Ghabah, jilid 4, hlm. 22; Tarikh Baghdad, jilid 2, hlm. 377, jilid 4, hlm. 348, jilid 7, hlm. 172, jilid 11, hlm. 48-50; Tadzkirah al-Huffah, jilid 4, hlm. 28; Majma'az-Zawa'id, jilid 9, hlm. 114; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 6, hlm. 320, jilid 7, hlm. 337; Lisan al-Mizan, jilid 2, hlm. 122-123; Tarikh Khulafa', hlm. 170; Kanzu'l-Ummal, jilid 6, hlm. 152, 156, 401; 'Umdatu'l-Qari', jilid 7, hlm. 631.

517 Kifayah ath-Thalib, hlm. 332; Al-Khwarizmi, al-Manaqib, hlm. 39, 40; Al-Khwarizmi, Maqatilal-Husain, jilid 1, hlm. 43; Kanzu'l-'Ummal, jilid 6, hlm. 153, 156, al-Ghadir, jilid 3, hlm. 96.

518 Al-Ghadir, jilid 3, hlm. 96; al-Khwarizmi, al-Manaqib, hlm. 41; Muhibuddin Thabari, ar-Riydah an-Nadhirah, jilid 2, hlm. 198; Fat'h al-Bari, jilid 8, hlm. 136.

519 Al-Ghadir, jilid 3, hlm. 96; al-Ishabah, jilid 3, hlm. 38 dll.

520 Thabari, Tarikh, jilid 4, hlm. 52, dan selanjutnya; Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 136; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 1, hlm. 163.

521 Thabari, ibid, edisi MJ. de Goeje et al, Leiden, 1879-1901, jilid 1, hlm. 2138; Ibnu 'Abd Rabbih, 'Iqd al-Farid, jilid 4, hlm. 267; Yaqubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 136.

522 Bacalah tulisan lengkap Thabari, Tarikh, jilid 4, hlm. 21 dan selanjutnya; atau edisi Leiden, 1879-1901, jilid 1, hlm. 2139.

523 Abu 'Abdullah atau Abu 'Amr, 'Utsman bin 'Affan bin Abi 'l-'Ash bin 'Umayuah, dari klan Quraisy dan ibunya 'Urwah binti Kariz bin Rabiah bin 'Abd Syams. Ibu dari Urwah adalah Baidha' binti 'Abdul Muththalib, bibi Nabi.

524 Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 3, hlm, 61, 331; Baladzuri, jilid 5, hlm. 16; Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 160; Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 74; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 1, hlm. 163, 185; Ibnu 'Abd Rabbih, 'lqdal-Farid, jilid 4, hlm. 275.

525 Lihat denah Masjid Nabi, 3.

526 Ibnu Sa'd, Thabaqat, jilid 3, hlm. 341; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 18; Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 160; Thabari, Tarikh, edisi Leiden, 1901, jilid 1, hlm. 2779; Mas'udi, Tanbih wa'l-Asyraf, hlm. 291; Ibnu 'Abd Rabbih, 'Iqd al-Farid, jilid 4, hlm. 275; Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 1, hlm. 187.

527 Ya'qubi, Tarikh, jilid 1, hlm. 162; Thabari, Tarikh, tatkala berbicara peristiwa tahun 23, jilid 3, hlm. 297; Ibnu al-Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 37; al-'Iqdal-Farid, jilid 3, hlm. 76.

528 Shahih Bukhari, Bab Bagaimana membaiat imam, jilid 10, hlm. 208; Thabari, Tarikh, jilid 5, hlm. 37, 40; Ibnu Qutaibah, al-Imamah was-Siyasah, jilid 1, hlm. 25; Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hlm. 30; Shawa'iq, hlm. 36; Fath al-Bari, jilid 13, hlm. 168; Suyuthi, Tarikh al-Khulafa', hlm. 102.

529 Nahjul-Balaghah, Khotbah 3.

530 Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm.19; Thabari,Tarikh, edisi de Goeje etal, jilid 1, hlm. 2780; Ibnu 'Abd Rabbih, 'Iqd al-Farid, jilid 4, hlm. 276; Ibn Abil-adid, Syarh Nahju'l Balaghah, jilid 1, hlm. 191.

531 Al-Qur'an 47:9.

532 Thabari, Tarikh, jilid 5, hlm. 31; Tarikh Ibnu Atsir, jilid 3, hlm.31; Syarh Nahju'l Balaghah, jilid l2, hlm. 46; jilid l2, hlm.52, 53, 54.

533 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid l2, hlm. 20, 21; Lihat juga Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah Syi'ah, terjemahan Muhammad al-Baqir, Mizan, Bandung.

