Apa yang Diinginkan Allah dari Manusia? (Bag 2)
Secara ringkas kita telah sebutkan orang-orang sukses menurut Al-Qur’an dalam hikmah Siapakah Orang Sukses menurut Penciptanya.
Namun kali ini kita akan fokus pada syarat utama bagi seseorang yang ingin mencapai kesuksesan. Syarat yang paling wajib bagi manusia yang hendak menapaki jalan kesempurnaan.
Dalam bagian sebelumnya kita telah sadar bahwa yang Allah inginkan dari manusia adalah kesuksesan mereka sendiri. Yaitu sampainya seorang hamba kepada kesempurnaan. Allah sama sekali tidak mengaharapkan apapun untuk keuntungan Diri-Nya.
Namun, bagaimana seorang hamba bisa meraih kesuksesan? Allah swt berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّى -١٤-
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri.” (Al-A’la 14)
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا -٩-
“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).” (As-Syams 9)
Ya, orang sukses adalah orang yang mensucikan dirinya. Karena penyucian diri adalah syarat utama bagi seorang yang menaiki tangga kesempurnaan. Ketika hati masih kotor, msutahil dia akan mendekat pada kesempurnaan yang suci. Semua perintah dan larangan Allah itu bertujuan untuk mengantarkan manusia pada kesempurnaan. Akankah dia akan sempurna jika hatinya penuh dengan noda dan dosa?
Bahkan salah satu tugas penting dari para nabi adalah mensucikan jiwa umatnya. Karena nabi diutus untuk membimbing manusia menuju kesempurnaan. Dan salah satu fase terpenting untuk menjadi sempurna adalah penyucian diri.
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ -٢-
“Dia-lah yang Mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah.” (Jumu’ah 2)
Selain itu, tidak ada surat didalam Al-Qur’an yang menyebutkan sumpah sebanyak Surat As-Syams. Surat ini didahului 7 sumpah. Dan ternyata, semua sumpah itu untuk menekankan betapa beruntungnya seorang yang mensucikan diri.
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا -١- وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا -٢- وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا -٣- وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا -٤- وَالسَّمَاء وَمَا بَنَاهَا -٥- وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا -٦- وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا -٧- فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا -٨- قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا -٩-
“Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya (gelap gulita), demi langit serta pembinaannya (yang menakjubkan), demi bumi serta penghamparannya, demi jiwa serta penyempurnaan(ciptaan)nya, maka Dia Mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).” (As-Syams 1-9)
Dengan sifat Pengasih dan Penyayangnya, Allah ingin melihat hambanya berhasil, sukses dan sempurna. Berada dalam kenikmatan abadi di surga. Tapi apakah Allah hanya ingin kita sukses ketika di akhirat saja?
Banyak orang berpikir bahwa islam adalah agama yang fokus kepada akhirat saja. Dia secara tidak sadar telah mendzolimi islam itu sendiri. Seakan akan pengikut islam itu pasti akan tertindas, miskin dan hidupnya tidak enak karena yang dipikirkan hanya kehidupan akhirat saja.
Sungguh tidak demikian ! Allah tidak hanya ingin hamba-Nya sukses di akhirat. Dia ingin melihat hambanya sukses di dunia sampai di akhirat. Coba perhatikan, apa janji Allah bagi manusia yang memilih jalan kebaikan,
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ -٩٧-
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami Berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami Beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl 97)
Dalam ayat ini, Allah menjanjikan kehidupan yang baik di dunia dan balasan yang berlipat di akhirat ketika seorang memilih jalan keimanan dan berbuat baik. Islam bukan agama ritual saja yang menghabiskan umur hanya didalam Mihrob. Islam sangat memperhatikan kehidupan dunia, walaupun selalu di ingatkan bahwa kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.
Silahkan menikmati kenikmatan dunia dan mencapai kesuksesan di dalamnya. Karena tolak ukur kesuksesan adalah seberapa dekat seorang hamba kepada Allah swt. Dan kedekatan itu mustahil diraih tanpa kesucian hati. Sesuatu yang kotor tidak bisa mendekat kepada Sumber Kesucian.
Karenanya, seorang yang berpaling dari Allah swt tidak akan mencapai kesuksesan walaupun itu di dunia. Dia tidak akan memiliki kebahagiaan dan ketenangan hati. Allah berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً-١٢٤-
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit.” (Thaha 123)
Garasi yang dipenuhi mobil mewah, rekening berisi milyaran rupiah dan jabatan setinggi apapun tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Berapa banyak orang yang bunuh diri di puncak karir kehidupannya?
