Keutamaan Awal Bulan Dzulhijjah(1)
Setiap bulan di kalender Islam (Qamariah) memiliki karakteristik khusus. Bulan Dzulhijjah, bulan ke 12 dan terakhir di kalender Islam serta penutup tahun hijriah qamariyah. Bulan ini termasuk salah satu bulan yang perang diharamkan serta bulan yang ditetapkan Tuhan untuk ibadah, ziarah, mengakhiri peperangan dan pembunuhan.
Al-Quran juga mengisyaratkan hal ini dan menekankan kepada seluruh manusia terutama Muslim akan pentingnya menjaga kehormatan manusia. Ayat ke 36 surat At-Taubah menyebutkan, "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu...."
Bulan Dzulhijjah termasuk bulan mulia sepanjang tahun dan mengingat bulan ini terdapat ritual agung, ibadah, sosial dan bersejarah, maka dengan sendirinya bulan Dzulhijjah memiliki posisi unggul di agama dan di antara mazhab Islam. Hal ini karena sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah hari untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke Baitullah.
Surat Hajj ayat 28 mengisyaratkan hal ini dan menyatakan, "...dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak..." Salah satu penafsiran untuk Fii Ayyamim Maklumat yang disebutkan olah berbagai riwayat dan hadis adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu sepuluh hari tersebut, baik itu malam hari atau siangnya sangat mulia. Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada yang melebihi ibadah dan kebaikan yang dikerjakan pada hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).
Di sebagian riwayat dijelaskan bahwa malam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah yang Allah Swt bersumpah dengan firmannya والفجر و لیال عشر “Demi Fajar dan demi malam yang sepuluh” adalah malam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sumpah ini menunjukkan keutamaan bulan ini.
Di budaya Islam, ibadah adalah filsafat penciptaan manusia dan jika ibadah dilakukan dengan syarat serta tata caranya, maka hubungan keimanan dan penghambaan manusia dengan Tuhan akan semakin kokoh. Hasil penting dari ibadah adalah takwa yang merupakan esensi ibadah. Ibadah tanpa takwa sama seperti badan tanpa jiwa. Seluruh ibadah termasuk haji juga tidak terkecuali dari kaidah ini. Dengan menjamin spirit penghambaan dan penyerahan diri, perjalanan manusia akan terkoordinir dengan alam semesta dalam meraih tujuan penciptaan dan kesempuraan.
Sejatinya ibadah untuk menyampaikanmanusia kepada nilai-nilai unggul spiritual dan melepas diri dari belenggu materi. Ruh atau jiwa memiliki potensi untuk terus naik dan berkembang, sementara ibadah menjadi peluang dan pendahuluan bagi perkembangan ruh. Kemudahan dan kecepatan ruh berkembang dan meraih derajat yang lebih tinggi tergantung pada ibadah seseorang.
Shalat lima waktu tak ubahnya pembersihan lima kali seperti membersihkan badan dengan air, maka ruh juga akan menjadi bersih dengan shalat. Haji meski diwajibkan sekali seumur hidup, juga memainkan peran yang sama serta memiliki karakteristik dan kualitas ibadah. Kesulitan selama bepergian untuk menunaikan ibadah haji serta amalan ritual haji yang harus dikerjakan, menggiling dan membersihkan jiwa serta membangungkan pikiran hamba. Haji sama halnya dengan menghadiri medan pertempuran, sangat konstruktif dan memiliki pengaruh yang besar.
Al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat ke 125 menyampaikan seruan umum kepada manusia untuk menunaikan ibadah haji, " Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".