534 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 12, hlm. 82. Lihat catatan kaki Bab 15: 'Ali Dan Peristiwa Saqifah, sub bab 'Umar: 'Ali Terlalu Muda?.

535 Bila kita ikuti perdebatan antara Ibnu 'Abbas dan 'Umar, kita melihat bahwa Ibnu 'Abbas mengingatkan Umar agar mendahulukan nash dari pendapat pribadi. Tatkala turun ayat "Dan beri peringatanlah kepada keluargamu terdekat", misalnya, Rasul telah menetapkan 'Ali sebagai khalifah-nya tatkala 'Ali baru berumur belasan tahun. Demikian pula hadits-hadits lain mengenai 'Ali yang tak terhitung jumlahnya. Lihat Bab 18: Nas Bagi 'Ali.Semua orang tahu bahwa Rasul Allah mengangkat Usamah bin Zaid jadi jenderal yang membawahi kaum Muhajirin dan Anshar termasuk Abu Bakar, Umar, Abu 'Ubaidah bin al-Jarrah dan Sa'd bin Ubadah untuk berperang melawan kaum Romawi di Mu'tah, tatkala ia baru berumur 18 tahun.

536 Lihat bab 'Nas Bagi Ali'.

537 Shahih Muslim, al-Jihad was-Sair, bab 34 jilid 3, hlm. 1412; Shahih Bukhari, Tafsir Surat 48, jilid 6, hlm. 170 dan lain-iain.

538 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 12, hlm. 81-87. Nash wal Ijtihad karangan al-Imam al-Musawi, 1404 H, Qum.

539 Sejak masa awal Rasul wafat 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 H sampai 'Utsman meninggal tanggal 18 Dzul Hijjah, tahun 35 H, 24 tahun 9 bulan.

540 Ibnu 'Abdil Barr, Isti'ab, jilid 3, hlm. 104.

541 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 2, hlm. 48.

542 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 2, hlm. 37.

543 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul-Balaghah, jilid 2, hlm. 67.

544 Ya'qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105.

545 Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 6, hlm. 31 dst.