Bukan disitu letak kebahagiaan. Ia ada didalam hati. Dan hati itu tidak akan pernah bahagia sebelum kita serahkan pada pemilik sebenarnya.
أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ -٢٨-
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d 28)
Apa yang Allah inginkan dari kita?
Dia hanya ingin kita sukses di dunia sampai kelak di akhirat. Dan orang yang berpaling dari-Nya sungguh telah mendzolimi dirinya sendiri. Kenapa?
Karena Allah telah memberi sarana dan fasilitas yang lengkap untuk mengantarkannya pada pintu kesuksesan. Akal yang sempurna diberikan, para nabi diutus untuk membimbing, Al-Qur’an dijaga agar tetap menjadi petunjuk. Semua itu disediakan untuk mengantar manusia pada kesuksesan dan kesempurnaan. Tapi masih ada saja yang menolak. Bukankah mereka telah mendzolimi diri mereka sendiri?
وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ-١-
“Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar hukum -hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (At-Thalaq 1)
وَمَن يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ-١١٠-
“Dan barangsiapa berbuat kejahatan atau menganiaya dirinya.” (An-Nisa’ 110)
Manusia telah berbuat jahat kepada dirinya sendiri. Sementara Allah swt tidak pernah sedikit pun mendzolimi hamba-Nya.
وَمَا اللّهُ يُرِيدُ ظُلْماً لِّلْعَالَمِينَ -١٠٨-
“Dan Allah tidaklah berkehendak menzalimi (siapa pun) di seluruh alam.” (Ali Imran 108)
وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْماً لِّلْعِبَادِ -٣١-
“Padahal Allah tidak menghendaki kezaliman terhadap hamba- hamba-Nya.” (Ghafir 31)
Apa yang Allah inginkan dari manusia? Setelah penjelasan panjang tadi, sebenarnya Allah menginginkan kemudahan bagi hamba-Nya. Allah berfirman,
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ -١٨٥-
“Allah Menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak Menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah 185)
Sebenarnya agama ini tidaklah sulit. Jangan pernah menganggap agama membelenggu kita. Islam hanya membimbing kita untuk menjadi manusia sempurna. Hanya orang yang tidak memahami yang menganggap agama adalah beban. Bukankah Allah tidak pernah menentukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan hamba-Nya?
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا-٢٨٦-
“Tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah 286)
Bukankah Allah tidak pernah menyiksa sebelum memberi peringatan dan mengutus para nabi? Semua itu Allah lakukan agar manusia mencapai kesuksesan dunia akhirat. Dia tidak ingin merepotkan hamba-Nya dengan perintah dan larangan. Karena semua keuntungan hanya akan kembali kepada si hamba.
مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -٦-
“Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak Membersihkan kamu dan Menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (Al-Ma’idah 6)
يُرِيدُ اللّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفاً -٢٨-
“Allah hendak Memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (An-Nisa’ 28)
Imam Muhammad Al-Baqir pernah berkata,
“Demi Allah, Dia tidak mengingingkan sesuatu dari manusia kecuali 2 hal. (Dia menginginkan) agar manusia mensyukuri nikmat agar ditambah (kenikmatan itu) kepada mereka. Dan menyesali dosa-dosa agar (Allah) mengampuni mereka.”
Akhirnya, tidak akan sempurna iman seseorang sebelum ia rela dan tidak merasa keberatan dengan ketentuan Allah swt.
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً -٦٥-
“Maka demi Tuhan-mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’ 65)
Mengapa kita menganggap agama ini beban padahal yang dihalalkan jauh lebih banyak dari yang diharamkan. Ingatkah anda ketika Nabi Adam berada di surga, Allah menghalalkan semuanya dan hanya mengharamkan satu buah saja.
Begitulah gambaran kehidupan dunia. Allah menghalalkan segala sesuatu dan mengharamkan sebagian kecil darinya tapi kita selalu merasa keberatan untuk meninggalkannya. Padahal semua hal yang dilarang itu karena akan membahayakan diri manusia sendiri.
Jika kita mau berpikir logis, dimana beban agama itu? Padahal sekecil apapun kebaikan akan kita nikmati sendiri.
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا -٧-
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (Al-Isra’ 7)
Kesimpulannya, Manusia diciptakan untuk beribadah ⇒ Ibadah bertujuan untuk menumbuhkan takwa ⇒ Dibalik ketakwaan ada kesuksesan ⇒ Dan puncaknya, Allah hanya ingin manusia mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.
Semoga dengan mengetahui apa yang diinginkan Allah dari manusia, kita tidak lagi merasa terbebani dengan aturan agama. Karena Syariat Allah ini hanya untuk keuntungan kita semata.