Apa itu malaikat?
Di dalam Al-Qur’an sangat banyak ayat yang
menjelaskan keberadaan malaikat. Ayat-ayat
itu menjelaskan sifat-sifat, kriteria, tugas,
dan kewajiban para malaikat. Bahkan, Al-
Qur’an meletakkan iman kepada malaikat ke
dalam jajaran iman kepada Allah swt., iman
kepada para nabi dan kitab-kitab langit, dan
ini merupakan dalil atas pentingnya
permasalahan ini.
Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang
telah diturunkan kepadanya dari Tuhannya.
Demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-
rasul-Nya. (QS. Al-Baqarah [2]: 285)
Tak syak lagi bahwa wujud malaikat merupakan
sebuah wujud gaib yang -untuk membuktikannya
berikut sifat-sifat dan kriteria-kriterianya
itu- tidak ada jalan lain kecuali dalil-dalil
tekstual. San sebagai konsekuensi keimanan
pada hal-hal gaib, kita harus menerima
keberadaan mereka.
Al-Qur’an menyebutkan kriteria-kriteria
mereka di dalam ayat-ayatnya, antara lain:
1. Para malaikat adalah makhluk yang berakal,
mempunyai inteligensi, dan hamba-hamba Allah
yang dimuliakan.
… sebenarnya [malaikat-malaikat itu] adalah
hamba-hamba yang dimuliakan. (QS. Al-Anbiya’
[21]: 26)
2. Mereka sangat menaati perintah-perintah
Tuhan, dan sama sekali tidak pernah melakukan
maksiat.
Mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan
dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.
(QS. Al-Anbiya’ [21]: 27)
3. Mereka mempunyai tanggung jawab untuk
menjalankan kewajiban-kewajiban yang begitu
penting dan beragam dari sisi Allah swt.
a. Sebagian mereka adalah penyangga ‘Arsy
Ilahi.
“… dan pada hari itu delapan orang malaikat
menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas [kepala-
kepala] mereka. (QS. Al-Haqqah [69]: 17)
b. Sebagian mereka adalah penanggung jawab
perintah Ilahi.
“Dan [malaikat-malaikat] yang mengatur urusan
[dunia]. (QS. An-Nazi‘at [79]: 5)
c. Sebagian malaikat bertugas untuk
mengambil nyawa.
… hingga bila datang kepada mereka utusan-
utusan Kami [malaikat] untuk mengambil
nyawanya …. (QS. Al-A‘raf [7]: 37)
d. Dan sebagian yang lain mengawasi
perbuatan-perbuatan manusia.
Padahal sesungguhnya bagi kamu sekalian ada
[malaikat-malaikat] yang mengawasi
[pekerjaan]mu—yang mulia [di sisi Allah swt.]
dan yang mencatat [pekerjaan-pekerjaan itu]—
mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS.Al-Infithar [82]: 10-12)
e. Sebagian malaikat bertugas untuk menjaga
manusia dari bahaya-bahaya dan kecelakaan.
… dan diutus-Nya kepada kamu malaikat-
malaikat penjaga, sehingga apabila datang
kematian kepada salah seorang di antaramu, ia
diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan
malaikat-malaikat Kami itu tidak akan pernah
melalaikan kewajibannya. (QS. Al-An‘am [6]:
61)
f. Sebagian lainnya bertugas untuk memberi
azab dan siksa kepada kaum yang membangkang.
Dan tatkala datang utusan-utusan Kami [para
malaikat] itu kepada Luth, ia merasa susah
dan sempit dadanya karena kedatangan mereka,
dan ia berkata, “Ini adalah hari yang amat
sulit”. (QS. Hud [11]: 77)
g. Tterdapat pula sekelompok malaikat yang
melalui mereka Allah swt. menolong kaum
mukmin dalam peperangan.
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan
nikmat Allah [yang telah dikaruniakan]
kepadamu ketika telah datang kepadamu
tentara-tentara, lalu Kami kirimkan angin
topan dan tentara yang tidak bisa kamu lihat
…. (QS. Al-Ahzab [33]: 9)
h. Dan akhirnya, ada sekelompok malaikat yang
menyampaikan wahyu dan pembawa kitab-kitab
langit untuk para nabi.