546 Al-Qur'an, al-Qashash (XXVIII). 68.

547 Al-Qur'an, al-Araf (VII). 54.

548 Al-Hazm, Tafsir, jilid V, hlm. 195.

549 Al-Qur'an, az-Zukhruf (XLIII), 31.

550 Al-Qur'an, al-Ahzab (XXXIII), 36.

551 Al-Qur'an, Ali Imran (III), 154.

552 Al-Qur'an, al-Hurujat (XLIX), 1.

553 Al-Qur'an, al-Baqarah (II), 124.

554 Al-Qur'an, asy-Syura (XLII), 38.

555 Al-Qur'an, Ali-Imran (III), 159.

556 Ibnu Katsir, al-Bidayah wa'n-Ni-hayah, jilid 5, hlm. 25.

557 Suyuthi, Tarikh al-Khulafa', hlm.5.

558 Imam Nawawi, Syarh Shahih Muslim, jilid l5, hlm.104.

559 Kanzu'l-'Ummal, jilid 4, hlm. 57.

560 Shahih Bukhari dalam bab "Shalat jemaah, bila orang mendengar Takbir Imam', jilid 1, hlm. 90.

561 Shahih Muslim, bab "Istikhlaf", jilid 2, hlm. 178.

562 Al-Bidayah wan Nihayah, jilid 5, hlm. 22.

563 Al-Bidayah wan Nihayah, jilid 4, hlm. 273.

564 Sirah al-Halabiyah, jilid 3, hlm. 131.

565 Tarikh al-Khamis, jilid 2, hlm. 72.

566 Shahih Bukhari, bab "Imamah al-'Abid", jilid 1, hlm. 89.

567 Shahih Bukhari, bab "Ar-rajulu ya'tammu bi'l imam wa ya'tammuna nas bi'l ma'mum", jilid 1, hlm. 91.

568 Shahih Bukhari, bab "Iqamah ash-Shaff min Tamam ash-Shalah", jilid 1, hlm. 87.

569 Al-Qur'an, al-Baqarah (II), 124.

570 Al-Qur'an, Ibrahim (XIV), 37.

571 Al-Qur'an, Mariam(XIX), 58

572 Al-Qur'an, Ali Imran (III), 33.

573 Al-Qur'an, an-Nisa' (IV), 54.

574 Al-Qur'an, al-Ahzab (XXXIII), 33.

575 Riwayat Ummu Salamah dalam tafsir ayat tersebut, Suyuthi, Tafsir, jilid 5, hlm. 198-199; Shahih Tirmidzi, jilid 13, hlm. 248; Musnad Ahmad, jilid 6, hlm. 306; Usdu'l Ghabah, jilid 4, hlm. 29, jilid 2, hlm. 298; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 2, hlm. 297; Mustadrak ash-Shahihain, jilid 2, hlm. 416, jilid 3, hlm. 147; Sunan al-Baihaqi, jilid 2, hlm. 150; Usdu'l-Ghabah, jilid 5, hlm. 521, 589; Tarikh Baghdad, jilid 9, hlm. 126; Musnad Ahmad, jilid 6, 292. Yang berasal dari Ibnu 'Abbas: Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 330; an-Nasa'i, Khasha'ish, hlm. 11; Muhibbuddin, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 2, hlm. 269; Majma 'az-Zawa'id, jilid 9; hlm. 119, 207; Durrul-Mantsur dalam tafsir ayat Al-Qur'an 33:33. Dalam Riwayat Sa'd bin Abi Waqqash, Shahih Muslim, jilid 7, hlm. 120. Khasha-ish an-Nasa'i, hlm. 4-5, Shahih Tirmidzi, jilid 12, hlm. 171-172 dan lain-lain.

576 Al-Qur'an, asy-Syura (XLII), 23.

577 Musnad Imam Ahmad, jilid 4, hlm. 370; jilid 1, hlm. 119.

578 Al-Qur'an, al-Ma'idah (V): 67. Diriwayatkan oleh al-Hakim al-Kaskani dalam Syawahid at-Tanzil, jilid 1, hlm. 192-193.

579 Thabari, Thabaqat al-Kubra, jilid 2, hlm. 162-169.

580 Sayuthi, ad-Durru'l-Mantsur, hlm. 289.

581 Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 213. Bahwa Rasul Allah menyuruh memanggil sebagian kafilah yang telah meninggalkan Ghadir Khumm agar kembali berkumpul dapat dibaca dalam Nasai, al-Khasha'ish, hlm. 25 dari isnad yang berasal dari Sa'd bin Abi Waqqash yang berbunyi: Kami bersama Rasul Allah di jalan Makkah dan setelah sampai di Ghadir Khumm orang-orang semua berhenti. Kemudian Rasul Allah menyuruh (memanggil kembali orang-orang yang telah mendahuluinya, dan menunggu orang-orang yang di belakang, lalu Rasu1mengumpulkan orang-orang yang mengitarinya..

582 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 281; Sunan Ibnu Majah, Bab Fadha'il 'Ali; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209-210.

583 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 372; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 212.

584 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 281; Sunan Ibnu Majah, Bab Fadha'il 'Ali; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 212.

585 Majma'az-Zawa'id; ada lafal yang sedikit berbeda dalam al-Hakim, jilid 33, hlm. 109-110; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209.

586 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 118-119 dan jilid 4, hlm. 281; Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hlm. 43; dengan istilah na'am ("ya") sebagai ganti bala ("benar") terdapat dalam Musnad Ahmad, jilid 4, hlm.281, 368, 370, 372; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209.

587 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 281, 368, 370, 372; Ibnu Katsir, ibid. jilid 5, hlm. 209, 212.

588 Dalam riwayat al-Hakim al-Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 190; dengan sedikit berbeda istilah, jilid 1, hlm. 193.

589 Al-Hakim al-Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 91; Ibnu Katsir, ibid., jilid 5, hlm. 209 menggunakan istilah sedikit berbeda: "Dan saya maula semua kaum mu'min!".

590 Tercantum pada semua buku di atas.

591 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 118, 119, jilid 4, hlm. 281, 370, 372, 382, 383 dan jilid 5, hlm. 347, 370; al-Hakim, Mustadrak, jilid 3, hlm. 109; Sunan Ibnu Majah; al-Hakim al-Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 190, 191; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209-213.

592 Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209.

593 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 118, 119; Majma'az-Zawa'id, jilid 9, hlm. 104, 105, 107; al-Hakim al-Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 193; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 210, 211

594 Al-Hakim al-Haskani, Syawahidat-Tanzil, ibid., jilid 1, hlm. 191; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 210.

595 Al-Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 190.

596 Al-Qur'an, al-Ma'idah (V), 3. Bahwa ayat yang berbunyi: "Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagimu dan Kucukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Kupilih Islam bagimu sebagai agama", turun setelah peristiwa 'Ali bin Abi Thalib di Ghadir Khumm, dapat dibaca dalam Thabari, Kitab al-Wilayah yang berasal dari Zaid bin Arqam, hlm, 210; Ibnu Mardawaih dari jalur Abu Harun al-'Abdi dari Abu Sa'id al-Khudri, Tafsir Ibnu Atsir, jilid 2, hlm. 14; Ibnu Mardawaih dan Ibnu 'Asakir dari Sa'id al-Khudri, As-Suyuthi, Ad-Durru'l- Mantsur, jilid 2, hlm. 259; Abu Bakar al-Khathib Baghdadi, Tarikh Baghdad, jilid 8, hlm. 290; dan lain-lain.

