Rahasia Sunnatullah (Bag 1)
Suatu hari Ibnu Abbas sedang duduk bersama Imam Ali bin Abi tholib. Hingga datanglah seseorang yang ingin menanyakan sesuatu kepada imam. Ia pun bertanya, “Wahai Imam, kebunku kering dan kekurangan air, tolong mintalah kepada Allah agar memberiku kecukupan.”
Imam menjawab, “Mohonlah ampun kepada Allah swt dengan beristighfar.”
Tak berselang lama, datang orang lain yang ingin mengadukan sesuatu kepada beliau, ia pun berkata, “Wahai Imam, kebunku memiliki air yang cukup namun kurang berbuah. Tolong mintalah kepada Allah agar memberi buah yang begitu melimpah seperti biasanya.”
Imam menjawab, “Mohonlah ampun kepada Allah swt dengan beristighfar.”
Orang ketiga datang untuk mengadukan hal yang lain, “Wahai imam, desaku dilanda kekeringan. Banyak ladang dan ternak yang telah mati. Tolong mintalah kepada Allah agar diturunkan hujan.”
Kembali Imam menjawab, “Mohonlah ampun kepada Allah swt dengan beristighfar.”
Hingga datang orang keempat yang ingin mengadu, “Wahai imam, aku memiliki harta yang cukup namun aku belum memiliki keturunan. Tolong mintalah kepada Allah agar aku dapat memiliki keturunan”
Lagi-lagi Imam menjawab, “Mohonlah ampun kepada Allah swt dengan beristighfar.”
Melihat kejadian ini, Ibnu Abbas merasa heran. 4 orang datang dengan keluhan yang berbeda namun Imam Ali memberi jawaban yang sama. Akhirnya Ibnu Abbas menanyakan hal ini kepada Imam, dan beliau pun menjawab,
“Wahai putra pamanku, bukankah engkau pernah membaca firman Allah dalam Surat Nuh yang berbunyi,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً -١٠- يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً -١١- وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً -١٢-
Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhan-mu, sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan Menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia Memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (Nuh 10-12)
Kisah ini mengawali kajian kita tentang Sunnatullah. Bahwa ternyata, ada hubungan antara dosa dengan apa yang terjadi disekeliling kita. Ada hubungan antara istighfar dengan “nasib” seseorang. Ada apa dibalik semua ini?
Sunnatullah Sebelumnya kita harus meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Seluruh makhluk tunduk dihadapan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Ketentuan, hukum dan undang-undang inilah yang disebut Sunnatullah.
سُنَّةَ مَن قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِن رُّسُلِنَا وَلاَ تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلاً -٧٧-
“(Yang demikian itu) merupakan ketetapan bagi para rasul Kami yang Kami Utus sebelum engkau, dan tidak akan engkau dapati perubahan atas ketetapan Kami.” (Al-Isra’ 77)
فَهَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا سُنَّتَ الْأَوَّلِينَ فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَبْدِيلاً وَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَحْوِيلاً -٤٣-
“Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan kepada orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi ketentuan Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu.” (Fathir 23)
Setidaknya ada 3 macam hukum dan ketentuan Allah di alam ini, yaitu:
Qawanin Kauniyah (Hukum Alam). Seperti bumi yang berputar pada porosnya, api yang membakar dan hukum alam yang lainnya.
Qawanin Ijtima’iyah (Hukum Sosial Masyarakat). Seperti hukum negara, politik dan urusan sosial yang telah diatur dalam Islam.
Qawanin Ghoibiyah Ma’nawiyah (Ketentuan yang Ghaib dan Tersembunyi). Seperti hubungan antara dosa dan sempitnya rezeki.
Kenapa Sunnatullah harus dikaji?
Ketentuan Allah di alam ini harus dikaji karena sangat berkaitan dengan perjalanan hidup kita. Mungkin kita bisa memahami hukum alam tentang api yang bersifat membakar, mungkin kita bisa menjauh dari api. Atau kita bisa mengetahui hukum dalam masyarakat hingga kita bisa menjaga diri untuk tidak melanggarnya. Namun ingat, masih ada ketentuan dan hukum Allah yang ghaib dan tak terlihat oleh mata.
Kisah di awal tadi memberi gambaran bahwa seluruh kehidupan di alam semesta ini saling berkaitan. Setiap ada pelanggaran didalamnya, pasti akan ada reaksi negatif yang muncul. Bayangkan saja, sebab dibalik keringnya ladang dan sempitnya rezeki adalah dosa-dosa yang belum diampuni, seperti pesan Imam Ali bin tholib.
Kita akan coba dengan analogi singkat. Jika kita hendak masuk ke negara asing, tentu kita harus tau aturan didalam negara itu. Jika tidak, kita pasti akan mengalami berbagai kesulitan.
Sama halnya dengan hidup di bumi Allah. Tentu kita juga harus mengerti tatanan dan aturan Allah yang telah ditetapkan didalamnya. Jika tidak, pasti akan ditemukan banyak kesulitan.
Jika ada dua orang yang berenang di sungai, yang satu berenang mengikuti arus dan yang lainnya berenang melawan arus. Kira-kira, siapa yang akan mendapat kesulitan? Pasti orang yang kedua, ia hanya akan kesulitan dan kelelahan dan tidak mendapat apa-apa.
Seorang yang melanggar Sunnatullah, sama dengan melawan arus sungai itu. Pasti ia akan mendapat banyak kesulitan dalam hidupnya.
Umat Terdahulu Melanggar Sunnatullah
Al-Qur’an sering bercerita tentang umat terdahulu yang dibinasakan oleh Allah swt. Kenapa mereka di adzab dan disiksa? Karena mereka sedang melawan arus dan melanggar Sunnatullah. Segala bencana, siksa dan adzab sebenarnya adalah hasil dari Sunnatullah yang dilanggar. Bukankah Allah berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ -٤١-
Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah Menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum 41)
Dan dalam ayat lain Allah perjelas dengan firman-Nya,
فَكُلّاً أَخَذْنَا بِذَنبِهِ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِباً وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ -٤٠-
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami Azab karena dosa-dosanya, di antara mereka ada yang Kami Timpakan kepadanya hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang Kami Benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami Tenggelamkan. Allah sama sekali tidak hendak menzalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (Al-Ankabut 40)
Sunnatullah akan mengenai siapapun. Api selamanya akan membakar kecuali sang pemiliki Sunnah yang mencabutnya seperti dalam Kisah Nabi Ibrahim disaat Allah merubah api menjadi sejuk dan aman. Setiap ada Sunnatullah yang ditabrak, pasti ada kesulitan yang menanti.
Lalu bagaimana cara kita mengikuti arus Sunnatullah? Bagaimana cara mengurangi kesulitan dalam hidup? Temukan jawabannya di Rahasia Sunnatullah (Bag 2)