Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Puasa dan Kesucian Esoteris

0 Pendapat 00.0 / 5


Shadra Pandrita*
Puasa kembali datang menyapa kehidupan kita. Saban waktu bulan Ramadhan tiba, gerbang rahmat Ilahi terketuk intens oleh hamba yang merindukan untuk dapat menyapa Tuhannya dalam keadaan lapar dan dahaga. Kaum Muslimin di seantero semesta larut dalam ritual bulan suci Ramadhan. Kendati di negeri kita multi krisis melanda, semenjak naiknya BBM yang diikuti oleh melambungnya harga SEMBAKO, anjloknya Rupiah, pengeboman di sana-sini, adu jotos wakil-wakil rakyat, dan sebagainya. Namun, orang-orang tetap berlomba untuk mendulang kebaikan dan ganjaran. Ada yang bahkan semenjak bulan Rajab dan

Sya'ban telah mempersiapkan diri mereka untuk menyambut bulan penuh rahmat dan maghfira ini.

Di bulan ini, Tuhan membuka selebar-lebarnya pintu pengampunan dan rahmat. Dibandingkan dengan bulan-bulan lain, bulan Ramadhan memiliki keistimewaan tersendiri. Curah emanasi Tuhan mengguyur deras di bulan ini. Ganjaran atas kebaikan diobral. Tuhan sendiri yang berjanji akan memberikan ganjaran atas amalan orang-orang yang melakukan kebaikan di dalam bulan kudus ini. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi, "Puasa itu untukku dan Aku sendiri yang akan memberikan ganjaran kepada hamba-Ku." Puasa diperuntukkan bagi Allah Swt dan Dia-lah yang memberikan ganjaran atas orang-orang yang berpuasa. Dan yang paling menggembirkan dari itu, dalam riwayat yang sama, apabila dibaca dalam bentuk majhul (passif), "Aku untuk orang-orang yang berpuasa". Di sini, Tuhan memproklamirkan diri-Nya sebagai ganjaran untuk orang-orang yang berpuasa.

Pada bulan puasa, Rasullah Saw menyerukan, "Telah datang kepada kalian bulan Allah." Lantaran adanya kewajiban berpuasa dan ritual puasa itu ditujukan hanya untuk Allah, maka bulan Ramadhan disebut sebagai bulan Allah. Dalam riwayat disebutkan: "Janganlah kalian katakan Ramadhan, tetapi katakanlah bulan Ramadhan, karena Ramadhan merupakan salah satu nama Allah Swt. Bulan Ramadhan dapat menjadi suluh cerlang atas bulan-bulan yang lain bagi setiap orang yang menunaikan hak-hak dan mengetahui keutamaannya. Nabi Saw bersabda" Sekiranya manusia tahu esensi (mahiyyah) bulan Ramadhan, mereka akan mendambakan setiap bulan adalah Ramadhan. Ia dapat menjadi conditioning process untuk familiar dan akrab dengan segala sesuatu yang mendekatkan diri kepada Tuhan. Terlebih bagi mereka yang mengusung proyek pensucian jiwa. Bulan ini adalah momen yang tepat dan pas. Desah nafas orang yang berpuasa adalah tasbih dan dzikruLlah, bau mulutnya bak bau kesturi di sisi Allah, tidurnya adalah ibadah, puasanya adalah tameng dari azab neraka, ibadah salat, qiraat dan amalan mustahab lainnya dilipat gandakan pahalanya. Dan keadaan ini sangat kondusif untuk menggrondol proses pembiasan di atas.

Pada bulan ini setiap orang menjadi tamu Allah. Dan tuan rumah menghidangkan sajian yang terbaik untuk menjamu para tetamu. Kendati menurut sebagian urafa, mereka tidak layak menjadi tetamu. Mereka terkadang menyebut diri mereka sebagai thufaili (tamu yang tidak diundang) yang datang kepada Tuhan.
Untuk menjadi tamu yang baik, perlu pembenahan, purifikasi diri dan jiwa, suci lahir dan batin untuk dapat mereguk nikmat dan karunia Tuhan di bulan yang mulia ini. Karena Tuan Rumahnya nir-batas, sajiannya juga nir-batas.