597 Diriwayatkan oleh al-Hakim al-Haskani dari Abu Sa'id al-Khudri, Syuwahid at-Tanzil, jilid 1, hlm. 157-158; dari Abu Hurairah, ibid., jilid 1, hlm. 158; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 214.

598 Lihatlah Syawahid at-Tanzil, jilid 1, hlm. 101. Untuk lafal terakhir lihatlah Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 281, Sunan Ibnu Majah, Bab Fadhail 'Ali dan Muhibbuddin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, hlm. 169. Lihat juga Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 210.

599 Lihat "Ghadir Khumm", Encyclopedia of Islam, New Edition, Leiden 1965, jilid 3, hlm. 993-994.

600 Lihat, al-Amini, al-Ghadir, jilid 1, hlm. 3, 158.

601 Al-Maidah (V), ayat 55.

602 Wahidi, Tsalabi, Syirazi, Ibn Katsir, Syaukani, Syablanji, Naisaburi, Thabari, dan lain-lain.

603 Al-Qur'an, Tha Ha (XX), 25-32.

604 Al-Qur'an, al-Ma'idah (V), 55.

605 Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 7, hlm. 339, Dzakha'iru'l Uqba, hlm. 63; al-Fushul al-Muhimmah, hlm. 21; Shahih Bukhari-Muslim, bab "Fadha'il 'Ali, jilid 3, hlm. 38; dan lain-lain.

606 Al-Qur'an, Tha Ha (XX), ayat 29-32.

607 Al-Qur'an, Tha Ha (XX), ayat 36

608 Al-Qur'an, asy-Syu'ara (XXVI), 214.

609 Kitab yang ia tulis untuk menolak kitab 'Utsmaniyah' karangan Asy-Syaikh Abu 'Utsman al-Jahizh. Ibn Abil Hadid mengutip perdebatan ini dari kedua kitab tersebut dalam Syarh Nahjul Balaghah, jilid 13. hlm. 215-295.

610 Lihat Syarh Nahjul-Balaghah oleh Ibn Abil-Hadid, jilid 13, hlm. 244. Hadits ini diriwayatkan oleh Burhanuddin dalam Anba Nujaba' at-Abna' hlm. 46-48; Ibnu Atsir dalam al-Kamil, jilid 2, hlm. 24; Abu'l-Fida' Imaduddin ad-Damasyqi dalam Tarikh-nya hlm. 1 dan 116; Syihabuddin al-Khifaji dalam Syarh asy-Syifa oleh al-Qadhi'Ilyaah hlm. 3 dan 37; Thabari, Tarikh, edisi Leiden, jilid 1, hlm. 1171-1172; Muttaqi al-Hindi, Kanzu'l 'Ummal, jilid 10, hlm. 100, 110, 116; pada hlm. 130 kata-kata itu berubah jadi 'saudaraku, sahabatku dan walimu untukku sesudahku'; Sirah Hala-biyah, Beirut, jilid 1, hlm. 275; Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, Ibnu Hatim, Ibnu Mardawaih, Abu Nuaim dan Baihaqi. Dalam rangkaian isnad ada seorang perawi yang bernama Abu Mariam 'Abdul Ghaffar bin al-Qasim yang sering dianggap pembohong karena dia dituduh sebagai seorang Syi'i. Tetapi ia dipuji oleh Ibnu 'Uqbah (Lihat Mizan al-Itidal, jilid 4, hlm. 43), dan juga oleh Suuythi (Lihat Jam'ul Jawami, jilid 6, hlm. 397). Imam Ahmad dalam Musnad-nya, jilid 1, halaman 111 menganggap semua perawinya adalah orang-orang yang dapat dipercaya. Dengan sedikit perbedaan, hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad tersebut ( jilid 1 hlm. 159) dari 'Affan bin Muslim dari Abi Awanah dari 'Utsman bin Mughirah, dari Abu Shadiq, dari Rabiah bin Nahidz dari 'Ali bin Abi Thalib. Dengan rangkaian isnad yang sama dibawakan juga oleh Thabari dalam Tarikhnya (jilid 1, hlm. 215) dan Nasai dalam Khasa'ish-nya halaman 18, dan dikutip oleh al-Kanji Asy-Syafi'i dalam Kifayah hlm. 89, Ibn Abil-Hadid dalam Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 3, hlm. 255, al-Hafizh Suuythi dalam Jam'ul Jawa-mi', jilid 6, hlm. 407.

