Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Qadha dan Kafarah puasa

3 Pendapat 03.7 / 5
Kafarah ialah perbuatan yang wajib dilakukan oleh mukalaf untuk menutup dosa yang pernah dilakukannya.
 
Dan kafarah diwajibkan bila mukalaf mengetahui bahwa yang diperbuatnya dapat membatalkan puasa, adapun orang yang tidak tahu (jahil) bahwa itu menbatalkan, baik kejahilannya itu diakibatkan oleh kecerobohannya (muqasshir) atau tidak (qashir) -tapi dia tidak bimbang- maka tidak ada kafarah baginya sekalipun ia tahu akan keharaman perbuatan yang dilakukannya.
 
Kafarah puasa dibagi kepada:
 
1/ Kafarah membatalkan puasa Ramadhan dengan sengaja, ada dua bentuk:
 
a. Membatalkan puasa dengan perbuatan yang tidak haram:
 
Kafarahnya bisa memilih antara membebaskan budak dan puasa dua bulan berturut-turut dan memberi makan enam puluh orang miskin yang masing-masing satu Mud (+ 750 gr).
 
b. Membatalkan puasa dengan perbuatan haram:
 
Berdasarkan ihtiyath wajib kafarahnya adalah kafarah jamak, yaitu menggabung tiga kafarah di atas.
 
2/ Kafarah membatalkan puasa qadha bulan Ramadhan dengan sengaja setelah zawal yaitu:
 
Memberi makan sepuluh orang miskin yang masing-masingnya satu mud, jika tidak mampu maka puasa tiga hari.
 
3/ Kafarah membatalkan puasa nazar yang ditentukan dengan sengaja:
 
Kafarahnya adalah kafarah yamin, yaitu membebaskan budak atau memberi makan sepuluh orang miskin masing-masing satu mud, atau memberi pakaian sepuluh orang miskin. Apabila tidak mampu, maka puasa tiga hari berturut-turut.
 
Soal: Apakah kafarah berulang-ulang dengan perulangan sebabnya dalam satu  hari?
 
Jawab: Kafarah tidak berulang-ulang dalam sehari sekalipun bagi orang yang onani atau bersetubuh. Tentu, kafarah itu akan berulang dengan perulangan sebabnya dalam dua hari.
 
Beberapa hukum kafarah:
1.Puasa dua bulan berturut-turut terealisasi dengan berpuasa sebulan sempurna dan satu hari dari bulan kedua, kemudian boleh memisah-misah puasanya bila ada ‘uzur, kalau tidak, maka pemisahan puasa bermasalah, dan menurut ihtiyath wajib pemisahan itu harus ditinggalkan.
2.Seandainya mukalaf tidak mampu membayar kafarah manapun dari tiga kafarah itu, maka:
3.Wajib bersedekah semampunya, kalau tidak mampu maka harus beristigfar.
4.Berdasarkan ihtiyath wajib harus membayar kafarah kapan saja mendapat kemampuan untuknya.
5.Apabila mukalaf membatalkan puasanya berhari-hari dan tidak tahu jumlahnya, maka ia wajib menggantinya sesuai kadar keyakinannya dari jumlah puasa yang dibatalkan, dan membayar kafarah pada tempat-tempat wajibnya jika sengaja membatalkan puasa.
6.Apabila ragu apakah puasa yang dibatalkan itu puasa Ramadhan atau qadha‘nya dan ia membatalkannya sebelum zawal, maka ia tidak terkena kafarah. Namun, apabila pembatalannya itu dilakukan setelah zawal maka ia cukup memberi makan enam puluh orang miskin.
 
Tempat-tempat wajib qadha‘ tanpa kafarah:
1.Apabila puasanya batal dengan merusak niatnya-berniat membatalkan/ifthar-tanpa melakukan hal-hal yang membatalkan (mufthir).
2.Apabila lupa mandi junub sehari atau lebih di bulan Ramadhan.
3.Orang yang membatalkan puasa setelah fajar terbit tanpa menjaga dirinya dan tidak ada bukti atas terbitnya. Tetapi, apabila ada bukti atas terbitnya maka wajib mengganti dan membayar kafarah.
4.Memasukkan air ke dalam mulut dengan berkumur-kumur atau lainnya ingin merasa sejuk dan air masuk ke perut, maka itu mewajibkan qadha‘ tanpa kafarah, baik di bulan Ramadhan atau selainnya.
 
Soal: Apabila dia melakukan mufthir dengan menjaga dirinya dan yakin akan sisa malam, tapi ternyata fajar sudah terbit, apa hukumnya?
 
Jawab: jika dia yakin masih ada sisa malam atau meragukannya dan telah mengeceknya sendiri dan fajar belum terbit, maka puasanya sah dan tidak wajib mengganti, tanpa ada perbedaan antara semua jenis puasa.
 
Soal: Apa hukumnya bila air masuk ke dalam perut di saat kumur-kumur untuk wudu salat wajib atau salat sunah?
 
Jawab: Apabila wudu untuk salat wajib maka tidak wajib mengganti, artinya hal itu tidak merusak puasanya, tapi kalau wudu itu untuk salat nafilah, maka berdasarkan ihtiyath istihbab harus mengganti puasa.
 
Beberapa hukum qadha‘:
1.Tidak wajib segera dalam mengganti puasa walaupun menurut ihtiyath istihbab tidak boleh mengakhirkan qadha puasa Ramadhan dari Ramadhan yang kedua.
2.Dalam menggganti puasa tidak wajib menentukan dan tidak pula wajib tertib bila mempunyai qadha‘ dari dua bulan dalam dua tahun, maka ia boleh mengganti puasa dari bulan yang kedua sebelum yang pertama, dan dari yang pertama sebelum yang kedua.
3.Orang yang mempunyai tanggungan qadha‘ puasa bulan Ramadhan tidak sah berpuasa sunah, tapi ia boleh (sah) berpuasa wajib menggantikan orang lain secara suka rela atau disewa.
4.Seandainya mukalaf kehilangan semua puasa bulan Ramadhan atau sebagiannya karena sakit dan sakitnya menyambung sampai tiba bulan Ramadhan yang kedua, maka gugur kewajiban qadha‘ darinya dan wajib bersedekah setiap harinya satu mud makanan.