Imamah dalam Islam
Rasulullah Saw paska hijrah ke Madinah, beliau membentuk umat Islam dan beliau mengemban tiga amanah saat itu. Tugas Kenabian dan Kerasulan, Membimbing Umat dengan menjelaskan syariat, dan tugas memimpin umat manusia.
Agama Islam, disamping sebagai agama yang mengajarkan ibadah dan ritual serta etika kepada Tuhan, juga mengatur manusia. Agama yang semacam ini, bukan agama yang tanpa peraturan dan pengaturan.
Paska wafat Rasulullah Saw, tugas Kenabian dan kerasulan memang selesai. Karena Nabi Muhammad Saw memang adalah Nabi dan Rasul terakhir. Namun dua tugas lainnya apakah selesai? Lalu siapakah yang akan melanjutkan tugas menjelaskan dan menjaga syariat serta memimpin umat? Dan apakah penggantian ini juga ditunjuk oleh Allah sebagaimana pengangkatan Nabi dan Rasul?
Untuk menjawabnya, ada dua teori atau pendapat yang mengemuka. Pertama, sebagaimana Allah Swt mengangkat Nabi maka pengganti Rasulullah Saw juga harus ditunjuk oleh Allah Swt. Atau pendapat kedua, yakni pengganti Rasulullah Saw bisa ditunjuk oleh manusia.
Dalam teori pertama, ini yang dianut oleh Umat Muslim Syiah yang berpegang pada pendapat bahwa Allah Swt telah menunjuk Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. sebagai pemimpin dan sebelas orang Imam paska Imam Ali a.s.
Teori kedua, sebagaimana diikuti oleh Saudara kita, Ahlussunah wal jamaah, menyerahkan kepemimpinan kepada masyarakat. Tidak perlu melihat apakah pemimpin itu suci atau tidak, adil atau tidak, dan sebagainya, jika ia sudah ditunjuk oleh masyarakat maka wajib diikuti.
Dua pendapat ini tentu bertolak belakang. Tetapi tidak perlu dipermasalahkan sebagai sebuah konflik karena kita tetap harus menjunjung tinggi persatuan. Kecuali, pembahasan ini kita bisa bawa ke ranah akademik dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah.
Makna Imam secara etimologi berarti pemimpin, yaitu orang yang berada dalam satu pasukan dan memimpin pasukan itu. Dalam makna ini, ada istilah Imam dhalim atau bahkan kafir. Karenanya dalam arti ini, seorang imam tidak mensyaratkan suci dan adil.
Namun secara terminologis, para ulama mendefinisikan makna imamah. Setidaknya ada tiga ketetapan. Pertama, ia harus ditetapkan oleh Allah Swt, memiliki ilmu laduni atau ilmu yang diberikan langsung oleh Allah Swt, dan ketiga harus memenuhi kriteria maksum (suci/ terjaga).