611 Lihat Tafsir Thabari, jilid 19, hlm. 75.

612 Lihat Ibnu Katsir, Tafsir, jilid 3, hlm. 351; al-Bidayah wa'n-Nihayah, jilid 3, hlm.40, Sirah an-Naba-wiyyah, jilid 1, hlm. 409.

613 Diriwayatkan oleh Haitsami dari Thabrani dalam Majma 'az-Zawa'id, jilid 9, hlm. 165 dan banyak buku lain.

614 Waq'ah Shiffin, al-Mada-ni, Mesir, 1382, hlm. 145; Tarikh al-Khathib, jilid 12, hlm. 305.

615 Thabari, Tarikh, Leiden, jilid 1, hlm. 3248; Ibnu Atsir, jilid 3, hlm. 108; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, Beirut, jilid 3, hlm. 11.

616 al-Hakim, Mustadrak, jilid 3, hlm. 172.

617 Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 139, 142.

618 Thabari, Tarikh, Leiden, jilid 1, hlm. 3094-3095; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 152.

619 Waq'ah Shiffin, hlm. 15-16.

620 Ibnu Qutaibah, Imamah wa-Siyasah, hlm. 3; Ibnu 'Abd Rabbih, Iqdal-Farid, jilid 3, hlm 72.

621 Muslim, Kitab al-Washiyah, jilid 11, hlm. 89; Shahih Bukhari, Kitab al-Washiyah, Bab al-Wishayah, Fat'h al-Bari.

622 Seperti al-Bidayah wan Nihayah, jilid 5, hlm. 209; Dzakha'iru'l Uqba, hlm. 16; al-Fushul al-Muhimmah, hlm. 22, dan lain-lain.

623 Lihat, Sulaiman Ibrahim Qundazi, Yanabi'ul Mawaddah, hlm. 301.

624 Lihat, al-Bahrani, Ghayatu'l-Maram, hlm. 539.

625 Lihat pula, Ibnu Hajar, ash-Shawa'iq Muhriqah, Kairo 1312 H. hlm. 150; Suuythi, Tarikh al-Khulafa', Kairo, 1952, jilid 1, hlm. 307.

626 Bacalah bagian biografi 'Ali dari Ibnu 'Asakir, 'Tarikh Damsyiq' jilid 2, hlm. 474; Mizan al-Itidal, jilid 1, hlm. 82; Haskani, Syawahid at-Tanzil, jilid 1, hlm. 81; Tarikh Baghdad, jilid 2, hlm. 377; al-Mustadrak al-Hakim, jilid 3, hlm. 127; Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan; al-Jami' Shaghir, jilid 1, hlm. 362; al-Fat'hu'I Kabir, jilid 1, hlm. 276; Usdul-Ghabah, jilid 4, hlm. 22 dan banyak yang lain.

627 Abu Ubaid, al-Amwal, hlm. 131; Thabari, Tarikh, jilid 4, hlm. 52, Ibm Qutaibah, Al-Imamah wa's-Siyasah, jilid 1, hlm. 18; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 414; Ibn 'Abd Rabbih, 'Iqd al-Farid, jilid 2, hlm.

254. Perawi-perawinya semuanya dapat dipercaya, tsiqah.

628 Ibn Qutaibah, Al-Imanah was-Siyasah, hlm. 18.

629 Lihat Bab 10: 'Pengepungan Rumah Fathimah'.

630 Lihat Bab 12: 'Reaksi Terhadap Saqifah', sub bab 'Malik bin Nuwairah'. Lihat juga ulah putrinya dalam Pengantar, 'Meracuni Hasan, Cucu Nabi, Berkali-kali'.

631 Lihat Pengantar, sub bab 'Sifat Jahiliah dikalangan Para Sahabat' juga Bab 12: 'Reaksi Terhadap Saqifah', sub bab 'Malik bin Nuwairah'. Lihat juga di bawah bab ini "Pembakaran Bani Salim".

632 Abu Bakar agaknya meragukan hadits tunggal yang disampaikannya di Saqifah bahwa 'Pemimpin dari Quraisy', Lihat Bab 8: 'Pembaiatan Abu Bakar'.

633 Abu Bakar juga meragukan hadits tunggal yang dipakainya berhujah melawan Fathimah bahwa "Nabi tidak mewariskan". Lihat Bab 11: 'Abu Bakar dan Fathimah'.

634 Abu 'Ubaid, Amwal, hlm. 131; Thabari, Tarikh, jilid 4, hlm. 52; Ibm Qutaibah, al-Imamah was-Siyasah, jilid 1, hlm. 18; Mas'udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 414; Ibn 'Abd Rabbib, 'Iqd al-Farid, jilid 2, hlm. 254.