Ia menurunkan malaikat dengan [membawa] wahyu
dengan perintah-Nya kepada siapa pun yang Ia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya …. (QS.
An-Nahl [16]: ayat 2)
Demikianlah, apabila kita ingin menghitung
kewajiban-kewajiban para malaikat ini satu
demi satu, maka hal ini akan sangat menyita
waktu.
4. Mereka senantiasa sibuk bertasbih kepada
Allah swt., sebagaimana disebutkan dalam
sebuah ayat, “… dan para malaikat bertasbih
serta memuji Tuhannya dan memohonkan ampun
bagi orang-orang yang berada di bumi ….” (QS.
Asy-Syura [42]: 5)
5. Dengan kedudukan mulia malaikuat yang
demikian itu, manusia masih mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dari dikarenakan
potensi kesempurnaan yang dimilikinya,
sehingga karena hal ini, semua malaikat tanpa
terkecuali bersujud setelah selesainya
penciptaan Adam, dan mereka menganggap Adam
sebagai guru mereka.
6. Mereka kadang-kadang mengubah dirinya
dalam bentuk manusia, dan menampakkan dirinya
di hadapan para nabi atau bahkan selain nabi,
sebagaimana dalam surat Maryam; dimana kita
membaca bahwa seorang malaikat mulia Ilahi
telah mengubah dirinya di hadapan Maryam
dalam bentuk manusia.
…. lalu Kami mengutus ruh Kami kepadanya
[Maryam], maka ia menjelma di hadapannya
[dalam bentuk] manusia yang sempurna. (QS.
Maryam [19]: 17)
Di tempat yang lain, malaikat menampakkan
diri dalam bentuk manusia di hadapan Nabi
Ibrahim a.s. dan Nabi Luth a.s.
Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami
[malaikat-malaikat] telah datang kepada
Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka
mengucapkan, “Selamat.” Ibrahim menjawab,
“Selamatlah.” Maka tidak lama kemudian
Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang
dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan
mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang
aneh perbuatan mereka, dan merasa takut
kepada mereka. Malaikat itu berkata,
“Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami
adalah [malaikat-malaikat] yang diutus kepada
kaum Luth. (QS. Hud [11]: 69-70)
Demikian juga dalam surat yang sama, ayat 77,
Dia berfirman, “Dan tatkala datang- utusan-
utusan Kami [para malaikat] itu kepada Luth,
ia merasa susah dan merasa sempit dadanya
karena kedatangan mereka, dan ia berkata,
‘Ini adalah hari yang amat sulit.’” (QS. Hud
[11]: 77)
Bahkan dari kelanjutan ayat ini bisa dipahami
bahwa kaum Luth pun melihat mereka dalam
bentuknya sebagai manusia.
Dan datanglah kepadanya kaumnya [Luth] dengan
tergesa-gesa …. (QS. Hud [11]: 78)
Apakah kemunculan mereka dalam bentuk manusia
merupakan realitas yang obyektif? Ataukah
hanya dalam bentuk permisalan dan semacam
pengelabuan terhadap pengindaraan manusia?
Secara dzahir, ayat-ayat Al-Qur’an
menunjukkan asumsi pertama, walaupun sebagian
mufassir besar memilih asumsi kedua.
7. Dari riwayat-riwayat bisa diketahui bahwa
jumlah mereka sangatlah banyak, sehingga
tidak bisa dibandingkan dengan jumlah
manusia. Dalam sebuah hadis, ketika Imam
Ash-Shadiq a.s. ditanya; apakah jumlah
malaikat lebih banyak ataukah jumlah manusia
yang lebih banyak, beliau berkata: “Demi
Allah yang nyawaku berada dalam genggaman-
Nya! Jumlah malaikat Allah di langit lebih
banyak dari jumlah butiran-butiran tanah yang
ada di bumi. Di langit, tidak ada tempat
jejakan kaki kecuali di sana terdapat seorang
malaikat yang senantiasa memuji dan
menyucikan Allah swt.”
8. Mereka tidak makan dan tidak minum. Begitu
juga mereka tidak menikah. Dalam sebuah hadis
dari Imam Ash-Shadiq a.s., “Para malaikat
tidak makan, tidak pula minum. Mereka pun
tidak menikah. Mereka hidup dengan angin
lembut ‘Arsy Ilahi.”
