Islam Mengangkat Derajat Perempuan Dalam Panggung Peradaban
Gelombang pengetahuan menjulang ke puncak langit
Penggalan puisi di atas mengungkapkan dengan jelas fenomena perempuan Islam dalam panggung sejarah Islam awal. Pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam, paling tidak di tiga tempat : Damaskus, Baghdad dan Andalusia, memerlihatkan aktifitas, peran dan posisi kaum perempuan.
Fakta-fakta sejarah dalam peradaban awal Islam ini menunjukkan dengan pasti betapa banyak perempuan yang menjadi ulama, cendikia dan intelektual, dengan beragam keahlian dan dengan kapasitas intelektual yang relatif sama dengan bahkan sebagian mengungguli ulama laki-laki. Fakta ini dengan sendirinya telah menggugat anggapan banyak orang bahwa akal dan intelektualisme perempuan lebih rendah dari akal intelektualisme laki-laki. Islam memang hadir untuk membebaskan penindasan dan kebodohan menuju perwujudan kehidupan yang berkeadilan dan memajukan ilmu pengetahuan untuk semua manusia: laki-laki dan perempuan.
Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduk muslim terbesar di dunia. Separoh lebih di antaranya adalah perempuan. Konstitusi NKRI telah memberikan ruang yang sama dan setara bagi lai-laki dan perempuan untuk memasuki dunia pendidikan pada seluruh jenjangnya. Jumlah nominal kaum perempuan yang besar tersebut adalah potensial bagi kemajuan dan kesejahteraan sebuah bangsa. Akan tetapi kemajuan ini hanya bisa diwujudkan manakala bisa didorong dan dikembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi-potensi kemanusiaan tersebut meliputi aspek nalar/intelektual, moral dan spiritual. Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses mengembangkan potensi-potensi tersebut untuk menjadi manusia utuh atau manusia utama. Dan hal ini mempersyaratkan sebuah kondisi yang sehat pada ketiga dimensi manusia tersebut. Kondisi yang sehat adalah sebuah ruang yang luas bagi ekspresi-ekspresi diri, tanpa hambatan dan tanpa kekerasan, baik secara fisik, mental maupun spiritual.
Maka dalam konteks seperti ini, perempuan harus dimerdekakan dari situasi kekerasan atas nama apapun untuk bisa mengembangkan potensi-potensi dirinya. Kebijakan-kebijakan public harus dirumuskan untuk memungkinkan perempuan menjadi ahli/ekspert untuk melakukan peran-peran social, politik dan kebudayaannya di samping dan bersama kaum laki-laki. Kedua jenis kelamin ini dituntut untuk bekerjasama membangun bangsa dalam relasi yang saling menghormati, selain menghormati dirinya masingmasing.
Perempuan adalah sumber sekaligus pusat peradaban manusia. Di tangan merekalah masa depan bangsa dan kemanusiaan dipertaruhkan. Sebuah pepatah Arab popular mengatakan : “Al-Mar’ah ‘Imad al-Bilad. Idza Shaluhat Shaluha al-Bilad, wa Idza Fasadat Fasada al-Bilad” (Permpuan adalah pilar Negara, bila baik, maka Negara akan menjadi baik, bila ia rusak, maka hancurlah Negara).
Kesimpulannya adalah bahwasannya hingga saat ini masih jelas terlihat perbedaan secara fundamental di kalangan para ahli dalam melihat antara laki-laki dan perempuan. Hal ini membawa implikasi serius atas posisi, fungsi, ekspresi dan ruang aktualialisi diri dari kedua jenis kelamin tersebut. Namun demikian merupakan kenyataan sejarah bahwa di setiap zaman selalu ada perempuan yang lebih unggul secara intelektual daripada laki-laki, hal ini menegaskan bahwa potensi kecerdasan intelektual tersebut bukanlah kodrat, akan tetapi merupakan dimensi kasbi yang dapat diraih, diupayakan, dan diusahakan melalui pendidikan. Berangkat dari kesadaran inilah proses pendidikan bagi kaum perempuan mengalami proses degradasi yang luar biasa dalam waktu yang sangat panjang.