635 Tsaqalain.

636 al-qa'idu'l-ghurri'l-muhajjalin.

637 as-sayyidu'l-mubajjal.

638 amiru'l-mu'minim.

639 man atha'a 'aliyyan.

640 man 'asha 'aliyyan.

641 Lihat riwayat buruknya di Nahjul-Balaghah, Khotbah 19, Yapi, Bandar Lampung, 1990; Lihat Bab 12: 'Reaksi Terhadap Saqifah', Sub Bab Malik bin Nuwairah, Mengenai ulah putrinya, Lihat juga 'Bab Pengantar', sub bab 'Meracuni Hasan, Cucu Nabi, Berkali-kali'.

642 Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 286; al-lsti'ab, jilid l, hlm. 51; Ibn Atsir, Al-Kamil, jilid 2, hlm. 160; al-Ishabah, jilid 1, hlm. 51, jilid 3, hlm. 630.

643 Lihat 'Pengantar' sub bab 'Membunuh Hujur dan Kawan-kawan'.

644 Lihat Nahju'l Balaghah, Yapi, 1990, Khotbah 19, hlm. 206-210.

645 Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 234; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 6, hlm. 319; Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 2, hlm. 142; al-Ishabah, jilid 2, hlm. 322.

646 Muhibbuddin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 1, hlm. 100.

647 Shahih Bukhari, jilid 4, hlm. 325, Kitab, jihad, bab 'la yu'az-zibu bi' azabillah' ('Jangan Mengazab dengan Azab Allah', atau 'Jangan Menyiksa dengan Siksa yang hanya Allah boleh melakukannya'); Musnad Ahmad, jilid 3, hlm. 494, jilid 2, hlm. 207; Sunan Abi Dawud, jilid 2, hlm. 219; Sunan al-Baihaqi, jilid 9, hlm. 71-72 dan lain-lain.

648 Lihat bab 'Pengantar' sub bab 'Sifat Jahiliah di Kalangan Para Sahabat', Lihat juga Bab 12 "Reaksi Terhadap Saqifah" sub bab "Malik bin Nuwairah." Di samping membunuh kaum Muslimin dengan mengikat kedua tangan ke tengkuk mereka secara licik dan memenggal kepala-kepala mereka dan pada saat yang sama meniduri istri korbannya, ia juga melakukan tindakan-tindakan yang tidak syar'i seperti memanggang kepala Malik atau membakar orang hidup-hidup.

649 Lihat juga Al-Qur'an 12:65 dan Al-Qur'an 27:13.

650 Lihat juga Al-Qur'an Surah 12, ayat 110.

651 Tatkala 'Utsman jadi khalifah di kemudian hari, ia mengangkat 'Abdullah bin Abi Sarh ini jadi gubernur Mesir. Lihat Bab 1: "Pengantar" sub bab "khalifah 'Utsman yang dituduh nepotis."

652 Bacalah kitab rujukan utama 'Abdullah bin Saba, karya Sayyid Murtadha al-'Askari, Bagian 3, ar-Riddah jilid 1, hlm. 135-142.

653 (Sejarah Politik Islam), hlm. 251.

654 Mulkan adhudhan bersumber dari hadits Nabi yang berarti kerajaan yang menggigit, penuh kekejaman dan penindasan.

655 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa'n-Nihayah, jilid 6, hlm. 311.

656 Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 474.

657 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa'n-Nihayah, jilid 6, hlm. 311.

658 Ibnu Katsir, ibid, hlm. 313.

659 Shahih Muslim, jilid 6, hlm. 3-4, Bab Manusia mengikuti orang Quraisy dari Kitab Pemerintahan; Shahih Bukhari, 'jilid 4, hlm. 165, Kitab Hukum; Shahih Tirmidzi, Bab Apa yang terjadi pada para khalifah melalui pintu Fitnah; Sunan Abi Dawud, jilid 3, hlm. 106, Kitab al-Mahdi; Musnad Ahmad, jilid 5, hlm. 86-90, 92-101 dan 106-108; Kanzu'l Ummal, jilid 13, hlm. 26-27.

660 Fat'h al-Bari, jilid 16, hlm. 338; Mustadrak Shahihain, jilid 3, hlm. 617.

661 Muntakhab al-Kanz, jilid 5, hlm. 312; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 6, hlm. 249; Suuythi, Tarikh al-Khulafa', hlm. 10; Kanzu'l Ummal, jilid 13, hlm. 26; Shawaiq al-Muhriqah, hlm. 28.

662 Kanzu'l-'Ummal, jilid 13, hlm- 27; Muntakhab al-Kanz, jilid 5, hlm. 312.

663 Shahih Muslim bi Syarh Nanawi, jilid 12, hlm. 202; Shawa'iq al-Muhriqah, hlm. 18; Suuythi, Tarikh al-Khulafa', hlm. 10.