9. Mereka tidak mengantuk, tidak lelah, dan
tidak lupa, sebagaimana ditegaskan oleh
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. dalam
sebuah hadis, “Tidak ada kelelahan dan
kelalaian di dalam diri mereka, serta tidak
pula ada penentangan … Rasa kantuk tidak
pernah terlihat pada wajah-wajah mereka, dan
akal mereka tidak akan pernah berada dalam
kekuasaan hawa nafsu dan kelalaian. Badan
mereka tidak pernah diselimuti oleh rasa
lelah, dan mereka pun tidak pernah berada
dalam sulbi seorang ayah dan rahim seorang
ibu.”
10. Mereka mempunyai derajat yang berbeda-
beda. Sebagian mereka senantiasa berada dalam
keadaan ruku’, dan sebagian yang lain
senantiasa berada dalam keadaan sujud.
Tiada seorang pun di antara kami [malaikat]
melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu,
dan sesungguhnya kami benar-benar bershaf-
shaf [dalam menunaikan ibadah Allah] dan kami
benar-benar bertasbih. (QS. Ash-Saffat [37]:
164-166)
Imam Ash-Shadiq a.s. berkata, “Allah swt.
mempunyai malaikat-malaikat yang hingga Hari
Kiamat senantiasa berada dalam keadaan ruku’,
dan malaikat-malaikat yang hingga Hari Kiamat
senantiasa berada dalam keadaan sujud.”
Untuk mendapatkan keterangan yang lebih
banyak tentang sifat-sifat para malaikat ini,
Anda bisa merujuk ke kitab As-Samâ’ wa
Al-‘Âlam, Bihâr Al-Anwâr, Bab-bab Malaikat,
jilid 59, hal. 144-326. Demikian juga, Nahjul
Balaghah, khutbah-khutbah no. 1, 91, 109,
171, dan khutbah Al-Asybâh.
Dengan memperhatikan sifat-sifat malaikat
yang telah disebutkan di atas, lalu apakah
mereka itu makhluk yang abstrak ataukah
materi kongkret?
Tentu bahwa berdasarkan sifat-sifat ini,
malaikat tidak mungkin berupa unsur dari
substansi yang kotor. Akan tetapi, tidak
mustahil apabila mereka tercipta dari jasmani
yang lembut, jasmani yang berada di atas
substansi yang biasa kita kenal.
Pembuktian keabstrakan mutlak para malaikat
bukanlah merupakan sebuah pekerjaan yang
mudah hatta dari sisi zaman, tempat, dan
bagian-bagiannya. Dan penelitian dalam
masalah ini pun tidak begitu bermanfaat. Yang
penting adalah, bahwa kita mengenal para
malaikat dengan sifat-sifat yang telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an dan riwayat-
riwayat. Dan kita mengetahui mereka sebagai
spesis agung dari makhluk-makhluk tinggi dan
pilihan Allah swt. Kita tidak menisbahkan
kepada mereka selain kedudukan sebagai hamba,
tidak pula menganggap mereka sebagai sekutu
Allah swt. dalam penciptaan atau ibadah,
karena yang demikian ini adalah syirik yang
jelas.
Pada topik ini, kami mencukupkan pembahasan
hanya sampai di sini, dan untuk perincian
yang lebih mendalam, kami akan merujukkannya
kepada kitab-kitab yang mengkhususkan
pembahasan tentang malaikat.
Dalam banyak ibarat yang tercantum pada kitab
Taurat tentang malaikat, terdapat ungkapan
“tuhan-tuhan” yang tentu saja merupakan
ungkapan yang bercampur dengan syirik, dan
itu merupakan sebagian tanda dari perubahan
Taurat saat ini. Akan tetapi, Al-Qur’an
bersih dari ungkapan semacam ini. Karena,
menurut Al-Qur’an, tidak ada kedudukan lain
bagi para malaikat ini selain kedudukan
penghambaan dan ibadah, serta sebagai
pengemban perintah-perintah Ilahi. Bahkan
dalam berbagai ayat ditegaskan bahwa
kedudukan insan kamil(manusia sempurna)
adalah lebih tinggi dan mulia dari kedudukan
para malaikat.