Surat al-Zukhruf ayat 79-84
أَمْ أَبْرَمُوا أَمْرًا فَإِنَّا مُبْرِمُونَ (79) أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ (80)
Bahkan mereka telah menetapkan satu tipu daya (jahat), maka sesungguhnya Kami menetapkan pula. (43: 79)
Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. (43: 80)
Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan tentang orang-orang yang tidak bersedia menerima kebenaran, sementara di ayat ini diterangkan, mereka bukan saja benci dan menjauhi kebenaran, bahkan memeranginya. Mereka bersiasat untuk melemahkan kebenaran, dan mematikan cahayanya, serta melancarkan segala jenis pemufakatan jahat. Mereka bertekad untuk menghancurkan, dan mengalahkan kebenaran. Namun mereka sendiri tidak tahu lawan yang dihadapi adalah Tuhan. Kehendak Tuhan lebih unggul dari kehendak dan keinginan mereka, dan tidak semua keinginan mereka bisa terwujud.
Para penentang itu mengira Allah Swt tidak mengetahui pembicaraan rahasia mereka, dan tidak menyaksikan serta tidak mendengarnya. Padahal Allah Swt mendengar pembicaraan rahasia mereka meski dengan suara pelan. Pasalnya bagi Allah Swt terbuka atau tersembunyi sama saja. Malaikat Ilahi juga hadir di semua tempat, dan terus menerus mencatat perbuatan dan perkataan manusia bahkan bisikan, tidak ada yang tersembunyi bagi mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap keputusan seserius, dan sepasti apapun, tidak keluar dari kehendak Tuhan, dan tanpa izin-Nya tidak mungkin terwujud.
2. Para penentang mengira Tuhan tidak mengetahui rahasia mereka. Padahal semua yang dilakukan manusia dicatat oleh Allah Swt, dan tidak ada yang luput dari pengawasan para malaikat Tuhan.
قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ (81) سُبْحَانَ رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (82)
Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu). (43: 81)
Maha Suci Tuhan Yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya 'Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu. (43: 82)
Di ayat-ayat pertama Surat Az Zukhruf disinggung tentang keyakinan orang-orang musyrik yang menganggap malaikat sebagai anak-anak Tuhan, lalu di ayat berikutnya tentang orang Kristen yang meyakini Kristus sebagai putra Tuhan.
Ayat-ayat di atas membantah keyakinan salah tersebut dan menjelaskan, jika Tuhan memiliki anak yang harus disembah, maka para nabilah orang pertama yang menyembahnya. Padahal, pertama, Tuhan suci dari memiliki isteri dan anak, kedua, Dia tidak pernah memerintahkan makhluknya untuk menyembah selain diri-Nya, termasuk malaikat atau manusia.
Tuhan yang merupakan Pemilik dan Pengatur langit serta bumi, dan Penguasa arsy, tidak membutuhkan anak. Dia adalah wujud tak terbatas, dan menguasai seluruh alam semesta. Pada kenyataannya, anak diperlukan manusia untuk melanjutkan keturunan, atau saat mulai lemah, ia akan membutuhkan bantuan anak-anaknya. Poin lain adalah, keberadaan anak dikarenakan manusia merupakan makhluk materi yang terbatasi ruang dan waktu. Sementara Tuhan yang menciptakan dan mengatur seluruh alam ini, suci dari semua itu, dan tidak membutuhkan apapun termasuk anak.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam berdebat dengan para penentang kita harus mendahulukan toleransi, dan menjelaskan dengan baik seandainya pendapat mereka memang benar maka itu akan membuktikan kesalahan keyakinan mereka.
2. Tidak diragukan Allah Swt suci dari segala kekurangan atau kebutuhan serta kemiripan dengan manusia. Maka dari itu kita harus selalu menjauhi tuhan yang mirip manusia, karena tuhan semacam ini adalah produk khayalan manusia, dan ketidaktahuan atas sifat-sifat Tuhan Maha Esa.
3. Langit dan bumi dengan segala keagungannya berada di bawah kendali, dan pengelolaan Tuhan, dan secara terpusat diatur oleh-Nya.
فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا وَيَلْعَبُوا حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي يُوعَدُونَ (83) وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (84)
Maka biarlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka. (43: 83)
Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (43: 84)
Para nabi bertugas untuk menghidayahi manusia. Mereka dengan penuh kasih sayang berusaha dengan berbagai cara untuk menyelamatkan umat manusia. Ayat-ayat di atas menjelaskan, kasih sayang nabi ini ada batasnya, dan ketika manusia sendiri yang tidak ingin mengikuti jalan yang benar, dan meraih kebahagiaan, maka para nabi pun tidak bisa memaksa mereka. Sebaliknya meninggalkan mereka sampai menyaksikan sendiri akibat dari pilihan kelirunya, dan dampak dari tenggelam dalam kebatilan. Mungkin saat itu mereka akan menyadari kesahalannya, dan kembali ke jalan yang benar. Mungkin juga hingga akhir usianya tetap di jalan yang salah, dan tidak kembali sampai Hari Kiamat tiba, dan merasakan buah pahit pemikiran serta perbuatan buruknya.
Kelanjutan ayat di atas menjelaskan ketidakbutuhan Tuhan terhadap iman manusia. Di dalam ayat ini diterangkan, orang-orang kafir mengira Tuhan membutuhkan ibadah mereka, dan kekufuran serta pembangkangan mereka akan merugikan diri-Nya. Dia adalah Tuhan langit dan bumi, sesembahan seluruh makhluk. Dengan kata lain, Tuhan adalah sesembahan hakiki manusia yang merupakan Pengelola, dan Pengatur alam semesta. Maka dari itu para malaikat, berhala dan benda alam seperti bulan, matahari, serta bintang, sampai kapanpun tidak layak untuk disembah. Mereka adalah makhluk Tuhan, dan sangat tergantung pada Tuhan.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi bertugas menyeru dan menyadarkan umat manusia, bukan memaksa atau memohon kepada mereka.
2. Dalam masalah akidah, setelah menyampaikan argumen dan menuntaskan dalil kepada masyarakat, kita tidak boleh memaksa mereka, tapi harus membiarkan mereka untuk memilih jalan sendiri.
3. Tuhan tidak membutuhkan satu manusiapun, apalagi ibadah dan penghambaan mereka. Ketika kita belum diciptakan, Dialah Tuhan, dan ketika kita lahir di dunia, Dia juga Tuhan. Dialah Tuhan langit dan bumi serta seluruh makhluk dunia.
4. Hanya Pemilik ilmu dan hikmah tak terbataslah yang layak disembah.