664 Kanzu'l-'Ummal, jilid 13, hlm. 27.

665 Kanzu'l-'Ummal, jilid 13, hlm. 27.

666 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 398, 406; al-Hakim, Mustadrak, jilid 4, hlm. 501; Fath al-Bari, jilid 16, hlm. 339; Majma'az-Zawa'id, jilid 5, hlm. 190; Ibnu Hajar, Shawa'iq Muhriqah, hlm. 12; Suuythi, Tarikh Khulafa, hlm. 10; al-Jami'ash-Shaghir, jilid 1, hlm. 75; Muttaqi Al-Hindi, Kanzul-'Ummal, jilid 13, hlm. 27; dll.

667 Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 6, hlm. 248; Kanzu'l Ummal, jilid 13, hlm. 27; lihat al-Haskam, Syawahid at- Tanzil, jilid 1, hlm. 455.

668 Syarh Ibnu al-'Arabi 'ala Shahih at-Tirmidzi, jilid 9, hlm. 68-69.

669 Syarh an-Nawawi'ala Muslim, jilid 12, hlm. 201-202; Fath al-Bari, jilid 16, hlm. 339.

670 Suuythi, Tarikh al-Khulafa, hlm. 12.

671 Ash-Shawaiq al-Muhriqah, hlm. 19; Suuythi, Tarikh, hlm. 12.

672 Al-Qur'an, al-Ahzab (XXXIII), ayat 33.

673 Al-Qur'an, An-Nisa' (IV), ayat 59.

674 Majma' az-Zawa'id, jilid 5, hlm. 218; Abu Dawud, Musnad, hlm. 259 dari jalur 'Abdullah bin 'Umar dan ditambahkan: 'Dan barangsiapa menolak untuk taat, maka pada hari kiamat ia tidak punya 'hujjah', pembelaan.'

675 Shahih Muslim, jilid 6, hlm. 22; Baihaqi, Sunan, jilid 8, hlm. 156; Ibnu Katsir, Tafsir, jilid 1, hlm. 517; Al-Haitsami, Al-Majma, jilid 5, hlm. 218.

676 Imam Ahmad, Musnad, jilid 3, hlm. 446; Haitsami, al-Majma', jilid 5, hlm. 223.

677 Al-Taftaaz-ni, Syarh al-Maqashid, jilid 2, hlm. 275; Ia mengeluarkan hadits ini dalam hubungan ayat "Hai orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan orang-orang yang menjadi pemimpin di antara kamu." (Al-Qur'an, An-Nisa' (IV), ayat 59) Syaikh 'Ali al-Qari, Al-Marqat fi Khatimah al-Jawahir al-Madhiyah, jilid 2, hlm. 509, dan pada hlm. 457 tatkala mengutip Shahih Muslim yang berbunyi "Barangsiapa meninggal dan tidak mengetahui imam zamannya, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah, ia menambahkan bahwa arti hadits tersebut adalah: "seseorang yang tidak mengetahui bahwa ia wajib mengikuti tuntunan imam pada zamannya."

678 Shahih Muslim, jilid 6, hlm. 21; Baihaqi, Sunan, jilid 8, hlm. 156; Tafsir Al-Wushul, jilid 3, hlm. 39.

679 Shahih Muslim, jilid 6, hlm. 21.

680 Abu Ja'far Al-Iskafi, Khilashah Naqdh Kitab al-Utsmaniyah li'l Jahizh, hlm. 29; dan Al-Haitsami, Al-Majma, jilid 5, hlm. 224, 225 menggunakan lafal "Barangsiapa meninggal dan tiada ia berimam (laisa lahu imaman) maka kematiannya adalah kematian jahiliyah dan lafal Barangsiapa meninggal dan tiada ia berimam, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah".

681 Al-Haitsami, Majma 'al-Zawa'id, jilid 5, hlm. 219.

682 Syarh as-Sair al-Kabir, jilid 1, hlm. 113.

683 Baiat di bawah pohon', lihat Surat al-Fath (XLVIII), ayat 18.

684 Lihat juga Surat al-Fat'h (XLVIII) ayat 10. meninggal dan tiada ia berimam (laisa lahu imaman) maka kematiannya adalah kematian jahiliyah dan lafal Barangsiapa meninggal dan tiada ia berimam, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah.