Tatkala bulan Ramadhan tiba, Imam Sajjad As menyambutnya dengan lantunan doa - yang tertuang dengan indah dalam kitab Sahifah Sajjadiyah - demikian penggalan doa tersebut:

Segala puji bagi Allah

Yang menjadikan di antara jalan-jalan itu bulannya

Bulan Ramadhan

Bulan puasa

Bulan Islam

Bulan kesucian

Bulan pembersihan

Bulan menegakkan salat malam

Bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan petunjuk dan pembeda.

Imam Sajjad dalam doanya menyebut bulan Ramadhan sebagai bulan kesucian dan pembersihan, betapa penting dan signifikannya bulan ini sehingga diturunkan al-Qur'an di dalamnya untuk menjadi pedoman hidup, penjelas dan pembeda bagi umat manusia. Anda ingin memahami al-Qur'an, Anda harus suci dan bersih, tidak hanya secara eksoteris per se, tetapi juga harus suci dan bersih secara esoteris. Sehingga antara Anda dan al-Qur'an mendapatkan kompatibilitas. Lebih jauh, Anda dapat langsung bercengkerama dengan Tuhan melalui firman-firman-Nya. Tuhan berfirman: "Tidak menyentuhnya (al-Qur'an) kecuali orang-orang yang disucikan."(Qs. al-Waqiah [56]:79)

Untuk dapat sampai kepada hakikat al-Qur'an, seseorang harus suci dulu (tâhir) untuk kemudian disucikan (mutahhar). Demikianlah logika wahyu.
Allah Swt dalam diktum-Nya menegaskan bahwa Dia menyukai orang-orang yang mensucikan diri. "Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (Qs. al-Baqarah [2]:222) Suci lahir, suci batin. Kita berpuasa harus memperhatikan kedua aspek ini. Dalam berpuasa kita menahan lapar dan dahaga, menahan diri untuk tidak coitus dengan istri, semenjak adzan Subuh hingga Maghrib. Ini aspek lahir puasa belum hinggap pada aspek batinnya.

Mullah Ahmad Naraqi Ra dalam kitab magnum-opus akhlaknya, Mi'raj as-Sa'adah, menguraikan masalah adab dan sisi esoteris puasa. Bagi mereka yang berpuasa hendaknya menahan diri dari melihat yang haram atau makruh, atau memandang sesuatu yang membuat hatinya masygul dari mengingat Tuhan. Menjaga lisan dari berkata yang tidak berguna. Mencegah diri dari mendengar yang haram atau makruh. Menjauhkan diri dari mengkonsumsi makanan haram dan syubhat Demikian juga menjaga seluruh indranya dari keterpurukan dosa dan maksiat. Dan tidak serta merta tatkala berbuka puasa, mengumbar syahwat dengan melahap seluruh makanan (halal) sehingga kantung perutnya penuh. Lantaran rahasia perintah puasa di antaranya untuk menimalisir kekuatan syahwat dan dominasi syaitan sehingga jiwa kudus beranjak naik dari derajat bahâmiyah (binatang) hingga menyerupai malaikat. Sementara dengan penuhnya kantung perut kekuatan syahwat meningkat dan syaitan semakin mendominasi.

Dalam tataran sosial, puasa harus menjadi terapi supaya tidak mudah menelikung orang, merampas hak-hak orang, menipu, mengumbar syahwat dengan menumpuk harta dan tidak mendermakannya, dan mencederai amanah yang diberikan oleh orang termasuk amanah rakyat banyak. Kalau tidak, puasa yang kita kerjakan tidak lebih dari menahan lapar dan dahaga saja. Nabi Saw mengingatkan, banyak orang yang berpuasa tetapi sekedar menahan lapar dan dahaga saja. Semoga kita terhindar dari puasa seperti ini. Dan memberikan perhatian dan keseriusan ekstra terhadap sisi esoteris puasa sehingga masuk dalam golongan orang-orang yang mensucikan diri secara batin. "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri." Semoga.[]


*Penulis adalah santri program S1, jurusan Fiqh & Maarif Islami, di Seminari '?li Fiqh wa Maârif Islâmi, Qum.