685 Lihat Syair Hassan bin Tsabit dalam Bab 1: "Pengantar" sub bab: "'Umar Selamatkan Mughirah".

686 Innahum kanu fi'l futuh la yu'ammiruna illa shahabah. Al-Ishabah, jilid 1, hlm. 13, 16.

687 Ibnu Hajar, Al-Ishabah, jilid 1, hlm. 10; Shahabah adalah kata jamak dari Shaha-bi. Dalam Al-Qur'an dan di zaman Rasul kata Shahabi tidak ditemukan. Di zaman itu seorang sahabat disebut Shahib dan bentuk jamaknya adalah Ashhab seperti dipakai sampai sekarang. Kata Shahabi dan Shahabah kemudian digunakan khusus sebagai sahabat Rasul Allah dan telah jadi akidah, berbeda dengan pengertian sahabat dalam bahasa Indoneisa. Dalam buku ini kata sahabat memaksudkan sahabat Rasul.

688 Lihat juga K.H. Sirajuddin 'Abbas, Itiqad Ahlussunnah Wal-Jama'ah, Penerbit Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 1985, hlm. 107, 108.

689 Abu Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Hatim ar-Razi (m. 337 H) dalam Taqdimah Al-Ma'rifah li Kitab al-Jarh wa Ta'dil, hlm. 7-9, Haiderabat, 1371 H.

690 Al-Qur'an, Al-Baqarah (2): 143.

691 Al-Qur'an An-Nisa' (4), 115.

692 Ibnu Atsir, Usdul Ghabah, jilid 1, hlm. 3.

693 Ibnu Hajar, Al-Ishabah, jilid 1, hlm. 17-22.

694 Dipetik dari Al-Ishabah, jilid 1, hlm. 18.

695 Lihat juga K.H. Sirajuddin 'Abbas, Itiqad Ahlussunnah Wal-Jama-ah, Penerbit Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 1985, hlm. 88.

696 Lihat juga K.H. Sirajuddin 'Abbas, Itiqad Ahlussunnah Wal-Jama-ah, Penerbit Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 1985, hlm. 158.

697 Al-Qur'an, At-Taubah (IX): 97.

698 Al-Qur'an, At-Taubah (IX): 48.

699 Al-Qur'an, At-Taubah (IX): 48.

700 Bukhari, Shahih, jilid 4, Bab al-Haudh [al-Haudh, nama Telaga di Surga], akhir Bab ar-Ruqab, hlm. 94.

701 "Halumma", logat orang Hijaz, kata panggil untuk lelaki atau perempuan, tunggal, dua orang maupun jamak. Dalam kalimat ini yang dipanggil adalah serombongan orang, 'zumrah'.

702 irtaddu, lihiat Al-Qur'an 12:96; 2:217.

703 yaruddu 'alayya.

704 Ma barihu yarji'una 'ala a' qabihim.

705 Bukhari, Shahih,jilid 3, hlm. 30 dalam bab Ghaswah Hudaibiyah.

706 Bukhari, Shahih, jilid 2, hlm. 154, bab yang menerangkan ayat "Dan Allah menjadikan Ibrahim kesayangan-Nya" (QS 4:125) dalam Kitab Bad'ul Khalq.

707 Golongan kiri, lihat QS 56:41.

708 Muslim, Shahih, Kitab Fadhail, hadits 40. Lihat juga Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 453, jilid 2, hlm. 28 jilid 5, hlm. 48.

709 Bukhari, Shahih dalam bab "Ma ja'a fi buyuti'l Azwaji-n-Nabi'.

710 Imam Ahmad bin Hambal, Musnad, jilid 2, hlm. 23.

711 Imam Ahmad bin Hambal, Musnad, jilid 2, hlm. 26.

712 Lihat Bab 2: 'Sumber', sub bab 'Ibnu Katsir, Ibn Hazm dan Ibnu Taimiyah'.

713 Lihat Bab 2: 'Sumber', sub bab 'Ibnu Katsir' dan 'Ibnu Hazm.'

714 Lihat Bab 1: 'Pengantar', sub bab 'Melaknat 'Ali Dalam Khotbah'.

715 Lihat Bab 2: 'Sumber', sub bab Thabari. Rafidhah (bentuk gender perempuan, jamak rawafidh) berarti sekelompok anggota pasukan yang melakukan 'desersi' (dari dua syaikh, Abu Bakar dan 'Umar) dan lawannya adalah Nashibi (bentuk jamaknya Nawashib), pembenci Ahlu'l-bait dan pengikutnya.

716 Lihat, Hadhir al-'Alam al-Islami, Kairo, 1352, jilid 1, hlm. 188.

717 Basyir bin Sa'd adalah sahabat Abu Bakar. Anaknya Nu'man bin Basyir bergabung dengan Mu'awiah memerangi Imam 'Ali. Lihat Bab 1: 'Pengantar', sub bab 'Membunuh, Sembelih Bayi, Perbudak Muslimah'.

33